Anda di halaman 1dari 4

Nasionalisme Kaum Muda

Tulisan ini adalah critical review dari artikel Nasionalisme Kaum Muda yang ditulis
oleh Dimas Oky Nugroho yang mengulas isi suatu majalah yang bernama majalah Monocle
dengan topik yang berjudul How to Make a Nation: A Monocle Guide. Pada artikel ini Dimas
Oky Nugroho menjelaskan tentang arti penting nasionalisme kaum muda bagi bangsa dan
negara. Hal ini sangat sesuai di era globalisasi saat ini.

Sebagai dasar pemahaman, upaya membentuk negara-bangsa harus bersendikan pada


inisiatif memberdayakan dan memperkuat rakyat. Rakyat harus memahami esensi kedaulatan
di tangan mereka. Kelahiran dan keberlangsungan sebuah nasion terkait erat dengan
komitmen, partisipasi, dan progresivitas rakyatnya sendiri. Namun, proses membentuk nasion
tidak berlangsung statis atau membeku dalam satu kurun waktu tertentu, yang hanya dikenang
atau dibaca dalam teks sejarah secara kaku dan artifisial. Membentuk dan merawat nasion
adalah sebuah proses aktif yang berlangsung secara terus-menerus, kreatif, dan konsisten
tanpa mengkhianati nilai-nilai historis otentik yang menjadi konsensus dasar atau fondasi
pembentukan sebuah nasion.

Pada artikelnya, Dimas Oky Nugroho menjelaskan bahwa bagi anak muda kekinian,
menjadi seorang nasionalis hari gini memiliki arti eksis berpartisipasi secara positif dalam ruang-
ruang publik alternatif. Dimulai dari hal-hal yang tampak kecil sampai aktivitas yang besar.
Mendirikan komunitas independen sesuai hobi, membangun gerakan solidaritas, menata kota
agar nyaman dan ramah lingkungan, mencoba berwirausaha, sampai hal-hal rumit, seperti
mendorong sistem politik yang lebih responsif dan terbuka, serta agar pemerintah bekerja
benar dan akuntabel. Aktivitas-aktivitas itu sejatinya berasal dari hasrat dan energi yang
berlimpah dari para kaum muda tersebut untuk berekspresi, terlibat, dan diakui secara sosial
oleh lingkungannya. Problemnya, dalam proses pembangunan kita paling tidak sejak reformasi
bergulir, ironisnya tidak ada konsep kebijakan politik negara yang solid dan cemerlang untuk
memberdayakan dan memfasilitasi kaum muda sebagai generasi juara kepemimpinan
mendatang.
Dalam argumen ini, saya setuju dengan penulis, untuk menjadi seorang nasionalis tidak
harus dengan melakukan hal yang besar. Tetapi bisa dilakukan dengan hal kecil seperti yang
disebutkan oleh penulis, karena di zaman modern ini anak muda memiliki kemudahan berupa
teknologi yang canggih untuk membantu meningkatkan rasa nasionalis.

Dalam argumen ini, penulis juga memaparkan masalah yang terjadi terhadap kaum
muda, yakni kurangnya perhatian dari Negara tentang fasilitas untuk memberdayakan kaum
muda. Dan faktanya saat ini memang kurangnya fasilitas yang diberikan oleh pemerintah untuk
kaum muda dalam mengembangkan nasionalisme. Telah disebutkan penulis bahwa untuk
menjadi seorang nasionalis bisa memulai dengan hal kecil dan hal besar seperti melakukan
komunitas hobi, menata kota agar nyaman dan ramah lingkungan. Tetapi pemerintah malah
bekerja sama dengan pihak swasta untuk misalnya membangun suatu apartemen atau
perumahan dimana ini hanya menguntungkan beberapa pihak saja dan hanya menyempitkan
tata ruang kota.

Pada majalah Monocle, menganjurkan anak- anak muda mencintai negara-bangsanya,


membangun nasionalisme melalui cara-cara yang menyenangkan (fun), berguna, dan inovatif.
Nasionalisme yang dianjurkan oleh Monocle bukan nasionalisme yang sempit, yang retorik
propaganda, menzalimi hak-hak warga atau hanya membuat susah rakyatnya. Bukan pula
sebuah nasionalisme yang menakutkan dan tidak membuat nyaman lingkungan sosial dan
regionalnya. Nasionalisme yang dianjurkan ini tidak pula sebuah bentuk kebablasan dari konsep
bernama globalisasi. Karena, menurut majalah tersebut, betapapun ketergantungan
antarnegara tak terhindarkan, tetap saja terdapat sebuah kepentingan domestik yang berbeda
(distinction) di antara negara- bangsa tersebut.

Pada artikelnya, penulis menegaskan bahwa sesungguhnya apa yang diulas oleh
Monocle ini merupakan pemikiran yang jauh- jauh hari sudah pernah disampaikan oleh sang
proklamator kita, presiden pertama, Ir Soekarno. Menurut Bung Karno, nasionalisme kita
bersumber dan berfondasikan pada nilai-nilai Pancasila. Nasionalisme Indonesia adalah
nasionalisme yang tumbuh dan berkembang di taman sarinya internasionalisme.
Pada artikel ini, saya setuju dengan majalah monocle bahwa anak muda harus memiliki
rasa mencintai Negara dan bangsanya. Karena dengan mencintai negara dan bangsanya sendiri
itu artinya membuat anak muda memiliki rasa kepekaan atau kepedulian terhadap masalah-
masalah yang terjadi menimpah negara dan bangsanya. Dengan begitu akan tumbuh
kesadaraan nasionalisme untuk saling bergotong-royong menyelesaikan masalah yang terjadi
tersebut dan membangun negara menjadi lebih baik.

Pada artikel ini, penulis juga dapat memberikan penegasan dengan sangat baik dengan
menyinggung soal pemikiran Ir. Soekarno presiden pertama Indonesia, dimana di artikel
disebutkan bahwa nasionalisme kita bersumber dan berfondasi pada niali-nilai Pancasila.
Dengan ini dapat menenunjukan kepada kaum muda bahwa Pancasila sebagai dasar negara
Indonesia harus dijunjung tinggi. Nilai-nilai yang ada dalam Pancasila harus dipahami dan
dipraktikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Pada artikel ini, penulis menjelaskan bahwa ketika para elite bertarung saling sikut dan
sikat berebut kepentingan, maka kita anak muda yang seolah menjadi yatim politik hari ini-
akibat jarang diperhatikan, difasilitasi, dan diarahkan oleh negara secara baik-harus bisa saling
tumbuh saling dukung, "hidup dan menghidupkan", melalui jalan kolaborasi. Jalan kolaborasi ini
sesungguhnya adalah "gotong royong" itu sendiri. Ekonomi kreatif sejatinya bisa dijadikan
sebagai proyek besar pembentukan generasi nasionalis baru yang mampu membongkar sekat-
sekat prasangka dan trauma partikularisme sosial yang terus menghantui kita sebagai bangsa
majemuk. Pemerintahan Joko Widodo harus lebih serius dalam memfasilitasi dan
mengantisipasi ledakan minat anak muda di sektor wirausaha kreatif ini.

Pada artikel ini, saya setuju dengan argumen penulis dimana walaupun saat ini kaum
muda kurang memdapat perhatian yang serius dari pemerintah, itu bukan suatu alasan untuk
tidak menunjukkan rasa nasionalisme kaum muda. Kaum muda harus mampu saling gotong-
royong menciptakan ekonomi kreatif untuk membangun bangsa dan Negara, karena kaum
muda adalah generasi penerus kaum tua.

Penulis juga menyebutkan harapannya yang ditujuhkan kepada Presiden Joko Widodo
agar lebih serius dalam memberdayakan dan memfasilitas kaum muda terutama di sektor
wirausaha kreatif. Saya juga mengharap hal yang sama seperti yang penulis harapkan kepada
Presiden. Saya hanya menambahkan bahwa perlu juga apresiasi dari pemerintah untuk
diberikan kepada kaum muda, misalnya suatu mahasiswa menciptakan suatu karya inovatif,
pemerintah perlu memberikan apresiasi dan mengembangkan lagi karya tersebut sehingga
karya tersebut bisa berguna bagi bangsa dan membanggakan negara. Jangan sampai
pemerintah acuh terhadap hal ini yang dapat membuat karya tersebut diambil alih oleh negara
lain, sehingga perjuangan nasionalisme suatu mahasiswa ini menjadi sia-sia.

Dengan demikian secara keseluruhan dapat diambil beberapa simpulan. Yang pertama
artikel ini sangat bagus dan berdaya guna untuk menambah ilmu pengetahuan. Kedua penulis
mengajak kaum muda untuk memiliki rasa nasionalisme, nasionalisme sangat penting dalam
membangun bangsa dan negara karena kaum muda adalah calon pemimpin masa depan
menggantikan kaum tua. Kedua untuk menjadi seorang nasionalis tidak harus dengan hal besar,
tetapi bisa dengan hal kecil dengan mendirikan komunitas independen sesuai hobi,
membangun gerakan solidaritas dan mencoba berwirausaha kreatif.

Anda mungkin juga menyukai