Anda di halaman 1dari 9

AKHLAK, ETIKA, MORAL

(Tinjauan Definitive dan Karakteristik Dalam Ajaran Islam)

1. Pendahuluan

Sejarah Agama menunjukkan bahwa kebehagiaan yang ingin dicapai dengan menjalankan
syariah agama itu hanya dapat terlaksana dengan adanya akhlak yang baik. Kepercayaan yang
hanya berbentuk pengetahuan tentang keesaan Tuhan, ibadah yang dilakukan hanya sebagai
formalitas belaka, muamalah yang hanya merupakan peraturan yang tertuang dalam kitab saja,
semua itu bukanlah merupakan jaminan untuk tercapainya kebahagiaan tersebut.

Timbulnya kesadaran akhlak dan pendirian manusia terhadap-Nya adalah pangkalan yang
menetukan corak hidup manusia. Akhlak, atau moral, atau susila adalah pola tindakan yang
didasarkan atas nilai mutlak kebaikan. Hidup susila dan tiap-tiap perbuatan susila adalah
jawaban yang tepat terhadap kesadaran akhlak, sebaliknya hidup yang tidak bersusila dan tiap-
tiap pelanggaran kesusilaan adalah menentang kesadaran itu.

Kesadaran akhlak adalah kesadaran manusia tentang dirinya sendiri, dimana manusia melihat
atau merasakan diri sendiri sebagai berhadapan dengan baik dan buruk. Disitulah membedakan
halal dan haram, hak dan bathil, boleh dan tidak boleh dilakukan, meskipun dia bisa melakukan.
Itulah hal yang khusus manusiawi. Dalam dunia hewan tidak ada hal yang baik dan buruk atau
patut tidak patut, karena hanya manusialah yang mengerti dirinya sendiri, hanya manusialah
yang sebagai subjek menginsafi bahwa dia berhadapan pada perbuatannya itu, sebelum, selama
dan sesudah pekerjaan itu dilakukan. Sehingga sebagai subjek yang mengalami perbuatannya dia
bisa dimintai pertanggungjawaban atas perbuatannya itu.[1]

2. Pembahasan

Dalam berbagai literature tentang ilmu akhlak islami, dijumpai uraian tentang akhlak yang secara
garis besar dapat dibagi dua bagia, yaitu; akhlak yang baik (akhlak al-karimah), dan akhlak yang
buruk (akhlak madzmumah). Berbuat adil, jujur, sabar, pemaaf, dermawan dan amanah misalnya
termasuk dalam akhlak yang baik. Sedangkan berbuat yang dhalim, berdusta, pemarah,
pendendam, kikir dan curang termasuk dalam akhlak yang buruk.

Secara teoritis macam-macam akhlak tersebut berinduk pada tiga perbuatan yang utama, yaitu
hikmah (bijaksana), syaja'ah (perwira/ksatria) dan iffah (menjaga diri dari perbuatan dosa dan
maksiat).

Hukum-hukum akhlak ialah hokum-hukum yang bersangkut paut dengan perbaikan jiwa (moral);
menerangkan sifat-sifat yang terpuji atau keutamaan-keutamaan yang harus dijadikan perhiasan
atau perisai diri seseorang seperti jujur, adil, terpercaya, dan sifat-sifat yang tercela yang harus
dijauhi oleh seseorang seperti bohong, dzalim, khianat. Sifat-sifat tersebut diterangkan dalam Al-
Qur'an dan As-Sunnah dan secara Khusus dipelajari dalam Ilmu Akhlak (etika) dan Ilmu
Tasawuf.[2]
a. Akhlak

Ada dua pendekatan yang dapat digunakan untuk mendefinisikan akhlak, yaitu pendekatan
linguistic (kebahasaan), dan pendekatan terminologik (peristilahan).

Dari sudut kebahasaan, akhlak berasal dari bahasa arab, yaitu isim mashdar (bentuk infinitive)
dari kata al-akhlaqa, yukhliqu, ikhlaqan, sesuai timbangan (wazan) tsulasi majid af'ala, yuf'ilu
if'alan yang berarti al-sajiyah (perangai), at-thobi'ah (kelakuan, tabiat, watak dasar), al-adat
(kebiasaan, kelaziman), al-maru'ah (peradaban yang baik) dan al-din (agama).

Namun akar kata akhlak dari akhlaqa sebagai mana tersebut diatas tampaknya kurang pas, sebab
isim masdar dari kata akhlaqa bukan akhlak, tetapi ikhlak. Berkenaan dengan ini, maka timbul
pendapat yang mengatakan bahwa secara linguistic, akhlak merupakan isim jamid atau isim
ghair mustaq, yaitu isim yang tidak memiliki akar kata, melainkan kata tersebut memang sudah
demikian adanya.

Untuk menjelaskan pengertian akhlak dari segi istilah, kita dapat merujuk kepada berbagai
pendapat para pakar di bidang ini. Ibn Miskawaih (w. 421 H/1030 M) yang selanjutnya dikenal
sebagai pakar bidang akhlak terkemuka dan terdahulu misalnya secara singkat mengatakan
bahwa akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorongnya untuk melakukan
perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.

Sementara itu, Imam Al-Ghazali (1015-1111 M) yang selanjutnya dikenal sebagai hujjatul Islam
(pembela Islam), karena kepiawaiannya dalam membela Islam dari berbagai paham yang
dianggap menyesatkan, dengan agak lebih luas dari Ibn Miskawaih, mengatakan akhlak adalah
sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan dengan gambling
dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.

Definisi-definisi akhlak tersebut secara subtansial tampak saling melengkapi, dan darinya kita
dapat melihat lima cirri yang terdapat dalam perbuatan akhlak, yaitu; pertama, perbuatan akhlak
adalah perbuatan yang telah tertanam kuat dalam jiwa seseorang, sehingga telah menjadi
kepribadiaannya. Kedua, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah dan
tanpa pemikiran. Ini tidak berarti bahwa saat melakukan sesuatu perbuatan, yang bersangkutan
dalam keadaan tidak sadar, hilang ingatan, tidur atau gila. Ketiga, bahwa perbuatan akhlak
adalah perbuatan yang timbul dari dalam diri orang yang mengerjakannya, tanpa ada paksaan
atau tekanan dari luar. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan atas dasar kemauan,
pilihan dan keputusan yang bersangkutan. Keempat, bahwa perbuatan akhlak adalah perbuatan
yang dilakukan dengan sesungguhnya, bukan main-main atau karena bersandiwara. Kelima,
sejalan dengan cirri yang keempat perbuatan akhlak (khususnya akhlak yang baik) adalah
perbuatan yang dilakukan karena ikhlas semata-mata karena Allah, bukan karena ingin dipuji
orang atau karena ingin mendapatkan suatu pujian.[3]

b. Etika

Dari segi etimologi (ilmu asal usul kata), etika berasal dari bahasa Yunani, ethos yang berarti
watak kesusilaan atau adat. Dalam kamus umum bahasa Indonesia, etika diartikan ilmu
pengetahuan tentang azaz-azaz akhlak (moral). Dari pengertian kebahsaan ini terlihat bahwa
etika berhubungan dengan upaya menentukan tingkah laku manusia.

Adapun arti etika dari segi istilah, telah dikemukakan para ahli dengan ungkapan yang berbeda-
beda sesuai dengan sudut pandangnya. Menurut ahmad amin mengartikan etika adalah ilmu yang
menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia,
menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia di dalam perbuatan mereka dan menunjukkan
jalan untuk melakukan apa yang seharusnya diperbuat.

Berikutnya, dalam encyclopedia Britanica, etika dinyatakan sebagai filsafat moral, yaitu studi
yang sitematik mengenai sifat dasar dari konsep-konsep nilai baik, buruk, harus, benar, salah,
dan sebagainya.

Dari definisi etika tersebut diatas, dapat segera diketahui bahwa etika berhubungan dengan
empat hal sebagai berikut. Pertama, dilihat dari segi objek pembahasannya, etika berupaya
membahas perbuatan yang dilakukan oleh manusia. Kedua dilihat dari segi sumbernya, etika
bersumber pada akal pikiran atau filsafat. Sebagai hasil pemikiran, maka etika tidak bersifat
mutlak, absolute dan tidak pula universal. Ia terbatas, dapat berubah, memiliki kekurangan,
kelebihan dan sebagainya. Selain itu, etika juga memanfaatkan berbagai ilmu yang memebahas
perilaku manusia seperti ilmu antropologi, psikologi, sosiologi, ilmu politik, ilmu ekonomi dan
sebagainya. Ketiga, dilihat dari segi fungsinya, etika berfungsi sebagai penilai, penentu dan
penetap terhadap sesuatu perbuatan yang dilakukan oleh manusia, yaitu apakah perbuatan
tersebut akan dinilai baik, buruk, mulia, terhormat, hina dan sebagainya. Dengan demikian etika
lebih berperan sebagai konseptor terhadap sejumlah perilaku yang dilaksanakan oleh manusia.
Etika lebih mengacu kepada pengkajian sistem nilai-nilai yang ada. Keempat, dilihat dari segi
sifatnya, etika bersifat relative yakni dapat berubah-ubah sesuai dengan tuntutan zaman.

Dengan cirri-cirinya yang demikian itu, maka etika lebih merupakan ilmu pengetahuan yang
berhubungan dengan upaya menentukan perbuatan yang dilakukan manusia untuk dikatan baik
atau buruk. Berbagai pemikiran yang dikemukakan para filosof barat mengenai perbuatan baik
atau buruk dapat dikelompokkan kepada pemikiran etika, karena berasal dari hasil berfikir.
Dengan demikian etika sifatnya humanistis dan antroposentris yakni bersifat pada pemikiran
manusia dan diarahkan pada manusia. Dengan kata lain etika adalah aturan atau pola tingkah
laku yang dihasulkan oleh akal manusia.

c. Moral

Adapun arti moral dari segi bahasa berasal dari bahasa latin, mores yaitu jamak dari kata mos
yang berarti adapt kebiasaan. Di dalam kamus umum bahasa Indonesia dikatan bahwa moral
adalah pennetuan baik buruk terhadap perbuatan dan kelakuan.

Selanjutnya moral dalam arti istilah adalah suatu istilah yang digunakan untuk menentukan
batas-batas dari sifat, perangai, kehendak, pendapat atau perbuatan yang secara layak dapat
dikatakan benar, salah, baik atau buruk.
Berdasarkan kutipan tersebut diatas, dapat dipahami bahwa moral adalah istilah yang digunakan
untuk memberikan batasan terhadap aktifitas manusia dengan nilai (ketentuan) baik atau buruk,
benar atau salah.

Jika pengertian etika dan moral tersebut dihubungkan satu dengan lainnya, kita dapat
mengetakan bahwa antara etika dan moral memiki objek yang sama, yaitu sama-sama membahas
tentang perbuatan manusia selanjutnya ditentukan posisinya apakah baik atau buruk.

Namun demikian dalam beberapa hal antara etika dan moral memiliki perbedaan. Pertama, kalau
dalam pembicaraan etika, untuk menentukan nilai perbuatan manusia baik atau buruk
menggunakan tolak ukur akal pikiran atau rasio, sedangkan moral tolak ukurnya yang digunakan
adalah norma-norma yang tumbuh dan berkembang dan berlangsung di masyarakat. Dengan
demikian etika lebih bersifat pemikiran filosofis dan berada dalam konsep-konsep, sedangkan
etika berada dalam dataran realitas dan muncul dalam tingkah laku yang berkembang di
masyarakat.

Dengan demikian tolak ukur yang digunakan dalam moral untuk mengukur tingkah laku manusia
adalah adat istiadat, kebiasaan dan lainnya yang berlaku di masyarakat.

Etika dan moral sama artinya tetapi dalam pemakaian sehari-hari ada sedikit perbedaan. Moral
atau moralitas dipakai untuk perbuatan yang sedang dinilai, sedangkan etika dipakai untuk
pengkajian system nilai yang ada.

Kesadaran moral erta pula hubungannya dengan hati nurani yang dalam bahasa asing disebut
conscience, conscientia, gewissen, geweten, dan bahasa arab disebut dengan qalb, fu'ad. Dalam
kesadaran moral mencakup tiga hal. Pertama, perasaan wajib atau keharusan untuk melakukan
tindakan yang bermoral. Kedua, kesadaran moral dapat juga berwujud rasional dan objektif,
yaitu suatu perbuatan yang secara umumk dapat diterima oleh masyarakat, sebagai hal yang
objektif dan dapat diberlakukan secara universal, artinya dapat disetujui berlaku pada setiap
waktu dan tempat bagi setiap orang yang berada dalam situasi yang sejenis. Ketiga, kesadaran
moral dapat pula muncul dalam bentuk kebebasan.

Berdasarkan pada uraian diatas, dapat sampai pada suatu kesimpulan, bahwa moral lebih
mengacu kepada suatu nilai atau system hidup yang dilaksanakan atau diberlakukan oleh
masyarakat. Nilai atau sitem hidup tersebut diyakini oleh masyarakat sebagai yang akan
memberikan harapan munculnya kebahagiaan dan ketentraman. Nilai-nilai tersebut ada yang
berkaitan dengan perasaan wajib, rasional, berlaku umum dan kebebasan. Jika nilai-nilai tersebut
telah mendarah daging dalam diri seseorang, maka akan membentuk kesadaran moralnya sendiri.
Orang yang demikian akan dengan mudah dapat melakukan suatu perbuatan tanpa harus ada
dorongan atau paksaan dari luar.

d. Karakteristik dalam ajaran Islam

Secara sederhana akhlak Islami dapat diartikan sebagai akhlak yang berdasarkan ajaran Islam
atau akhlak yang bersifat Islami. Kata Islam yang berada di belakang kata akhlak dalam hal
menempati posisi sebagai sifat.
Dengan demikian akhlak Islami adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah, disengaja,
mendarah-daging dan sebenarnya yang didasarkan pada ajaran Islam. Dilihat dari segi sifatnya
yang universal, maka akhlak Islami juga bersifat universal. Namun dalam rangka menjabarkan
akhlak islami yang universal ini diperlukan bantuan pemikiran akal manusia dan kesempatan
social yang terkandung dalam ajaran etika dan moral.

Dengan kata lain akhlak Islami adalah akhlak yang disamping mengakui adanya nilai-nilai
universal sebagai dasar bentuk akhlak, juga mengakui nilai-nilai bersifat local dan temporal
sebagai penjabaran atas nilai-nilai yang universal itu. Namun demikian, perlu dipertegas disini,
bahwa akhlak dalam ajaran agama tidak dapat disamakan dengan etika atau moral, walaupun
etika dan moral itu diperlukan dalam rangka menjabarkan akhlak yang berdasarkan agama
(akhlak Islami). Hal yang demikian disebabkan karena etika terbatas pada sopan santun antara
sesame manusia saja, serta hanya berkaitan dengan tingkah laku lahiriah. Jadi ketika etika
digunakan untuk menjabarkan akhlak Islami, itu tidak berarti akhlak Islami dapat dijabarkan
sepenuhnya oleh etika atau moral.

Ruang lingkup akhlak Islami adalah sama dengan ruang lingkup ajaran Islam itu sendiri,
khususnya yang berkaitan dengan pola hubungan. Akhlak diniah (agama/Islam) mencakup
berbagai aspek, dimulai dari akhlak terhadap Allah, hingga kepada sesame makhluk (manusia,
binatang, tumbuh-tumbuhan, dan benda-benda yang tak bernyawa).

3. Penutup

Akhirnya dilihat dari fungsi dan peranannya, dapat dikatakan bahwa etika, moral, susila dan
akhlak sama, yaitu menentukan hokum atau nilai dari suatu perbuatan yang dilakukan manusia
untuk ditentukan baik-buruknya. Kesemua istilah tersebut sama-sama menghendaki terciptanya
keadaan masyarakat yang baik, teratur, aman, damai, dan tentram sehingga sejahtera batiniah dan
lahiriyah.

Perbedaaan antara etika, moral, dan susila dengan akhlak adalah terletak pada sumber yang
dijadikan patokan untuk menentukan baik dan buruk. Jika dalam etika penilaian baik buruk
berdasarkan pendapat akal pikiran, dan pada moral dan susila berdasarkan kebiasaan yang
berlaku umum di masyarakat, maka pada akhlak ukuran yang digunakan untuk menentukan baik
buruk itu adalah al-qur'an dan al-hadis.

Perbedaan lain antara etika, moral dan susila terlihat pula pada sifat dan kawasan
pembahasannya. Jika etika lebih banyak bersifat teoritis, maka pada moral dan susila lebih
banyak bersifat praktis. Etika memandang tingkah laku manusia secara umum, sedangkan moral
dan susila bersifat local dan individual. Etika menjelaskan ukuran baik-buruk, sedangkan moral
dan susila menyatakan ukuran tersebut dalam bentuk perbuatan.

Namun demikian etika, moral, susila dan akhlak tetap saling berhubungan dan membutuhkan.
Uraian tersebut di atas menunjukkan dengan jelas bahwa etika, moral dan susila berasala dari
produk rasio dan budaya masyarakat yang secara selektif diakui sebagai yang bermanfaat dan
baik bagi kelangsungan hidup manusia. Sementara akhlak berasal dari wahyu, yakni ketentuan
yang berdasarkan petunjuk Al-Qur'an dan Hadis. Dengan kata lain jika etika, moral dan susila
berasal dari manusia sedangkan akhlak berasal dari Tuhan.

Daftar Pustaka

Achmad, Mudlor. Tt. Etika dalam Islam. Al-Ikhlas. Surabaya.

Al-Jazairi, Syekh Abu Bakar. 2003. Mengenal Etika dan Akhlak Islam. Lentera. Jakarta.

Bakry, Oemar. 1981. Akhlak Muslim. Aangkasa. Bandung.

Halim, Ridwan. 1987. Hukum Adat dalam Tanya Jawab. Ghalia Indonesia. Jakarta.

Ilyas, Yunahar. 1999. Kuliah Akhlak. Lembaga Pengkajian dan Pengamalan Islam. Yogyakarta.

Kusumamihardja, Supan dkk. 1978. Studia Islamica. Pt Giri Mukti Pasaka. Jakarta.

Masyhur, Kahar. 1986. Meninjau berbagai Ajaran; Budipekerti/Etika dengan Ajaran Islam.
Kalam Mulia. Jakarta.

Mustofa, Ahmad. 1999. Ilmu Budaya Dasar. CV Pustaka Setia. Bandung.

Nata, Abuddin. 2003. Akhlak Tasawuf. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta

Rifa'i, Mohammad. 1987. 300 Hadits Bekal Dakwah dan Pembina Pribadi Muslim. Wicaksana.
Semarang.

Salam, Zarkasji Abdul. 1994. Pengantar Ilmu Fiqh Ushul Fiqh. Lembaga Studi Filsafat Islam.
Yogyakarta.

Akhlak, Moral dan Etika

1. Pengertian

Kata akhlak merupakan bentuk jamak dari kata khuluq, artinya tingkahlaku, perangai, tabiat.
Sedangkan menurut istilah, akhlak adalah daya kekuatan jiwa yang mendorong perbuatan dengan
mudah dan spontan tanpa dipikir dan direnung lagi. Dengan demikian akhlak pada dasarnya
adalah sikap yang melekat pada diri seseorang secara spontan diwujudkan dalam tingkah laku
atau perbuatan. Apabila perbuatan spontan itu baik menurut akal dan agama, maka tindakan itu
disebut akhlak yang baik atau akhlakul karimah (akhlak mahmudah). Misalnya jujur, adil,
rendah hati, pemurah, santun dan sebagainya. Sebaliknya apabila buruk disebut akhlak yang
buruk atau akhlakul mazmumah. Misalnya kikir, zalim, dengki, iri hati, dusta dan sebagainya.
Baik dan buruk akhlak didasarkan kepada sumber nilai, yaitu Al Quran dan Sunnah Rasul.Di
samping akhlak dikenal pula istilah moral dan etika. Moral berasal dari bahasa Latin mores yang
berarti adat kebiasaan. Moral selalu dikaitkan dengan ajaran baik buruk yang diterima umum
atau masyarakat. Karena itu adat istiadat masyarakat menjadi standar dalam menentukan baik
dan buruknya

suatu perbuatan. Misalnya berpakaian minim di pantai Kuta Bali itu biasa saja,dianggap tidak
melanggar norma karena budaya itu diterima masyarakat.

Etika adalah sebuah tatanan perilaku berdasarkan suatu sistem tata nilai suatu masyarakat
tertentu, Etika lebih banyak dikaitkan dengan ilmu atau filsafat, karena itu yang menjadi standar
baik dan buruk itu adalah akal manusia. Jika dibandingkan dengan moral, maka etika lebih
bersifat teoritis sedangkan moral bersifat praktis. Moral bersifat lokal atau khusus dan etika
bersifat umum.

2. Perbedaan antara akhlak, moral dan etika

Perbedaan antara akhlak dengan moral dan etika dapat dilihat dari dasar penentuan atau standar
ukuran baik dan buruk yang digunakannya. Standar baik dan buruk akhlak berdasarkan Al
Quran dan Sunnah Rasul, sedangkan moral dan etika berdasarkan adat istiadat atau kesepakatan
yang dibuat oleh

suatu masyarakat jika masyarakat menganggap suatu perbuatan itu baik maka baik pulalah nilai
perbuatan itu. Dengan demikian standar nilai moral dan etika bersifat lokal dan temporal,
sedangkan standar akhlak bersifat universal dan abadi. Dalam pandangan Islam, akhlak
merupakan cermin dari apa yang ada dalam jiwa seseorang. Karena itu akhlak yang baik
merupakan dorongan dari keimanan seseorang, sebab keimanan harus ditampilkan dalam prilaku
nyata sehari-hari. Inilah yang menjadi misi diutusnya Rasul sebagaimana disabdakannya :

Aku hanya diutus untuk menyempurnakan akhlak manusia.(Hadits riwayat Ahmad)

Secara umum dapat dikatakan bahwa akhlak yang baik pada dasarnya adalah akumulasi dari
aqidah dan syariat yang bersatu secara utuh dalam diri seseorang. Apabila aqidah telah
mendorong pelaksanaan syariat akan lahir akhlak yang baik, atau dengan kata lain akhlak
merupakan perilaku yang tampak apabila syariat Islam telah dilaksanakan berdasarkan aqidah.

B. Akhlak kepada Allah, Sesama manusia, dan Lingkungan.

1. Akhlak kepada Allah

a.Beribadah kepada Allah, yaitu melaksanakan perintah Allah untuk menyembah-Nya sesuai
dengan perintah-Nya. Seorang muslim beribadah membuktikan ketundukkan terhadap perintah
Allah.

b.Berzikir kepada Allah, yaitu mengingat Allah dalam berbagai situasi dan kondisi, baik
diucapkan dengan mulut maupun dalam hati. Berzikir kepada Allah melahirkan ketenangan dan
ketentraman hati.
c.Berdoa kepada Allah, yaitu memohon apa saja kepada Allah. Doa merupakan inti ibadah,
karena ia merupakan pengakuan akan keterbatasan dan ketidakmampuan manusia, sekaligus
pengakuan akan kemahakuasaan Allah terhadap segala sesuatu. Kekuatan doa dalam ajaran
Islam sangat luar biasa, karena ia mampu menembus kekuatan akal manusia. Oleh karena itu
berusaha dan berdoa merupakan dua sisi tugas hidup manusia yang bersatu secara utuh dalam
aktifitas hidup setiap muslim.Orang yang tidak pernah berdoa adalah orang yang tidak
menerima keterbatasan dirinya sebagai manusia karena itu dipandang sebagai orang yang
sombong ; suatu perilaku yang tidak disukai Allah.

d.Tawakal kepada Allah, yaitu berserah diri sepenuhnya kepada Allah dan menunggu hasil
pekerjaan atau menanti akibat dari suatu keadaan.

e.Tawaduk kepada Allah, yaitu rendah hati di hadapan Allah. Mengakui bahwa dirinya rendah
dan hina di hadapan Allah Yang Maha Kuasa, oleh karena itu tidak layak kalau hidup dengan
angkuh dan sombong, tidak mau memaafkan orang lain, dan pamrih dalam melaksanakan ibadah
kepada Allah.

2. Akhlak kepada sesama manusia

a. Akhlak kepada diri sendiri

(1) Sabar, yaitu prilaku seseorang terhadap dirinya sendiri sebagai hasil dari pengendalian nafsu
dan penerimaan terhadap apa yang menimpanya.Sabar diungkapkan ketika melaksanakan
perintah, menjauhi larangan dan ketika ditimpa musibah.

(2) Syukur, yaitu sikap berterima kasih atas pemberian nikmat Allah yang tidak bisa terhitung
banyaknya. Syukur diungkapkan dalam bentuk ucapan dan perbuatan. Syukur dengan ucapan
adalah memuji Allah dengan bacaan alhamdulillah, sedangkan syukur dengan perbuatan
dilakukan dengan menggunakan dan memanfaatkan nikmat Allah sesuai dengan aturan-Nya.

(3) Tawaduk, yaitu rendah hati, selalu menghargai siapa saja yang dihadapinya, orang tua, muda,
kaya atau miskin. Sikap tawaduk melahirkan ketenangan jiwa, menjauhkan dari sifat iri dan
dengki yang menyiksa diri sendiri dan tidak menyenangkan orang lain

b. Akhlak kepada ibu bapak

Akhlak kepada ibu bapak adalah berbuat baik kepada keduanya dengan ucapan dan perbuatan.
Berbuat baik kepada ibu bapak dibuktikan dalam bentuk-bentuk perbuatan antara lain :
menyayangi dan mencintai ibu bapak sebagai bentuk terima kasih dengan cara bertutur kata
sopan dan lemah lembut, mentaati perintah, meringankan beban, serta menyantuni mereka jika
sudah tua dan tidak mampu lagi berusaha.

c. Akhlak kepada keluarga


Akhlak terhadap keluarga adalah mengembangkann kasih sayang di antara anggota keluarga
yang diungkapkan dalam bentuk komuniksai.

Komunikasi yang didorong oleh rasa kasih sayang yang tulus akan dirasakan oleh seluruh
anggota keluarga. Apabila kasih sayang telah mendasari komunikasi orang tua dengan anak,
maka akan lahir wibawa pada orang tua. Demikian sebaliknya, akan lahir kepercayaan orang tua
pada anak oleh karena itu kasih sayang harus menjadi muatan utama dalam komunikasisemua
pihak dalam keluarga.

Dari komunikasi semacam itu akan lahir saling keterikatan batin,keakraban, dan keterbukaan di
antara anggota keluarga dan menghapuskan kesenjangan di antara mereka. Dengan demikian
rumah bukan hanya menjadi tempat menginap, tetapi betul-betul menjadi tempat tinggal yang
damai dan menyenangkan, menjadi surga bagi penghuninya. Melalui komunikasi seperti itu pula
dilakukan pendidikan dalam keluarga, yaitu menanamkan nilai-nilai moral kepada anak-anak
sebagai landasan bagi

pendidikan yang akan mereka terima pada masa-masa selanjutnya.

3. Akhlak kepada lingkungan

Misi agama Islam adalah mengembangkan rahmat bukan hanya kepada manusia tetapi juga
kepada alam dan lingkungan hidup. Misi tersebut tidak terlepas dari tujuan diangkatnya manusia
sebagai khalifah di muka bumi,yaitu sebagai wakil Allah yang bertugas mamakmurkan,
mengelola dan melestarikan alam. Berakhlak kepada lingkungan hidup adalah menjalin dan
mengembangkan hubungan yang harmonis dengan alam sekitarnya.

Anda mungkin juga menyukai