Anda di halaman 1dari 30

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Infeksi Menular Seksual (IMS) sampai saat ini masih merupakan masalah
kesehatan masyarakat di seluruh dunia, baik di negara maju (industri) maupun di
negara berkembang. Menurut Daili (2007) penyakit menular seksual dan
penyebarannya di dunia tidak dapat diperkirakan secara tepat di beberapa negara
dan disebutkan bahwa pelaksanaan program penyuluhan yang intensif dapat
menurunkan insiden penyakit menular seksual. Namun demikian, di berbagai
negara besar insiden penyakit menular seksual relatif masih tinggi setiap bulan
muncul beberapa juta beserta komplikas yang ada antara lain abortus kemandulan,
kecacatan jani, kanker leher rahim, bahkan juga kematian.
IMS merupakan satu kelompok penyakit yang penularannya terutama
melalui hubungan seksual. Berdasarkan laporan-laporan yang dikumpulkan oleh
WHO (World Health Organization), setiap tahun diseluruh negara terdapat sekitar
250 juta penderita baru yang meliputi penyakit gonore, sifilis, herpes genetalis
dan jumlah tersebut menurut hasil analisis WHO cenderung meningkat dari waktu
kewaktu. (WHO, 2009)
Menurut WHO (2009), lebih dari 30 jenis patogen dapat ditularkan melalui
hubungan seksual dengan manifestasi klinis bervariasi menurut jenis kelamin dan
umur. Meskipun infeksi menular seksual (IMS) terutama ditularkan melalui
hubungan seksual, namun penularan dapat juga terjadi dari ibu kepada janin
dalam kandungan atau saat kelahiran, melalui produk darah atau transfer jaringan
yang telah tercemar, kadang-kadang dapat ditularkan melalui alat kesehatan.
Dengan perkembangan di bidang sosial, demografik, serta meningkatnya
migrasi penduduk, populasi berisiko tinggi tertular IMS akan meningkat pesat.
Beban terbesar akan ditanggung negara berkembang, namun negara maju pun
dapat mengalami beban akibat meningkatnya IMS oleh virus yang tidak dapat
diobati, perilaku seksual berisiko serta perkembangan pariwisata IMS menempati
peringkat 10 besar alasan berobat di banyak negara berkembang, dan biaya yang
2

dikeluarkan dapat mempengaruhi pendapatan rumah tangga. Pelayanan untuk


komplikasi atau sekuele IMS mengakibatkan beban biaya yang tidak sedikit,
misalnya untuk skrining dan pengobatan kanker serviks, penanganan penyakit
jaringan hati, pemeriksaan infertilitas, pelayanan morbiditas perinatal, kebutaan
bayi, penyakit paru pada anak-anak, serta nyeri panggul kronis pada wanita.
Beban sosial meliputi konflik dengan pasangan seksual dan dapat mengakibatkan
kekerasan dalam rumah tangga.(Komite, 2001)
Dalam 20 tahun belakangan ini, pengetahuan tentang dinamika transmisi
IMS telah berkembang sebagai dampak pandemi HIV dan peningkatan upaya
untuk mengendalikan infeksi lainnya. Model matematika dan riset menunjukkan
peran penting jejaring seksual dalam menentukan arah penyebaran berbagai jenis
infeksi tersebut. Pemahaman yang semakin baik terhadap dinamika penularan
IMS menimbulkan dampak pada rancangan strategi pencegahan dan intervensi
pengendaliannya.
Pada tahun 2008 di Amerika Serikat terdapat sekitar 19,7 juta kasus PMS,
hampir 50% (9,8 juta) dialami oleh perempuan muda dan laki-laki berusia 15
sampai 24 tahun (2). WHO pada tahun 2008 mencatat kasus baru klamidia 7,2
juta, gonore 25,4 juta, dan sfilis 3 juta di Asia Tenggara (WHO, 2009).
Di Indonesia, berdasarkan Laporan Survei Terpadu dan Biologis Perilaku
(STBP) oleh Kementrian Kesehatan RI (2011), prevalensi Infeksi Menular
Seksual (IMS) pada tahun 2011 dimana infeksi gonore dan klamidia sebesar 179
% dan sifilis sebesar 44 %. Pada kasus HIV/AIDS selama delapan tahun terakhir
mulai dari tahun 2005 2012 menunjukkan adanya peningkatan. Kasus baru
infeksi HIV meningkat dari 859 kasus pada tahun 2005 menjadi 21.511 kasus
ditahun 2012. Sedangkan kasus baru AIDS meningkat dari 2.639 kasus pada tahun
2005 menjadi 5.686 kasus pada tahun 2012 (Kemenkes RI, 2011).
Infeksi menular seksual ini tidak hanya berdampak pada diri wanita yang
menderita IMS, tetapi juga bisa menularkan kepada laki laki yang menggunakan
jasanya kemudian bisa ditularkan ke istrinya. Sehingga istrinya berisiko tertular
IMS dari suami yang sejak dulu atau sekarang menggunakan jasa pekerja seks
tanpa menggunakan kondom. Jika si istri kelak hamil bisa ditularkan kejanin yang
3

dikandungnya yang menyebabkan kelainan pada janin / bayi misalnya bayi berat
lahir rendah (BBLR), infeksi bawaan sejak lahir, bayi lahir mati dan bayi lahir
belum cukup umur.
Berdasarkan uraian di atas, yaitu tingginya angka penderita infeksi
menular seksual dan cepatnya penularan infeksi menular seksual, maka penulis
tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai tingkat pengetahuan pasien
rawatjalan tentang infeksi menular seksual di UPTD Kesehatan Sukaraja Tahun
2015.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan di atas, dapat
dirumuskan suatu masalah dalam penelitian ini, yaitu: Bagaimanakah tingkat
pengetahuan pasien rawat jalan tentang infeksi menular seksual di UPTD
Kesehatan Sukaraja Tahun 2015?

1.3. Tujuan Penelitian


1.3.1. Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat pengetahuan
pasien rawat jalan tentang infeksi menular seksual di UPTD Kesehatan Sukaraja
Tahun 2015
1.3.2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan pasien rawat jalan tentang
infeksi menular seksual di UPTD Kesehatan Sukaraja Tahun 2015
berdasarkan usia.
2. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan pasien rawat jalan tentang
infeksi menular seksual di UPTD Kesehatan Sukaraja Tahun 2015
berdasarkan jenis kelamin.
3. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan pasien rawat jalan tentang
infeksi menular seksual di UPTD Kesehatan Sukaraja Tahun 2015
berdasarkan tingkat pendidikan.

1.4. Manfaat Penelitian


4

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:


1. Hasil penelitian ini dapat digunakan masyarakat sebagai sumber
pengetahuan tentang infeksi menular seksual
2. Hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi bagi penelitian
kesehatan dan ilmu kedokteran
3. Hasil penelitian ini dapat memberikan masukan bagi UPTD Kesehatan
Sukaraja tentang tingkat pengetahuan pasien rawat jalan tentang
infeksi menular seksual di UPTD Kesehatan Sukaraja, sehingga
apabila diperlukan dapat dilakukan penyuluhan tentang infeksi
menular seksual.
4. Hasil penelitian dapat menambah pengetahuan penulis mengenai
infeksi menular seksual.

BAB II
TINAJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengetahuan
2.1.1. Definisi Pengetahuan
Pengetahuan adalah salah satu domain perilaku. Menurut Bloom (1908)
dalam Notoatmodjo (2010), perilaku dapat dibedakan menjadi tiga area, wilayah,
5

ranah atau domain, yakni kognitif, afektif, dan psikomotor. Dalam perkembangan
selanjutnya, berdasarkan pembagian oleh Bloom ini, perilaku dibagi menjadi tiga
ranah untuk kepentingan praktis, yakni pengetahuan, sikap dan tindakan.
Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia, atau hasil tahu seseorang
terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan
sebagainya). Perubahan pengindraan menjadi pengetahuan sangat dipengaruhi
oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Pengetahuan seseorang
terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda.

2.1.2. Tingkat Pengetahuan


Secara garis besarnya pengetahuan dapat dibagi menjadi enam tingkatan,
yakni:
1. Tahu (Know), diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk didalamnya adalah mengingat kembali (recall)
terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau
rangsangan yang diterima.

2. Memahami (Comprehension), dapat diartikan sebagai suatu bentuk


kemampuan dalam menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui,
dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara tepat dan benar.
Individu yang telah paham terhadap objek atau materi tersebut harus mampu
menjelaskan, memberikan contoh, dan menyimpulkan objek yang
dipelajarinya.

3. Aplikasi (Application), diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan


materi yang telah dipelajari pada suatu kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi
di sini dapat diartikan dengan penggunaan hukum-hukum, rumus, metode,
prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi lain.

4. Analisis (Analysis), adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau


suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam satu struktur
organisasi tersebut, dan masih terkait satu sama lain. Kemampuan analisis ini
dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja, di mana dapat menggambarkan
6

(membuat bagan atau tabel), membedakan, memisahkan, mengklasifikasikan,


dan berbagai hal lainya.

5. Sintesis (Synthesis), menunjukkan suatu bentuk kemampuan dalam


meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk
keseluruhan yang baru. Dengan kata lain, sintesis dapat diartikan sebagai
suatu bentuk kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-
formulasi yang telah ada sebelumya.

6. Evaluasi (Evaluation), berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan


penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian tersebut
berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan
kriteria-kriteria yang telah ada sebelumnya. (Notoatmodjo, 2010).

2.1.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan


Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang.
Menurut Mubarak (2007) ada tujuh faktor yang mempengaruhi pengetahuan
seseorang, yaitu:
1. Pendidikan
Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang kepada orang lain
terhadap suatu hal agar mereka dapat memahami. Tidak dapat dipungkiri
bahwa makin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah pula mereka
menerima informasi, dan pada akhirnya makin banyak pula pengetahuan yang
dimilikinya. Sebaliknya, jika seseorang tingkat pendidikannya rendah, akan
menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap penerimaan, informasi
dan nilai-nilai yang baru diperkenalkan.

2. Pekerjaan
Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh pengalaman
dan pengetahuan baik secara langsung maupun secara tidak langsung.
3. Umur
Dengan bertambahnya umur seseorang akan terjadi perubahan pada aspek
psikis dan psikologis (mental). Pertumbuhan fisik secara garis besar ada
7

empat kategori perubahan, yaitu perubahan ukuran, perubahan proporsi,


hilangnya ciri-ciri lama dan timbulnya ciri-ciri baru. Ini terjadi akibat
pematangan fungsi organ. Pada aspek psikologis dan mental, taraf berfikir
seseorang semakin matang dan dewasa.
4. Minat
Minat adalah kecenderungan atau keinginan yang tinggi terhadap sesuatu.
Minat menjadikan seseorang untuk mencoba dan menekuni suatu hal dan
pada akhirnya diperoleh pengetahuan yang lebih mendalam.
5. Pengalaman
Pengalaman adalah suatu kejadian yang pernah dialami seseorang dalam
berinteraksi dengan lingkungannya. Ada kecenderungan pengalaman yang
kurang baik seseorang akan berusaha untuk melupakan, namun jika
pengalaman terhadap obyek tersebut menyenangkan maka secara psikologis
akan timbul kesan yang membekas dalam emosi sehingga menimbulkan sikap
positif.
6. Kebudayaan
Kebudayaan akan mempengaruhi pengetahuan masyarakat secara langsung.
Apabila dalam suatu wilayah mempunyai budaya untuk menjaga kebersihan
lingkungan maka sangat mungkin masyarakat sekitarnya mempunyai sikap
untuk selalu menjaga kebersihan lingkungan.
7. Informasi
Kemudahan memperoleh informasi dapat membantu mempercepat seseorang
untuk memperoleh pengetahuan yang baru.

2.2. Infeksi Menular Seksual


2.2.1. Definisi IMS
Penyakit menular seksual (Sexually Transsmitted Disease) adalah berbagai
sindroma klinis dan infeksi yang disebabkan oleh patogen yang dapat ditularkan
melalui aktifitas seksual. (CDC, 2014)
PMS atau disebut juga STD (Sexxually Transmited Diseases) yaitu
merupakan penyakit infeksi yang dapat menular dari seseorang ke orang lain
melalui hubungan seksual (Daili, 2007).
Penyakit menular seksual adalah bagian dari infeksi saluran reproduksi
(ISR) yang disebabkan oleh kuman seperti jamur, virus, dan parasit yang masuk
8

dan berkambang biak di dalam tubuh yang ditularkan melalui hubungan seksual
(Kumalasari dan Andhyantoro, 2012).

2.2.2. Jenis Jenis IMS


Menurut Daili (2007), ada banyak macam penyakit yang bisa digolongkan
sebagai IMS, antara lain :
a. Gonore (GO)
b. Sifilis (raja singa)
c. Herpes genital
d. Klamidia
e. Trikomoniasis vaginalis
f. Kandidiasis vagina
g. Kondiloma akuminata (kutil kelamin)
h. HIV/AIDS.

2.2.3. Penyebab IMS


IMS disebabkan oleh berbagai jenis mikroorgnisme (virus, bakteri, jamur,
protozoa dan parasit) yang sebagian besar ditularkan melalui hubungan seks
dengan pasangan yang telah terinfeksi. Sifillis disebabkan oleh bakteri Treponema
pallidum, gonorrea disebabkan oleh bakteri Neisseria gonorrhoeae, herpes
vaginalis disebabkan oleh virus Herpes simplex, klamidia disebabkan oleh bakteri
Chlamydia trachomatis, kondiloma akuminata disebabkan oleh Human Papiloma
Virus,trikomoniasis disebabkan oleh protozoa Trichomonas vaginalis, kandidiasis
disebabkan oleh jamur Candida albicans dan AIDS disebabkan oleh virus yang
disebut HIV.

2.2.4. Cara Penularan IMS


Cara penularan IMS termasuk HIV/AIDS adalah :
a. Hubungan seksual penetratif yang tidak terlindung, baik per vaginal, anal,
maupun oral. Hal ini merupakan cara penularan utama (lebih dari 90%). Saat
melakukan hubungan seksual secara genitor-genital dapat timbul luka-luka atau
radang pada epitel dinding vagina, hubungan seksual secara ano-genital juga
lebih memudahkan perlukaan atau radang karena epitel mukosa anus relatif
lebih tipis dan lebih mudah terluka dibanding epitel dinding vagina. Luka-luka
tersebut merupakan jalan masuk mikroorganisme penyebab PMS
9

b. Dari ibu ke anak: selama kehamilan (HIV/AIDS); pada persalinan (HIV/AIDS,


gonore, klamidia); atau sesudah bayi lahir (HIV/AIDS).
c. Melalui transfusi darah, jarum suntik atau kontak langsung dengan cairan darah
(Sifillis dan HIV/AIDS).
Sedangkan penyakit menular seksual tidak menular melalui:
a. Duduk bersebelahan dengan penderita PMS.
b. Penggunaan toilet bersama penderita.
c. Bekerja terlalu keras.
d. Menggunakan kolam renang umum, pemandian air panas atau sauna bersama.
e. Berjabatan tangan dengan penderita.
f. Bersin-bersin.
g. Keringat.

Kelompok risiko tinggi tertular PMS:


a. Usia
1) 20 34 tahun pada laki - laki
2) 16 24 tahun pada wanita
Karena pada usia tersebut intensitas hubungan seksual relatif tinggi.
b. Pelancong
c. Pekerja seks komersil atau wanita tuna susila
d. Pekerja panti pijat
e. Pecandu narkotika
f. Homoseksual

Beberapa perilaku yang berisiko terhadap penularan PMS:


a. Sering berganti-ganti pasangan seksual atau mempunyai lebih dari satu
pasangan seksual
b. Mempunyai pasangan seksual yang mempunyai pasangan seksual lainnya.
c. Terus melakukan hubungan seksual; walaupun mempunyai keluhan PMS dan
tidak memberitahukan pasangannya mengenai hal tersebut.
d. Tidak menggunakan pelindung (kondom) pada saat berhubungan seksual
dengan pasangan yang berisiko.

2.2.5. Gejala IMS


a. Gonorea ( GO )
Ada masa tenggang selama 2-10 hari setelah Neisseria gonorrhea masuk
ke dalam tubuh melalui hubungan seks. Gejala pada laki-laki adalah gatal, panas,
nyeri pada waktu kencing, keluar nanah kental kuning kehijauan dari ujung uretra
kadang disertai darah, ujung penis agak merah dan bengkak, nyeri pada waktu
ereksi. Pada perempuan, 60% kasus tidak menunjukkan gejala. Namun ada juga
10

rasa sakit padasaat kencing dan terdapat keputihan kental berwarna kekuningan,
nyeri pada panggul bawah dan juga gangguan menstruasi (Glasier, 2006).
Infeksi pada wanita mulanya hanya mengenai servik uteri, dapat
asimptomatik, kadang menimbulkan nyeri pada panggul bawah. Infeksi pada
servik tersebut bisa menjadi salpingitis menimbulkan jaringan parut pada tuba
sehingga dapat menyebabkan infertilitas (Glasier, 2006).
Gonorea dapat juga ditularkan pada bayi yang baru lahir berupa infeksi pada mata
yang dapat menyebabkan kebutaan.
b. Sifilis ( raja singa )
Kuman penyebabnya Treponema pallidum. Masa tanpa gejala berlangsung
3-4 minggu, kadang-kadang sampai 13 minggu. Kemudian timbul benjolan
disekitar alat kelamin. Kadang disertai pusing-pusing dan nyeri tulang seperti flu,
yang akan hilang sendiri tanpa diobati. Ada bercak kemerahan pada tubuh sekitar
6-12 minggu setelah terinfeksi. Gejala ini akan hilang dengan sendirinya dan
seringkali penderita tidak memperhatikan hal ini. Sifilis ditularkan melalui kontak
langsung dari lesi yang infeksius. Treponema masuk melalui selaput lendir yang
utuh, atau kulit yangmengalami abrasi, menuju kelenjar limfe, kemudian masuk
ke dalampembuluh darah dan diedarkan ke seluruh tubuh (Fauzi, 2006).
Selama 2-3 tahun pertama penyakit ini tidak menunjukkan gejala apa-apa,
atau disebut masa laten. Setelah 5-10 tahun penyakit sifilis akan menyerang
susunan saraf otak, pembuluh darah dan jantung. Sifilis mempunyai pengaruh
buruk pada janin, dapat menyebabkan kematian janin, partus immaturus, dan
partus prematurus (Fauzi, 2006).

c. Herpes genital
Penyakit yang disebabkan oleh virus herpes simplex dengan masa
tenggang 3-7 hari sesudah virus masuk ke dalam tubuh melalui hubungan seks.
Gejala dan tanda-tandanya adalah :
1) Bintil-bintil berair (berkelompok seperti anggur) yang sangat nyeri pada
sekitar alat kelamin.
2) Kemudian pecah dan meninggalkan luka yang kering mengerak, lalu hilang
sendiri.
Gejala kambuh lagi seperti diatas namun tidak senyeri tahap awal bila ada
faktor pencetus (stress, haid, minuman/makanan beralkohol) (Wiknjosastro,
2005).
11

d. Klamidia
Penyakit ini disebabkan oleh Chlamydia Trachomatis. Masa tanpa gejala
berlangsung 7-21 hari. Gejalanya adalah timbul peradangan pada alat reproduksi
laki-laki dan perempuan
Pada perempuan gejalanya bisa berupa:
1) Keluarnya cairan dari alat kelamin atau keputihan encer berwarna putih
kekuningan.
2) Rasa nyeri di rongga panggul.
3) Perdarahan setelah hubungan seksual.
Pada laki-laki gejalanya adalah :
1) Rasa nyeri saat kencing.
2) Keluar cairan bening saat kencing.
3) Bila ada infeksi lebih lanjut, cairan semakin sering keluar dan bercampur
darah (Wiknjosastro, 2005).
Tidak jarang pula, gejala tidak muncul sama sekali, padahal proses infeksi
sedang berlangsung. Oleh karena itu penderita tidak sadar sedang menjadi
pembawa PMS dan menularkannya kepada pasangannya melalui hubungan
seksual (Glasier, 2006).

e. Trikomoniasis vaginalis
Trikomoniasis adalah PMS yang disebabkan oleh parasit Trikomonas
vaginalis. Masa inkubasi 3-28 hari. Gejala dan tanda-tandanya adalah :
1) Cairan vagina encer, berwarna kuning kehijauan, berbusa dan berbau busuk.
2) Vulva oedem, kemerahan, gatal sehingga pasien merasa tidak nyaman.
3) Nyeri saat berhubungan seksual.
4) Nyeri saat kencing. (Glasier, 2006).

f. Kandidiasis vagina
Kandidiasis vagina merupakan keputihan yang disebabkan oleh jamur
Candida albicans. Masa inkubasi 3-28 hari. Pada keadaan normal, jamur ini
terdapat di kulit maupun di dalam vagina perempuan. Tetapi pada keadaan
tertentu, jamur ini meluas sedemikian rupa sehingga menimbulkan keputihan.
Gejalanya berupa keputihan berwarna putih seperti susu, bergumpal, disertai rasa
gatal, panas dan kemerahan pada kelamin dan sekitarnya (Glasier, 2006).

g. Kondiloma akuminata
12

Penyebabnya adalah Human papilloma virus (HPV) dengan gejala yang


khas yaitu terdapat satu atau beberapa kutil disekitar kemaluan. Masa inkubasi 1-6
bulan. Pada perempuan, dapat mengenai daerah orificium uretra, mukosa labium
mayus dan anus. Kutil kelamin kadang bisa mengakibatkan kanker leher rahim
atau kanker kulit di sekitar kelamin. Pada laki-laki mengenai glans penis, ulkus
koronarium, frenulum dan batang penis. (Glasier, 2006).

h. HIV/AIDS
AIDS adalah singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome.
Penyakit ini dalah kumpulan gejala akibat menurunnya system kekebalan tubuh
yang terjadi karena seseorang terinfeksi virus HIV. HIV sendiri adalah singkatan
dari Human Immuno Virus. Orang yang terinfeksi oleh virus ini ini tidak dapat
mengatasi masuknya infeksi penyakit lain karena sistem kekebalan tubuhnya
menurun terus secara drastis (Glasier, 2006).
HIV terdapat pada seluruh cairan tubuh manusia, tetapi yang biasa
menularkan hanya yang terdapat pada sperma (air mani), darah dan cairan vagina.
Dengan demikian cara penularannya adalah sebagai berikut :
1) Berganti-ganti pasangan seksual atau berhubungan dengan orang yang positif
terinfeksi HIV tanpa menggunakan pelindung atau kondom.
2) Memakai jarum suntik bekas orang yang terinfeksi virus HIV.
3) Menerima transfusi darah yang tercemar HIV.
4) Ibu hamil yang terinfeksi virus HIV akan menularkan ke bayi dalam
kandungannya (Daili, 2007).
Sesudah terjadi infeksi virus HIV, awalnya tidak memperlihatkan gejala-gejala
khusus. Baru setelah beberapa minggu sesudah itu orang yang terinfeksi sering
kali menderita penyakit ringan sehari-hari seperti flu atau diare. Penderita
seringkali merasa sehat dan dari luar memang nampak sehat. Seringkali 3-4 tahun
penderita tidak memperlihatkan gejala yang khas. Sesudahnya, tahun ke 5 atau 6
mulai timbul diare berulang, penurunan berat badan secara mendadak, sering
sariawan di mulut, dan terjadi pembengkakan di daerah kelenjar getah bening.
Sampai sekarang belum ditemukan cara pengobatan yangtuntas, saat ini yang ada
hanyalah menolong penderita untuk mempertahankan tingkat kesehatan tubuhnya
(Glasier, 2006).

2.2.6. Pencegahan IMS


13

Untuk mencegah penularan IMS lewat hubungan seks ada tiga cara :
a. Abstinensi (tidak melakukan hubungan seks).
b. Tidak berganti-ganti pasangan dan saling setia kepada pasangannya.
c. Penggunaan kondom. Menurut penelitian, penggunaan kondom secara
konsisten dapat mencegah clamidia, gonore, dan trikomoniasis. Sebagai
tambahan, penggunaan kondom juga dapat mencegah infeksi virus HPV,
herpes genital, sifilis dan chancroid apabila daerah yang terinfeksi tertutpi
oleh kondom.
d. Vaksinasi. Vaksin yang dapat digunakan adalah vaksin untuk mencegah
infeksi virus HPV, yang merupakan virus penyebab penyakit condiloma
acuminata dan kanker serviks.Vaksin tersedia dalam bentuk bivalen atau
quadrivalen.
e. Sirkumsisi dapat mengurangi resiko infeksi HIV dan beberapa infeksi
menular seksual lainnya menurut penelitian. Penelitiaan di subsahara Afrika
menunjukkan sirkumsisi menurunkan resiko infeksi HIV sebesar 50-60%.
(CDC, 2014)

Untuk mencegah penularan melalui alat yang tercemar darah HIV :


a. Semua alat yang menembus kulit dan pembuluh darah (seperti jarum suntik,
jarum tato, atau pisau cukur) harus disterilisasi dengan baik.
b. Jangan menggunakan jarum suntik atau alat yang menembus kulit bergantian
dengan orang lain (Daili, 2007).
Untuk mencegah penularan lewat transfusi darah, perlu skrining terhadap semua
darah yang ditransfusikan. Jika darah ini ternyata sudah tercemar, harus dibuang.
Skrining darah sudah dilakukan oleh PMI

Beberapa ciri khas Penyakit menular seksual antara lain:


1) Penularan terutama melalui hubungan seksual
2) Penyakit dapat terjadi pada orang-orang yang belum pernah melakukan
hubungan seksual
3) Penyakit dapat terjadi pada orang-orang yang tidak promiskus (tidak berganti-
ganti pasangan)
4) Kelainan tidak selalu dijumpai pada alat kelamin (Daili, 2007).

Hal-hal yang tidak dapat melindungi dari infeksi menular seksual adalah:
1) Kontrasepsi nonbarrier seperti kontrasepsi hormonal atau nonhormonal (IUD,
sterilisasi dan histerektomi).
14

2) Mikrobisida dan spermisida topikal.


3) Mencuci vagina sesudah hubungan seksual tidak dapat melindungi dari
infeksi menular seksual dan HIV

Beberapa hal penting yang perlu diketahui tentang penyakit menular seksual
(PMS):
1) Penyakit menular seksual (PMS) dapat terjadi pada laki-laki maupun
perempuan
2) Penularan penyakit menular seksual (PMS) dapat terjadi, walaupun hanya
sekali melakukan hubungan seksual tanpa memakai kondom dengan
penderita penyakit menular seksual (PMS)

2.2.7. Bahaya dan Dampak Sosial Terhadap Penderita Infeksi Menular Seksual
Sepuluh tahun terakhir, IMS (terutama HIV/ AIDS) meningkat jumlahnya
dan sangat mempengaruhi kehidupan berjuta-juta orang di seluruh dunia. Pada
beberapa orang dan rumah tangga, efek dari HIV/ AIDS menjadi berlipat ganda.
Selain meningkatkan ketidaknormalan dan kematian, juga mengakibatkan
kelumpuhan total yang dapat mengancam produktivitas di sektor ekonomi
keluarga maupun secara makro.
Secara garis besar, dampak sosial terhadap penderita IMS (Infeksi Menular
Seksual) terutama HIV/ AIDS terbagi beberapa kategori, yaitu: Ekonomi dan
Demografi, produktivitas pembangunan dan produksi pertanian, penekanan pada
sektor kesehatan, rumah tangga dan keluarga, anak-anak, wanita, diskriminasi
HIV/AIDS serta dampak HIV/AIDS terhadap seseorang.
1. Ekonomi dan demografi
Dampak ekonomi dari IMS dan HIV/ AIDS dapat memberikan kerugian, baik
secara langsung maupun tidak langsung. Kerugian secara langsung melalui
kegiatan pencegahan, pengobatan, dan penelitian. Sedangkan kerugian secara
tidak langsung antara lain kehilangan harapan hidup yang diakibatkan oleh IMS/
AIDS itu sendiri.
Upaya untuk menilai kerugian yang ditimbulkan oleh IMS serta HIV/ AIDS
sangat luar biasa, dimana hal ini perlu dilakukan seiring dengan kebutuhan akan
pengukuran value of persons life terhadap pendapatan seseorang. Jadi dapat
15

dikatakan bahwa dampak dari IMS serta HIV/ AIDS adalah kehilangan
pendapatan.
2. Produktivitas
Dampak dari IMS, HIV/ AIDS terhadap tingkat produktivitas tidak hanya
meningkatkan ketidaknormalan dan kematian, tetapi juga meningkatkan
ketidakhadiran pekerja karena kesakitan. Pada beberapa kasus AIDS
mengakibatkan meningkatnya kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan
dan otomatis menjadi member atau langganan dari pusat pelayanan kesehatan
tersebut.
Selain itu IMS/ AIDS dapat menurunkan produktivitas. Adanya pemutusan
hubungan kerja terhadap pekerja yang terinfeksi HIV, tidak hanya akan
meniadakan pendapatan pekerja tersebut, tetapi juga kesempatan berkontribusi di
sektor ekonomi, diskriminasi di tempat kerja. Hal ini dilaporkan hampir terjadi di
semua bagian.
3. Pembangunan dan produksi pertanian
Seperti juga di sektor-sektor lain diatas, perusahaan dan sumber mata
pencaharian di bidang pertanian juga terkena dampak dari terjadinya penyakit
menular seksual seperti HIV/ AIDS, antara lain dapat mengakibatkan kemiskinan
seseorang maupun masyarakat pertanian di seluruh sistem ekologi yang ada serta
kerugian sosial yang tidak terukur dengan nilai.

2.2.8. Upaya Pengendalian IMS


IMS merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting untuk
dikendalikan secara cepat dan tepat, karena mempunyai dampak selain pada aspek
kesehatan juga politik dan sosial ekonomi. Kegagalan diagnosa dan terapi pada
tahap dini mengakibatkan terjadinya komplikasi serius seperti infertilitas,
kehamilan ektopik, disfungsi seksual, kematian janin, infeksi neonatus, bayi
BBLR (Berat Badan Lahir Rendah), kecacatan bahkan kematian.
Prinsip umum pengendalian IMS adalah bertujuan untuk memutus rantai
penularan infeksi IMS dan mencegah berkembangnya IMS dan komplikasinya.
16

Tujuan tersebut dapat dicapai bila ada penyatuan semua sumber daya dan dana
untuk kegiatan pengendalian IMS, termasuk HIV/ AIDS.
Upaya tersebut meliputi:
1. Upaya promotif

a. Pendidikan seks yang tepat untuk mengikis ketidaktahuan tentang


seksualitas dan IMS.

b. Meningkatkan pemahaman dan pelaksanaan ajaran agama untuk tidak


berhubungan seks selain pasangannya.

c. Menjaga keharmonisan hubungan suami istri tidak menyeleweng untuk


meningkatkan ketahanan keluarga.

2. Upaya preventif

a. Hindari hubungan seksual dengan berganti-ganti pasangan atau dengan


pekerja seks komersial (WTS).

b. Bila merasa terkena IMS, hindari melakukan hubungan seksual.

c. Bila tidak terhindarkan, untuk mencegah penularan pergunakan kondom.

d. Memberikan penyuluhan dan pemeriksaan rutin pada kelompok risiko


tinggi.

e. Penyuluhan dan pemeriksaan terhadap partner seksual penderita IMS.

3. Upaya kuratif

a. Peningkatan kemampuan diagnosis dan pengobatan IMS yang tepat.

b. Membatasi komplikasi dengan melakukan pengobatan dini dan efektif


baik simtomatik maupun asimtomatik.

4. Upaya rehabilitatif
17

a. Memberikan perlakuan yang wajar terhadap penderita IMS, tidak


mengucilkannya, terutama oleh keluarga dan partnernya, untuk
mendukung kesembuhannya.
.

BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep


Kerangka konseptual penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat
pengetahuan pasien rawat jalan tentang infeksi menular seksual di UPTD
Kesehatan Sukaraja Tahun 2015
Berdasarkan latar belakang dan tinjauan pustaka maka kerangka konsep
dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

Tingkat pengetahuan pasien rawat


jalan tentang infeksi menular
seksual:
Karakteristik responden:
Pengertian IMS
Usia

Penyakit yang termasuk IMS


Jenis Kelamin

Cara penularan IMS


Pendidikan

Gejala penyakit IMS


18

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian

3.2. Defenisi Operasional


3.2.1. Defenisi
1. Pengetahuan adalah mencakup segala sesuatu yang diketahui
masyarakat tentang:

a. Pengertian infeksi menular seksual

b. Penyakit yang termasuk infeksi menular seksual

c. Cara penularan infeksi menular seksual

d. Gejala penyakit infeksi menular seksual

e. Pencegahan infeksi menular seksual

2. Infeksi menular seksual adalah berbagai sindroma klinis dan infeksi


yang disebabkan oleh patogen yang dapat ditularkan melalui aktifitas
seksual

3. Usia, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, adalah lama waktu


hidup.

4. Pendidikan, menurut UU RI No. 2003 tentang pendidikan nasional,


adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
19

negara. Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan


informal. Jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar (SD),
pendidikan menengah (SMP dan SMA), dan pendidikan tinggi.

5. Pekerjaan, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, adalah sesuatu


yang dilakukan untuk mendapatkan nafkah.

3.2.2. Cara Ukur


Adapun cara pengukuran penelitian ini adalah wawancara menggunakan
pertanyaan dalam bentuk angket/kuesioner.

3.2.3. Alat Ukur


Adapun alat ukur dalam penelitian ini adalah kuesioner (angket) yang
diberikan kepada responden.

3.2.4. Hasil Ukur


Hasil pengukuran berupa penilaian tingkat pengetahuan dalam bentuk
skor. Pada kuesioner akan disediakan 15 pertanyaan, dengan jumlah skor
sebanyak 15. Jawaban yang tepat diberi skor 1 dan jawaban yang tidak tepat
diberi skor 0.
Skor setiap pilihan pada pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner disajikan
dalam tabel berikut ini:

Tabel 3.1.: Skor Setiap Pilihan pada Kuesioner


Nomor Skor Pilihan
Pertanyaan A B C
1 1 0 0
2 1 0 0
3 1 0 0
4 1 0 0
5 1 0 0
6 0 0 1
7 0 1 0
8 0 0 1
9 1 0 0
10 1 0 0
20

11 0 1 0
12 0 0 1
13 0 1 0
14 1 0 0
15 0 1 0

Skor yang diperoleh akan dikategorikan menjadi tiga kriteria yaitu


pengetahuan baik, cukup dan kurang. Kategori tingkat pengetahuan dapat
dijabarkan sebagai berikut:
1. Pengetahuan baik, apabila nilai yang diperoleh responden 76-100 % (total
skor 12 15)
2. Pengetahuan cukup, apabila nilai yang diperoleh responden 60-75 % (total
skor 9 - 11)
3. Pengetahuan kurang, apabila nilai yang diperoleh responden < 60 % (total
skor 0-8).

3.2.5. Skala pengukuran


Adapaun skala yang digunakan pada penelitian ini adalah skala ordinal.

BAB IV
METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian


Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan desain
penelitian potong lintang atau cross sectional. Penelitian ini menggambarkan
tingkat pengetahuan pasien rawat jalan tentang infeksi menular seksual di UPTD
Kesehatan Sukaraja Tahun 2015
. Pada penelitian ini pendekatan atau pengumpulan data dilakukan dalam
suatu saat (point time approach).

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian


21

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-Oktober 2015 di UPTD


Kesehatan Sukaraja Tahun 2015

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian


4.3.1. Populasi
Populasi target pada penelitian ini adalah pasien rawat jalan usia 17-35 tahun.
Populasi terjangkaunya adalah pasien rawat jalan usia 17-50 tahun di UPTD
Kesehatan Sukaraja.
.
Alasan pemilihan rentang usia tersebut adalah:
a. Usia tersebut adalah rata-rata usia aktif berhubungan seksual

b. Usia tersebut adalah tergolong usia dewasa yang mengetahui bahaya


infeksi menular seksual

Kriteria inklusi populasi pada penelitian ini adalah:


a. Masyarakat usia 17-50 tahun.

b. Masyarakat yang berobat jalan di UPTD Kesehatan Sukaraja.

c. Bersedia menjadi responden penelitian

d. Mampu baca tulis.

Kriteria eksklusi populasi pada penelitian ini adalah:


a. Responden yang tidak mengisi seluruh jawaban pada pertanyaan
kuesioner/angket yang telah diberikan.

4.3.2 Sampel
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan cara quota
sampling yaitu pengambilan sampel dengan menetapkan sendiri jumlah target dan
peneliti mengambil jumlah tertentu sebagai sampel penelitian. Dalam penelitian
ini sampel berjumlah 40 orang.
22

4.4. Teknik Pengumpulan Data


Pada penelitian ini, digunakan data primer yang didapat langsung dari
responden. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan
menggunakan kuesioner. Kuesioner diberikan kepada responden yang memenuhi
kriteria.

4.5. Pengolahan dan Analisa Data


Pengolahan data dilakukan melalui beberapa proses. Proses awal adalah
memeriksa ketepatan dan kelengkapan data. Jika ada data belum yang lengkap
ataupun ada kesalahan, maka data tersebut tidak digunakan. Selanjutnya data yang
lengkap dan tepat tersebut diberi kode secara manual sebelum diolah dengan
komputer. Kemudian data dimasukkan ke dalam program komputer dan dilakukan
pemeriksaan untuk menghindari terjadinya kesalahan dalam pemasukan data.
Setelah itu data disimpan, lalu hasilnya disajikan dalam bentuk tabel distribusi
frekuensi. Program statistik yang digunakan untuk mengolah dan menganalisis
data penelitian ini berupa SPSS.

BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian


5.1.1 Deskripsi Karakteristik Responden
Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi dan Persentase Responden Berdasarkan Usia
No. Usia Jumlah (orang) Persentase (%)
1. 17-21 14 28
2. 22-26 12 24
3. 27-31 15 30
4. 32-35 9 18
5. 36-40 0 0
6. 41-45 0 0

Total 50 100
23

Berdasarkan tabel 5.1. di atas diketahui bahwa usia responden paling


banyak adalah 27-31 tahun yaitu berjumlah 15 orang (30 %), sedangkan
kelompok usia responden paling sedikit adalah 32-35 tahun yaitu berjumlah 9
orang (18%).

Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi dan Persentase Responden Berdasarkan Jenis


Kelamin

No. Jenis Kelamin Jumlah (orang) Persentase (%)


1. Laki-laki 21 42
2. Perempuan 29 58
Total 50 100

Berdasarkan tabel 5.2. di atas diketahui bahwa jumlah responden laki-laki


adalah sebanyak 21 orang (42 %) dan jumlah responden perempuan sebanyak 29
orang (58 %).

Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi dan Persentase Responden Berdasarkan


Pendidikan Terakhir

No. Pendidikan Terakhir Jumlah (orang) Persentase (%)


1. SD 21 42
2. SMP 19 38
3. SMA 10 20
4. D1 0 0
5. D3 0 0
6. S1 0 0
7. S2 0 0
8. S3 0 0
Total 50 100

Berdasarkan tabel 5.3. di atas diketahui bahwa pendidikan terakhir


responden paling banyak adalah SD yaitu sebanyak 21 orang (42%) dan tidak ada
responden yang berpendidikan D1,D3,S1,S2, dan S3

Tabel 5.4. Distribusi Frekuensi dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat


Pendidikan

No. Tingkat Pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%)


24

1. Pendidikan dasar 21 42
2. Pendidikan Tingkat I 19 38
2. Pendidikan menengah 10 20
3. Pendidikan tinggi 0 0
Total 50 100

Berdasarkan tabel 5.4. di atas diketahui bahwa tingkat pendidikan


responden paling banyak adalah pendidikan dasar yaitu sebanyak 21 orang (42%)
dan kelompok pendidikan menengah sebanyak 10 orang (20%)

Tabel 5.5. Distribusi Frekuensi dan Persentase Responden Berdasarkan


Pekerjaan

No. Pekerjaan Jumlah (orang) Persentase (%)


1. Pegawai negeri 0 0
2. TNI/Polri 0 0
3. Pegawai swasta 0 0
4. Petani 23 46
5. Buruh 7 14
6. Wiraswasta 0 0
7. BUMN/BUMD 0 0
8. Guru/dosen 0 0
9. Dokter/perawat/bidan 0 0
10. Tidak bekerja 20 40
11. Dan lain-lai 0 0
Total 50 100

Berdasarkan tabel 5.5. di atas diketahui bahwa pekerjaan responden paling


banyak adalah petani yaitu sebanyak 23 orang (46%)

5.1.2. Deskripsi Hasil Penilaian Kuesioner Responden


Tabel 5.6. Distribusi Frekuensi dan Persentase Hasil Penilaian Pengetahuan
Pasien Rawat Jalan tentang Infeksi Menular Seksual

Penilaian
No. Pertanyaan Benar Salah Total
n % N % n %
1. Menurut anda, apakah yang
dimaksud dengan infeksi 16 32 34 68 50 100
menular seksual?
2. Menurut Anda, penyakit apa
sajakah yang termasuk infeksi 15 30 35 70 50 100
menular seksual?
3. Menurut Anda, apakah infeksi 31 62 19 38 50 100
25

menular seksual dapat diderita


oleh pasien yang belum pernah
berhubungan seksual?
4. Menurut Anda, apakah infeksi
menular seksual dapat 30 60 20 40 50 100
ditularkan oleh ibu ke janinnya?
5. Menurut Anda, apakah infeksi
menular seksual dapat 33 66 17 34 50 100
ditularkan melalui jarum suntik?
6. Menurut Anda, organ apa
sajakah yang dapat terkena 31 62 19 38 50 100
infeksi menular seksual?
7. Menurut Anda, apakah gejala
infeksi menular seksual pada 13 26 37 74 50 100
wanita?
8. Menurut Anda, apakah gejala
gonorre pada pria? 19 38 31 62 50 100

9. Menurut Anda, apakah wanita


35 70 15 30 50 100
dapat terinfeksi gonore?
10. Menurut Anda, apakah kondom
dapat mencegah infeksi menular 40 80 10 20 50 100
seksual?
11. Menurut Anda, perilaku apakah
yang dapat beresiko tertular 43 86 7 14 50 100
infeksi menular seksual?
12. Menurut Anda, perilaku
manakah di bawah ini yang 33 66 17 34 50 100
dapat menularkan HIV?
13. Menurut Anda, apakah mencuci
kelamin setelah berhubungan
11 22 39 78 50 100
seksual dapat mengurangi resiko
infeksi menular seksual?
14. Menurut Anda, apakah wanita
yang telah dioperasi
pengangkatan rahim dapat 16 32 34 68 50 100
menderita infeksi menular
seksual?
15 Menurut Anda, apakah
antibiotik dapat mencegah 34 68 16 32 50 100
infeksi menular seksual?

Berdasarkan tabel 5.6 di atas dapat diketahui bahwa responden menjawab


paling banyak benar pada pertanyaan kesebelas sebanyak 43 orang (86%), dan
responden menjawab paling sedikit benar pada pertanyaan ketigabelas sebanyak
26

11 orang (22%). Berdasarkan tabel ini dapat diketahui juga bahwa sebagian besar
responden mengetahui bahwa bergonta-ganti pasangan seksual adalah perilaku
beresiko tertular infeksi menular seksual sedangkan hanya sedikit responden yang
mengetahui bahwa mencuci kelamin setelah berhubungan seksual tidak dapat
mengurangi resiko infeksi menular seksual.

5.1.3. Deskripsi Tingkat Pengetahuan Responden


Tabel 5.7. Distribusi Frekuensi dan Persentase Tingkat Pengetahuan Pasien
Rawat Jalan tentang Infeksi Menular Seksual

No Tingkat Pengetahuan Frekuensi (orang) Persentase (%)


1. Kurang 14 28
2. Cukup 31 62
3. Baik 5 10
Total 50 100

Berdasarkan tabel 5.7 di atas dapat diketahui sebagian besar responeden


memiliki tingkat pengetahuan cukup yaitu sebanyak 31 orang (62%).

5.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan sejalan dengan
penelitian-penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh beberapa peneliti. Hal ini
seperti penelitian yang dilakukan Artika (2009) bahwa tingkat pengetahuan PSK
terhadap penyakit menular seksual adalah cukup. Begitu juga dengan penelitian
yang dilakukan Panenga (2014) bahwa tingkat pengetahuan siswa SMA di
Bolaang Mongondow adalah cukup.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perempuan memiliki tingkat
pengetahuan baik lebih banyak dari pada laki-laki walaupun hanya berbeda
sedikit. Perempuan yang memiliki pengetahuan baik sebanyak 7,5 dari seluruh
responden sedangkan laki-laki yang memiliki pengetahuan baik sebanyak 5% dari
seluruh responden. Hal ini sesuai dengan penelitian Panenga (2014) bahwa
perempuan memiliki pengetahuan baik lebih banyak yaitu daripada laki-laki.
Menurut Mubarak (2007) jenis kelamin memang bukan salah satu faktor yang
mempengaruhi pengetahuan seseorang. Namun, Chuman (2010) dalam
penelitiannya menyatakan bahwa perempuan lebih banyak menerima pendidikan
27

resmi tentang kesehatan reproduksi daripada laki-laki sehingga perempuan


memiliki pengetahuan yang lebih baik dari pada laki-laki.
Pendidikan adalah faktor terpenting yang mempengaruhi pengetahuan
seseorang. Semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin mudah pula
mereka menerima informasi, dan pada akhirnya makin banyak pula pengetahuan
yang dimilikinya (Mubarak, 2007). Hal tersebut terbukti pada penelitian ini.
Bahwa ada responden yang berpengetahuan baik di kelompok pendidikan tinggi
sedangkan pada pendidikan menengah tidak ada.

BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan mengenai tingkat
pengetahuan pasien rawat jalan tentang infeksi menular seksual di UPTD
kesehatan Sukaraja Tahun 2015 diperoleh kesimpulan:
1. Dari 50 responden yang diteliti dapat diketahui bahwa sebagian besar
responden memiliki tingkat pengetahuan cukup yaitu sebanyak 31 orang
(62%), selebihnya memiliki pengetahuan kurang sebanyak 14 orang (28%)
dan pengetahuan baik sebanyak 5 orang (10%).

2. Jika ditinjau dari usia, maka pada kelompok usia 17-21 dan 22-26 memiliki
tingkat pengetahuan kurang dan cukup, sedangkan kelompok usia 27-31 dan
32-35 memiliki tingkat pengetahuan cukup dan baik.

3. Jika ditinjau dari jenis kelamin, maka pada laki-laki maupun perempuan
sebagian besar memiliki tingkat pengetahuan cukup. Responden yang
memiliki tingkat pengetahuan baik paling banyak adalah perempuan

4. Jika ditinjau dari tingkat pendidikan, maka pada tingkat pendidikan dasar
memiliki tingkat pengetahuan kurang dan cukup sedangkan tingkat
pendidikan tingkat I dan pendidikan menengah memiliki tingkat pengetahuan
cukup dan baik.
28

6.2. Saran

1. Penyuluhan terhadap masyarakat terutama pasien yang berobat jalan di


UPTD Kesehatan Sukaraja tentang kesehatan reproduksi, bahaya
infeksi menular seksual dan seks bebas

2. Pengenalan kondom kepada masyarakat untuk pencegahan infeksi


menular seksual.

3. Pengadaan media seperti leaflet, pamflet, poster mengenai bahaya


infeksi menular seksual dan seks bebas

4. Penyuluhan dan pemeriksaan rutin pada kelompok resiko tinggi secara


berkala

5. Pengadaan konseling tentang infeksi menular seksal di puskesmas

6. Kerjasama dengan lintas sektor dinas pendidikan mengenai kurikulum


kesehatam reproduksi.

7. Penelitian ini hanya mendeskripsikan pengetahuan pasien rawat jalan


tentang infeksi menular seksual sehingga peneliti selanjutnya
diharapkan dapat meneliti sikap dan perilaku pasien rawat jalan
tentang infeksi menular seksual.
29

DAFTAR PUSTAKA

Center fo Disease Control, 2014. Sexually Transmitted Disease Treatment


Guidelines. Availiable from: http://cdc.gov.std/treatment
Chuman, L. 2010. Gambaran pengetahuan dan sikap remaja SMA Wiyata Dharma
Medan terhadap penyakit menular seksual. Medan: FK USU
Daili, S. F., 2007. Tinjauan penyakit menular seksual (P.M.S). Dalam: Djuanda,A.,
Hamzah, M., Aisah, S. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Fauzi, A. 2006. Penyakit Menular Seksual. Jakarta: EGC.
Glasier, A. 2006. Keluarga Berencana Dan Kesehatan Reproduksi. Jakarta: EGC.
Kementrian Kesehatan RI. 2011. Situasi Epidemiologi HIV AIDS Di Indonesia,
(Online), http://www.bkkbn.go.id/materi/Documents/Materi
%20Vicon/Kemenkes%20%5BCompatibility%20Mode%5D.pdf
Komite Penanggulangan AIDS Nasional. 2001. HIV/AIDS dan Infeksi Menular
Seksual Lainnya di Indonesia: Tantangan dan Peluang Untuk Bertindak.
Jakarta : KPAN RI.
Kumalasari, I., dan Andhyantoro, I. 2012. Kesehatan Reproduksi Untuk
Mahasiswa Kebidanan dan Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Mubarak, W.I., Chayatin, N., Rozikin, K., dan Supradi, 2007. Promosi Kesehatan
Sebuah Pengantar Proses Belajar Mengajar dan Pendidikan. Yogyakarta:
Graha Ilmu, 30.
30

Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan (Ed. Rev). Jakarta:


Rineka Cipta.
Panenga, D., 2014. Tingkat Pengetahuan Tentang Penyakit Menular Seksual Pada
Siswa Sma Negeri Di Banjarmasin dalam Berkala Kedokteran, Vol.10,
No.2, Sep 2014: 95-101
Soekanto, S. 2000. Sosiologi Budaya Dasar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
World Health Organization, 2009. Global Incidence and Prevalence of Selected
Curable Sexually Transmitted Infections. Availiable from:
http://who.int/reproductivehealth/publications/
Wiknjosastro, H., 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.

Anda mungkin juga menyukai