Anda di halaman 1dari 6

Hubungan Diabetes Mellitus Dengan Perawatan Di Kedokteran Gigi

Untuk menentukkan macam perawatan di kedokteran gigi, sudah semestinya dokter


gigi melakukan anamnesa dan pemeriksaan lain guna menunjang diagnosa serta macam
perawatan yang akan dilakukan. Diabetes mellitus terkadang menyusahkan para dokter gigi
untuk melakukan suatu pencabutan maupun pembedahan. Hanya pasien diabetes mellitus
terkontrol yang dapat dilakukan tindakan pembedahan dentoalveolar. Untuk itu perlu
konsultasi dan bekerja sama dengan dokter umum yang merawatnya. Sebaiknya kadar gula
darah penderita diturunkan sampai batas tertentu sehingga komplikasi post tindakan dapat di
minimalisasi. Ekstrasi gigi pada pasien dengan kelainan penyakit sistemik membutuhkan
pertimbangan yang serius dari beberapa aspek tindakan dan reaksi. Pasien dengan penyakit
diabetes mellitus memiliki resiko lebih tinggi dalam ekstrasi gigi.
Penderita juvenile diabetes dengan ketergantungan insulin khususnya, lebih mudah
kehilangan kontrol di samping itu, mereka sering memperlihatkan fluktuasi kadar gula darah
yang besar. Perawatan khusus dibutuhkan di sini. Disamping itu, kerjasama dengan dokter,
konsultan atau rumah sakit adalah mutlak perlu. Hal ini juga perlu bagi persiapan sebelum
operasi dan perawatan setelah operasi. Dokter umum atau konsultan harus dihubungi
mengenai kemungkinan pasien perlu dirawat di rumah sakit.
Pada dasarnya resiko operasi pembedahan terletak pada kemungkinan hilangnya
kontrol metabolisme yang diakibatkan dari krisis hiperglikemik atau hipoglikemik, terhadap
meningkatnya kecenderungan perdarahan dan timbulnya masalah-masalah penyembuhan
luka. Penyebab potensial dari hilangnya pengendalian metabolik adalah stress, anestesi lokal,
terutama jika disuntikan preparat yang mengandung adrenalin, pengobatan setelah operasi,
perubahan dan sebelum dan sesudah operasi pada diet/makanan dan perubahan pada terapi
dengan obat-obatan. Jika direncanakan pencabutan gigi molar ketiga, harus ditekankan pada
pasien sewaktu ia diberitahu mengenai hari operasi, bahwa ia hendaknya tidak merubah
pengobatan dan dietnya serta yang terpenting tidak datang pada hari operasi dengan perut
kosong. Banyak ahli menganggap bahwa pasien perlu puasa walaupun untuk operasidengan
anestesi lokal. Bagi penderiata diabetes yang tergantung insulin, kurangnya makanan
tentunya akan menimbulkan krisis hipoglikemik.
Dengan digunakannya anestesi lokal, maka harus diperhatikan bahwa adrenalin yang
disuntikkan bersifat antagonistik terhadap insulin dan oleh karenanya tidak boleh digunakan
pada penderita diabetes. Dianjurkan penggunaan anestesi lokal tanpa penambahan
vasokonstriktor. Pada pembedahan dentoalveolar yang dilakukan pada pasien diabetes type I
terkontrol harus mendapatkan pemberian insulin seperti biasanya dilakukan sebelum
pembedahan dan makan karbohidrat yang cukup. Sedangkan pasien diabetes type II,
pembedahan dentoalveolar dengan menggunakan anestesi lokal biasanya tidak memerlukan
tambahan insulin atau hipoglikemik oral.
Pembekuan darah pada penderita diabetes mellitus, baik yang IDDM maupun
NIDDM sedikit terganggu. Artinya cloating timependerita tidak seperti orang non-
diabetes. Kecenderungan perdarahan yang meningkat dapat dihubungkan dengan vasopati
dan infeksi yang sering kambuh kembali pada mukosa mulut. Perdarahan selama atau setelah
operasi, biasanya dapat dikendalikan melalui perawatan lokal. Meningkatnya insiden infeksi
disebabkan oleh terganggunya produksi antibodi yang diakibatkan karena kurangnya
glikogen; vasopati adalah faktor yang lain. Infeksi yang tidak berbahaya juga dapat
mempengaruhi kebutuhan insulin.
Selain prosedur pembedahan konservatif dan drainase luka, perlu dipertimbangkan
perlunya terapi antibiotika profilaktik. Diabetes yang terkontrol dengan baik tidak
memerlukan terapi antibiotik profilaktik untuk pembedahan rongga mulut, namun penderita
diabetes yang tidak terkontrol akan mengalami penyembuhan lebih lambat dan cenderung
mengalami infeksi, sehingga memerlukan pemberian antibiotik profilaktik.
Dengan adanya fluktuasi yang nyata dari kadar gula darah, kehilangan kesadaran yang
tiba-tiba dapat terjadi, pada kasus ini diperlukan penyuntikan intravena (40-80 ml) larutan
glukosa 40%. Perawatan ini tepat untuk syok hipoglikemik dan tidak akan mempunyai
pengaruh yang merugikan pada kasus koma hiperglikemik. Biasanya ketoasidosis atau koma
hiperglikemik berkembang setelah beberapa hari. Untuk mengatasi ketoasidosis perlu
pemberian insulin dan cairan. Hal tersebut sebaiknya dilakukan di rumah sakit ( pasien rawat
inap ).
Kegoyahan gigi disebabkan karena meningkatnya penyakit pada jaringan periodontal
yang disertai dengan adanya kerusakan pada jaringan periodontal tersebut. Diabetes mellitus
(DM) merupakan faktor predisposisi terhadap timbulnya infeksi. Di dalam mulut DM dapat
meningkatkan jumlah bakteri sehingga menyebabklan adanya kelainan pada jaringan
periodontal, dan bila berlanjut dapat menyebabkan gigi menjadi goyah, tapi pada penderita
DM yang terkontrol dengan baik akan menyebabkan penurunan terjadinya infeksi.
Sehubungan dengan hal tersebut, perlu dilakukan penelitian yang bertujuan untuk
menentukan menurunnya derajat kegoyahan gigi pada penderita DM yang terkontrol kader
glukosa darahnya.
http://digilib.ekologi.litbang.depkes.go.id/go.php?id=jkpkbppk-gdl-res-2002-made-
2285-kadar
Pada penderita diabetes dapat terjadi xerostomia akibat penurunan sekresi air ludah
karena diuresis. Penurunan sekresi ini terutama dari kelenjar parotis cenderung membuat pH
menurun. Di samping itu terjadi kenaikan kadar glukosa cairan mulut yang akan
dimetabolisme oleh bakteri mulut menjadi asam. Kondisi ini juga menurunkan pH air ludah,
karena pH air ludah dipengaruhi oleh kapasitas buffer yang terutama dipengaruhi kecepatan
sekresi ludah parotis. Sehingga jika sekresi parotis menurun maka kapasitas buffer pun
menurun dan pH-pun ikut menurun. Penurunan pH ini juga terjadi karena peningkatan
konsentrasi glukosa darah diikuti peningkatan konsentrasi glukosa dalam ludah kelenjar
parotis, glukosa dalam ludah ini akan dimetabolisme oleh bakteri mulut dan menghasilkan
asam.
Di lain pihak, pada penderita diabetes melitus juga terjadi mikroangiopati yang
menyebabkan kerusakan pembuluh darah kecil sehingga terjadi ekstravasasi sel-sel darah,
protein dan plasma yang terjadi juga di pembuluh darah di mulut; protein tersebut akan
dimetabolisme oleh bakteri mulut menghasilkan basa. Pada penderita diabetes juga terjadi
peningkatan kandidiasis mulut yang menghasilkan produk peragian bersifat asam. Sedangkan
pH optimum untuk tumbuhnya jamur.
Meskipun pH saliva cenderung turun tapi insidensi karies pada penderita diabetes
Melitus tidak meningkat dibandingkan dengan kontrol nondiabetes, sebaliknya terjadi
peningkatan penyakit periodontal, yang biasanya berawal dari terbentuknya kristal patologis
dan karang gigi yang sering terjadi karena peningkatan pH air ludah, ditambah dengan
mikroangiopati diabetik yang mengenai pembuluh darah di jaringan periodontal .
Mikroangiopati diabetik ini menyebabkan endotel rusak, adhesi-agregasi trombosit
membentuk mikrotrombus, proliferasi otot polos, penebalan membrana basalis, metabolisme
kolagen, dan penumpukan lipoprotein. Hal ini mengganggu difusi oksigen dan nutrisi
jaringan serta menurunkan daya tahan tubuh terhadap kuman sehingga jaringan periodontium
rentan terhadap penyakit.
Perawatan Bedah Mulut
Ekstrasi gigi pada pasien dengan kelainan penyakit sistemik membutuhkan
pertimbangan yang serius dari beberapa aspek tindakan dan reaksi. Pasien dengan penyakit
diabetes mellitus memiliki resiko lebih tinggi dalam ekstrasi gigi. Pembekuan darah pada
penderita diabetes mellitus, baik yang IDDM maupun NIDDM sedikit terganggu. Artinya
cloating time penderita tidak seperti orang non diabetes.
Salah satu komplikasi akut diabetes mellitus adalah koma hiperosmoler non ketotik.
Penyakit ini disebabkan tingginya kadar gula darah melebihi 600 mg% yang mengakibatkan
pasien mudah shock. Setelah parastesi, ekstrasi perlu diikuti dengan tampon selama 30 menit.
Hal ini dilakukan agar bleeding dapat teratasi. Dilakukan penambahan insulin guna mencegah
terjadinya shock
Pada tindakan pembedahan, terdapat sedikit perbedaan antara penderita diabetes
mellitus tipe 1 dan tipe 2. Pada penderita diabetes mellitus tipe 1, sebelum dilakukan
pembedahan harus dilakukan terapi insulin, dengan memberikan suntikan insulin karena
jumlah insulinnya tidak mencukupi kebutuhan. Sedangkan pada tipe 2, tidak perlu diberikan
suntikan insulin. Selain itu, pada pemberian anastesi lokal harus dihindarkan dari bahan
vasokontriktor karena mengandung adrenalin yang dapat meningkatkan glukosa dalam darah.
Secara umum, penderita diabetes mellitus perlu perawatan kesehatan mulut yang
teratur dan sering sebab penderita diabetes mellitus lebih peka terhadap infeksi. Hal ini
disebabkan antara lain karena imunitas selular dan hormonal penderita diabetes mellitus
menurun; fungsi leukosit terganggu; dan kadar gula dalam darah tinggi. Perawatan
kedokteran gigi yang dilakukan pada penderita diabetes melitus baik IDDM maupun NIDDM
secara umum sama. Karena sebenarnya pada diabetes mellitus terjadi gangguan pada
insulinnya.
Manifestasi rongga mulut pada penderita diabetes antara lain: penyakit gusi yang
semakin luas, gingivitis, kandidiasis, liken planus, periodontitis, kehilangan gigi, luka sulit
sembuh, infeksi dan penyakit mulut gigi, karies, sakit pada lidah, mulut kering/xerostomia,
mulut terasa terbakar, disfungsi pada pengecapan.
Diabetes Mellitus (DM) merupakan faktor predisposisi terhadap timbulnya infeksi. Di
dalam mulut DM dapat meningkatkan jumlah bakteri sehingga menyebabkan adanya kelainan
pada jaringan periodontal, dan bila berlanjut dapat menyebabkan gigi menjadi goyah.
Pasien dengan penyakit diabetes, resiko terinfeksi jaringan periodontal semakin besar
bahkan mencapai 2-4 kali daripada pasien non-diabetes. Infeksi periodontal kronis
menyebabkan inflamasi sistemik yang nantinya meningkatkan resistensi insulin dan
hiperglikemia. Resistensi insulin menghambat kontrol glikemia secara optimal dan
meningkatkan resiko penyakit jantung. Penyakit diabetes yang dapat menjadi penyebab
utama lesi ginggiva, xerostomia, hipereami mukosa, palatum dan lidah terasa kering/terbakar,
hilangnya papilla lidah dan masalah vaskularisasi dini.
Untuk mengantisipasi hal diatas, perlu direkomendasikan menggosok gigi dengan
pasta yang mengandung triclosan/copolymerminimal dua kali sehari serta test HbA1c
minimal tiga bulan sekali.
Ekstraksi gigi pada pasien dengan kelainan penyakit sistemik membutuhkan
pertimbangan yang serius dari beberapa aspek tindakan dan reaksi. Pasien dengan penyakit
diabetes mellitus memiliki resiko lebih tinggi dalam ekstraksi gigi. Pembekuan darah pada
penderita diabetes mellitus, baik yang IDDM ataupun yang NIIDM sedikit terganggu.
Artinya cloating time penderita tidak seperti orang non-diabetes. Salah satu komplikasi akut
diabetes mellitus adalah koma hiperosmoler non ketotik. Panyakit ini disebabkan tingginya
kadar gula darah melebihi 600 mg% yang mengakibatkan pasien mudah syok.
Pada tindakan pembedahan, perlu penangan khusus bagi penderita Diabetes Mellitus.
Terdapat sedikit perbedaan antara penderita DM tipe 1 dan tipe 2. Pada penderita DM tipe 1,
sebelum dilakukan pembedahan harus dilakukan terapi insulin, dengan memberikan suntikan
insulin karena jumlah insulinnya tidak mencukupi kebutuhan. Sedangkan pada DM tipe 2,
tidak perlu diberikan suntikan insulin. Selain itu, pada pemberian anastesi lokal, penderita
DM harus dihindarkan dari bahan vasokonstriktor karena mengandung adrenalin yang dapat
meningkatkan glukosa dalam darah. Sedangkan pada pemberian anestesi umum pada
pembedahan besar maka efek obat ini akan mempengaruhi keadaan metabolik. Hal ini
dikarenakan obat-obat anestesi yang digunakan dalam pembedahan dapat menaikkan kadar
gula dalam darah karena obat tersebut langsung menekan sel beta pankreas melalui pelepasan
katekolamin yang menyebabkan berkurangnya produksi insulin.
Apabila dilakukan penanganan sesuai instruksi diatas, maka kemungkinan besar
penderita DM tidak mengalami masalah dalam ekstraksi gigi seperti syok anafilaktis,
bleeding yang berlebihan, dan sebagainya.
Penyakit sistemik seperti diabetes mellitus dapat menghambat dilakukannya
perawatan prostodonsia. Penyakit kronis yang serius dapat menurunkan adaptibilitas dan
fisiologis dan psikiologis. Pada penderita diabetes mellitus, biasanya pasien enggan kembali
ke untuk kontrol sebab tidak percaya diri terhadap bau nafas yang khas. Hal ini dapat
menghambat pengamatan perkembangan pertumbuhan yang terjadi. Apabila hal ini terjadi,
maka disinilah peran psikologis dokter gigi. Dokter gigi harus bisa membuat pasien percaya
diri (confident maker)dan memberi keyakinan kepada pasien bahwa perawatan yang akan
atau sedang dijalani akan berhasil.
Selain itu, xerostomia yang merupakan gejala diabetes mellitus juga dapat
menghambat retensi pesawat ortodonsia dengan menghambat daya adhesi antara basis gigi
tiruan lepasan dengan mukosa mulut dan daya kohesi cairan saliva. Untuk mengatasi masalah
itu, perlu dihindari penggunaan bahan cetak plaster sebab bahan ini mengabsropsi
kelembaban rongga mulut
Penderita DM pada perawatan orto, misalnya dalam pemakaian alat orto (kawat)
dapat menyebabkan gingivitis. Pada penderita DM terdapat kecenderungan gigi goyang. Hal
ini merupakan salah satu kontraindikasi pemerataan gigi, karena dengan adanya pemakaian
kawat, akan menghasilkan tekanan yang terlalu besar pada gigi, sehingga gigi goyang yang
akhirnya akan menyebabkan gigi tanggal. Untuk menghindari masalah yang lebih serius ini,
penderita diabetes mellitus dalam perawatan ortodonsi diharapkan kontrol secara intensif dan
berkala kepada ahli ortodonsi.
Pada penderita diabetes juga terjadi gangguan pada sekresi saliva. Pada pasien
diabetes sering mengalami xerostomia atau mulut kering sehingga dapat memicu terjadinya
karies. Saliva dalam rongga mulut sangat bermanfaat dalam membasahi rongga mulut.
Sehingga keadaan ini memicu pertumbuhan bakteri S. Mutans yang nantinya akan berakibat
pada terbentuknya karies. Penderita diabetes sangatlah riskan terhadap karies dibandingkan
dengan non-diabetes.
Pada penderita diabetes secara umum dapat dilihat secara klinis yaitu pada gusi pasien
sering berdarah apabila terkena trauma walaupun itu kecil seperti dalam penggunaan sikat
gigi. Selain itu penderita diabetes sering mengalami kandidiasis karena kebanyakan pada
penderita diabetes keadaan rongga mulutnya jelek sehingga banyak tumbuh bakteri dan jamur
terutama Candida Sp.
Prognosis pasien penderita diabetes mellitus akan baik apabila ditunjang dengan
perawatan lebih lanjut yang baik pula. Setelah perawatan utama selesai, penderita masih
harus menjaga dan merawatnya. Penderita harus menjaga oral hygiene agar tetap baik. Hal
ini dapat dilakukan dengan menggosok gigi minimal dua kali, setelah makan pagi dan
sebelum tidur; membersihkan lidah dengan tongue cleaners; penggunaan bahan anti jamur
seperti fungatin dan sebagainya.
3.3 Hubungan Obat Antidibetik Dengan Perawatan Di Kedokteran Gigi
Pengaruh obat antidiabetik terhadap rongga mulut dalam semua bidang kedokteran
gigi (jaringan periodontal, oral medicine, konservasi gigi, bedah mulut, orthodonsi,
prostodonsi) sebenarnya hampir sama. Hal ini disebabkan karena obat antidiabetik memiliki
cara kerja yang relatif sama, yaitu merangsang atau menambahkan insulin dan menghambat
glukoneogenesis. Perlu diingat bahwa penderita diabetes mellitus lebih peka terhadap infeksi.
Hal ini disebabkan antara lain karena imunitas selular dan hormonal penderita diabetes
mellitus menurun; fungsi leukosit terganggu; dan kadar gula dalam darah tinggi. Efek insulin
adalah menurunkan kadar gula darah. Dengan begitu, tubuh penderita diabetes mellitus sudah
tidak begitu peka terhadap infeksi. Sehingga penyakit-penyakit yang telah tersebut diatas
dapat terhindari atau setidaknya dapat terkurangi insidensinya.
ss

Anda mungkin juga menyukai