Anda di halaman 1dari 31

PROPOSAL

GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN


DENGAN KEJADIAN DISFUNGSI EREKSI PADA LAKI-
LAKI PENDERITA DIABETES MELITUS DI WILAYAH
KERJA PUSKESMAS TLOGOSARI KULON KOTA
SEMARANG

Oleh :
DIANA KUSMI TRIDIANTARI
NIM : 25010113120181

Pembimbing :
Lintang Dian Saraswati, SKM.,M.Epid
dr. Ari Udiyono M.Kes

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2017

i
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Disfungsi ereksi adalah kegagalan ereksi yang didefinisikan sebagai
ketidakmampuan untuk mencapai dan mempertahankan ereksi yang cukup saat
melakukan hubungan seksual yang memuaskan. 1 Disfungsi ereksi adalah salah satu
gangguan fungsi seksual pada laki-laki yang paling sering ditemukan dan sering kali
menyebabkan gangguan fungsi seksual lainnya. Faktor penyebab disfungsi ereksi
adalah multifaktorial yang terdiri dari unmodifiable factor (faktor yang tidak dapat
dirubah) seperti usia dan modifiable factor (faktor yang dapat dirubah) yang meliputi
kadar gula darah, tekanan darah, BMI, aktifitas fisik dan status merokok. 2 Terjadinya
disfungsi ereksi menimbulkan berbagai gangguan, baik fisik, tekanan emosional,
maupun psikologis/mental, dan penurunan kepuasan hidup secara umum yang akan
mempengaruhi kualitas hidup seseorang (quality of life).2
Disfungsi ereksi merupakan suatu kelainan yang terjadi pada pria.
Papaharitou, mengklasifikasikan disfungsi ereksi menjadi enam kategori yaitu
psikogenik, neurogenik, hormonal, vaskulogenik (arterial atau kavernosa), drug-
induced, penyebab akibat penuaan dan penyakit sistemik lain. Kelainan yang sering
terjadi pada psikogenik yaitu kecemasan, masalah kualitas hubungan, stress
psikologis, dan depresi. Neurologik yaitu stroke, trauma medulla spinalis, dan
neuropati diabetic. Hormonal yaitu hipogonadism dan hiperprolaktinemia.
Vaskulogenik (arteri atau kavernosa) yaitu aterosklerosis, hipertensi, DM dan
trauma. Drug-induced meliputi obat anti hipertensi, antidepresan, antipsikotik,
alkohol dan merokok. Serta penyebab akibat penuaan dan penyakit sistemik lain
seperti penuaan, DM, gangguan gagal ginjal kronis, dan penyakit jantung koroner.3
Disfungsi ereksi adalah masalah yang sangat umum terjadi pada pria.
International Consultation Committee for Sexual Medicine menunjukkan bahwa
prevalensi disfungsi ereksi secara gobal adalah 1-10% pada pria kurang dari 40
tahun. Prevalensi disfungsi ereksi 2% sampai 9% pada pria antara usia 40 dan 49
tahun. Kemudian meningkat menjadi 20-40% pada pria berusia 60-69 tahun. Pada
pria lebih dari 70 tahun, prevalensi disfungsi ereksi berkisar dari 50% sampai 100%. 4
Sedangkan prevalensi di Indonesia belum diketahui secara tepat, diperkirakan 16 %
laki-laki usia 20 75 tahun di Indonesia mengalami disfungsi ereksi.5

1
Etiologi disfungsi ereksi pada pria adalah multifaktorial dan merupakan
gabungan dari faktor interpersonal, kontekstual (sosial), psikologis, hormonal, dan
biologis. Faktor yang paling kuat yaitu faktor psikologis seperti depresi, kecemasan,
masalah harga diri rendah, takut penolakan dan trauma. Faktor kedua yaitu kualitas
hubungan. Faktor ketiga yaitu faktor biologis seperti beberapa kondisi medis
(diabetes mellitus, urogenital, saraf, gangguan endokrin, obesitas). Faktor keempat
yaitu farmakologi dan terapi (obat antipsikotik, obat antidepresan, obat
antihipertensi), faktor sosial budaya antara lain yaitu terbatas hubungan sosial,
kesulitan keuangan, pekerjaan, status, agama, latar belakang pendidikan, dan
kurangnya aktivitas fisik, serta faktor hormonal dan faktor yang berhubungan dengan
penis.6,7
Diabetes mellitus merupakan salah satu faktor organik atau biologis
penyebab disfungsi ereksi. Diabetes mellitus merupakan penyakit yang sudah umum
terjadi di Indonesia. Semakin tahun prevalensi kejadian diabetes melitus semakin
meningkat. Meningkatnya prevalensi diabetes melitus disebabkan karena faktor
yang tidak bisa dirubah (unmodifiable risk factor) seperti usia dan riwayat penyakit
serta faktor yang bisa dirubah (modifiable risk factor) seperti gaya hidup, kurangnya
aktifitas fisik dan obesitas. Faktor lain seperti pertumbuhan penduduk dan
urbanisasi.7,8 Peningkatan tersebut akan menimbulkan komplikasi dan konsekuensi
bagi beban kesehatan masyarakat pada umumnya. Diabetes diketahui sebagai
faktor penyebab berkembangnya komplikasi neurologi, mikrovaskuler dan
makrovaskuler serta pada masalah kesehatan reproduksi dapat menimbulkan
pengaruh buruk terhadap kesuburan dan potensi seksual laki-laki pada penderita
DM.9 Diabetes juga diketahui sebagai penyebab berbagai masalah medis, psikologis,
dan seksual.10 Pria dengan Diabetes melitus (DM) memiliki risiko dua kali lipat untuk
11
terjadi disfungsi ereksi. Disfungsi ereksi dilaporkan terjadi pada 71% pasien laki-
laki dengan DM.12
Faktor faktor organik/biologis disfungsi ereksi laki-laki penderita diabetes
meliputi saraf perifer, komponen otonom, gangguan pembuluh darah, faktor
psikososial, hiperglikemi dan neurovaskular.6,13,14 Diabetes menyebabkan
berkembangnya komplikasi mikrovaskuler, makrovaskuler dan neurologis sebagai
akibat gangguan metabolisme karbohidrat dan perubahan adhesi trombosis dalam
pembuluh akibat aterosklerosis dengan gangguan metabolisme protein, lemak, serta

2
gangguan pembuluh darah terkait dengan disfungsi endotel karena aktivasi kinase C
(PKC), ekspresi berlebihan growth factors/cystokines dan stress oxidasi.8, 9
Terjadi
peningkatan glukosa di jalur poliol mengeluarkan co-faktor aldose reductase
(nicotinamide adenine dinucleotidephosphate / NADPH ) dan sorbitol
+
dehydrogenase (nikotinamid adenin dinukleotida/ NAD ), menyebabkan
berkurangnya NADPH yang berdampak menurunnya aktivitas gluthione reductase
dan sintesis oxide (NO) sehingga terjadi gangguan mikrovaskular dan melambatnya
kondisi saraf.15 Kegagalan neurologenik dan menurunnya NO menyebakan
akumulasi advanced glycation end products (AGEs). Selain itu hiperglikemia dengan
melewati jalur glycolytic meningkatkan sintesis de novu deacylglyceral (DAG) yang
meningkatkan aktifitas PKC yang gilirannya meningkatkan aktifitas sodium-proton
antiport yang mengatur pH intrasel, pertumbuhan dan diferensiasi sel juga
menambah ekspresi protein matriks seperti fibronectin, kolagen tipe IV dan laminin
yang menyebabkan disfungsi vaskuler.16
Prevalensi disfungsi ereksi pada pria penderita diabetes diperkirakan 71%.12
Studi lainnya menyatakan bahwa prevalensi disfungsi ereksi pada pria diabetes
sebesar 45,8 % lebih tinggi daripada pada penderita non diabetes 24,1 %.11
Disfungsi ereksi dapat terjadi 10-15 tahun lebih awal dibandingkan dengan pria
tanpa DM. 17 Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Babbot dan Rubin menyebutkan
50 % disfungsi ereksi terjadi setelah 1 tahun pertama menderita diabetes, 43 %
pada 1-5 tahun pertama dan 45 % setelah menderita di atas 5 tahun.
Penyebab multifaktorial disfungsi ereksi pada laki-laki penderita DM yang
telah diteliti antara lain yaitu usia, tingkat pendidikan, tingkat pekerjaan, durasi
diabetes, stress, BMI, kualitas hubungan dengan pasangan, frekuensi hubungan,
pelayanan kesehatan, kadar testosteron, kadar gula darah, lingkar pinggul dan
lingkar pinggang. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sugiharso, stress
tidak berhubungan dengan disfungsi ereksi dengan p>0.05. Sedangkan, penelitian
yang dilakukan oleh wibowo menunjukkan bahwa stress berhubungan dengan
disfungsi ereksi dengan p<0.05.18,5 Sudah dilakukan beberapa penelitian pada
beberapa variabel untuk melihat faktor faktor yang berkaitan dengan terjadinya
disfungsi ereksi, diantaranya yaitu kualitas hubungan dan frekuensi hubungan yang
berhubungan dengan kejadian disfungsi ereksi pada laki-laki DM. 11 Penelitian lain
menunjukkan hubungan disfungsi ereksi pada pria penderita DM dengan variabel

3
usia yaitu p<0.05, status pernikahan p<0.05, tingkat pendidikan p>0.05, tingkat
pekerjaan p>0.05, serta durasi DM P>0.05.7 Sistem pelayanan kesehatan, tenaga
kesehatan, dan dukungan keluarga berhubungan dengan kejadian disfungsi ereksi
pada pria penderita DM.19 Studi lain didapatkan hubungan disfungsi ereksi pada pria
penderita DM dengan variabel kadar gula darah berhubungan dengan disfungsi
ereksi pada pria DM p<0.05, sedangkan kadar testosteron tidak berhubungan
dengan p>0,05.9
Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan antara perilaku merokok
dengan kejadian disfungsi ereksi p= 0,024.20 Studi yang lainnya menyatakan bahwa
tidak terdapat hubungan kejadian disfungsi ereksi pada pria dengan DM pada
variabel status merokok, lingkar pinggul, lingkar pinggal, dislipidemia, kolesterol,
triglyserida, kadar LDL dan HDL dengan p>0.05. Berbeda dengan aktifitas fisik p
<0.05 yang artinya berhubungan dengan kejadian disfungsi ereksi pada pria dengan
21,22
DM. Hasil berbeda didapat dari penelitian lainnya yang menunjukkan hal
kontroversial bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara disfungsi ereksi
pada laki-laki penderita diabetes mellitus dengan usia, pendidikan, pekerjaan,
obesitas, obesitas sentral, status merokok, lama menderita DM, aktifitas fisik dan
kadar glukosa darah. Sedangkan belum pernah terdapat studi yang meneliti tentang
konsumsi obat-obatan (anti depresi, antihipertensi,antipsikotropika) dengan kejadian
disfungsi ereksi pada pria penderita DM.21
Berdasarkan data Riskesdas Tahun 2013 dilaporkan bahwa prevalensi DM
sebanyak 2,1% lebih tinggi dibandingkan pada Tahun 2007 sebanyak 1,1%.
Prevalensi penderita DM di Jawa Tengah Tahun 2015 sebanyak (18,33 %).
Prevalensi DM pada laki-laki di Kota Semarang sebesar 5,6%. Di Kota Semarang
Insidens rate DM pada pria (0.9 per 1000 penduduk). Dari keseluruhan kasus DM di
Kota Semarang, proporsi terbesar berasal dari puskesmas Tlogosari Kulon.
Prevalensi DM paling tinggi pada tahun 2011 terjadi di wilayah kerja Puskesmas
Tlogosari Kulon yaitu terdapat 2.957 kunjungan pasien DM..23,24,25
Sampai saat ini, masih terdapat hasil penelitian yang secara statistik
menunjukkan hasil yang berbeda mengenai faktor yang berhubungan dengan
disfungsi ereksi pada laki-laki penderita diabetes mellitus. Disfungsi ereksi tetap
menjadi kondisi yang underdiagnosed dan undertreatment, walaupun memiliki
prevalensi yang tinggi.18 Selain itu, disfungsi ereksi pada laki-laki merupakan

4
masalah yang masih jarang dipelajari dan hubungan faktor risikonya masih kurang
jelas dan belum banyak diteliti. Ditambah lagi adanya konsep sosial budaya yang
berkembang di masyarakat yang menyebabkan seksualitas menjadi suatu hal yang
26
tabu untuk diperbincangkan sehingga kurang mendapat perhatian. Padahal
disfungsi ereksi dapat berefek besar pada kualitas hidup (quality of life) seseorang.
Sehingga, masih dibutuhkan penelitian untuk menggambarkan faktor-faktor yang
berhubungan dengan disfungsi ereksi pada laki-laki penderita diabetes sebagai
upaya atau saran kepada pihak-pihak yang terlibat dalam strategi pencegahan
disfungsi ereksi pada pria penderita komplikasi diabetes melitus.
Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk meneliti gambaran faktor-
faktor yang berhubungan dengan disfungsi ereksi pada laki-laki penderita Diabetes
Melitus di Puskesmas Tlogosari Kulon Kota Semarang.
B. Perumusan Masalah
Peningkatan penderita diabetes mellitus memberikan dampak yang semakin
nyata, sementara proporsi disfungsi ereksi pada penderita diabetes mellitus di
Indonesia mengalami peningkatan. Beberapa faktor yang berhubungan dengan
disfungsi ereksi merupakan faktor yang dapat dimodifikasi, sehingga dapat dilakukan
pencegahan.
Penelitian sebelumnya menunjukkan adanya kontroversi hasil penelitian
mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian disfungsi ereksi pada
penderita diabetes melitus yang ditunjukkan dari perbedaan hasil hubungan secara
statistik. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sugiharso, stress tidak
berhubungan dengan disfungsi ereksi dengan p>0.05. Sedangkan, penelitian yang
dilakukan oleh wibowo menunjukkan bahwa stress berhubungan dengan disfungsi
ereksi dengan p<0.05.18,5 Penelitian Kipu tahun 2015 mengemukakan terdapat
hubungan yang signifikan antara merokok dengan kejadian disfungsi ereksi pada
penderita diabetes melitus dengan p<0.05. Namun penelitian yang dilakukan oleh
Theophilus Ugwu tahun 2016 menunjukkan tidak ada hubungan signifikan secara
statistik antara merokok dengan kejadian disfungsi ereksi pada penderita diabetes
mellitus dengan p=0,28. Selain itu, hasil berbeda didapat dari penelitian lainnya yang
menunjukkan hal kontroversial bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara
disfungsi ereksi pada laki-laki penderita diabetes mellitus dengan usia, pendidikan,
pekerjaan, status merokok, kadar glukosa darah, lama menderita DM, aktifitas fisik,
obesitas, dan obesitas sentral.

5
Di Indonesia 6 % laki-laki usia 20 75 tahun mengalami disfungsi ereksi. 5
Proporsi kasus disfungsi ereksi dari keseluruhan kasus disfungsi seksual adalah
27
50%. Pria dengan Diabetes mellitus (DM) memiliki risiko dua kali lipat untuk terjadi
disfungsi ereksi.11Prevalensi disfungsi ereksi mengalami peningkatan lebih tinggi
pada subyek dengan DM dibandingkan pada mereka tanpa DM yaitu sebesar 67
%.10 Penelitian lain menyatakan disfungsi ereksi dilaporkan terjadi pada 71% pasien
laki-laki dengan DM.12
Hasil penelitian di Kabupaten Rembang menunjukkan bahwa persentase
disfungsi ereksi sebesar 44%.27 Sedangkan Kota Semarang data epidemiologi
mengenai disfungsi ereksi sangat terbatas. Padahal, kota Semarang, prevalensi
diabetes mellitus pada laki-laki sebesar 5,6%. Dari keseluruhan kasus DM di Kota
Semarang, prevalensi terbesar berasal dari puskesmas Tlogosari Kulon paling tinggi
pada tahun 2011 yaitu sebesar 3,7 % 24,25
Berdasarkan rumusan masalah diatas, dengan didukung penelitian
terdahulu, terdapat berbagai faktor yang berhubungan kejadian disfungsi ereksi
pada pria penderita diabetes mellitus. Oleh sebab itu, perlu diketahui gambaran
faktor-faktor yang berhubungan dengan disfungsi ereksi pada laki-laki penderita DM
di Kota Semarang melalui penelitian deskriptif ini. Sehingga dapat dilakukan
pencegahan untuk mengurangi dampak dari komplikasi DM.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Menghitung prevalensi dan menggambarkan faktor-faktor yang berhubungan
dengan disfungsi ereksi pada laki-laki penderita Diabetes Melitus di
Puskesmas Tlogosari Kulon Kota Semarang.
2. Tujuan Khusus
a. Menggambarkan distribusi disfungsi ereksi berdasarkan umur, pendidikan
dan pekerjaan pada laki-laki penderita diabetes mellitus.
b. Menggambarkan distribusi disfungsi ereksi berdasarkan stress kerja pada
laki-laki penderita diabetes mellitus.
c. Menggambarkan distribusi disfungsi ereksi berdasarkan aktifitas fisik
pada laki-laki penderita diabetes mellitus.
d. Menggambarkan distribusi disfungsi ereksi berdasarkan obesitas pada
laki-laki penderita diabetes mellitus.
e. Menggambarkan distribusi disfungsi ereksi berdasarkan obesitas sentral
pada laki-laki penderita diabetes mellitus.

6
f. Menggambarkan distribusi disfungsi ereksi berdasarkan status merokok
pada laki-laki penderita diabetes mellitus.
g. Menggambarkan distribusi disfungsi ereksi berdasarkan lama menderita
DM pada laki-laki penderita diabetes mellitus.
h. Menggambarkan distribusi disfungsi ereksi berdasarkan konsumsi obat-
obatan pada laki-laki penderita diabetes mellitus.
i. Menggambarkan distribusi disfungsi ereksi berdasarkan kadar gula darah
pada laki-laki penderita diabetes mellitus.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan memiliki manfaat sebagai berikut :
1. Manfaat bagi Masyarakat
Penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi tentang gambaran
disfungsi ereksi pada laki-laki penderita Diabetes Melitus di Puskesmas
Tlogosari Kulon Kota Semarang. Sehingga dapat meningkatkan kesadaran
masyarakat tentang pentingnya fungsi seksual yang sehat dan
menumbuhkan motivasi pasien untuk melakukan pengobatan untuk
menanggulanginya.
2. Manfaat bagi Instansi Kesehatan
Menambah informasi bagi instansi kesehatan terkait gambaran disfungsi
ereksi pada laki-laki penderita Diabetes Melitus di Puskesmas Tlogosari
Kulon Kota Semarang, yang selanjutnya dapat dijadikan masukan untuk
meningkatkan perhatian terhadap kesehatan seksual pada penderita
diabetes mellitus dan mendorong upaya peningkatan penanggulangannya.
3. Manfaat bagi Ilmu Pengetahuan
Hasil penelitian dapat dipakai sebagai informasi bagi peneliti lain yang akan
memperdalam tentang analisis terkait disfungsi ereksi pada laki-laki
penderita Diabetes Melitus dan faktor risikonya.
4. Manfaat bagi Fakultas Kesehatan Masyarakat
Mendapatkan tambahan kepustakaan di bidang kesehatan masyarakat
terutama bagi Peminatan Epidemiologi dan Penyakit Tropik.
5. Manfaat bagi Peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi penulis dalam melakukan penelitian.
E. Ruang Lingkup Penelitan
1. Lingkup Keilmuan
Penelitian yang dilakukan merupakan bagian dari Ilmu Kesehatan
Masyarakat dengan penekanan pada Epidemiologi dan Penyakit Tropik.
2. Lingkup Masalah

7
Lingkup dalam penelitian ini adanya gambaran faktor-faktor yang
berhubungan dengan disfungsi ereksi pada laki-laki penderita diabetes
melitus.
3. Lingkup Metode
Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan
menggunakan desain studi cross sectional untuk mengetahui gambaran
faktor-faktor yang berhubungan dengan disfungsi ereksi pada laki-laki
penderita diabetes melitus. Faktor-faktor internal yang diukur yaitu usia,
pendidikan, pekerjaan, aktifitas fisik, obesitas, obesitas sentral, status
merokok, lama menderita DM, konsumsi obat-obatan (antidepresi,
antihipertensi, antipsikotropika) dan kadar glukosa darah.
4. Lingkup Sasaran
Sasaran dalam penelitian ini adalah pasien laki-laki diabetes melitus
di Puskesmas Tlogosari Kulon Kota Semarang.
5. Lingkup Lokasi
Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Tlogosari Kulon Kota
Semarang.
6. Lingkup Waktu
Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari 2017 sampai bulan April 2017.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Disfungsi Ereksi
a. Siklus Respon Seksual
b. Definisi Disfungsi Ereksi
c. Siklus Disfungsi Ereksi
d. Mekanisme dan Tanda Disfungsi Ereksi
e. Klasifikasi Disfungsi Ereksi
f. Bentuk-bentuk Disfungsi Ereksi
g. Faktor-Faktor Terjadinya Disfungsi Ereksi
2.2 Diabetes Mellitus
a. Definisi
b. Klasifikasi
c. Diagnosis
d. Komplikasi DM
2.3 Patofisiologi Disfungsi Ereksi pada Laki-laki Penderita Diabetes Mellitus

8
a) Perubahan pembuluh darah organ seksual
b) Pengaruh nitrix oxide
c) Efek pada organ reproduksi dan hormon

Diabetes
Mellitus

Jalur Poliol Hiperglikemia JalurStress Oksidatif

NADPH Glikosilasi VLDL


NAD + jalur poliol DAG
PKC
TNF-
Produk Atheroskler IGF-1
radikal bebas osis AGE
Cytokines

Produk DDAH Perubahan vaskularisasi


pemb. darah dan saraf
Reseptor FSH
perifer organ reproduksi
LH
Akumulasi ADMA

Diameter Perubahan Jar.


pem.darah testis/sel Leydig
NO penis
NOS

Aliran Kadar Axis


menuju hormon hipotalamus-
korpora testoster pituitari-
testikular
on

Kemampuan Tingkat 9
ereksi gairah
terganggu rendah
2.4 Kerangka Teori 2.1 Patofisiologi Terjadinya Disfungsi Ereksi Pada penderita DM
Gambar

10
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Kerangka Konsep
Penelitian ini dilakukan untuk menggambarkan faktor-faktor yang
berhubungan dengan kejadian disfungsi ereksi pada pria penderita diabetes melitus
di Puskesmas Tlogosari Kulon, Kota Semarang dengan prevalensi pria penderita
diabetes melitus sebesar 3,7%.Sedangkan data prevalensi disfungsi ereksi masih
terbatas. Faktor faktor digambarkan berdasarkan usia, tingkat pendidikan, tingkat
pendapatan, stress kerja, aktifitas fisik, obesitas, obesitas sentral, status merokok,
lama menderita DM, konsumsi obat-obatan (anti depresi, antihipertensi dan
antipsikotropika) dan kadar gula darah.
B. Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
deskriptif yang bertujuan untuk membuat gambaran tentang faktor-faktor disfungsi
ereksi pada pria penderita diabetes mellitus secara objektif dan menggambarkan
proporsi atau rerata variable usia, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, stress
kerja, aktifitas fisik, obesitas, obesitas sentral, status merokok, lama menderita DM,
konsumsi obat-obatan (anti depresi, antihipertensi, antipsikotropika) dan kadar gula

11
darah dengan menggunakan statistik deskriptif yang berasal dari suatu sampel. 45,46
Metode penelitian deskriptif ini dilakukan dengan pendekatan cross-sectional, yaitu
disfungsi ereksi pada laki-laki penderita diabetes mellitus dan faktor-faktor yang
berhubungan diukur dalam waktu bersamaan.47
Tujuan rancangan penelitian ini adalah membuat gambaran atau deskripsi
dan faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian disfungsi ereksi pada pria
penderita diabetes mellitus di Puskesmas Tlogosari Kulon, Kota Semarang.
C. Populasi dan Rancangan Penelitian
1. Populasi
a. Populasi Target
Populasi target pada penelitian ini adalah semua laki-laki penderita diabetes
mellitus yang terdata di Puskesmas Tlogosari Kulon, Kota Semarang dengan
prevalensi sebesar 3,7%.

b. Populasi Studi
Pada penelitian ini populasi studi adalah semua laki-laki penderita diabetes
mellitus yang terdata di Puskesmas Tlogosari Kulon, Kota Semarang sebesar
191 orang.
2. Sampel
Sampel pada penelitian ini adalah laki-laki penderita diabetes mellitus. Adapun
kriteria pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :
1) Kriteria Inklusi
a) Responden berstatus sebagai laki-laki penderita diabetes mellitus yang
terdata di Puskesmas Tlogosari Kulon Kota Semarang.
b) Bersedia mengikuti penelitian dengan mengisi informed consent
c) Memiliki skor skrining L-MMP1 < 10
Tujuan L-MMP1 untuk mengetahui tingkat kejujuran responden dalam
menjawab pertanyaan. Bila didapatkan angka < 10 maka responden dapat
dimasukan dalam sampel penelitian.
2) Kriteria Eksklusi
1) Responden tidak menyelesaikan seluruh pengukuran dalam penelitian
dan wawancara yang dilakukan peneliti.
2) Konsumsi suplemen yang berkaitan dengan hormon seperti obat kuat
(viagra, vimax, dsb).
3) Pindah tempat tinggal dari wilayah kerja Puskesmas Tlogosari Kulon.
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah Total Sampling.
Total sampling adalah teknik pengambilan sampel dimana jumlah sampel

12
sama dengan populasi studi.48 Sampel yang diambil dari penelitian ini adalah
sebesar 191 orang.
D. Variabel Penelitian, Definisi Operasional, Skala Pengukuran Data
1. Variabel Penelitian
a. Variabel bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah usia, tingkat pendidikan, tingkat
pekerjaan, stress kerja, aktifitas fisik, obesitas, obesitas sentral, status
merokok, lama menderita DM, konsumsi obat-obatan (antidepresi,
antihipertensi, antipsikotropika), dan kadar gula darah.

b. Variabel terikat
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kejadian disfungsi ereksi pada pria
penderita diabetes mellitus.

Tabel 3.1 Definisi Operasional

Variabel Terikat
No Variabel Definisi Operasional Alat dan Skala Hasil Ukur
Cara Ukur Ukur
1 Disfungsi Ketidakmampuan mencapai Wawancara Ordinal 0. Tidak
31
Ereksi. atau mempertahankan dengan Disfungsi
ereksi (ketegangan) penis menggunak Ereksi
yang cukup untuk an Angket (Skor
melakukan hubungan EDIS EDIS> 21)
1. Disfungsi
seksual (intercourse)
ereksi
dengan pasangan yang
ringan
memuaskan.
(Skor 16-
20)
2. Disfungsi
ereksi
sedang
(Skor 11-
15)
3. Disfungsi
ereksi
berat

13
(Skor 5-
10)

Variabel Bebas
No Variabel Definisi Operasional Alat dan Skala Hasil Ukur
Cara Ukur Ukur
1 Usia Selang waktu dari tahun Wawancara Rasio
lahir hingga dengan
dilaksanakannya menggunak
wawancara yang dihitung an
sampai ulang tahun terakhir kuesioner
2 Pendidikan Jenjang pendidikan tertinggi Wawancara Ordinal
yang ditamatkan secara dengan
formal, dilihat dari ijazah menggunak
terakhir yang didapatkan. an
Kategori :
kuesioner
1. Tidak sekolah
2. Tidak Tamat SD
3. Tamat SD
4. Tamat SMP
5. Tamat SMA
6. Tamat PT
7. Tamat Pascasarjana
3 Pekerjaan Kegiatan yang dilakukan Wawancara Nominal
oleh responden setiap dengan
harinya sebagia upaya menggunak
untuk mendapatkan an
pemasukan keluarga. kuesioner
Kategori :
1. Pegawai pemerintah
2. Pegawai non pemerintah
3. Wiraswasta
4. Tanpa gaji
5. Pelajar
6. Pensiunan
7. Tidak bekerja (mampu
bekerja)
8. Tidak bekerja (tidak

14
mampu bekerja)
4 Stress Suatu respon fisik dan Wawancara Rasio 0. Tidak
49
Kerja. emosional berbahaya yang dengan stress
terjadi ketika tuntutan suatu menggunak kerja
pekerjaan tidak sesuai an (Skor
dengan kemampuan kuesioner 14)
1. Stress
individu. ISMA
kerja
(Skor
>14)
5 Aktifitas Aktivitas fisik yang biasa Wawancara Rasio
Fisik.50 dilakukan sehari-hari, dengan
termasuk saat bekerja, menggunak
olahraga, pergi ke suatu an
tempat ke tempat lain, kuesioner
maupun istirahat. Diperoleh GPAQ
dengan menggunakan
formulir GPAQ (Global
Physical Activity
Questionare) dan
diklasifikasikan berdasarkan
MET (Metabolic Equivalent
Turnover).
a. Aktivitas Tinggi
Melakukan aktivitas
berat 3 hari dengan
intensitas minimal 1500
MET-menit/minggu atau
kombinasi antara
aktivitas intensitas berat
dan sedang yang
mencapai intensitas
minimal 3000 MET-
menit/minggu.
b. Aktivitas Sedang

15
Intensitas aktivitas kuat
minimal 20 menit/hari
selama 3 hari atau lebih,
atau melakukan
aktivitas sedang selama
5 hari atau lebih atau
berjalan paling sedikit 30
menit/hari, atau
kombinasi aktivitas fisik
yang berat, sedang, dan
berjalan dalam 5 hari
atau lebih dengan
intensitas minimal 600
MET-menit/minggu.
c. Aktivitas Rendah
Tidak memenuhi salah
satu dari semua kriteria
yang telah disebutkan
dalam kategori kuat
maupun sedang.
6 Obesitas.51 Keadaan tubuh yang Pengukuran Rasio 0. Tidak
ditandai dengan adanya dengan obesitas
penimbunan lemak secara menggunak (Skor
berlebihan sehingga an IMT <
menimbulkan kenaikan timbangan 25)
1. Obesitas
berat badan yang diukur dan
(Skor
berdasarkan status gizi microtoise
25 )
dengan perhitungan berat
badan (kg) dibagi dengan
tinggi badan yang
dikuadratkan (m2).
Dibawah ini adalah kategori
IMT.

16
Hasil IMT Kategori
< 18,5 Underweight
18,5-22,9 Normal
23,0-24,9 Berisiko
25,0-29,9 Obesitas I
30,0 Obe
itas II

7 Obesitas Penimbunan lemak Pita Rasio 0. Tidak


52
Sentral. berlebihan pada batang pengukur obesitas
tubuh, terutama pada (measuring sentral
bagian perut dan diukur tape) (Skor
berdasarkan lingkar perut lingkar
perut
<90 )
1. Obesitas
sentral
(Skor
lingkar
perut
90)
8 Status Perilaku merokok Wawancara Nominal 0. Tidak
Merokok responden meliputi (lama dengan merokok
1. Merokok
merokok, frekuensi menggunak
merokok, jumlah rokok yang an
dikonsumsi per hari, jenis kuesioner
rokok yaitu rokok buatan
pabrik ; rokok buatan
sendiri atau lintingan ; rokok
pipa atau cerutu) baik
sekarang, dulu atau pernah
ataupun bukan perokok.
9 Lama Lama waktu dalam tahun Wawancara Rasio
Menderita yang dihitung sejak pasien dengan
38
DM pertama kali didiagnosa menggunak

17
menderita DM, an data
catatan
medis (CM)
10 Konsumsi Perilaku responden dalam Wawancara Nominal 0. Tidak
Obat-obatan konsumsi obat-obatan baik dengan mengko
obat anti hipertensi (obat- menggunak nsumsi
obatan diuretic dan beta- an obat
1. Mengko
blocker), obat anti depresi kuesioner
nsumsi
(barbiturate,benzodiazepin,
obat
SSRI (Selective Seretonin
Seuptake Inhibitors),
lithium, dan tricyclic
antidepressant. Obat-obat
yang termasuk kategori
SSRI (Selective Seretonin
Seuptake Inhibitors), obat
antipsikotik (risperidone dan
olanzapine) baik sekarang,
dulu (pernah)
12 Kadar Gula Jumlah glukosa (gula) Wawancara Rasio
Darah dalam darah dinyatakan dengan
dalam mg/dL dan dilihat menggunak
berdasarkan data catatan an data
medik penderita. catatan
medis (CM)

E. Sumber Data Penelitian


1. Data Primer
Pengambilan data primer dilakukan dengan wawancara pria penderita diabetes
mellitus untuk mengetahui variabel umur, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan,
stress kerja, aktifitas fisik, obesitas, obesitas sentral, status merokok, lama
menderita DM, konsumsi obat-obatan, dan kadar gula darah.
2. Data Sekunder
a) Dinas Kesehatan Kota Semarang

18
Data jumlah kasus diabetes mellitus Kota Semarang Tahun 2015 diperoleh dari
Bidang Pemberantasan Pencegahan Penyakit Dinas Kesehatan Kota
Semarang.
b) Data dari Puskesmas Tlogosari Kulon
Data kunjungan pasien yang menderita penyakit diabetes mellitus di
Puskesmas Tlogosai Kulon.
c) Data-data penunjang lainnya yang diperoleh dari jurnal ilmiah maupun literatur
lain seperti jurnal, internet dan buku yang berhubungan dengan disfungsi
ereksi pada laki-laki penderita diabetes mellitus.
F. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Kuesioner
a. Kuesioner Data Diri Responden
Kuesioner ini digunakan untuk memperoleh informasi mengenai : nama,
umur, tempat tanggal lahir, pekerjaan, pendidikan, lama menderita DM,
dan konsumsi obat-obatan.
b. Kuesioer ISMA (International Stress Management Association)
Menurut International Stress Management Association, kuesioner ISMA
digunakan untuk mengukur apakah subjek mengalami stress atau tidak,
yang memuat 25 butir pertanyaaan yang dilakukan dengan wawancara.
Jawaban iya: bernilai 1 dan jawaban tidak bernilai 0. Apabila total nilai
jawaban responden >14 artinya responden mengalami stress kerja.
Sebaliknya, jika total nilai responden 0-13, responden tidak mengalami
stress kerja.52
c. Kuesioner GPAQ (Global Physical Activity Questionare)
Kuesioner GPAQ terdiri dari 16 pertanyaan sederhana mengenai aktivitas
sehari-hari.Data aktivitas fisik ini meliputi aktivitas responden dari empat
domain yaitu aktivitas fisik saat bekerja, berjalan dari satu tempat ke
tempat yang lain, rekreasi dan aktivitas menetap. Setelah mendapatkan
data tersebut, akan dimasukkan ke program software komputer untuk
selanjutnya diproses dan dikategorikan berdasarkan MET (Metabolic
Energy Turover) yang merupakan perbandingan antara laju metabolisme
saat bekerja dengan laju metabolisme saat istirahat. MET digambarkan
dengan satuan kg/kkal/jam.
Analisis hasil pengisian kuesiner GPAQ akan dikategorikan berdasarkan
perhitungan total volume aktivitas fisik yang disajikan dalam satuan MET

19
menit/minggu. Menurut analysis guide yang terlampir pada GPAQ, level
dari total aktivitas fisik akan dibagi menjadi tiga kategori sebagai berikut :
1) Tingkat aktivitas fisik tinggi, bila memenuhi salah satu kriteria :
a) aktivitas intensitas berat 3 hari atau lebih yang mencapai minimal
1500 MET-menit/minggu.
b) kombinasi berjalan, aktivitas intensitas berat, dan sedang yang
mencapai minimal 3000 MET-menit/minggu.
2) Tingkat aktivitas fisik sedang, bila memenuhi salah satu kriteria :
a) aktivitas intensitas berat 3 hari atau lebih selama 20 menit/hari
b) aktivitas intensitas sedang atau berjalan minimal 30 menit/hari
selama 5 hari atau lebih
c) antivitas intensitas berat, kombinasi berjalan yang mencapai 600
MET-menit/minggu selama 5 hari atau lebih.
3) Tingkat aktivitas fisik rendah, apabila tidak memenuhi semua kriteria
diatas.50

d. Kuesioner mengenai status merokok.


Ditanyakan kebiasaan merokok dulu dan sekarang, meliputi (lama
merokok, frekuensi merokok, jumlah rokok yang dikonsumsi per hari, jenis
rokok yaitu rokok buatan pabrik ; rokok buatan sendiri atau lintingan ;
rokok pipa atau cerutu.
2. Angket
EDIS (Erectile Dysfunction Intensity Scale )
Erectile Dysfunction Intensity Scale adalah 5 pertanyaan yang diambil dari 15
pertanyaan pada International Index of Erectile Function (IIEF). Berdasarkan
jumlah nilai yang didapat dengan menjawab pertanyaan itu, didapat
klasifikasi berat ringannya disfungsi ereksi, sebagai berikut : nilai 5-10= DE
berat ; nilai 11-15 =DE sedang; nilai 16-20= DE ringan. Bila jumlah nilai 21-25
berarti fungsi ereksi normal. 31
3. Alat Ukur
a. Microtoise
Digunakan untuk mengukur tinggi badan dengan cara responden melepas
sepatu atau alas kaki.
b. Timbangan Injak
Digunakan untuk mengukur berat badan dengan cara responden melepas
alas kaki dan tanpa beban.
c. Pita Pengukur (Measuring Tape)
Digunakan untuk mengukur lingkar perut dengan cara responden berdiri
tegak.
4. Alat Tulis

20
Alat tulis yang digunakan saat pengambilan data meliputi balpoint, pensil,
kertas, penghapus, kuesioner dan angket.
5. Perekam
Perekam digunakan untuk merekam pembicaraan responden saat
diwawancarai.
6. Kamera
Kamera digunakan untuk dokumentasi atau tanda bukti bahwa pewawancara
melakukan wawancara dengan responden.
7. Laptop
Laptop digunakan untuk mengolah dan menganalisis data.
G. Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan dalam pengambilan data pada penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Wawancara dengan Kuesioner
Metode wawacara adalah metode yang dipergunakan untuk
mengumpulkan data dimana peneliti mendapatkan keterangan secara lisan
dari responden mengenai umur, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan,
stress kerja, aktifitas fisik, status merokok, lama menderita DM, dan
konsumsi obat-obatan.
2. Pengukuran menggunakan alat ukur
Variabel yang tidak dapat diukur menggunakan kuesioner, diambil
menggunakan alat ukur seperti microtoise (TB), timbangan (BB), alat
pengukur lingkar perut.
3. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan metode pengumpulan data dengan
menggunakan berbagai sumber tulisan yang berkenaan dengan obyek
penelitian, dan dilakukan untuk mengetahui jumlah populasi dan sampel
serta data pendukung lainnya.
H. Pengolahan dan Analisis Data
1. Pengolahan Data
Data primer dan sekunder yang telah diperoleh dianalisis melalui proses
pengolahan data yang mencakup kegiatan - kegiatan sebagai berikut:
a. Editing
Pada tahap ini peneliti melakukan pemeriksaan kelengkapan dan kebenaran
data/jawaban yang telah dikumpulkan. Editing dilaksanakan di lapangan
sehingga bila ada kekurangan dalam pengisian kuesioner peneliti dapat
melengkapi dan menyempurnakan. Editing dilakukan dengan melakukan
pemeriksaan ulang kuesioner penelitian, kebenaran jawaban, konsistensi dan
relevansi jawaban terhadap daftar pertanyaan serta melengkapi kekurangan

21
dalam pengisian variabel karakteristik umur, tingkat pendidikan, tingkat
pendapatan, stress kerja, aktifitas fisik, obesitas, obesitas sentral, status
merokok, lama menderita DM, konsumsi obat-obatan, dan kadar gula darah.
b. Koding
Pemberian koding dan skoring tertentu pada tiap jawaban untuk memudahkan
proses Entry data. Koding dimaksudkan untuk mengklarifikasi jawaban-
jawaban yang ada menurut jenisnya. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan
pengolahan data dan memberikan skor.

Tabel 3.2 Koding dan Skoring Variabel Penelitian

No Variabel Koding
1 Status Disfungsi Ereksi 1. Tidak disfungsi ereksi
2. Disfunsi ereksi ringan
3. Disfungsi ereksi sedang
4. Disfungsi ereksi berat
2 Umur 1. 40 tahun
2. 40-50 tahun
3. 50 tahun
3 Tingkat Pendidikan 1. Tidak sekolah
2. Tidak Tamat SD
3. Tamat SD
4. Tamat SMP
5. Tamat SMA
6. Tamat PT
7. Tamat Pascasarjana
4 Tingkat Pendapatan 1. Pegawai pemerintah
2. Pegawai non pemerintah
3. Wiraswasta
4. Tanpa gaji
5. Pelajar
6. Pensiunan
7. Tidak bekerja (mampu bekerja)
8. Tidak bekerja (tidak mampu bekerja)
5 Stress kerja 1. Tidak stress
2. Stress
6 Obesitas 1. Tidak obesitas
2. Obesitas
7 Obesitas sentral 1. Tidak obesitas sentral
2. Obesitas sentral
8 Status merokok 1. Tidak merokok
2. Merokok
9 Lama menderita DM 1. < 5 tahun
2. 5 tahun
10 Konsumsi obat-obatan 1. Tidak mengkonsumi obat-obatan

22
2. Mengkonsumi obat-obatan
11 Kadar gula darah

c. Entry data
Setelah data terkumpul dan dilakukan pengkodean, kemudian data dientri ke
komputer dengan menggunakan program komputer. Data yang dimasukkan
yaitu umur, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, stress kerja, aktifitas fisik,
obesitas, obesitas sentral, status merokok, lama menderita DM, konsumsi
obat-obatan, dan kadar gula darah.
d. Cleaning
Data yang sudah dimasukkan kedalam program komputer kemudian dicek
ulang sebelum dilakukan analisis lebih lanjut. Hal ini dilakukan untuk
mengkoreksi kembali data yang sudah masuk ke dalam komputer. Data yang
dilakukan cleaning meliputi umur, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan,
stress kerja, aktifitas fisik, obesitas, obesitas sentral, status merokok, lama
menderita DM, konsumsi obat-obatan, dan kadar gula darah.
e. Tabulating
Hasil penelitian dibuat dalam bentuk tabel untuk tiap variabel yang diteliti
dengan tujuan untuk mempermudah dalam pembacaan. Tabulating dilakukan
pada setiap bagian kuesioner, meliputi kolom karakteristik responden meliputi
meliputi umur, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, stress kerja, aktifitas
fisik, obesitas, obesitas sentral, status merokok, lama menderita DM, konsumsi
obat-obatan, dan kadar gula darah.
5. Analisis Data
Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan untuk mendapatkan gambaran umum dan
distribusi karakteristik frekuensi yang dipakai untuk mendeskripsikan setiap
variabel yang diteliti meliputi umur, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, stress
kerja, aktifitas fisik, obesitas, obesitas sentral, status merokok, lama menderita
DM, konsumsi obat-obatan, dan kadar gula darah.

I. Jadwal Penelitian

NKegiatan Penelitian Pelaksanaan


No o N D J F M A
OKT NOV DES JAN FEB MAR APRIL
1 Studi Pendahuluan
1

23
2 Penyusunan Proposal
2 Penelitian
3 Seminar Proposal
3.
4 Pengumpulan Data
4.
6 Pengolahan Data
5.
6 Seminar Hasil
.6
7 Penyusunan Skripsi
7.
8 Sidang Skripsi
8.

DAFTAR PUSTAKA

1. Fallahi M, Mozaffari-khosravi H, Afkhami-ardekani M. Evaluation of Sexual


Function in Men with Diabetes Mellitus Type 2- Yazd Diabetes Research
Center. 2014;6(3):27.

2. Penson DF, Wessells H. Erectile Dysfunction in Diabetic Patients. :22530.

3. Papaharitou S, Athanasiadis L, Nakopoulou E, Kirana P, Portseli A, Iraklidou


M, et al. Erectile Dysfunction and Premature Ejaculation are the Most
Frequently Self-Reported Sexual Concerns: Profiles of 9 , 536 Men Calling A
Helpline. 2006;49:20057.

4. Shamloul R, Ghanem H. Erectile dysfunction. Lancet [Internet].


2013;381(9861):15365. Available from: http://dx.doi.org/10.1016/S0140-
6736(12)60520-0

5. Wibowo S. Disfungsi Ereksi. Yogyakarta: Pustaka Cendekia Press


Yogyakarta; 2005.

24
6. Bargiota A, Dimitropoulos K, Tzortzis V, Koukoulis GN. Sexual Dysfunction in
Diabetic Women. 2011;10(3):196206.

7. Likata GMU, Kuria MW, Owiti FR, Likata GMU, Kuria MW, Olando Y. Sexual
Dysfunction among Patients with Diabetes Mellitus.

8. Eliana F. Penatalaksanaan DM Sesuai Konsensus Perkeni 2015. 2015;

9. Rachmadi A. Kadar Gula Darah dan Kadar Hormon Testosteron pada Pria
Penderita Diebetes Melitus Hubungannya dengan Disfungsi Seksual dan
Perbedaanya dengan yang Tidak Mengalami Disfungsi Seksual.Universitas
Diponegoro. 2008;

10. Roth A, Leibovivi O, Kerbis Y, Koren E, Chen J, Sobot T, et al. Prevalence and
Risk Factors for Erectile Dysfunction in Men with Diabetes , Hypertension , or
Both Diseases: A Community Survey among 1 , 412 Israeli Men. 2003;30:25
30.

11. Sexual and Urologic Problems of Diabetes. National Institution Diabetes


Digenstive Kidney Dis. 2008;

12. Snow KJ. Erectile Dysfunction in Patients with Diabetes Mellitus advances in
treatment with phosphodiesterase type 5 inhibitors Abstract. 2002;2827.

13. World Health Organization. Definition and Diagnosis of Diabetes Mellitus and
Intermediate Hyperglycemia.

14. Wespes W, Eardly I, Giuliano F, Hatzichristou D, Hatzimouratidis K, Moncada


I, et al. Guidelines on Male Sexual Dysfunction: Erectile Dysfunction and
Premature Ejaculation. 2013;(March):12543.

15. Ediz C, Altintas R. Diabetes Mellitus and Sexual Dysfunction; A Systematic


Review of the Literature with Current Treatment Approaches. 2014;14.

16. Daz-daz E, Len MC. World s largest Science , Technology & Medicine
Open Access book publisher Erectile Dysfunction: A Chronic Complication of
the Diabetes Mellitus.

17. Sexual Dysfunction and Diabetes in Men. Diabetes Res Wellness Found.

25
18. Sugiharso MA, Saraswati MR. Hubungan disfungsi ereksi pada penderita
diabetes melitus tipe 2 terhadap kualitas hidup di poliklinik penyakit dalam
rsup sanglah provinsi bali. 2016;5(5):18.

19. Muhalla H. Studi Fenomologi Pengalaman Disfungsi Seksual pada Klien Pria
Diabetes Di RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo. 2011;

20. Kipu FF, Kawatu PAT, Kandou GD, Kesehatan F, Universitas M, Ratulangi S,
et al. Hubungan antara perilaku merokok dan kebiasaan minum alkohol
dengan kejadian disfungsi ereksi pada supir angkutan umum di terminal
karombasan kota manado.

21. Ugwu T, Ezeani I, Onung S, Kolawole B, Ikem R. Predictors of Erectile


Dysfunction in Men with Type 2 Diabetes Mellitus Referred to a Tertiary
Healthcare Centre. 2016;2016.

22. Araujo C, Souza M, Fernandes A, Pelegrini A, Andrade A, Guimarles A.


Physical Activity and Erectile Dysfunction: a systematic review Atividade fsica
e disfuno ertil: uma reviso sistemtica. Rev Braslleira Alividade Fis
Saude. 2014;

23. Riset Kesehatan Dasar. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan


Kementrian Kesehat RI. 2013;

24. Dinas Kesehat Provinsi Jawa Tengah Tahun 2015. 2015.

25. Profil Kesehatan Kota Semarang 2014. 2014.

26. Ochiltree L. Dysfunction in Men with Diabetes. 2000;526.

27. Astutik P. Studi tentang beberapa faktor pria umur 40 tahun terkait dengan
status disfungsi ereksi pada masyarakat etnik china dan pribumi di kecamatan
lasem kabupaten rembang juli-agustus 2006. 2006;

28. Nafisah F, Syarafina A, Bosnia A. Kelainan dan Disfungsi Seksual. 2015;

29. Hatzimouratidis K, Eardley I, Giuliano F, Moncada I, Salonia A. Guidelines on


Male Sexual Dysfunction: Eur Assoc Urol. 2015;

30. Rehman K, Beshay E, Carrier S. Diabetes and Male Sexual Function.

26
2001;1(1):2933.

31. Phangkahila W. Disfungsi Seksual Pria. Dr. Yulherina, editor. Ikatan Dokter
Indonesia; 2005.

32. What I need to know about Erectile Dysfunction. National Institution Diabetes
Digenstive Kidney Dis.

33. Phangkahila W. Menguak disfungsi ereksi, Menyimak masalah pria, Keluhan


wanita. Jakarta: PT Gramedia; 2005. 5-0,25-9,68 p.

34. Wasito B, Suprapta H, Suhardono. Hubungan antara Budaya dan Disfungsi


Seksual. Pusat Penelitian dan Pengembangan Pelayanan dan Teknologi
Kesehatan Surabaya. :110.

35. Gandaputra E, Wratsangka R. Andropause: Kemungkinan Terapi Sulih


Testosteron pada Pria Lansia. 2001;20.

36. Maiorino MI, Bellastella G, Esposito K. Diabetes and Sexual Dysfunction:


Current Perspectives. 2014;95105.

37. Antou EKR. Pengaruh Hipertensi terhadap Disfungsi Ereksi. e-Biomedik.


2014;2(November):18.

38. Dodie NJ, Tendean L, Wantouw B. Pengaruh lamanya diabetes melitus


terhadap terjadinya disfungsi ereksi. 2013;1(November):11205.

39. Tendean L, Wantouw B. Pengaruh obesitas terhadap terjadinya disfungsi


seksual pria. :68690.

40. Corona G, Rastrelli G, Filippi S, Vignozzi L, Mannucci E, Maggi M. Erectile


dysfunction and central obesity: an Italian perspective. Asian J Androl
[Internet]. 2014 [cited 2017 Jan 25];16(4):58191. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/24713832

41. Dwianty D, Widiastuti R. Hubungan Obesitas Sentral dengan Andropause di


RSUD Prof. Margono Soekarjo Purwokerto. Mandala Heal.
2011;5(September):3647.

42. World Health Organization. Waist Circumference and Waist-Hip Ratio: Report

27
of a WHO Expert Consultation. World Heal Organ. 2008;(December):811.

43. Tipe DM, Indonesia DI. No Title. 2011;

44. Misnadiarly. Diabetes Mellitus Ganggren Ulcer dan Infeksi. Jakarta: Pustaka
Populer Obor; 2006. 138 p.

45. Notoatmodjo. Metodologi Penelitian Kesehatan. PT Rineka Cipta; 2005.

46. Sujarweni. Metodologi Penelitian Lengkap, Praktis dan Mudah Dipahami.


Jakarta: PT Pustaka Baru; 2014.

47. Sastroasmoro. Dasar-dasar Metode Penelitian Klinis. Edisi ke-4. Jakarta:


Sagung Seto; 2011.

48. Sugiyono. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alvebeta; 2007.

49. Susetyo. Mengatasi Stress di Tempat Kerja. Jakarta: Bina Rupa Aksara; 1991.

50. World Health Organization. Guideline Global Physical Activity Questionnaire.

51. Christopher GC, Gates J. The State of Obesity: 2015;

52. ISMA. Stress questionnaire. International Stress Management Association


UK. 2013;0:12.

28
LAMPIRAN
29
30

Anda mungkin juga menyukai