Anda di halaman 1dari 5

DASAR TEORI

Menurut Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia
Tahun 2013, Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian,
perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun
tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia,
termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam
proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman. Bahan Tambahan
Pangan, selanjutnya disingkat BTP, adalah bahan yang ditambahkan ke dalam pangan untuk
mempengaruhi sifat atau bentuk pangan.(Rusdi, Zulharmita and Nurrohmah, 2015)

Pemerintah memiliki otoritas dalam keterlibatan terhadap keamanan pangan yang sangat
mempengaruhi ekonomi masyarakat. Konsumen (masyarakat yang seharusnya mendapat
keterjaminan) tidak dapat mendeteksi risiko atau bahaya pangan pada saat pembelian. Hal ini
dipicu oleh beberapa sebab antara lain: informasi pangan yang tidak jujur, bahan berbahaya
dapat masuk ke makanan di mana saja, dari lahan sampai meja makan, produsen mungkin tidak
mampu mengidentifikasi risiko pada tingkat aman dan kekurangan informasi. (Rusdi,
Zulharmita and Nurrohmah, 2015)

Kualitas daging segar oleh konsumen pada umumnya masih berdasarkan karakteristik
pancaindera dan organoleptik. Organoleptik meliputi dari segi warna dari organ penglihatan
menunjukkan tingkat kesegaran daging, misalnya merah segar (bright red) karena masih adanya
pigmen hemoglobin darah serta mioglobin dari sel. Daging termasuk makanan yang mengandung
protein. Protein merupakan salah satu makanan yang penting bagi tubuh, mempunyai fungsi
sebagai pertumbuhan sel, pengganti sel yang rusak dan sebagai bahan bakar dalam tubuh
manusia. Oleh sebab itu kekurangan protein dapat menyebabkan gangguan pada manusia.
Daging yang berwarna pucat menunjukkan daging sudah lama disembelih atau berasal dari
hewan yang tidak sehat. Kualitas daging yang lebih penting adalah jumlah mikroba yang
terdapat dalam daging yang akan dikonsumsi sejak dari tempat penyembelihan sampai toko atau
depot daging, karena jumlah total mikroba menunjukkan kelayakan dan keamanan daging
tersebut untuk dikonsumsi. (Rusdi, Zulharmita and Nurrohmah, 2015)
Peningkatan kebutuhan akan makanan dapat dipenuhi dengan dilakukannya penambahan
zat kimia pada makanan yang dikenal sebagai zat tambahan makanan. Bahan Tambahan
Makanan (food additive) adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan
biasanya bukan merupakan komponen khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai
gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi pada
pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan dan penyimpanan. Zat
tambahan makanan berarti bahan apa pun yang biasanya tidak dimakan sendiri sebagai suatu
makanan dan biasanya tidak digunakan sebagai bahan-bahan khas untuk makanan, baik
mempunyai nilai gizi atau tidak, yang bila ditambahkan dengan sengaja pada makanan
untuk tujuan teknologi diharapkan berakibat (secara langsung atau tidak langsung) makanan
itu atau hasil sampingannya menjadi bagian komponen makanan itu atau mempengaruhi ciri-ciri
makanan itu.(Nur and Suryani, 2011)

Beberapa zat kimia ditambahkan pada makanan untuk meningkatkan keawetannya,


untuk membuat makanan itu dapat diproduksi secara missal atau untuk meningkatkan daya tarik
bagi konsumennya dalam segi warna, rasa, bentuk dan kemudahan. Bahan tambahan sangat
membantu proses pengolahan makanan selama kadarnya tidak melebihi kadar yang dapat
ditolerir oleh tubuh. (Nur and Suryani, 2011)

Daging mudah rusak, untuk penyimpanan yang lama dibutuhkan bahan pengawet.
Pengawetan daging bertujuan untuk memperpanjang masa simpannya sampai sebelum
dikonsumsi. Berdasarkan metode, pengawetan daging dapat dilakukan dengan metode yaitu
pengawetan secara fisik, biologi, dan kimia. Pengawetan secara fisik meliputi proses pelayuan
(penirisan darah selama 12-24 jam setelah ternak disembelih), pemanasan (proses pengolahan
daging untuk menekan/membunuh kuman seperti pasteurisasi, sterilisasi) dan pendinginan
(penyimpanan di suhu dingin refrigerator suhu 4-10C, freezer suhu <0C), pengawetan secara
biologi melibatkan proses fermentasi menggunakan mikroba seperti pembuatan produk alami,
sedangkan pengawetan kimia merupakan pengawetan yang melibatkan bahan kimia. Pengawetan
secara kimia dibedakan menjadi pengawetan menggunakan bahan kimia dari bahan aktif alamiah
dan bahan kimia (sintetis). Pengawetan menggunakan bahan aktif alamiah antara lain
menggunakan rempah-rempah (bawang putih, kunyit, lengkuas, jahe), metabolit sekunder
bakteri (bakteriosin), dan lain- lain yang dilaporkan memiliki daya antibakteri, antimikroba, dan
bakterisidal. Pengawetan menggunakan bahan kimia seperti garam dapur, sodium nitrit, sodium
asetat, gula pasir dan lain-lain. Dengan jumlah penggunaan yang tepat, pengawetan dengan
bahan kimia sangat praktis karena dapat menghambat berkembang biaknya mikroba jamur,
kapang/khamir dan bakteri pathogen. (Rusdi, Zulharmita and Nurrohmah, 2015)

Nitrat dan nitrit merupakan salah satu zat pengawet yang digunakan dalam proses
pengawetan daging untuk memperoleh warna yang baik dan mencegah pertumbuhan mikroba.
Nitrit sebagai pengawet diijinkan penggunaannya, akan tetapi perlu diperhatikan penggunaannya
dalam makanan agar tidak melampaui batas, sehingga tidak berdampak negatif terhadap
kesehatan manusia. Permenkes RI No. 1168/Menkes/Per/X/1999 2 tentang bahan tambahan
makanan, membatasi penggunaan maksimum pengawet nitrit di dalam produk daging olahan
yaitu sebesar 125 mg/kg. Konsumsi nitrit yang berlebihan dapat menimbulkan kerugian bagi
pemakainya, baik yang bersifat langsung, yaitu keracunan, maupun yang bersifat tidak langsung,
yaitu nitrit bersifat karsinogenik. (Nur and Suryani, 2011)

Bahan makanan yang tercemar oleh nitrit ataupun bahan makanan yang diawetkan
menggunakan nitrat dan nitrit dapat menyebabkan methemoglobin simptomatik pada anak-anak.
Walaupun sayuran jarang menjadi sumber keracunan akut, mereka memberi kontribusi >70%
nitrat dalam diet manusia tertentu. Kembang kol, bayam, brokoli, dan umbi- umbian memiliki
kandungan nitrat alami lebih banyak dari sayuran lainnya. Sisanya berasal dari air minum (+
21%) dan dari daging atau produk olahan daging (6%) yang sering memakai natrium nitrit
(NaNO2) sebagai pengawet maupun pewarna makanan. Methemoglobin simptomatik telah
terjadi pada anak-anak yang memakan sosis yang menggunakan nitrit dan nitrat secara
berlebihan. (Rusdi, Zulharmita and Nurrohmah, 2015)

Era globalisasi sekarang ini, banyak masyarakat yang menginginkan sesuatu secara
instan, sebagai contoh makanan siap saji. Makanan siap saji yang saat ini digemari masyarakat
adalah sosis. Sosis merupakan produk olahan daging yang mempunyai nilai gizi tinggi,
berbentuk silindris dengan panjang kira-kira 8 cm-10 cm yang umumnya menggunakan bahan
pengawat seperti nitrit. Sosis tidak hanya digemari anak-anak, melainkan remaja dan dewasa
bahkan orang tua juga menyukainya. (Nur and Suryani, 2011)
Menurut Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia
Nomor 36 Tahun 2013 Tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan Pangan
Pengawet, batas maksimum penggunaan kalium nitrit atau natrium nitrit pada produk-produk
olahan daging, daging unggas dan daging hewan buruan dalam bentuk utuh atau potongan yaitu
30 mg/kg. BTP dapat mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang sengaja ditambahkan
ke dalam pangan untuk tujuan teknologis pada pembuatan, pengolahan, perlakuan, pengepakan,
pengemasan, penyimpanan dan/atau pengangkutan pangan untuk menghasilkan atau diharapkan
menghasilkan suatu komponen atau mempengaruhi sifat pangan tersebut, baik secara langsung
atau tidak langsung (Rusdi, Zulharmita and Nurrohmah, 2015)
DAFTAR PUSTAKA

Nur, H. H. and Suryani, D. (2011) Analisis Kandungan Nitrit Dalam Sosis Pada Distributor
Sosis Di Kota Yogyakarta Tahun 2011, Jurnal KEMAS UAD, pp. 112.

Rusdi, Zulharmita and Nurrohmah, I. S. (2015) Analisis pengawet nitrit pada daging sapi
dengan spektrofotometri uv-vis, 7(1).

JAWABAN PERTANYAAN

Uji kualitatif

Masing-masing sampel merk sosis ditimbang sejumlah 5 gram kemudian diletakkan


dimortir, dihaluskan homogenkan dengan ditambahkan aquadest 25 ml. Sampel yang sudah
dihaluskan kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi, masing-masing ditambahkan
larutan kalium alumunium sulfat (KASO4) 20% dan dimasukkan ke dalam centrifuge
selama 10 menit. KASO4 berfungsi untuk memisahkan larutan protein (mengendap) dan larutan
bening (kemungkinan mengandung nitrit). Larutan bening dari masing-masing sampel diambil
dengan pipet dan di masukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian masing-masing ditambahkan 1
ml larutan asam sulfanilat %, 1 ml diphenyl amin 0,1 % dan 1 ml N-1-naftiletilen-diamonium
diklorida, diamati perubahan warna yang terjadi, perubahan warna larutan dari bening menjadi
merah muda menunjukkan bahwa larutan tersebut mengandung nitrit.

Anda mungkin juga menyukai