Anda di halaman 1dari 7

KESEPAKATAN WTO (WORLD TRADE ORGANIZATION)

TENTANG SUBSIDI PERTANIAN UNTUK


NEGARA BERKEMBANG

DISUSUN OLEH :

ARIF YULIYANTO
NIM. 13222718
KELAS A

DIPLOMA IV PERTANAHAN
SEKOLAH TINGGI PERTANAHAN NASIONAL
YOGYAKARTA
2013 / 2014
WTO dalam Konferensi Tingkat Menteri 2013 di Bali

WTO atau World Trade Organization atau Organisasi Perdagangan


Dunia adalah organisasi internasional yang mengawasi banyak
persetujuan yang mendefinisikan tentang aturan perdagangan di antara
anggotanya. WTO memiliki berbagai kesepakatan perdagangan yang
telah dibuat, namun kesepakatan tersebut sebenarnya bukanlah
kesepakatan yang sebenarnya. Karena kesepakatan tersebut adalah
pemaksaan kehendak oleh WTO kepada negara-negara untuk tunduk
kepada keputusan-keputusan yang WTO buat. Privatisasi pada prinsip
WTO memegang peranan sungguh penting. Privatisasi berada pada
daftar paling atas dalam tujuan WTO. Privatisasi yang didukung oleh WTO
akan membuat peraturan-peraturan pemerintah sulit untuk mengaturnya.
WTO membuat sebuah peraturan secara global sehingga penerapan
peraturan-peraturan tersebut di setiap negara belum tentu cocok dan
sepaham. Namun, meskipun peraturan tersebut dirasa tidak cocok bagi
negara tersebut, negara itu harus tetap mematuhinya, jika tidak negara
tersebut dapat terkena sanksi ekonomi oleh WTO1.

Tidak lama ini telah terselenggara Konferensi Tingkat Menteri


(KTM) ke-9 dalam forum World Trade Organization (WTO) yang
berlangsung pada 3-6 Desember 2013 di Bali. Konferensi tersebut
membahas tentang masalah besaran subsidi pertanian antara negara
berkembang dan maju. Paket Bali (Bali Package) terdiri dari 10 dokumen
yang mencakup fasilitasi perdagangan, pertanian, dan berbagai isu
pembangunan. Paket Bali memberikan ruang bagi negara-negara
berkembang untuk mengatur kebijakan ketahanan pangannya.

1
Wikipedia, 2013, World Trade Organization, diakses dari
http://en.wikipedia.org/wiki/World_Trade_Organization.html , pada tanggal 17 Desember
2013 pukul 23.01
Bagi Indonesia, Paket Bali memiliki kaitan terhadap agenda-agenda
ketahanan pangan dan pembangunan pertanian yang selama ini telah
dijalankan. Posisi pemerintah Indonesia dalam hal ini tetap tegas dalam
menempatkan pertanian sebagai sektor strategis dalam pembangunan.
Pemerintah menyadari sektor pertanian masih menjadi sumber
matapencaharian bagi mayoritas tenaga kerja di Indonesia, dan di sektor
ini masih banyak petani yang taraf kehidupannya perlu ditingkatkan.

Keputusan yang dihasilkan oleh Konferensi Tingkat Menteri (KTM)


ke-9 dalam forum World Trade Organization (WTO) yang berlangsung di
Bali antara lain :

Paket pertama, adalah paket pertanian (agricultural) di mana proteksi


negara berkembang diberikan oleh negara maju. Negara maju juga
berkomitmen untuk mengurangi subsidi pertaniannya.

Paket kedua adalah paket untuk negara miskin atau Least Development
Countries (LDCs), dimana negara miskin mendapatkan kemudahan
sistem lalu lintas dan fasilitas perdagangan yang bisa dilakukan oleh
negara tersebut.

Paket ketiga adalah fasilitasi perdagangan (trade facility) yang digunakan


untuk meningkatkan peningkatan kapasitas pelayanan dari negara miskin
dan negara berkembang. Cara ini dilakukan dengan catatan bantuan dari
negara maju baik bantuan secara financial (keuangan) maupun transfer
teknologi2.

2
Hendra Kusuma, 2013, Mendag Banggakan 3 Paket Hasil WTO di Bali, diakses dari
http://economy.okezone.com/read/2013/12/10/320/910062/mendag-banggakan-3-paket-hasil-
wto-dibali.html , pada tanggal 17 Desember 2013 pukul 23.17
Untuk masalah pertanian, subsidi yang tadinya hanya berada
dalam 5% ditingkatkan sekitar 10% sampai dengan 15% namun dengan
catatan hanya bisa diberikan selama 4 tahun saja.

Subsidi Pertanian

Pada umumnya, perekonomian negara-negara berkembang lebih


banyak berorientasi ke produksi barang primer termasuk produk
pertanian3. Produk pertanian tersebut merupakan salah satu faktor
andalan dari suatu negara, baik untuk di ekspor ke negara lain atau untuk
kebutuhan negara sendiri.

Subsidi pertanian sangat penting dalam kaitan kemajuan suatu


negara. Subsidi pertanian adalah subsidi dari pemerintah yang dibayarkan
kepada petani dan pelaku agrobisnis untuk melengkapi sumber
pendapatan mereka, mengelola suplai komoditas pertanian, dan
mempengaruhi permintaan dan penawaran komoditas tertentu. Komoditas
yang disubsidi bervariasi mulai dari hasil tanaman sampai hasil
peternakan. Subsidi dapat berupa secara keseluruhan pada suatu
komoditas, atau hanya pada tujuan penggunaan tertentu saja 4.

3
Michael P.Todaro dan Stephen C.Smith, Pembangunan Ekonomi Dunia Ketiga, Erlangga,
Jakarta, 2003, hlm. 77.
4
Wikipedia, 2013, Subsidi Pertanian, diakses dari
http://id.wikipedia.org/wiki/Subsidi_pertanian.html , pada tanggal 17 Desember 2013 pukul
23.20
Pendapat Tentang Keputusan WTO

Konferensi WTO yang mempertemukan berbagai negara maju dan


berkembang memunculkan suatu kesimpulan yang cukup
kontrofersioanal, yaitu untuk negara berkembang subsidi pertanian
disepakati yang tadinya 5% dinaikkan sekitar 10% sampai dengan 15%.

Untuk Indonesia sendiri, subsidi pertanian sedang berjalan


dikisaran angka 8%. Sama-sama diketahui bahwa negara berkembang
seperti Indonesia memiliki keuntungan dalam memproduksi bahan
pertanian, namun harga bahan pangan yang rendah menjadikan petani
sangat bergantung pada keberadaan pembeli dari negara maju. Sehingga
petani dalam negeri cenderung tidak bisa berdiri sendiri, bahkan terkesan
agak tersingkir dalam negeri sendiri. Hal ini dikarenakan petani yang
disubsidi menjual bahan pangan murah yang dihasilkan dalam negeri ke
pasar luar negeri yang lebih maju pada tingkatan harga yang lebih mahal,
dimana petani yang memperoleh subsidi yang kurang memadahi kurang
mampu bersaing dan terkesan dirugikan.

Terdapat beberapa dampak nyata dari subsidi pertanian di negara


berkembang. Subsidi pertanian yang kurang memadahi menurunkan
harga pangan, yang berarti petani yang tidak disubsidi atau subsidi yang
tidak terlalu besar di negara berkembang tidak dapat berkembang, dan
efeknya adalah bertambahnya jumlah kemiskinan di kalangan petani yang
tidak mampu bersaing dengan harga pangan yang murah. Untuk kasus di
Indonesia saat ini, tentunya belum sekuat negara maju. Negara maju
masih memberikan subsidi pertanian dalam tahap kewajaran. Apabila
untuk negara berkembang subsidi yang diberikan terbatas, maka akan
merugikan ketahanan pangan Nasional.
Memang sudah sewajarnya petani dalam negeri mendapatkan
subsidi yang lebih besar. Walaupun berdampak membengkaknya APBN
dalam negeri, itu tidak sebanding dengan kesejahteraan para subjek
pertanian dan nantinya akan berdampak positif bagi objek pertanian yaitu
warga Indonesia.
Daftar Pustaka

Amal, Ichlasul., Armaidy Armawi. (1999). Keterbukaan Informasi Dan


Ketahanan Nasional. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press

Arifin, Bustanul. (2005). Ekonomi Kelembagaan Pangan. Jakarta :


Pustaka LP3ES Indonesia

Latief, Dochak. (2001). Pembangunan Ekonomi dan Kebijakan Ekonomi


Global. Surakarta : Muhammadiyah University Press

Pandoyo, S.Toto. (1985). Wawasan Nusantara Dan Implementasinya


Dalam UUD 1945 Serta Pembangunan Nasional. Jakarta : PT.
Bina Aksara

Todaro, Michael P., Stephen C. Smith. (2003). Pembangunan Ekonomi


Dunia Ketiga. Jakarta : Penerbit Erlangga

Anda mungkin juga menyukai