Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Di era globalisasi seperti ini, di Indonesia juga mengalami perubahan, baik dalam bentuk
yang positif maupun negatif. Pentingnya menjaga dan memfilter diri kita dari ancaman luar
nampaknya menjadi senjata yang sangat ampuh. Mudah diperdaya dan tergoda akan janji dan
imbalan-imbalan yang lebih fantastis mempengaruhi seseorang berfikir dangkal. Dalam sisi ini
agama masih menjadi problematika sebagian orang untuk memiliki rasa kemanusiaan antar umat
beragama. Dalam kasus ini, kata tidak sependapat dan tidak sepaham menjadi tolak ukur bahwa
seseorang tersebut pantas diserang, menurut golongan radikal dalam ajaran pemahaman mereka.
Akhir-akhir ini, di Indonesia darurat dengan gerakan fundamentalis atau radikalisme
dikarenakan rasa prasangka dan curiga antar umat beragama, ataupun anta umat Islam. Mereka
menjadi korban dari adu domba dan fitnah, sehingga dari pihak luar semakin memberikan
kontribusi dan fasilitator untuk saling menghancurkan sesama saudara. Misalnya, dari Negara
non-muslim dan adidaya Amerika yang ingin menhancurkan Negara yang beragama Islam salah
satu contohnya adalah Indonesia yang mayoritas beragama Islam. Mereka (radikalisme) yang
ingin menyerang berpikir bahwa melawan kejahatan atau hal-hal yag tidak benar menurut
mereka (radikalisme) adalah jihad. Aplikasi jihad ini adalah bentuk kekerasan, sehingga
muncullah ancaman ke berbagai daerah.

1.2 RUMUSAN MASALAH


Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah
Bagaimana Sejarah dan hakikat radikalisme
Implementasi nilai-nilai pancasila dalam menghadapi radikalisme,
Pembentengan terhadap pemuda dari ancaman radikalisme di era globalisasi

1.3 TUJUAN
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas PKKMB dan untuk
menambah pengetahuan tentang Tinjauan Ideologi Pancasila Terhadap Radikalisme.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Hakikat Radikalisme
Radikalisme adalah suatu paham yang dibuat oleh sekelompok orang yang menginginkan
perubahan atau pembaharuan sosial dan politik secara drastis dengan menggunakan cara-cara
kekerasan. Selain agama, radikalisme juga sudah menularkan aliran-aliran sosial, politik, budaya,
dan ekonomi. Sebagian orang menganggap bahwa radikalisme hanya dilakukan oleh agama
tertentu saja, dan anggapan itu memang tidak salah.
Jika kita lihat di negeri ini, nampaknya radikalisme sudah tumbuh subur. Kelompok
radikalisme ini masih bebas melancarkan serangan (dalam bentuk terror) dengan merusak nilai-
nilai kemanusiaan. Kelompok ini, selalu mengatasnamakan agama. Agama dijadikan sebagai alat
pelindung untuk melakukan aksi mereka. Selain mengatasnamakan agama, mereka sering
berpikir dangkal tanpa tinjauan lebih karena perbedaan pemahaman dari pemaknaan kitab suci.
Kitab suci Al Quran dijadikan mereka untuk melakukan kekerasan atas nama jihad. Dan
faktanya beberapa pelaku dari tindak kekerasan yang ditangkap oleh pihak yang berwenang
adalah mereka yang ada di kelompok garis keras (Islam radikal).

2.2 Sejarah Lahirnya Radikalisme di Indonesia


Islam di Indonesia dibawa oleh para wali dapat hidup damai berdampingan dengan umat
lain. Dengan kata lain, pada saat itu Islam memiliki rasa toleransi dan menghargai antar umat
beragama. Namun seiring perubahan zaman dan tuntutan tatanan sosial, munculah sakte-sakte
atau aliran dalam Islam.
Kemunculan Islam radikal di Indonesia menjadi nyata, seiring perubahan tatanan sosial
dan politik. Setelah kehadiran orang-orang Arab muda dari Hadramaut Yaman ke Indonesia yang
membawa ideologi baru ke tanah air, ikut mengubah pemikiran umat Islam di Indonesia.
Ideologi baru yang mereka bawa lebih keras dan tidak mengenal toleransi, sebab banyak
dipengaruhi oleh mazhab pemikiran Muhammad bin Abdul Wahab atau Wahabi yang saat ini
menjadi ideologi resmi pemerintah Arab Saudi.
Organisasi gerakan moral ideologi seperti Majelis Mujahidin Indonesia dan Hizbut Tahrir
Indonesia (HTI) sampai kepada gaya militer seperti Laskar Jihad, dan FPI.
Islam tidak pernah mengajarkan umatnya untuk membunuh dan bertindak kasar terhadap
sesama manusia, Islam pun juga mengajarkan umatnya untuk menghargai perbedaan yang ada.
Jika kita lihat realitas yang terjadi pada gerakan islam radikalisme ini pun sudah menyalahi
ajaran-ajaran Islam itu, mereka beranggapan bahwa mereka memperjuangkan Islam namun tetapi
hal itu dipandang oleh masyarakat luas bertentangan dengan Islam itu sendiri.
Gerakan Radikalisme ini mengancam kerukunan hidup berbangsa dan bernegara lewat
tindakan intimidasi, kekerasan, bahkan pembunuhan yang dilakukan oleh kelompok-kelompok
yang menamai diri mereka sebagai Islam garis keras, sementara itu selama ini yang sama-sama
kita ketahui bahwa islam adalah agama yang Rahmatan lill Alamin agama yang menghargai
sesama manusia dan perbedaan pandangan terhadap agama karena Islam adalah agama yang
memanusiakan-manusia.
Jika dinilai dari ajaran-ajaran Islam tersebut bisa kita ambil kesimpulan bahwa Islam pun
tidak pernah mengajarkan umatnya untuk melakukan tindakan kekerasan bahkan membunuh
seperti yang dilakukan oleh kelompok-kelompok yang mengatas namakan islam tersebut.
Faktor-Faktor Penyebab Munculnya Gerakan Radikalisme
Gerakan radikalisme sesungguhnya bukan sebuah gerakan yang muncul begitu saja tetapi
memiliki latar belakang yang sekaligus menjadi faktor pendorong munculnya gerakan
radikalisme. Diantara faktor-faktor itu adalah :
Pertama, faktor-faktor sosial-politik. Gejala kekerasan agama lebih tepat dilihat sebagai
gejala sosial-politik daripada gejala keagamaan. Gerakan yang secara salah kaparah oleh Barat
disebut sebagai radikalisme Islam itu lebih tepat dilihat akar permasalahannya dari sudut konteks
sosial-politik dalam kerangka historisitas manusia yang ada di masyarakat. Sebagaimana
diungkapkan Azyumardi Azra bahwa memburuknya posisi negara-negara Muslim dalam konflik
utara-selatan menjadi penopong utama munculnya radikalisme. Secara historis kita dapat melihat
bahwa konflik-konflik yang ditimbulkan oleh kalangan radikal dengan seperangkat alat
kekerasannya dalam menentang dan membenturkan diri dengan kelompok lain ternyata lebih
berakar pada masalah sosial-politik. Dalam hal ini kaum radikalisme memandang fakta historis
bahwa umat Islam tidak diuntungkan oleh peradaban global sehingga menimbulkan perlawanan
terhadap kekuatan yang mendominasi.
Dengan membawa bahasa dan simbol serta slogan-slogan agama kaum radikalis mencoba
menyentuh emosi keagamaan dan menggalang kekuatan untuk mencapai tujuan mulia dari
politiknya. Tentu saja hal yang demikian ini tidak selamanya dapat disebut memanipulasi agama
karena sebagian perilaku mereka berakar pada interpretasi agama dalam melihat fenomena
historis. Karena dilihatnya terjadi banyak Islam dan Wacana penyimpangan dan ketimpangan
sosial yang merugikan komunitas Muslim maka terjadilah gerakan radikalisme yang ditopang
oleh sentimen dan emosi keagamaan.
Kedua, faktor emosi keagamaan. Harus diakui bahwa salah satu penyebab gerakan
radikalisme adalah faktor sentimen keagamaan, termasuk di dalamnya adalah solidaritas
keagamaan untuk kawan yang tertindas oleh kekuatan tertentu. Tetapi hal ini lebih tepat
dikatakan sebagai faktor emosi keagamaannya, dan bukan agama (wahyu suci yang absolut)
walalupun gerakan radikalisme selalu mengibarkan bendera dan simbol agama seperti dalih
membela agama, jihad dan mati syahid. Dalam konteks ini yang dimaksud dengan emosi
keagamaan adalah agama sebagai pemahaman realitas yang sifatnya interpretatif. Jadi sifatnya
nisbi dan subjektif.
Ketiga, faktor kultural. Ini juga memiliki andil yang cukup besar yang melatar belakangi
munculnya radikalisme. Hal ini wajar karena memang secara kultural, sebagaimana diungkapkan
Musa Asyari 12 bahwa di dalam masyarakat selalu diketemukan usaha untuk melepaskan diri
dari jeratan jaring-jaring kebudayaan tertentu yang dianggap tidak sesuai. Sedangkan yang
dimaksud faktor kultural di sini adalah sebagai anti tesa terhadap budaya sekularisme. Budaya
Barat merupakan sumber sekularisme yang dianggab sebagai musuh yang harus dihilangkan dari
bumi. Sedangkan fakta sejarah memperlihatkan adanya dominasi Barat dari berbagai aspeknya
atas negeri-negeri dan budaya Muslim. Peradaban barat sekarang ini merupakan ekspresi
dominan dan universal umat manusia yang telah dengan sengaja melakukan proses marjinalisasi
seluruh sendi-sendi kehidupan muslim sehingga umat Islam menjadi terbelakang dan tertindas.
Keempat, faktor ideologis anti westernisme. Westernisme merupakan suatu pemikiran
yang membahayakan Muslim dalam mengaplikasikan syariat Islam. Sehingga simbol-simbol
Barat harus dihancurkan demi penegakan syariat Islam. Walaupun motivasi dan gerakan anti
Barat tidak bisa disalahkan dengan alasan keyakinan keagamaan tetapi jalan kekerasan yang
ditempuh kaum radikalisme justru menunjukkan ketidakmampuan mereka dalam memposisikan
diri sebagai pesaing dalam budaya dan peradaban.
Kelima, faktor kebijakan pemerintah. Ketidakmampuan pemerintahan di negara-negara
Islam untuk bertindak memperbaiki situasi atas berkembangnya frustasi dan kemarahan sebagian
umat Islam disebabkan dominasi ideologi, militer maupun ekonomi dari negera-negara besar.
Dalam hal ini elit-elit pemerintah di negeri-negeri Muslim belum atau kurang dapat mencari akar
yang menjadi penyebab munculnya tindak kekerasan (radikalisme) sehingga tidak dapat
mengatasi problematika sosial yang dihadapi umat. Di samping itu, faktor media massa (pers)
Barat yang selalu memojokkan umat Islam juga menjadi faktor munculnya reaksi dengan
kekerasan yang dilakukan oleh umat Islam. Propaganda-propaganda lewat pers memang
memiliki kekuatan dahsyat dan sangat sulit untuk ditangkis sehingga sebagian ekstrim yaitu
perilaku radikal sebagai reaksi atas apa yang ditimpakan kepada komunitas Muslim.

2.3 Ancaman terhadap persatuan bangsa Indonesia di era globalisasi


Di era zaman sekarang yang menjadi ancaman baru bagi stabilitas di setiap negara adalah
Islam radikalisme ini, jika kita pahami dari arti Radikalisme adalah pemahaman terhadap sesuatu
pandangan secara ekstrim yang di barengi dengan tindakan yang membabi buta dalam
mewujudkan dan memperjuangkan apa yang dipahami. Jika kita nilai gerakan Islam radikalisme
di Indonesia khususnya memiliki misi atau tujuan untuk membuat negara berbasis Islam bukan
berbasis pancasila. Mereka ingin menghilangkan dan memusnahkan Pancasila dan mengganti
pemahaman tersebut dengan pemahaman Islam radikalisme tersebut dengan menempuh dan
menghalalkan segala cara untuk mewujudkannya.
Jika kita melihat dari misi gerakan Islam radikalisme tersebut ini telah jelas menyalahi
asas konstitusi negara dan menyalahi Pancasila sebagai landasan negara, Indonesia adalah negara
Bhinneka Tunggal Ika yang artinya walaupun berbeda-beda tetap satu jua, kita bergandengan
di tengah kemajemukan masyarakat indonesia, kita bersatu dan berbaur ditengah banyaknya suku
bangsa, ras dan agama yang berbeda-beda di indonesia dan kita damai ketika hidup
berdampingan.
Islam di Indonesia adalah Islam yang menjunjung tinggi toleransi sesama umat manusia
dan Islam di Indonesia adalah Islam yang menyatu dengan kebudayaan bukan Islam yang
menginginkan adanya perpecahan pada masyarakatnya.

2.4 Mengatasi ancaman perpecahan di hari kemerdekaan Indonesia


Sebagai landasan negara kita sebagai masyarakat harus berkomitmen menolak gerakan
tersebut dan berusaha mengawal Pancasila yang sudah dirumuskan oleh pendahulu kita untuk
menjadi landasan berdirinya Negara indonesia demi terciptanya satu kesatuan yang utuh.
Pancasila dirumuskan salah satunya guna untuk menyatukan perbedaan-perbedaan Suku, ras dan
agama yang ada di indonesia oleh sebab itu selain pemerintah masyarakat juga memiliki posisi
sentral untuk tetap setia mengawal pancasila dan satu kesatuan bangsa. Pun karena islam pun
tidak pernah mengajarkan perpecahan oleh sebab itu jika gerakan-gerakan Islam radikalisme
tersebut telah salah dalam menafsirkan islam di indonesia.

2.5 Implementasi Nilai-Nilai Pancasila Dalam Menghadapi Radikalisme


Dalam masa orde baru, untuk menanamkan dan memasyarakatkan kesadaran akan nilai
nilai Pancasila dibentuk satu badan yang bernama BP7. Badan tersebut merupakan penanggung
jawab (leading sector) terhadap perumusan, aplikasi, sosialisasi, internalisasi terhadap pedoman
penghayatan dan pengamalan Pancasila, dalam kehidupan berbangsa, bermasyarakat dan
bernegara.
Saat ini Pancasila adalah ideologi yang terbuka., dan sedang diuji daya tahannya terhadap
gempuran, pengaruh dan ancaman ideologi-ideologi besar lainnya, seperti liberalisme (yang
menjunjung kebebasan dan persaingan), sosialisme (yang menekankan harmoni), humanisme
(yang menekankan kemanusiaan), nihilisme (yang menafikan nilai-nilai luhur yang mapan),
maupun ideologi yang berdimensi keagamaan.
Pancasila, sebagai ideologi terbuka pada dasarnya memiliki nilai-nilai universal yang sama
dengan ideologi lainnya, seperti keberadaban, penghormatan akan HAM, kesejahteraan,
perdamaian dan keadilan. Dalam era globalisasi, romantisme kesamaan historis jaman lalu tidak
lagi merupakan pengikat rasa kebersamaan yang kokoh. Kepentingan akan tujuan yang akan
dicapai lebih kuat pengaruhnya daripada kesamaan latar kesejarahan. Karena itu, implementasi
nilai-nilai Pancasila, agar tetap aktual menghadapi ancaman radikalisme harus lebih ditekankan
pada penyampaian tiga message berikut :
a. Negara ini dibentuk berdasarkan kesepakatan dan kesetaraan, di mana di dalamnya tidak
boleh ada yang merasa sebagai pemegang saham utama, atau warga kelas satu.
b. Aturan main dalam bernegara telah disepakati, dan Negara memiliki kedaulatan penuh untuk
menertibkan anggota negaranya yang berusaha secara sistematis untuk merubah tatanan, dengan
cara-cara yang melawan hukum.
c. Negara memberikan perlindungan, kesempatan, masa depan dan pengayoman seimbang
untuk meraih tujuan nasional masyarakat adil dan makmur, sejahtera, aman, berkeadaban dan
merdeka.
Nilai-nilai Pancasila dan UUD NRI 1945 yang harus tetap diimplementasikan itu adalah :
Kebangsaan dan persatuan
Kemanusiaan dan penghormatan terhadap harkat dan martabat manusia
Ketuhanan dan toleransi
Kejujuran dan ketaatan terhadap hukum dan peraturan
Demokrasi dan kekeluargaan
Ketahanan Nasional merupakan suatu kondisi kehidupan nasional yang harus diwujudkan
dan dibina secara terus menerus secara sinergis dan dinamis mulai dari pribadi, keluarga,
lingkungan dan nasional yang bermodalkan keuletan dan ketangguhan yang mengandung
kemampuan pengembangan kekuatan nasional.
Salah satu unsur ketahanan nasional adalah Ketahanan Ideologi. Ketahanan Ideologi perlu
ditingkatkan dalam bentuk :
Pengamalan Pancasila secara objektif dan subjektif
Aktualisasi, adaptasi dan relevansi ideologi Pancasila terhadap nilai-nilai baru
Pengembangan dan penanaman nilai-nilai Bhinneka Tunggal Ika dalam seluruh kehidupan
berbangsa, bermasyarakat.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Radikalisme itu adalah suatu perubahan sosial dengan jalan kekerasan, meyakinkan
dengan satu tujuan yang dianggap benar tapi dengan menggunakan cara yang salah. Fenomena
meningkatnya tindakan radikalisme di era globalisasi dikarenakan dangkalnya pemahaman
terhadap Agama dan Pancasila. Oleh karena itu, dibutuhkan pengimplementasian terhadap nilai-
nilai Pancasila dan pembentengan para pemuda dari radikalisme.

Anda mungkin juga menyukai