Anda di halaman 1dari 13

1.

PENDAHULUAN

Tujuan pembelajaran adalah meningkatkan kompetensi anak, dan untuk


keperluan tersebut seorang guru perlu mengetahui aspek-aspek perkembangan
peserta didik. Seorang guru harus memahami karakteristik peserta didik,
mengidentifikasi tingkat kemampuannya dan aspek-aspek perkembangannya.
Selain itu seorang guru semestinya juga mampu menilai hasil proses
pembelajaran dengan memperhatikan dan berorientasi pada aspek-aspek
perkembangan anak, sehingga dapat dengan benar dan tepat dalam
penyelenggaraan proses pembelajaran yang mengarah pada tercapainya
sasaran change of behavior, yang mengandung arti bahwa belajar pada
hakikatnya akan menunjukkan perubahan perilaku sebagai hasil dari
pengalaman. Dengan kata lain, hasil dari belajar adalah terjadinya perubahan
perilaku peserta didik dalam artian tingkat kecerdasan.
Setiap orang adalah cerdas secara alami karena masing-masing telah
dikaruniai kemampuan dasar (potensi). Hanya saja, tidak setiap diri sanggup
mengoptimalkannya. Untuk itu, perlu dilakukan pemicuan berupa latihan
pengembangan kemampuan-kemampuan pendukung agar kecerdasan alami
tersebut bekerja. Baru setelah pemicuan berhasil, orang dapat mengembangkan
kecerdasan itu, dan menggunakannya untuk kepentingan hidupnya. Kecerdasan
merujuk pada kemampuan atau tingkat kemampuan seseorang dalam
mendayagunakan potensi terbaiknya untuk mengatasi persoalan hidup. Dalam
hal ini, kemampuan itu bukan sekadar kemampuan kognitif, melainkan juga
kemampuan-kemampuan yang lain, seperti kemampuan sosial dan
semacamnya. Kemampuan itu diperoleh melalui proses yang disengaja, dan
berfungsi sebagai kekuatan dalam mengatasi persoalan.
Pada dasarnya manusia diciptakan dengan membawa unsur-unsur
kecerdasan. Banyak masyarakat yang berasumsi bahwa kemampuan manusia
atau kecerdasan manusia hanya diukur dari segi kognitif semata atau
kecerdasan intelegensi (IQ), yaitu hal-hal yang dapat diukur dengan angka.
Dapat dilihat ketika seserta didik menerima buku rapor. Banyak orang yang
mengambil kesimpulan bahwa, seorang peserta didik tersebut dikatakan cerdas
apabila nilai yang diperoleh pada rapornya sangat membanggakan atau
mendapatkan peringkat di kelasnya antara 1 sampai 3. Begitupun sebaliknya jika
seorang peserta didik tidak mendapatkan rangking maka dianggap bodoh atau
tidak cerdas. Contoh yang lebih spesifik lagi yaitu asumsi pada anak usia dini
bahwa, kecerdasan hanya diukur dari kelancaran baca dan tulis, kelancaran
berbicara serta berhitung.
Daniel Goleman (Depkominfo, 2006:15) beranggapan bahwa keberhasilan
seseorang dimasyarakat sebagian besar ditentukan oleh kecerdasan emosi
sekitar 80% dan hanya 20% ditentukan oleh faktor kecerdasan kognitif (IQ). Hal
ini menunjukkan bahwa kecerdasan pikiran (IQ) atau kecerdasan akademis
semata-mata praktis tidak menawarkan persiapan untuk menghadapi gejolak
yang ditimbulkan oleh kesulitan-kesulitan hidup.
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan manusia, maka ditemukan
tipe kecerdasan lainnya melalui penelitian-penelitian empiris dan longitudinal oleh
para akademis dan praktisi psikologi, yakni Kecerdasan Emosional (EQ) dan
Kecerdasan Spiritual (SQ). Ketiga bentuk kecerdasan ini tidak dapat berdiri
sendiri untuk meraih kesuksesan dalam bekerja dan kehidupan. Adapun
kecerdasan lain yaitu Kecerdasan Kreativitas (CQ) dan Kecerdasan dalam
menghadapi kesulitan (AQ). Beragam kecerdasan inilah yang harus dipahami
oleh masyarakat dan hal tersebut dinamakan Multiple Intellegency (Multi
Kecerdasan). Oleh karena itu, kajian materi tentang Optimalisasi Multi
Kecerdasan (Multiple Intellegency) dibahas dalam tulisan ini agar lebih
memfokuskan diri dalam memahami ragam kecerdasan yang selama ini tidak
dihiraukan oleh masyarakat.
2. TEORI KECERDASAN
2.1. IQ (Kecerdasan Intelektual/Intelektual Quotient)
2.1.1. Definisi IQ
kecerdasan (IQ) sebagai istilah yang menggambarkan
kecerdasan, kepintaran, ataupun kemampuan untuk memecahkan
masalah yang dihadapi. Orang sering kali menyamakan arti intelegensi
dengan IQ, padahal kedua istilah ini mempunyai perbedaan arti yang
mendasar. Menurut David Wechsler, intelegensi adalah kemampuan
untuk bertindak secara terarah, berpikir secara rasional, dan menghadapi
lingkunganya secara efektif. Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa
Intelegensi adalah suatu kemampuan mental yang melibatkan proses
berpikir secara rasional. Oleh karena itu, intelegensi tidak dapat diamati
secara langsung, melainkan harus disimpulkan dari berbagai tindakan
nyata yang merupakan manifestasi dari proses berpikir rasional itu.
Sedangkan, IQ atau intelligence Quotient, adalah skor yang diperoleh dari
sebuah alat tes kecerdasan. Dengan demikian, IQ hanya memberikan
sedikit penunjuk mengenai taraf kecerdasan seseorang dan tidak
menggambarkan kecerdasan seseorang secara keseluruhan.
Intelligence Quotient atau yang biasa disebut dengan IQ merupakan
istilah dari pengelompokan kecerdasan manusia yang pertama kali
diperkenalkan oleh Alfred Binet, ahli psikologi dari Perancis pada awal
abad ke-20. Kemudian Lewis Ternman dari Universitas Stanford berusaha
membakukan test IQ yang dikembangkan oleh Binet dengan
mengembangkan norma populasi sehingga selanjutnya test IQ tersebut
dikenal sebagai test Stanford-Binet. Pada masanya kecerdasan IQ
merupakan kecerdasan tunggal dari setiap individu yang pada dasarnya
hanya bertautan dengan aspek kognitif dari setiap individu yang pada
dasarnya hanya beraturan dengan aspek kognitif dari setiap individu
tersebut. Tes Stanford-Binet ini banyak digunakan untuk mengukur
kecerdasan anak-anak sampai usia 13 tahun. Inti kecerdasan intelektual
ialah aktifitas otak. Otak adalah organ luar biasa dalam diri kita. Beratnya
hanya sekitar 1,5 kg atau kurang lebih 5% dari total berat badan kita.
Kecerdasan intelektual adalah bentuk kemampuan individu untuk
berfikir,mengolah dan berusaha untuk menguasai untuk lingkungannya
secara maksimal secara terarah. Menurut Laurel Schmidt dalam bukunya
Jalan pintas menjadi 7 kali lebih cerdas (Dalam Habsari, 2004: 3)
membagi ilmu pengetahuan untuk kecerdasan dalam enam macam,
antara lain adalah sebagai berikut :
1. Kecerdasan fisual / spesial ( kecerdasan gambar) : profesi yang
cocok untuk tipe kecerdasan ini antra lain arsitak, seniman,
designer mobil, insinyaur, designer graffis, komputer,
kartunis,perancang intrior dan ahli fotografi.
2. Kecerdasan verbal / linguistik ( kecerdasan Berbicara): Profesi
yang cocok baagi mereka yang memiliki kecerdasan ini antara
lain: pengarang atu menulis,guru.penyiar radio,pemandu acara
,presenter, pengacara, penterjemah,pelawak.
3. Kecerdasan musik: Profesi yang cocok bagi yang memiliki ini
adalah pengubah lagu, pemusik, penyanyi, disc jokey, guru seni
suara, kritikus musik, ahli terapi musik, audio mixer( pemandu
suara dan bunyi).
4. Kecerdasan logis / matematis ( Kecerdasan angka); Profesi yang
cocok bagi mereka yang memiliki kecerdasan ini adalah ahli
metematika ,ahli astronomi,ahli pikir, ahli forensik, ahli tata kota ,
penaksir kerugian asuransi,pialang saham, analis sistem
komputer,ahli gempa.
5. Kecerdasan interpersonal ( cerdas diri ).Profesi yang cocok bagi
tipe karakter manusia seperti mereka yang memiliki kecerdasan ini
adalah ulama,pendeta,guru,pedagang , resepsionis ,pekerja
sosial,pekerja panti asuhan, perantara dagang,pengacara,
manajer konvensi, ahli melobi, manajer sumber daya manusia.
6. Kecerdasan intrapersonal ( cerdas bergaul ): profesi yang cocok
bagi mereka yang memiliki kecerdasan ini adalah peneliti, ahli
kearsipan, ahli agama, ahli budaya, ahli purbakala, ahli etika
kedokteran.
2.1.2. Faktor yang mempengaruhi IQ
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi tingkah laku inteligensi
seseorang; faktor-faktor itu diantaranya adalah faktor hereditas,
walaupun beberapa teori ini tidak membuktikan secara lebih
mendalam namun beberapa ahli genetik menekankan adanya faktor
warisan ini perlu dipertimbangkan dalam mewarisi sifat-sifat tersebut,
dalam faktor tersebut perlu juga dipertimbangkan masa
perkembangan masa kanak-kanak yang dapat menstimuli aktivitas
intelektualnya terhadap masa depan.
Faktor lainnya adalah faktor lingkungan, banyak penelitian seperti
yang pernah dilakukan oleh Goodenough (1924) menunjukkan anak-
anak yang memiliki ikatan sosial mempunyai tingkat inteligensi sedikit
diatas rata-rata pada anak yang tidak memilikinya dan masih banyak
penelitian lainnya yang menunjukkan bahwa anak yang memiliki
keterikatan sosial mempunyai kecerdasan yang lebih (Goleman,
1994).
Hakekat inteligensi sendiri mengalami perdebatan yang sangat
panjang bahkan sebelum kelahiran psikologi sendiri. Beberapa
beberapa ahli psikologi mencoba mendefinisikan secara berbeda,
misalnya saja Spearman dalam bukunya yang terkenal The Abilities
of Man (1927) yang mencoba merangkum dan mengelompokan
beberapa pengertian inteligensi dalam beberapa kelompok seperti
spekulatif dan filsafat.
Bila melihat perkembangan psikologi modern saat ini, pengertian
hakikat inteligensi pun sudah mulai berubah kearah yang lebih luas
dibandingkan perkembangan awal kemunculan alat-alat IQ sendiri
(Lihat: Frame of Minds , Howard Gardner, 1983) yang lebih sempit
pada alat test ukur metematika-logis dan spasial.
Howard Gardner (1999) juga menyebutkan bahwa keutamaan dari
seorang individu secara personal sebagai sosok pribadi ditopang oleh
3 faktor yang pendukung yakni; inteligensi, kearifan dan kreativitas.
Daniel Goleman (1994, 1996) juga menekan pentingnya kecerdasan
emosi dalam menentukan keberhasilan seseorang dalam meraih
masa depan dibandingkan kecerdasan IQ, so kamu ga perlu cemas
bila hasil test IQ yang kamu dapatkan rendah, kecerdasan IQ
bukanlah satu-satu penentu seseorang bisa berhasil atau tidak.

2.2. EQ (Kecerdasan Emosi/Emosional Quotient)


2.2.1. Definisi EQ

Emosi menurut para psikolog adalah salah satu dari trilogy


mental yang terdiri dari kongnisi, emosi, dan motivasi. Akar kata
emosi adalah moverre, kata kerja Bahasa latin yang berarti
menggerakkan, bergerak, ditambah awalan e untuk memberi arti
bergerak menjauh. Ini menyiratkan bahwa kecenderungan bertindak
merupakan hal mutlak dalam emosi (Goleman, 1998: 7). Steiner
(1997) menjelaskan pengertian kecerdasan emosional adalah suatu
kemampuan yang dapat mengerti emosi diri sendiri dan orang lain,
serta mengetahui bagaimana emosi diri sendiri terekspresikan untuk
meningkatkan maksimal etis sebagai kekuatan pribadi. Senada
dengan definisi tersebut, Mayer dan Solovey (Goleman, 1999; Davies,
Stankov, dan Roberts, 1998) mengungkapkan kecerdasan
emosi sebagai kemampuan untuk memantau dan mengendalikan
perasaan sendiri dan orang lain, dan menggunakan perasaan-
perasaan itu untuk memadu pikiran dan tindakan.
Berbeda dengan pendapat sebelumnya, Patton (1998)
mengemukakan kecerdasan emosi sebagai kemampuan untuk
mengetahui emosi secara efektif guna mencapai tujuan, dan
membangun hubungan yang produktif dan dapat meraih keberhasilan.
Sementara itu Bar-On (2000) menyebutkan bahwa kecerdasan
emosi adalah suatu rangkaian emosi, pengetahuan emosi dan
kemampuan-kemampuan yang mempengaruhi kemampuan
keseluruhan individu untuk mengatasi masalah tuntutan lingkungan
secara efektif. Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan
bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan mengenali
perasaan sendiri dan perasaan orang
lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, kemampuan mengolah
emosi dengan baik pada diri sendiri dan orang lain.
Pada kecerdasan emosional (EQ), faktor yang sangat
mempengaruhi kondisi seseorang adalah faktor emosi diri sendiri.
Singgih D Gunarsa (2004: 62) menegaskan bahwa emosi adalah
suatu aspek psikis yang berkaitan dengan perasaan dan merasakan.
Emosi pada diri seseorang hubungan erat dengan keadaan psikis
tertentu yang disimulasi baik oleh faktor dari dalam (internal) dan
faktor dari luar (eksternal). Gejolak emosi yang bersifat kegembiraan,
kemarahan atau kesedihan, dapat berpengaruh terhadap kondisi
kefaalan tubuh sehingga mempengaruhi keseimbangan
psikofisiologis. Misanya, kegembiraan yang berlebihan dapat
menyebabkan perubahan fisiologis seperti jantung berdebar-debar,
ekskresi air mata, atau kekejangan otot-otot dalam batas tertentu.
Sebaliknya, kesedihan atau kekecewaan yang mendalam dapat
menyebabkan kekejangan otot, denyut nadi meninggi, berkeringat,
dan sebagainya.

2.2.2. Indikator Kecerdasan Emosional


Menurut Salovey dan Mayer dalam Goleman (2005: 58) ada lima
aspek dalam kecerdasan emosional yaitu:
1. Mengenali emosi diri merupakan inti dan dasar dari kecerdasan
emosional yaitu: kemampuan untuk memantau perasaan dari
waktu ke waktu bagi pemahaman diri dan kemampuan mengenali
perasaan sewaktu perasaan itu terjadi. 2
2. Mengelola emosi diri yaitu: kemampuan untuk menguasai
perasaannya sendiri agar perasaan tersebut dapat diungkap
dengan tepat. Orang tidak mampu mengelola emosinya akan
terus menyesali kegagalannya sedangkan mereka mampu
mengelola emosinya akan segera bangkit dari kegagalan yang
menimpanya.
3. Memotivasi diri sendiri yaitu: kemampuan untuk mengendalikan
diri dan menahan diri terhadap kepuasan sesaat untuk tujuan
yang lebih besar, lebih agung dan lebih menguntungkan.
4. Mengenali emosi orang lain, yaitu: kemampuan menangkap
sinyal-sinyal sosial yang tersembunyi, yang mengisyaratkan apa
yang dibutuhkan atau dikehendaki oleh orang lain.
5. Membina hubungan dengan orang lain yaitu kemampuan
seseorang untuk membentuk hubungan, membina kedekatan
hubungan, meyakinkan, mempengaruhi dan membuat orang lain
nyaman, serta dapat terjadi pendengar yang baik.
Pendapat di atas menunjukkan bahwa indikator
kecerdasan emosional dapat dilihat dari kemampuan: mengenali
emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi
orang lain, dan membina hubungan.

2.3. CQ (Kecerdasan Kreativitas /Creativity Quotient)


kecerdasan Kreativitas Adalah potensi seseorng untuk memunculkan
sesuatu yang penemuan-penemuan baru dalam bidang ilmu dan teknologi
serta semua bidang dalam usaha lainnya. Kreativitas atau bakat kreatif
dapat diukur secara langsung dan tidak langsung, dan dapat menggunakan
metode tes dan non- tes. Ada pula alat untuk mengukur cirri-ciri kepribadian
kreatif, dan dapat dilakukan pengamatan langsung terhadap kinerja kreatif.
Sesuai dengan definisi USOE (U. S Office of Education) yang membedakan
enam jenis bakat dikembangkan alat identifikasi untuk masing-masing
bidang tertentu.
Guil ford mendeskripsikan 5 ciri kreativitas diantaranya :
1. Kelancaran : Kemampuan memproduksi banyak ide.
2. Keluwesan : Kemampuan untuk mengajukan bermacam-macam
pendekatan jalam pemecahan masalah.
3. Keaslian : Kemampuan untuk melahirkan gagasan yang orisinil
sebagai hasil pemikiran sendiri.
4. Penguraian : Kemampuan menguraikan sesuatu secara terperinci.
5. Perumusan Kembali : Kemampuan untuk mengkaji kembali suatu
persoalan melalui cara yang berbada dengan yang sudah lazim.
Kreatifitas sendiri memiliki dua unsur. Pertama adanya unsur
Kepasihan yang memiliki arti bahwa kemampuan menghasilkan sejumlah
gagasan dan ide prmecahan masalah dengan lancer. Kedua adanya unsure
Keluwesan yang berarti Kemampuan untuk menemukan gagasan yang
berbeda dan luar biasa untuk memecahkan suatu masalah. Di dalam
kecerdasan kreatifitas juga memiliki hambatan yaitu dapat dilihat dari aspek
Kebiasaan, waktu, dibanjiri masalah, tidak ada masalah, takut gagal,
kebutuhan akan sebuah jawaban sekarang, kegiatan mental yang sulit
diarahkan, tahut bersenang-senang, serta kritik orang lain.

2.4. AQ (Kecerdasan dalam menghadapi kesulitan /Adversity Quotient)


Adversity quotient adalah kecerdasan yang dimiliki seseorang untuk
mengatasi kesulitan dan sanggup untuk bertahan hidup, dalam hal ini tidak
mudah menyerah dalam menghadapi setiap kesulitan hidup. Adversity
quotient berarti bisa juga disebut dengan ketahanan atau daya tahan
seseorang ketika menghadapi masalah. Stein & Book (2004) menjelaskan
bahwa ketahanan adalah kemampuan untuk menghadapi peristiwa yang
tidak menyenangkan dan situasi yang penuh tekanan tanpa menjadi
berantakan, dengan secara aktif dan pasif mengatasi kesulitan.
Ketahanan ini berkaitan dengan kemampuan untuk tetap tenang dan
sabar, serta kemampuan menghadapi kesulitan dengan kepala dingin, tanpa
terbawa emosi. Orang yang tahan menghadapi kesulitan akan menghadapi,
bukan menghindari, tidak menyerah pada rasa tidak berdaya atau putus asa.
Harry (Hidayati, 2003) telah menemukan bahwa selain bahwa selain IQ
(intelligence quotient) dan EQ (emotial quotient), memang ada unsur lain
yang yang memiliki pengaruh besar dalam keberhasilan hidup atau karir
seseorang yaitu AQ (adversity quotient). Adversity quotient yang
dimaksudkan di sini adalah ketangguhan , ketenangan dalam menghadapi
berbagai masalah dan dapat mencari alternatif solusi masalah. Penelitian
yang saat ini berkembang dengan adanya fakta lain yakni semakin tinggi
karir individu, maka semakin banyak masalah yang dihadapi, dan hal inilah
yang mendorong para HRD (Human Resource Development) Supervisor
mencari pegawai dengan nilai plus AQ (Adversity Quantity) artinya orang
yang tangguh, tenang menghadapi berbagai masalah dan dapat mencari
alternatif solusi masalah tersebut.
Adversity quotient berarti bisa juga disebut dengan ketahanan atau daya
tahan seseorang ketika menghadapi masalah. Stein & Book (2004)
menjelaskan bahwa ketahanan adalah kemampuan untuk menghadapi
peristiwa yang tidak menyenangkan dan situasi yang penuh tekanan tanpa
menjadi berantakan, dengan secara aktif dan pasif mengatasi kesulitan.
Ketahanan ini berkaitan dengan kemampuan untuk tetap tenang dan sabar,
serta kemampuan menghadapi kesulitan dengan kepala dingin, tanpa
terbawa emosi. Orang yang tahan menghadapi kesulitan akan menghadapi,
bukan menghindari, tidak menyerah pada rasa tidak berdaya atau
putus asa.Harry (Hidayati, 2003) telah menemukan bahwa selain bahwa
selain IQ (intelligence quotient) dan EQ (emotial quotient), memang ada
unsur lain yang yang memiliki pengaruh besar dalam keberhasilan hidup
atau karir seseorang yaitu AQ (adversity quotient).
Adversity quotient yang dimaksudkan di sini adalah ketangguhan ,
ketenangan dalam menghadapi berbagai masalah dan dapat mencari
alternatif solusi masalah. Penelitian yang saat ini berkembang dengan
adanya fakta lain yakni semakin tinggi karir individu, maka semakin banyak
masalah yang dihadapi, dan hal inilah yang mendorong para HRD (Human
Resource Development) Supervisor mencari pegawai dengan nilai plus AQ
(Adversity Quantity) artinya orang yang tangguh, tenang menghadapi
berbagai masalah dan dapat mencari alternatif solusi masalah tersebut.
Paul G Stolz dalam AQ membedakan 3 tingkatan AQ dalam masyarakat
yaitu:
1. Tingkat Quitrers ( orang yang berhenti )
Qoitrers adalah orang yang paling lemah AQ nya. Ketika ia menghadapi
masalah ia langusung berhenti dan
menyerah.
2. Tingkat Campers ( orang yang berkemah )
Orang yang memiliki tingkay Campers memiliki AQ sedang. Ia merasa
cukup dan puas dengan apa yang dicapainya dan ia tidak ingin lebih
maju.

3. Tingkat Climbers ( orang yang mendaki )


Climbers adalah orang yang ber-AQ tinggi dengan kemampuan dan
kecerdasan yang tinggi untuk dapat bertahan menghadapi kesulitan dan
mampu mengatasi tantangan hidup.
2.5. SQ (Kecerdasan spiritual /Spiritual Quotient)
Kecerdasan Spiritual (Spiritual Quotient disingkat SQ) adalah
kecerdasan untuk memecahkan persoalan makna dan nilai, yaitu
kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup dalam konteks makna
yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau
jalan hidup seseorang lebih bermakna dibanding dengan yang lain (Zohar,
2001). SQ adalah landasan yang diperlukan untuk memfungsikan Intellegent
Quotient (IQ) dan Emotional Quotient (EQ) secara efektif. Bahkan SQ
merupakan kecerdasan tertinggi kita, karena SQ merupakan landasan dan
sumber dari kecerdasan yang lain.
Kecerdasan spiritual adalah potensi dari dimensi non-material atau roh
manusia (Khavari, 2000). Potensi tersebut seperti intan yang yang belum
ter-asah yang dimiliki oleh semua orang. Selanjutnya, tugas setiap oranglah
untuk mengenali potensi masing-masing sekaligus menggosoknya hingga
berkilau dengan tekad yang besar dan menggunakannya untuk memperoleh
kebahagiaan abadi. Spiritualitas, dalam pengertian yang luas, merupakan
hal yang berhubungan dengan spirit. Sesuatu yang spiritual memiliki
kebenaran abadi yang berhubungan dengan tujuan hidup manusia, sering
dibandingkan dengan sesuatu yang yang bersifat duniawi dan sementara
(Hasan, 2006:289).

2.5.1. Mengukur Kecerdasan Spiritual


Individu yang cerdas secara spiritual melihat kehidupan ini lebih
agung dan sakral, menjalaninya sebagai sebuah panggilan (vocation)
untuk melakukan sesuatu yang unik, menemukan ekstase-ekstase
kehidupannya dari pelayanan kepada gagasan-gagasan yang bukan
pemuasan diri sendiri, melainkan kepada tujuan luhur dan agung, yang
bahkan sering keluar dari dunia ini, bersifat abadi dan eksatologis.
Kehidupan menjadi lebih sebagai instrument ketimbang tujuan akhir.
Secara lebih khusus, Zohar (2001) mengidentifikasikan sepuluh kriteria
mengukur kecerdasan Spiritual seseorang, yaitu:
- Kesadaran Diri
- Spontanitas, termotivasi secara internal
- Melihat kehidupan dari visi dan berdasrkan nilai-nilai fundamental
- Holistik, melihat sistem dan universalitas
- Kasih sayang (rasa berkomunitas, rasa mengikuti aliran
kehidupan)
- Menghargai keragaman
- Mandiri, teguh melawan mayoritas
- Mempertanyakan secara mendasar
- Menata kembali dalam gambaran besar
- Teguh dalam kesulitan
Ciri-ciri dari kecerdasan spiritual yang telah berkembang dalam diri
seseorang adalah sebagai berikut (Zohar, 2001):
- Kemampuan bersifat fleksibel
- Tingkat kesadaran diri yang tinggi
- Kemampuan untuk menghadapi dan memanfaatkan penderitaan
- Kemampuan untuk menghadapi dan melampaui rasa sakit
- Kualitas hidup yang diilhami oleh visi dan nilai-nilai
- Keengganan untuk menyebabkan kerugian yang tidak perlu
- Kecenderungan untuk melihat keterkaitan antara berbagai hal
- Kecenderungan nyata untuk bertanya mengapa atau
bagaimana jika untuk mencari jawaban-jawaban yang mendasar.
- Menjadi apa yang disebut oleh para psikolog sebagai bidang
mandiri, yaitu memiliki kemudahan untuk bekerja melawan
konvensi.
Menurut (Khavari, 2010), ada beberapa aspek yang menjadi dasar
kecerdasan spiritual, yaitu Sudut pandang spiritual-keagamaan, artinya
semakin harmonis relasi spiritual-keagamaan kita kehadirat Tuhan,
semakin tinggi pula tingkat dan kualitas kecerdasan spiritual kita.Sudut
pandang relasi sosial-keagamaan, artinya kecerdasan spiritual harus
direfleksikan pada sikap-sikap sosial yang menekankan segi
kebersamaan dan kesejahteraan sosial. Sudut pandang etika sosial.
Semakin beradab etika sosial manusia semakin berkualitas
kecerdasan spiritualnya.

3. IMPLEMENTASI PRAKSIS DENGAN OPTIMALISASI MULTI


KECERDASAN DALAM PEMBELAJARAN
3.1. IQ (Kecerdasan Intelektual /Intelegency Quotient)
IQ (Intelektual Quotients) berkaitan dengan kemampuan untuk menalar,
merencanakan sesuatu, kemampuan memecahkan masalah, belajar,
memahami gagasan, berfikir, penggunaan bahasa dan lainnya. Praktik
system yang diterapkan selama pembelajaran terhadap IQ yaitu adalah
pada saat kita mempelajari suatu mata kuliah mata kuliah umum
maupun praktek dimana kita belajar menganalisis, berpikir tentang
bahasa visualisasinya, dan memahami mata kuliah tersebut. Semuanya
tentang bagaimana seseorang tersebut mampu memahami suatu
pelajaran dengan baik serta dapat mengutarakannya kembali.
3.2. EQ (Kecerdasan Emosi /Emosional Quotient)
Kecerdasan emosional (EQ) digambarkan sebagai kemampuan untuk
memahami suatu kondisi perasaan seseorang, bisa terhadap diri sendiri
ataupun orang lain, kecerdasan ini lebih tepat diungkapkan menurut
pengendalian hati. Contoh dari kecerdasan EQ adalah ketika kita
bertemu seorang teman dan kita langsung menyapanya dengan
memperlihatkan wajah yang tersenyum. Menanyakan kabar dan
sebagainya tanpa memperlihatkan ekspresi wajah yang dapat
menyinggung perasaan.
3.3. CQ (Kecerdasan Kreativitas /Creativity Quotient)
Kecerdasan kerativitas (CQ) Digambarkan sebagai Kemampuan
memproduksi banyak ide. Contoh dari kecerdasan CQ adalah pada
suatu tim robot yang akan mengikuti suatu turnamen robot. Tim tersebut
menggunakan kemampuannya untuk melahirkan gagasan atau ide
dalam menghasilkan robot yang akan dipertandingkan sehingga
merangsang dorongan eksplorasi yang merupakan unsur penting dari
kreativitas.
3.4. AQ (Kecerdasan dalam menghadapi kesulitan /Adversity Quotient)
Kecerdasan dalam menghadapi kesulitan (AQ) terkait dengan usaha
dalam menghadapi kesulitan-kesulitan dan mampu mengatasi
tantangan hidup. Contoh dari kecerdasan AQ adalah dalam duni
perkuliahan mahasiswa diberikan banyak tugas oleh dosen pengampuh
mata kuliah dengan rentang waktu tertentu, dari banyaknya tugas itulah
yang merangsang kecerdasan AQ seseorang yang berusaha dan
mampu mengatasi bagaimana tugas-tugas yang diberikan dapat
diselesaikan dengan baik dan tepat waktu
3.5. SQ (Kecerdasan Spiritual/ Spiritual Quotient)
Di atas kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosi, mutlak
diperlukan kecerdasan spiritual, yakni kemampuan orang untuk
membedakan kebaikan dan keburukan dan kesanggupan untuk memilih
atau berpihak pada kebaikan serta dapat merasakan nikmat berbuat
baik. Contoh dari kecerdasan SQ adalah disituasi perkuliahan saat
dosen mengadakan evaluasi. Karena mahasiswa yang bersangkutan
mengetahui bahwa, mencontek adalah suatu perbuatan buruk atau
dosa dalam agama yang dianutnya. Maka, timbul dari dalam diri
mahasiswa tersebut untuk mengerjakan evaluasi dengan sungguh-
sungguh dari pemikirannya tanpa harus mencontek.

Penerapan kelima kecerdasan (Multi Kecerdasan) dalam pembelajaran


akan sangat membantu perkembangan dunia pendidikan dan mampu
mencegahnya gejolak jiwa siswa yang negatif sehingga dapat mengurangi
tindak kejahatan yang dilakukan oleh siswa serta menjadikan siswa yang
berkarakter, memiliki Intelektual yang hebat, dapat mengontrol emosi serta
mengaplikasikan ajaran agama dengan baik. Dengan menitikberatkan
pembelajaran pada aktivitas peserta didik, maka guru dapat memperhatikan
kecenderungan gaya belajar peserta didik sekaligus kecerdasan yang
dimilikinya. Akan tetapi, perlu diketahui bahwa seorang peserta didik tidak
memiliki semua kecerdasan tersebut. Namun, setiap peserta didik menjadi
juara atau memiliki potensi dibidangnya masing-masing.

4. KESIMPULAN
4.1. Saran
Multi Kecerdasan adalah suatu kemampuan ganda untuk
memecahkan suatu masalah-masalah yang dihadapi dalam
kehidupan. manfaat dari Multi Kecerdasan dalam proses
pembelajaran yaitu sebagai masukan berupa teori, metode dan
praktek tentang pembelajaran itu sendiri. Maka dari itu, sedikit saran
agar kiranya teori tentang Multi Kecerdasan dapat digunakan dalam
proses pembelajaran, tanpa membedakan antara kecerdasan siswa
yang satu dengan yang lain. Agar tujuan pembelajaran dapat tercapai
secara maksimal dan optimal.

4.2. Implikasi
Implikasi bagi mahasiswa dengan penyususnan materi ini yaitu
memberi pengetahuan tentang peran penting dari Multi Kecerdasan
dalam proses pembelajaran, untuk mengoptimalisasikan tentang
bagaimana strategi guru agar mendapati sukse dalam
pembelajarannya berdasarkan Multi Kecerdasan yang sesuai dengan
minat dan bakat agar antara pengajar dan peserta didik keduanya
berperan aktif. Karena, suksesnya proses pembelajaran untuk
merancang pendidikan dengan mengedepankan peran Multi
Kecerdasan dalam penentuan cara dan peran guru dalam proses
pembelajaran. Karena setiap peserta didik itu memiliki tingkat
intelegensi yang berbeda-beda dalam memahami suatu pelajaran
maka mahasiswa yang akan terjun untuk mengajar sebagai guru
harus dapat lebih kreatif dan inovatif dalam menyampaikan materi
pembelajaran dalam kelas, serta harus lebih sabar dalam
menghadapi anak-anak yang memiliki intelegensi yang rendah
maupun yang tinggi.

DAFTAR PUSTAKA

Admin BDK. 2015. Kecerdasan Spiritual Dalam Melaksanakan Tugas, (online),


(http://bdksemarang.kemenag.go.id/kecerdasan-spiritual-dalam-
pelaksanaan-tugas-2/, diakses 06 Desember 2016).

Pendidikan. 2014. Pengaruh Iq,Eq,Sq,Cq,Aq Dalam Perkembangan Karir


Seseorang, (online), (http://www.pendidikanku.org/2014/05/pengaruh-
iqeqsqcqaq-dalam-perkembangan.html. diakses 06 Desember 2016).

Ruswandi. 2013. Psikologi Pembelajaran. Bandung: CV. Cipta Pesona Sejahtera


________. 2012. (http://eprints.uny.ac.id/7711/3/BAB%202%20-
%2005602241021.pdf. Diakses tanggal 06 Desember 2016)

________. 2013. Kecerdasan Manusia Menurut Ilmu Psikologi, (online), (


http://psikologi.untag-smd.ac.id/web/artikel_sekolah/detail/7/kecerdasan-
manusia-menurut-ilmu-psikologi, diakses 06 Desember 2016)

Anda mungkin juga menyukai