Anda di halaman 1dari 25

LAMPIRAN : KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH

SAKIT UMUM DAERAH PEMANGKAT


NOMOR : TAHUN 2016
TANGGAL :

PANDUAN PELAYANAN PASIEN DENGAN VENTILATOR

BAB I
PENGERTIAN

Ventilator adalah : Suatu alat yang mampu mengambil alih semua atau
sebagian fungsi pernafasan pasien untuk mempertahankan hidup.Suatu alat
pernafasan bertekanan negatif/ positif yang dapat mempertahankan ventilasi dan
pemberian oksigen selama waktu yang lama.

1
BAB II
RUANG LINGKUP

Penggunaan ventilator ini digunakan pada Pelayanan pasien di ruang ICU

2
BAB III
TATALAKSANA

A. Indikasi
Indikasi penggunaan ventilator mekanik adalah kondisi gagal nafas
yang tidak bisa diperbaiki dengan bantuan oksigenasi biasa. Gagal nafas
sendiri dapat diartikan sebagai ketidakmampuan untuk mempertahankan pH
(7,35 7,45), PaCO2 (< 50 mm Hg), dan PaO2 (> 50 mm Hg).
Indikasi klinis seorang pasien membutuhkan pemasangan ventilator
adalah:
1. Gagal nafas akut disertai asidosis respiratorik yang tidak dapat diatasi
dengan pengobatan biasa.
2. Hipoksemia yang telah mendapat terapi oksigen maksimal namun tidak
ada perbaikan.
3. Apnu.
4. Secara fisiologis memenuhi kriteria:
5. RR > 35 x/menit - TV < 5 cc/kg BB
6. Tekanan Inspirasi Maksimal < 20 cm H2O
7. PaO2 < 60 mmHg dengan FIO2 ruangan 21%
8. PaO2 < 60 mmHg dengan FIO2 > 60%
9. PaCO2 > 60 mmHg
10. Klinis seorang pasien membutuhkan pemasangan ventilator dapat dilihat
pada tabel berikut ini.

Tabel 1. Indikator Pemasangan Ventilator Mekanik


No PARAMETER NILAI

1 Frekuensi Pernafasan < 10 x/menit


> 35 x/menit
2 TV < 5 cc/Kg BB
3 Tekanan Inspirasi < 20 cm H2O atau cenderung turun
4 Kerja pernafasan berat
a. Ph < 7,25
b. PaCO2 > 50 mmHg

3
c. PaO2 < 50 mmHg dengan terapi O2
5 Auskultasi Dada Penurunan atau tak ada bunyi nafas
6 Irama dan Frekuensi Nadi > 120 x/menit, disritmia
Jantung
7 Aktivitas Kelelahan berat, intoleransi aktifitas
8 Status Mental Kacau mental, delirium, somnolen
9 Observasi Fisik Penggunaan otot aksesori, kelelahan,
Sumber: Hudac & Gallo 1994

Selain murni karena masalah pernafasan, yaitu gagal nafas,


penggunaan ventilator mekanik dapat disebabkan oleh insufisiensi jantung
dan disfungsi neurologis. Pada pasien dengan insufisiensi jantung baik shock
kardiogenik maupun gagal jantung kronik (CHF), terjadi peningkatan
kebutuhan aliran darah pada sistem pernafasan akibat dari meningkatnya
kerja nafas dan konsumsi oksigen. Hal ini bisa menyebabkan jantung menjadi
kolaps. Dengan demikian penggunaan ventilator pada kondisi ini ditujukan
untuk mengurangi beban kerja sistem pernafasan sehingga ikut menurunkan
beban kerja jantung.
Sedangkan pada pasien dengan disfungsi neurologis, dimana GCS 8
atau kurang, selain untuk mencegah pasien dari kemungkinan apneu (henti
nafas) berulang, pemasangan ventilator juga ditujukan untuk
mempertahankan kepatenan jalan nafas pasien dan pemberian hiperventilasi
pada pasien dengan peningkatan tekanan intra cranial. Hal ini dimaksudkan
untuk mengurangi kadar CO2 sebagai zat vasodilator dapat menurunkan TIK.

B. Pembagian Ventilator Mekanik


Berdasarkan mekanisme kerjanya, ventilator mekanik dapat dibagi menjadi
dua jenis, yakni:
1. Ventilator tekanan negative
Ventilator tekanan negatif ini bekerja dengan menciptakan tekanan negatif
yang hasilnya dapat memperbesar rongga dada sehingga menimbulkan
tekanan negatif intratorakal yang kemudian memicu aliran udara dari
atmosfer menuju paru-paru. Ketika tekanan negatif dari ventilator
dihentikan, maka tekanan intratorakal meningkat sehingga udara

4
terdorong keluar dari paru-paru. Ventilator ini digunakan pada pasien
yang mengalami gangguan ventilasi.
2. Ventilator tekanan positive
Ventilator ini bekerja dengan memberikan tekanan positif pada daerah
diluar paru yakni jalan nafas. Kondisi ini membuat tekanan intrapleural
semakin lebih negatif dibanding tekanan atmosfer, sehingga udara dengan
mudah memasuki paru-paru.
Jenis ventilator positif lah yang kemudian terus mengalami
perkembangan, sehingga dapat digunakan untuk hampir pada semua jenis
gangguan pernafasan. Hal inilah yang membuat jenis ventilator ini paling
sering digunakan oleh pasien.
Berdasarkan mekanisme kerjanya ventilator mekanik tekanan positif dapat
dibagi menjadi tiga jenis yaitu: pressure cycled, volume cycled, dan time
cycled.

a. Volume Cycled
Yaitu ventilator akan terus memberikan udara pernafasan (inspirasi)
hingga mencapai volume yang telah disetting sebelumnya, kemudian
ekspirasi terjadi secara pasif maka volume tidal pasien akan tetap
sedangkan tekanannya akan berubah-ubah. Keuntungan dari volume
cycled ini yakni menjamin kecukupan volume tidal pernafasan pasien.
b. Pressure Cycled
Yaitu ventilator akan terus melakukan inspirasi hingga tekanan yang
telah disetting sebelumnya tercapai, maka tekanan tidak berubah,
sedangkan volume tidal selalu berubah-ubah sesuai dengan kondisi
lapang paru pasien.
c. Time Cycle
Yaitu ventilator bekerja berdasarkan waktu yang telah diseting
sebelumnya, dan waktu ekspirasi ditentukan oleh waktu dan kecepatan
inspirasi (jumlah nafas permenit). Waktu inspirasi adalah waktu yang
dibutuhkan untuk mencapai volume tidal atau tekanan tertentu.

C. Mode Ventilator Mekanik


5
Penamaan mode ventilator mekanik ini tergantung dari merek ventilator
mekanik itu sendiri sehingga istilah mode setiap ventilator bisa berbeda-beda,
akan tetapi pada dasarnya mode ventilator terdiri dari: Control mode, Assisted
mode, SIMV mode, dan Automated mode.
1. Control Mode ( mode terkontrol )
Mode ini dikenal sebagai CMV (Controlled Mechanical Ventilation).
Terdapat dua jenis mode ini yaitu:
a. Pressure Controlled Ventilation (PCV)
Ventilator mekanik ini termasuk pressure cycled, dimana proses
inspirasi diberikan ventilator hingga tekanan yang telah disetting
tercapai. Dalam hal ini tekanan pernafasan tetap, sedangkan volume
udara pernafasan berubah-ubah. Nama-nama lain mode yaitu: BIPAP
(Drager), P.CMV (Galileo & G5), PC (Servo 900C).
b. Volume Controlled Ventilation (VCV)
Ventilator mekanik ini termasuk volume cycled, dimana proses inspirasi
ditentukan oleh pencapaian volume tidal yang tersetting. Dalam hal ini
volume udara pernafasan tetap, sedangkan tekanan pernafasan
berubah-ubah. Nama-nama lain mode ini yaitu: CMV (Bennet 7200),
IPPV (Drager), S.CMV (Galileo & G5), VC (Servo 900C).
Cara kerja:
Ventilator memberikan udara pernafasan dengan kecepatan dan
volume yang telah disetting tanpa usaha pernafasan pasien.
Indikasi:
Indikasi penggunaan mode terkontrol ini antara lain:
a. Pasien yang melawan pernafasan ventilator terutama saat pertama
kali memakai ventilator.
b. Pasien tetanus atau kejang yang dapat menghentikan hantaran gas
ventilator.
c. Pasien yang sama sekali tidak ada trigger nafas (cedera kepala
berat).
d. Trauma dada dengan gerakan nafas paradoks.

Komplikasi dengan mode ini :


6
a. Pasien menjadi sangat tergantung dengan ventilator.
b. Potensial terjadi apneu.
Catatan:
Pasien mungkin membutuhkan sedasi atau obat pelemas otot. Hal ini
untuk mengatasi efek tidak nyaman yang ditimbulkan oleh ventilator.

2. Assisted Mode
Mode ini dikenal sebagai Assist Control Ventilation (ACV). Ventilator ini
melakukan pernafasan dengan kecepatan dan volume tidal yang telah
ditentukan sebagai respon terhadap usaha nafas spontan pasien. Dalam
hal ini menunjukkan bahwa pasien tidak mampu melakukan pernafasan
spontan secara penuh, sehingga ventilator akan melakukan pernafasan
jika pasien gagal mencapai frekuensi pernafasan yang telah diseting.
Contoh: RR pada ventilator telah diseting 14 x/menit. Jika dalam satu
menit ternyata pasien hanya mampu bernafas spontan sebanyak 12
x/menit, maka sisanya ( 2x ) akan dilakukan oleh ventilator.
Penggunaan:
Pada pasien yang telah mampu bernafas spontan dengan kelemahan otot
pernafasan.
Komplikasi:
a. Hiperventilasi
b. Alkalosis Respiratori
Catatan:
Hiperventilasi dapat terjadi dengan meningkatnya kecepatan pernafasan,
untuk itu obat sedasi mungkin diperlukan untuk membatasi jumlah
pernafasan spontan.

3. IMV/ SIMV Mode


IMV ( Intermitten Mandatory Ventilation ) Ventilator ini memberikan
pernafasan dengan volume tidal, tekanan, dan kecepatan yang telah
ditentukan, tapi masih memfasilitasi pernafasan spontan. Dalam hal ini
belum mampu mengkoordinasikan pernafasan ventilator dengan usaha
7
nafas pasien, sehingga terkadang menyebabkan tabrakan antara nafas
pasien dengan ventilator.
Penggunaan:
Pada pasien yang tidak mampu mempertahankan nafas spontan dalam
jangka waktu lama.
Catatan:
Untuk mencegah kelelahan otot pernafasan dan meningkatnya usaha
pernafasan maka harus tertangani dulu permasalahan dasar (penyebab
gagal nafas).

4. SIMV ( Synchronized Intermitten Mandatory Ventilation )


Ventilator ini merupakan pengembangan dari mode IMV. Mode ini mampu
berespon terhadap usaha nafas spontan pasien. Ventilator akan
menghentikan pernafasannya ketika terdeteksi adanya usaha nafas
spontan, sehingga dapat menghindari kemungkinan terjadinya tabrakan.
Penggunaan:
Sama dengan mode IMV yaitu pasien yang tidak mampu
mempertahankan nafas spontan dalam jangka waktu lama.
Catatan:
Sebagaimana IMV, mode ini bisa digunakan sebagai mode ventilator
utama atau sebagai mode weaning.

5. Bilevel Ventilation
Ventilator ini memberikan PEEP ( positive and ekspiratory pressure ) yang
rendah dan tinggi, yaitu tanpa menggunakan bantuan jalan nafas buatan.
Penggunaan:
Digunakan oleh pasien dengan kondisi sebagai berikut:
a. Gagal nafas akut atau kronik
b. Edema paru akut
c. Perburukan (exacerbation) penyakit paru obstuktif kronis.
d. Gagal jantung kronik
e. Obstruktive sleep apnea

6. Continues Positive Air Ways Pressure


8
Selain digunakan pada ventilator invasif, juga pada pasien oleh ventilasi
non invasif.
Cara kerja:
Ventilator menggunakan tekanan positive selama pernafasan spontan
sehingga mampu memperbaiki oksigenasi dengan membuka alveoli yang
kolap diakhir ekspirasi.
Penggunaan:
Digunakan bagi semua pasien yang teridentifikasi telah stabil untuk
diweaning.
Catatan:
Keberlangsungan penggunaan metode ini ditentukan oleh toleransi pasien
terhadap metode ini.

7. ASV ( Adaptive Support Ventilation)


ASV merupakan kombinasi antara Presssure Control dan Pressure
Support Ventilation. Mode ini juga dapat digunakan baik pada pasien
dengan pernafasan terkontrol maupun yang sudah bisa bernafas secara
spontan.
Cara kerja:
Setiap nafas yang diberikan ASV akan secara otomatis menyesuaikan
kebutuhan ventilasi pasien berdasarkan setting minimal minute ventilation
dan berat badan (BB) ideal pasien. BB diset oleh dokter atau perawat
sedangkan mekanik respirasi/paru ditentukan oleh ventilator. Dengan
ASV, ventilasi yang diberikan dapat menjamin minimum inspiratory
pressure (mencegah barotrauma), mencegah auto-PEEP, menghilangkan
intrinsik-PEEP. Jika pasien diberikan sedasi atau pelumpuh otot sehingga
tidak ada trigger nafas, maka ASV secara otomatis akan menjadi mode
Pressure Control murni. Jika kemudian pasien mulai bangun (trigger + )
atau mulai diweaning, maka ASV akan berubah otomatis menjadi Pressure
Support.
Dengan ASV maka mulai dari pasien dikontrol sampai weaning pasien
hanya memakai satu mode saja. Sebab mulai dari pressure kontrol
(paralisis) sampai weaning dengan Pressure Support atau sabaliknya,
mode yang digunakan hanya ASV.
9
Contoh: Sementara mamakai ASV, tiba-tiba RR menjadi meningkat
sampai >30 x/menit, saturasi turun, setelah diperiksa ternyata terjadi
edema paru atau pneumonia berat, maka pasien segera dikontrol lagi
dengan memakai pelumpuh otot. Setelah diberikan pelumpuh otot, ASV
secara otomatis akan segera berubah menjadi Pressure Control tanpa
user harus merubah mode lain.

D. Pengaturan Ventilator Mekanik


Settingan ventilator biasanya berbeda-beda sesuai dengan kondisi pasien,
akan tetapi pada dasarnya ventilator di disain untuk memonitor komponen-
komponen sistem pernafasan pasien. Berikut ini beberapa komponen yang
diseting saat pemasangan ventilator mekanik.
1. RR ( Respiratory Rate )
Frekuensi nafas (RR) adalah jumlah pernafasan yang dilakukan
ventilator dalam satu menit. Setingan RR ini tergantung pada volume
tidal, jenis kelainan paru pasien, dan target PaO 2 pasien yang ingin
dicapai. Pasien normal RR 8 12 x/menit.
Contoh kasus-kasus khusus dimana hipoventilasi atau hiperventilasi
diperlukan, yaitu:
Pasien dengan cidera kepala berat; Untuk mengurangi
kandungan CO2 dalam darah dan dapat mengurangi tekanan
intrakranial.
Pasien asma atau penyakit obstruksi pernafasan, sebaiknya RR
diset antara 6-8 x/menit, agar tidak terjadi auto PEEP.
Pasien PPOK
2. VT ( Volume Tidal )
Volume tidal adalah jumlah gas yang dihantarkan oleh ventilator ke pasien
setiap kali bernafas. Umumnya diseting 5 15 cc/kgBB, tergantung dari
komplikasi, resisten dan jenis kelainan paru. Pasien normal volume tidal
10 15 cc/kgBB. Contoh kasus-kasus yaitu:
Pasien PPOK = VT 5 8 cc/kgBB
Pasien ARDS = VT 4 6 cc/kgBB
Volume tidal rendah digunakan agar terhindar dari barotrauma.

10
3. FiO2(FraksiOksigen)
Fraksi oksigen adalah jumlah kandungan oksigen dalam udara inspirasi
yang diberikan ventilator ke pasien. Konsentrasinya berkisar 21 100%.
Pemberian FIO2 100% 15 menit pertama direkomendasikan setelah
pemasangan ventilator, kemudian dilakukan pemeriksaan Analisa Gas
Darah. Pemberian FIO2 100% terlalu lama mengakibatkan keracunan
oksigen dan bisa menyebabkan edema paru, atelektasis.

4. Rasio Inspirasi : Ekspirasi ( I : E )


Rumus Rasio I:E adalah Waktu Inspirasi ditambah Waktu Istirahat dibagi
Waktu Ekspirasi.
Waktu Inspirsi adalah waktu yang diperlukan untuk memberikan volume
tidal atau mempertahankan tekanan.
Waktu Istirahat adalah periode diantara waktu inspirasi dengan ekspirasi.
Waktu Ekspirasi adalah waktu yang dibutuhkan untuk mengeluarkan
udara pernafasan. Nilai normal fisiologis inspirasi dan ekspirasi 1:2 atau
1:1,5

5. Limit Pressure/Inspiration Pressure


Pressure limit mengatur jumlah tekanan dari ventilator volume cycle.
Tekanan yang terlalu tinggi dapat menyebabkan barotrauma. Nilai normal
35 cmH2O.
Pressure limit yang tinggi biasanya disebabkan oleh beberapa kondisi
yaitu: sumbatan jalan nafas, retensi sputum di ET atau TT, pengembunan
air di sirkuit ventilator, pipa ventilator tertekuk, ET tergigit oleh pasien dan
saat pasien batuk.

6. Flow Rate/Peak Flow


Flow rate merupakan kecepatan ventilator dalam memberikan volume
tidal pernafasan yang telah diseting permenitnya. Nilai normal 40 100
L/menit. Sedangkan Inspiratory flow rate merupakan hasil penghitungan
dari RR, TV dan I:E ratio.Rumus penghitungannya adalah: volume tidal
(L) dibagi T total dikali 60.
11
7. Sensitifity/Trigger
Sensitifity berfungsi menentukan seberapa besar usaha yang diperlukan
pasien dalam memulai inspirasi dari ventilator atau seberapa besar pasien
merangsang mesin untuk memberikan bantuan nafas. Jika pasien
diharapkan untuk merangsang mesin maka sensitivitas ventilator diseting
-2 cm H2O.

8. Alarm
Sistem alarm digunakan sebagai tanda peringatan bagi perawat ketika
terjadi masalah. Alarm tekanan rendah menandakan terputusnya
ventilator mekanik dari pasien, sedangkan alarm tekanan tinggi
menunjukkan adanya peningkatan tekanan, misalnya saat terjadi
bendungan pada jalan nafas atau kebocoran pada ventilator dapat
dideteksi oleh alarm volume rendah.

9. Kelembaban dan Suhu


Pemasangan humidifier pada ventilator mekanis bertujuan untuk
mempertahankan kelembaban dan kehangatan udara pernafasan pasien.
Tingginya suhu inhalasi dapat menyebabkan terbakarnya trakhea, akan
tetapi jika humidifier kering bukannya menurunkan edema paru, justru
makin mengentalkan mukosa sehingga semakin sulit untuk menghisap
lendir. Hati-hati dengan udara yang mengembun pada sirkuit ventilator.

10. PEEP (Positive End Expiratory Pressure)


PEEP bekerja dengan cara mempertahankan tekanan positif pada alveoli
di akhir ekspirasi. PEEP sangat penting untuk meningkatkan penyerapan
O2 oleh kapiler paru dan mampu memaksimalkan proses oksigenasi
dengan volume tidal yang rendah, maka nilai PEEP selalu dimuali dari 5
cmH2O. Jika PaO2 masih rendah sedangkan FiO 2 sudah 60% maka
PEEP merupakan pilihan utama hingga mencapai nilai 15 cmH2O,
sehingga mencegah terjadinya volutrauma.
Untuk melakukan perubahan nilai PEEP perlu diperhatikan:
a. Analisa gas darah
12
b. Toleransi pasien terhadap penggunaan PEEP
c. Kebutuhan FiO2
d. Respon kardiovaskuler
Tujuan penggunaan PEEP:
a. Meningkatkan volume alveolus
b. Mengembangkan alveoli yang kolap
c. Meningkatkan rdistribusi cairan ekstravaskular paru
Kerugian penggunaan PEEP yaitu:
a. Meningkatkan tekanan intratorakal, sehingga mengganggu fungsi
jantung dan menurunkan tekanan darah
b. Meningkatkan tekanan intrakranial.

E. Komplikasi Ventilator Mekanik


1. VAP (Ventilation Associated Pneumonia)
Intubasi meningkatkan resiko terjadinya pneumonia, karena proses
intubasi dapat mengganggu mekanisme pertahanan sistem pernafasan,
sekaligus membuka jalan masuk kuman penyakit pada saluran nafas yang
lebih rendah. Berbagai peralatan dan intervensi seperti suction dan terapi
nebulizer makin menambah resiko terkena infeksi.
2. Barotrauma
Sering disebut juga sebagai overdistension, merupakan akibat dari
penggunaan volume tidal tinggi selama terpasang ventilator mekanik.
Keparahan barotrauma tergantung pada jumlah udara yang dikeluarkan
dan memiliki mulai dari benign subcutaneous empyhsema hingga
pneumothorax atau pneumopericardium yang menyebabkan tamponade
jantung.
3. Gangguan kardiovaskular
Penggunaan ventilator mekanik tekanan positif akan meningkatkan
tekanan intratorak dan menurunkan aliran balik vena ke jantung kanan
sehingga mengganggu fungsi jantung. Penurunan preload akibat
berkurangnya aliran balik vena akan diikuti dengan penurunan perfusi di
organ perifer, yaitu ginjal, hepar dan saluran pencernaan pada umumnya.
4. Gangguan saluran pencernaan

13
Peningkatan tekanan vena lambung dan penurunan kardiak out put dapat
menyebabkan iskemi mukosa dan perdarahan pada lambung. Selain itu
peningkatan tekanan ventilator dapat mengalahkan resistensi spinkter
esophageal bawah dan juga dapat memicu distensi lambung dan muntah,
sehingga pasien memiliki resiko mengalami aspirasi.
5. Sumbatan jalan nafas
Tindakan intubasi pada pasien dengan ventilator mekanik, secara fisiologis
akan meransang produksi sekret secara berlebihan. Selain itu ujung
ET/TT yang terlalu dalam, sehingga menyumbat salah satu paru-paru
(umumnya yang sebelah kiri) dan menimbulkan atelektasis, dan bisa juga
terjadi karena tersumbat atau tertekuknya sirkuit ventilator mekanik.
6. Gangguan fungsi ginjal
Terjadi pada awal-awal pasien terpasang ventilator mekanik. Gangguan
ini diawali dengan peningkatan ADH yang menyebabkan timbulnya retensi
cairan dan edema.
7. Gas Trapping
Terjadi jika terdapat ketidakefesien waktu untuk mengosongkan alveoli
sebelum pernafasan berikutnya
8. Ketidakselarasan pasien dengan ventilator mekanik
Pasien bisa melawan pernafasan ventilator disebabkan oleh berbagai hal,
yaitu; panik, cemas atau adanya perubahan status mental. Selain itu bisa
dikarenakan ia kesulitan untuk menyesuaikan diri dengan ventilator yang
menggunakan PEEP intrinsic, volume tidal yang besar, dan pengurangan
waktu ekspirasi.

9. Hal yang perlu diperhatikan:


Ukur tidal volume setiap 4 jam.
Observasi tanda vital setiap perubahan mode/pola ventilator.
Periksa analisa gas darah setiap perubahan mode/ pola ventilator.
Humidifier tidak boleh kering dan suhu di set pada angka 35 C.
Bila memungkinkan, ganti set tubing setiap hari.
Bila tekanan darah turun, maka PEEP tidak perlu digunakan.

14
Perhatikan pemasangan konektor pada pasien sirkuit, apabila
posisitertukar maka pada monitor akan muncul peringatan High
PEEP dan Check Sensor.
Perhatikan pasien sirkuit, usahakan posisi yang rendah pada posisi
buangan.

F. PERAWATAN PASIEN DENGAN VENTILATOR MEKANIK


1. Perawatan Jalan Nafas
Perawatan jalan nafas yang dilakukan meliputi : pelembapan
(humidifier) yang adekuat, pembuangan sekret, perubahan posisi, dan
penghisapan (suction). Penggunaan humidifier bertujuan untuk mencegah
obstruksi jalan nafas akibat sekresi yang kering dan perlengketan mukosa.
Sedangkan perubahan posisi dan fisioterapi dada bertujuan untuk
memobilisasi sekret di paru agar mudah dikeluarkan.
Sedangkan suction hanya dilakukan jika perlu, karena tindakan ini
memiliki resiko terjadinya atelektasis, hipoksemia, infeksi dan terjadinya
aspirasi. Peningkatan PIP (peak inspiratory pressure) merupakan tanda
adanya perlengketan dan penyempitan jalan nafas, sehingga
membutuhkan tindakan suction.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada saat tindakan suction,yaitu:
a. Periksa tanda vital, irama dan suara paru.
b. Tekanan suction 80 100 mmHg
c. Ukuran kateter suction < diameter ET/TT
d. Lakukan hiperoksigenasi dengan oksigen 100% sebelum dan
sesudah penghisapan.
e. Jika pasien terpasang ventilator, seting FiO2 menjadi 100%, kemudian
hubungkan dengan pasien minimal 30 detik. Jika menggunakan
resusitasi manual, lakukan hiperinflasi 4 5 pernafasan.
f. Masukkan kateter hingga menemui tahanan, kemudian tarik 1 2 cm
sebelum melakukan penghisapan.
g. Penghisapan tidak boleh lebih dari 10 detik.

15
2. Perawatan Endotracheal Tube (ET)
Pemasangan ET harus tepat sehingga dapat mencegah bergeser atau
bergeraknya tube. Perawatan oral yang dilakukan setiap hari bertujuan
untuk mencegah iritasi kulit, atau nekrosis pada bibir, hidung, atau mulut
akibat penggunaan plester. Sedangkan untuk mencegah tergigitnya ET
dan bergesernya letak ET oleh lidah maka dapat digunakan penahan
gigitan oral, Jika pasien terpasang ET lebih dari 21 hari maka perlu
dipertimbangkan untuk menggantikannya dengan tracheostomy tube (TT).
Hal ini disebabkan jika pasien terlalu lama menggunakan ET maka bisa
mengganggu pita suara.
Beberapa keuntungan penggunaan TT antara lain :
a. Mencegah cedera lanjut dari pemasangan ET
b. Meningkatkan kenyamanan dan memperbaiki psikologis pasien
c. Mempermudah penghisapan lendir
d. Mempermudah ambulasi
e. Memungkinkan komunikasi peroral
f. Mempermudah asupan nutrisi peroral
Kerugian yang ditimbulkan meliputi :
a. Resiko terjadinya perdarahan
b. Resiko terlepasnya selang kejaringan sub kutan
c. Timbulnya jaringan parut dan perubahan bentuk

3. Tekanan Manset Selang (cuff tube)


Pemasangan selang manset bertujuan untuk mencegah
kebocoran udara inspirasi dan aspirasi saat terjadi muntah. Akan tetapi
jika tekanannya berlebihan maka bisa menghambat perfusi daerah
trakhea, yang pada akhirnya akan diikuti dengan kerusakan jaringan
tersebut. Tekanan manset selang hendaknya di cek setiap shift. Tekanan
manset yang ideal adalah tekanan yang paling rendah tanpa disertai
dengan kebocoran udara inspirasi. Secara fisiologis sirkulasi darah di
trakhea akan terpengaruh oleh tekanan 30 mmHg. Untuk mencegah
tekanan yang berlebihan maka tekanan manset di seting dalam kisaran 20
mmHg. Kebocoran manset dapat dideteksi dengan mencermati beberapa
tanda antara lain: perbedaan VT actual dengan setingan awal, adanya
16
bunyi turbulensi udara pada leher. Untuk mengatasinya kita dapat
memasukan udara saat inspirasi hingga suara turbulensi tidak terdengar
lagi.

4. Perawatan Gastrointestinal
Pasien dengan intubasi memiliki resiko tinggi untuk terkena
pneumonia nosokomial. Hal ini disebabkan oleh kolonisasi bakteri pada
orofaringeal, gastric, asspirasi dan gangguan pada sistem pertahanan
paru-paru. Untuk mengatasinya telah dikembangkan dua metode yaitu:
dekontaminasi selektif pada saluran gastrointestinal dengan antimikrobial,
dan pemberian obat propilaksis stress ulkus yang tidak mengganggu pH
lambung.

5. Dukungan Nutrisi
Dukungan nutrisi terhadap pasien dengan ventilator harus
diperhatikan sejak dini. Kelaparan klinis yang terjadi dapat menimbulkan
komplikasi paru hingga kematian.
Dampak dari kelaparan klinis:
a. Atrofi otot pernafasan
b. Penurunan protein
c. Penurunan imunitas tubuh
d. Penurunan produksi surfaktan
e. Penurunan reflikasi epithelium pernafasan
f. Penurunan ATP intraseluler
g. Gangguan oksigenasi selular
h. Depresi pusat pernafasan

Otot pernafasan sebagaimana otot lainnya, jika kebutuhan energy


tidak terpenuhi maka akan mengalami kelelahan. Akibat lebih lanjut
adalah hilangnya kemampuan koordinasi sehingga menurunkan volume
tidal. Selain itu kelelahan juga dipengaruhi oleh hipomagnesemia dan
hipopospatemia akibat masukan nutrisi yang kurang.
Kelaparan juga menyebabkan menurunnya sintesis protein yang
mempengaruhi elastisitas jaringan paru dan produksi surfaktan.
17
Menurunnya sistem imun dan gangguan mekanis pembersihan bakteri
normal.
Usaha perbaikan gizi harus segera dilakukan, hal ini berkaitan
dengan dampak yang cukup serius. Jika saluran gastrointestinal masih
utuh, maka nutrisi dapat diberikan melalui selang makanan (Naso Gastric
Tube). Bila pasien toleran terhadap makanan selang pertama, maka
konsentrasi makanan dapat ditingkatkan. Akan tetapi, jika ternyata pasien
tidak toleran, pertimbangkan pemberian makanan parenteral. Pemberian
makanan parenteral membutuhkan observasi dan teknik aseptic yang
ketat untuk meminimalkan kemungkinan terjadinya infeksi.
Semua pasien yang terpasang ventilator dalam jangka waktu
lama membutuhkan 2000-2500 kalori perhari. Sedangkan pada hari
pasien disapih masukan kalori dapat diturunkan sebesar 1000 kalori
perhari. Hal ini ditujukan untuk meningkatkan penggunaan lemak sabagai
sumber energy, sehingga menurunkan penggunaan karbohidrat yang
akan diikuti penurunan kadar karbohidrat darah.

6. Perawatan Mata
Perawatan mata pada pasien dengan ventilator merupakan hal
yang penting untuk dilakukan. Pengkajian yang ketat dan pemberian tetes
mata atau salep mata bertujuan untuk mengurangi kekeringan pada
kornea mata. Bila reflex berkedip kelopak mata hilang, maka kelopak
mata harus diplester untuk mencegah abrasi, kekeringan dan trauma pada
kornea.

7. Perawatan Psikologis
Pasien dengan ventilator berada pada situasi yang penuh dengan
stressor baik secara fisik maupun psikis. Secara fisik ketenangan pasien
terganggu oleh berbagai macam kebisingan alat-alat di ruang ICU beserta
tindakan perawatan yang terkadang terlihat kurang menghargai harkat
manusia. Sedangkan secara psikis pasien dihadapkan pada ketakutan
akan datangnya kematian, prognosis penyakit yang buruk, hingga
perasaan lemah tak berdaya yang menimbulkan ketergantungan secara
psikologis.
18
Pasien yang sudah terbiasa mendapatkan bantuan pernafasan, akan
menunjukkan perasaan enggan untuk dilepaskan dari ventilator karena
telah terlanjur merasa nyaman. Pada situasi ini penyapihan dapat
menimbulkan stress tersendiri bagi pasien maupun perawat. Ini juga
merupakan stressor bagi keluarga pasien, baik karena sakitnya anggota
keluarga yang sakit, lingkungan yang asing, maupun dengan financial
yang harus ditanggung. Oleh karena itu keluarga harus segera dikenalkan
dengan lingkungan fisik, jam kunjungan, hingga laporan mengenai
perkembangan pasien.

G. WEANING (PENYAPIHAN)
1. Pengertian
Weaning dari ventilator mekanik dapat didefinisikan sebagai
proses pelepasan ventilator baik secara langsung maupun bertahap.
Tindakan ini biasanya mengimplikasikan dua hal yang terpisah tapi
memiliki hubungan yang erat dalam aspek perawatan yakni pemutusan
ventilator dan pelepasan jalan nafas buatan. Masalah pertama adalah
bagaimana menentukan kapan pasien telah siap melakukan nafas
spontan. Setiapkali pasien mampu mempertahankan nafas spontan,
maka hal kedua yang perlu dipertimbangkan adalah apakah jalan nafas
buatan (ET/ETT) bisa dilepas.
Pembuatan keputusan hendaknya berdasarkan beberapa hal
berikut: status mental pasien, mekanisme perlindungan jalan nafas,
kemampuan batuk dan karakteristik sekret. Jika pasien memiliki kepekaan
yang adekuat berkaitan dengan mekanisme perlindungan jalan nafas dan
tanpa disertai sekret yang berlebih, ini merupakan indikasi dilakukan
ekstubasi.
Beberapa hal yang perlu dipersiapkan untuk memulai proses weaning
antara lain:
Memulihkan atau memperbaiki penyebab gagal nafas.
Mempertahankan kekuatan otot.
Memberikan nutrisi yang sesuai.
Mempersiapkan kondisi psikologis.

19
2. Indikasi
Pasien seharusnya terus mendapatkan skrining untuk
menemukan kemungkinan dilakukan weaning. Beberapa kriteria pasien
yang bisa menjadi dasar untuk mengambil keputusan proses weaning
pada seseorang :
Proses penyakit yang menyebabkan pasien membutuhkan ventilator
sudah tertangani
PaO2 / FiO2 > 200
PEEP < 5
FiO2 < 0.5
PH > 7,25
Hb > 8 g%
Pasien sadar, dan afebris (suhu tubuh normal)
Fungsi jantung stabil :
- HR < 140 x/menit
- Tidak terdapat iskemic otot jantung (myocardial ischaemia)
- Bebas dari obat-obatan vasopressor atau hanya menggunakan
obat-obatan inotropik dosis rendah.
Fungsi paru stabil :
Kapasitas vital 10 15 cc/kg
Volume tidal 4 5 cc/kg
Ventilasi menit 6 10 L
Frekwensi permenit < 20 permenit
Kondisi selang ET/ETT :
Posisi diatas karina pada foto rontgen
Ukuran: diameter 8,5 mm
Terbebas dari asidosis respiratorik
Nutrisi :
Kalori perhari 2000 2500 kalori
Waktu: 1 jam sebelum makan
Jalan nafas :

20
Sekresi: antibiotik bila terjadi perubahan warna, penghisapan
(suctioning) Bronkospasme: kontrol dengan Beta Adrenergik Posisi:
duduk, semi fowler

Obat-obatan :
Agen sedative : dihentikan lebih dari 24 jam
Agen Paralise : dihentikan lebih dari 24 jam
Psikologis pasien :

Mempersiapkan kondisi emosi/psikologis pasien untuk tindakan


Weaning
Fisik pasien :
Pasien cukup istirahat dan stabil
Jika beberapa kriteria dalam parameter tersebut ditemukan, maka hal
tersebut merupakan indikasi bantuan ventilasi mekanik dihentikan.
Latihan nafas spontan (spontaneous breathing trial/SBT) dapat
dilakukan pada pernafasan pasien dengan dukungan tekana rendah (5-
7 cm H2O) atau menggunakan pernafasan T-Tube. Percobaan awalan
dalam beberapa menit dinamakan fase skrining. Selama fase ini
seharusnya pasien diawasi dengan ketat terhadap efek negative yang
mungkin timbul. Kemudian percobaan dilanjutkan minimal 30 menit
tetapi tidak lebih dari 120 menit untuk mengkaji kemungkinan proses
weaning. Setiap kali pasien mampu mempertahankan toleransi selama
SBT maka harus dipertimbangkan apakah jalan nafas pasien bisa
dilepas. Hal ini dengan mempertimbangkan status mental, mekanisme
bersihan jalan nafas dan kemampuan untuk batuk. Jika pasien
menunjukkan tanda-tanda kurang bertoleransi maka weaning dianggap
gagal dan pemasangan ventilator mekanik dapat dilakukan kembali.
Pelaksanaan SBT dalam jangka waktu lama pada pasien yang
intoleran menyebabkan peningkatan kebutuhan oksigen sehingga bisa
menyebabkan kerusakan serat otat-otat pernafasan.

21
3. Jenis Weaning
Berdasarkan lamanya waktu pelaksanaannya, weaning dapat
dibedakan menjadi dua yakni: weaning jangka pendek dan weaning
jangka panjang.
a. Weaning jangka pendek
Weaning jenis ini hanya membutuhkan waktu percobaan singkat,
yaitu sekitar 20 menit sebelum di ektubasi.

Langkah-langkah standar proses weaning yaitu:


1. Mulai penyapihan pada pagi hari bukan malam hari untuk
menghindari kelelahan.
2. Jelaskan prosedur kepada pasien
3. Lakukan penghisapan
4. Dapatkan parameter spontan
5. Berikan bronkodilator jika perlu
6. Istirahatkan pasien selama 15 -20 menit
7. Tinggikan kepala tempat tidur
8. Tunggu pasien; beri dukungan, yakinkan dan evaluasi respon
pasien terhadap weaning.

Metode yang digunakan dalam proses weaning jangka pendek adalah T-


Piece dan Ventilasi Mandatory Intermitten (IMV/SIMV).
1. Metode T - Piece
Prosedur yang dilakukan melalui metode ini antara lain:
Kumpulkan data fisiologis yang mendukung pelaksanaan
weaning. Hubungkan set T - piece dengan FiO 2 yang
dibutuhkan pasien (tunggu selama 20 30 menit untuk evaluasi
potensial ektubasi. Lakukan pengawasan data fisiologis tiap 2
10 menit jika perlu)
Pada akhir menit ke -30, periksa AGD pasien dan evaluasi
pasien dari tanda kelemahan
Bila kriteria penyapihan terpenuhi, maka ekstubasi dapat
dilakukan.

22
2. Metode Ventilasi Mandatory Intermitten (VMI)
Metode ini sama efektifnya dengan metode T-piece, namun
membutuhkan waktu yang lebih panjang karena tiap tambahan
frekwensi pernafasan harus disertai dengan AGD. Sedangkan
langkah-langkahnya sama dengan prosedur pada metode T-piece.

b. Weaning jangka panjang


Waktu yang dibutuhkan untuk weaning, lebih lama, yakni 3 4
minggu karena berbagai permasalahan yang dihadapi. Apalagi jika
pasien sudah terpasang ventilator mekanik lebih dari 30 hari, proses
penghentiannya akan lebih sulit lagi.
Prinsip palaksanaannya pada dasarnya sama dengan proses jangka
pendek. Setelah keputusan penyapihan dibuat, maka diperlukan
pendekatan secara tim. Anggota tim ini meliputi dokter, perawat,
terapis pernafasan, fisioterapis, terapi nutrisi dan psikologis.
Setelah rencana keperawatan disusun, perawat mendiskusikannya
dengan pasien dan keluarga pasien harus diinformasikan tentang
konsekuensi jika tidak mampu disapih dari ventilator.
Mode weaning yang digunakan meliputi: T-piece, CPAP, SIMV dan
Pressure Support Ventilation.
1. T-piece
Prosedur yang dilakukan:
Awalnya, penyapihan dilakukan untuk 24 jam pertama
Lakukan pemeriksaan AGD serta parameter lainnya
Mulai penyapihan selama 5 menit per jam
Secara bertahap, tingkatkan penyapihan 5 menit selanjutnya
perhari.
Tekankan pasien agar tidak terlalu merasa kelelahan
Tingkatkan periode penyapihan hingga 10 menit/jam
Tingkatkan periode penyapihan dengan 5 menit tambahan
Samapi perhari mencapai 30 menit/jam.

23
Tingkatkan periode istirahat sampai 1 jam setelah periode
panyapihan 30 menit tercapai.
Turunkan Volume Tidal pada respirator dengan 50 cc/hari
Setelah 8 jam periode penyapihan dilakukan, tingkatkan
penyapihan pada siang hari.
Lanjutkan 1 jam istirahat diantara periode penyapihan
Penyapihan selesai.
Selama proses penyapihan yang panjang ini, pencatatan
harus dilakukan terus, salah satunya adalah total jam yang
dibutuhkan selama weaning ini. Nilai AGD dan peningkatan
pernafasan spontan juga harus ditambahkan untuk
meyakinkan pasien secara aktual mengalami perkembangan
yang signifikan.
2. SIMV
Mode SIMV ini sama dengan mode lain. Kecepatan SIMV
diturunkan perlahan. Hal ini memberikan kesempatan kepada
pasien untuk melatih otot pernafasan. Evaluasi yang cepat
terhadap kemungkinan hipoventilasi dan hiperkapnia merupakan
hal yang sangat penting. Kemudian TV juga secara perlahan
diturunkan sesuai dengan kemajuan pasien.
3. CPAP
Penggunaan CPAP pada 5 cm H2O dianggap menguntungkan
bagi pasien dengan pernafasan tidak stabil dan memiliki gradient
besar PO2 alveolar-arteri yang menimbulkan kolaps alveolar dini.
4. PSV
Penggunaan mode PSV dalam penyapihan bertujuan untuk
meningkatkan tahanan dan kekuatan otot pernafasan.
Penyapihan dimulai dengan tingkat tekanan yang bisa
menghasilkan volume tidal yang diharapkan. Kemudian tekanan
dikurangi secara perlahan tapi tetap memperhatikan pemenuhan
volume tidal yang diharapkan.

24
BAB IV
DOKUMENTASI

1. Informed consent
2. Lembar rekam medis: Identitas pasien, form observasi ventilator, diagnose
medis, nama dokter, observasi TTV, jenis cairan balance cairan, terapi dari
dokter, catatan perkembangan dan keperawatan pasien.

DIREKTUR RSUD PEMANGKAT ,

dr. SEMUEL GERITS RAHANRA, MPH


PEMBINA
NIP. 19650225 200212 1 002

25

Anda mungkin juga menyukai