Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

Pada tahun 2008 diperkirakan sebanyak 17,3 juta kematian disebabkan


oleh penyakit kardiovaskuler. Lebih dari 3 juta kematian tersebut terjadi sebelum
usia 60 tahun dan seharusnya dapat dicegah. Kematian dini yang disebabkan
oleh penyakit jantungterjadi berkisar sebesar 4% di negara berpenghasilan tinggi
sampai dengan 42% terjadi di negara berpenghasilan rendah. Komplikasi
hipertensi menyebabkan sekitar 9,4 kematian di seluruh dunia setiap tahunnya.
Hipertensi menyebabkan setidaknya 45% kematian karena penyakit jantung dan
51% kematian karena penyakit stroke.Kematian yang disebabkan oleh penyakit
kardiovaskuler, terutama penyakit jantung koroner dan stroke diperkirakan akan
terus meningkat mencapai 23,3 juta kematian pada tahun 2030. Pada umumnya
mengeluhkan nyeri dada (Chest Pain) dan 85% diantaranya nyeri dada yang
dirasakan akibat penyakit kardiovaskuler. (Pusdatin Kemenkes, 2014).
Keluhan nyeri dada yang dirasakan pasien dapat disebabkan oleh berbagai
macam kondisi antara lain: penyakit jantung (cardiac cause) dan penyebab selain
penyakit jantung (non cardiac cause). Masing-masing penyebab dari nyeri dada
mempunyai karasteristik yang berbeda satu sama lain, oleh karena itu penting bagi
seorang perawat atau dokter mengenali tipe dan penyebab nyeri dada pada pasien
(Ed: Irmalita, Nani, Ismoyono, Indriwanto, Hananto, Iwan, Daniel, Dafsah, Surya,
Isman, 2009).
Keluhan nyeri dada yang disebabkan oleh penyakit kardiovaskuler
dan dicurigai SKA, umumnya dirasakan di substernal dan dapat menjalar ke
lengan kiri atau kanan, rahang, bahu. Keluhan biasanya berupa sensasi terbakar,
tertekan, terhimpit benda berat, sesak napas, seperti diremas, atau hanya berupa
keluhan nyeri di dada kanan. Keluhan sering disertai keringat dingin, mual,
muntah atau pingsan, Managemen nyeri adalah bagian dari displin ilmu medis
yang berkaitan dengan upaya-upaya menghilangkan nyeri atau pain relief.
(Priyanto, 2011).

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Chest Pain
1.1 Definisi Chest Pain / Nyeri dada
Nyeri dada merupakan salah satu keluhan yang paling banyak ditemukan
di klinik. Sebahagian besar penderita merasa ketakutan bila nyeri dada tersebut
disebabkan oleh penyakit jantung ataupun penyakit paru yang serius. Diagnosa
yang tepat sangat tergantung dari pemeriksaan fisik yang cermat, pemeriksaan
khusus lainnya serta anamnesa dari sifat nyeri dada mengenai lokasi,
penyebaran, lama nyeri serta faktor pencetus yang dapat menimbulkan nyeri
dada. Salah satu bentuk nyeri dada yang paling sering ditemukan adalah
angina pektoris yang merupakan gejala penyakit jantung koroner dan dapat
bersifat progresif serta menyebabkan kematian, (T.Bahir, 2004).
1.2 Klasifikasi Nyeri dada
Menurut (T.Bahir, 2004), Ada 2 macam jenis nyeri dada yaitu:
1. Nyeri dada pleuritik
Nyeri dada pleuritik biasa lokasinya posterior atau lateral. Sifatnya
tajam dan seperti ditusuk. Bertambah nyeri bila batuk atau bernafas dalam
dan berkurang bila menahan nafas atau sisi dada yang sakit digerakan.
Nyeri berasal dari dinding dada, otot, iga, pleura perietalis, saluran nafas
besar, diafragma, mediastinum dan saraf interkostalis. Nyeri dada pleuritik
dapat disebakan oleh : - Difusi pelura akibat infeksi paru, emboli paru,
keganasan atau radang subdiafragmatik ; pneumotoraks dan
penumomediastinum.
2. Nyeri dada non pleuritik
Nyeri dada non-pleuritik biasanya lokasinya sentral, menetap atau
dapat menyebar ke tempat lain. Plaing sering disebabkan oleh kelainan di
luar paru.
a. Kardial Iskemik miokard akan menimbulkan rasa tertekan atau nyeri
substernal yang menjalar ke aksila dan turun ke bawah ke bagian dalam

2
lengan terutama lebih sering ke lengan kiri. Rasa nyeri juga dapat
menjalar ke epigasterium, leher, rahang, lidah, gigi, mastoid dengan
atau tanpa nyeri dada substernal.
b. Angina stabil ( Angina klasik, Angina of Effort) : Serangan nyeri dada
khas yang timbul waktu bekerja. Berlangsung hanya beberapa menit
dan menghilang dengan nitrogliserin atau istirahat. Nyeri dada dapat
timbul setelah makan, pada udara yang dingin, reaksi simfatis yang
berlebihan atau gangguan emosi. - Angina tak stabil (Angina preinfark,
Insufisiensi koroner akut) : Jenis Angina ini dicurigai bila penderita
telah sering berulang kali mengeluh rasa nyeri di dada yang timbul
waktu istirahat atau saat kerja ringan dan berlangsung lebih lama. -
Infark miokard : Iskemik miokard yang berlangsung lebih dari 20-30
menit dapat menyebabkan infark miokard. Nyeri dada berlangsung
lebih lama, menjalar ke bahu kiri, lengan dan rahang.
3. Perikardikal Saraf sensoris untuk nyeri terdapat pada perikardium parietalis
diatas diafragma. Nyeri perikardila lokasinya di daerah sternal dan area
preokordinal, tetapi dapat menyebar ke epigastrium, leher, bahu dan
punggung. Nyeri bisanya seperti ditusuk dan timbul pada aktu menarik
nafas dalam, menelan, miring atau bergerak.
4. Aortal Penderita hipertensi, koartasio aorta, trauma dinding dada
merupakan resiko tinggi untuk pendesakan aorta. Diagnosa dicurigai bila
rasa nyeri dada depan yang hebat timbul tibatiba atau nyeri interskapuler.
5. Gastrointestinal Refluks geofagitis, kegansan atau infeksi esofagus dapat
menyebabkan nyeri esofageal. Neri esofageal lokasinya ditengah, dapat
menjalar ke punggung, bahu dan kadang kadang ke bawah ke bagian
dalam lengan sehingga seangat menyerupai nyeri angina.
6. pulmonal Obstruksi saluran nafas atas seperti pada penderita infeksi laring
kronis dapat menyebakan nyeri dada, terutama terjadi pada waktu menelan.

3
1.3 Patofisiologi
Nyeri dada tipikal (angina) merupakan gejala kardinal pasien SKA. Nyeri
dada atau rasa tidak nyaman di dada merupakan keluhan dari sebagian besar
pasien dengan SKA. Seorang dokter harus mampu mengenal nyeri dada angina
dan mampu membedakan dengan nyeri dada lainnya karena gejala ini
merupakan petanda awal dalam pengelolaan pasien SKA. (DepBinfar, 2006)
Sebagian besar SKA adalah manifestasi akut dari plak ateroma pembuluh
darah koroner yang koyak atau pecah. Hal ini berkaitan dengan perubahan
komposisi plak dan penipisan tudung fibrus yang menutupi plak tersebut.
Kejadian ini akan diikuti oleh proses agregasi trombosit dan aktivasi jalur
koagulasi. Terbentuklah trombus yang kaya trombosit (white thrombus).
Trombus ini akan menyumbat liang pembuluh darah koroner, baik secara total
maupun parsial; atau menjadi mikroemboli yang menyumbat pembuluh
koroner yang lebih distal. Selain itu terjadi pelepasan zat vasoaktif yang
menyebabkan vasokonstriksi sehingga memperberat gangguan aliran darah
koroner. Berkurangnya aliran darah koroner menyebabkan iskemia
miokardium. Pasokan oksigen yang berhenti selama kurang-lebih 20 menit
menyebabkan miokardium mengalami nekrosis (infark miokard).
Berat ringannya nyeri bervariasi. Sulit untuk membedakan antara gejala
APTS/NSTEMI dan STEMI. Pada beberapa pasien dapat ditemukan tanda-
tanda gagal ventrikel kiri akut. Gejala yang tidak tipikal seperti rasa lelah yang
tidak jelas, nafas pendek, rasa tidak nyaman di epigastrium atau mual dan
muntah dapat terjadi, terutama pada wanita, penderita diabetes dan pasien
lanjut usia. Kecurigaan harus lebih besar pada pasien dengan faktor risiko
kardiovaskular multipel dengan tujuan agar tidak terjadi kesalahan diagnosis
(Pedoman Tatalaksanana SKA, 2015)
1.4 Penatalaksanaan
Pasien dengan nyeri dada dapat diduga menderita infark miokard atau
angina pektoris tak stabil dari anamnesis nyeri dada yang teliti. Dalam
menghadapi pasien-pasien nyeri dada dengan kemungkinan penyebabnya

4
kelainan jantung, langkah yang diambil atau tingkatan dari tata laksana pasien
sebelum masuk rumah sakit tergantung ketepatan diagnosis, kemampuan dan
fasilitas pelayanan kesehatan maupun ambulan yang ada.
Prinsip penatalaksanaan SKA adalah mengembalikan aliran darah koroner
dengan trombolitik/ PTCA primer untuk menyelamatkan jantung dari infark
miokard, membatasi luasnya infark miokard, dan mempertahankan fungsi
jantung. Penderita SKA perlu penanganan segera mulai sejak di luar rumah
sakit sampai di rumah sakit. Pengenalan SKA dalam keadaan dini merupakan
kemampuan yang harus dimiliki dokter/tenaga medis karena akan
memperbaiki prognosis pasien. Tenggang waktu antara mulai keluhan-
diagnosis dini sampai dengan mulai terapi reperfusi akan sangat
mempengaruhi prognosis. Terapi IMA harus dimulai sedini mungkin,
reperfusi/rekanalisasi harus terlaksana sebelum 4-6 jam. (DepBinfar, 2006).
1.5 Terapi pemberian Obat
1. Nitrat meningkatkan pemberian D2 miokard dengan dialatasi arteri
epikardial tanpa mempengaruhi, resistensi arteriol arteri intramiokard.
Dilatasi terjadi pada arteri yang normal maupun yang abnormal juga pada
pembuluh darah kolateral sehingga memperbaiki aliran darah pada daerah
isomik. Toleransi sering timbul pada pemberian oral atau bentuk lain dari
nitrat long-acting termasuk pemberian topikal atau transdermal.
2. Beta Bloker tetap merupakan pengobatan utama karena pada sebagian
besar penderita akan mengurangi keluhan angina. Kerjanya mengurangi
denyut jantung, kontasi miokard, tekanan arterial dan pemakaian O2. Beta
Bloker lebih jarang dipilih diantara jenis obat lain walaupun dosis
pemberian hanya sekali sehari.
3. Ca-antagonis Kerjanya mengurangi beban jantung dan menghilangkan
spasma koroner, Nifedipin dapat mengurangi frekuensi serangan anti-
angina, memperkuat efek nitrat oral dan memperbaiki toleransi exercise.
Merupakan pilihan obat tambahan yang bermanfaat terutama bila
dikombinasi dengan beta-bloker.

5
4. Antipletelet dan antikoagulan Segi lain dari pengobatan angina adalah
pemberian antipletelet dan antikoagulan. (Pedoman Tatalaksanana SKA)
2. Teori Penyakit Diabtetes Mellitus II

2.1 Definisi Diabetes Mellitus

Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu kelompok penyakit

metabolik yang ditandai oleh hiperglikemia karena gangguan sekresi insulin,

kerja insulin, atau keduanya. Keadaan hiperglikemia kronis dari diabetes

berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, gangguan fungsi dan

kegagalan berbagai organ, terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh

darah (ADA, 2012)

Defenisi diabetes mellitus adalah suatu penyakit atau gangguan

metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya

kadar gula darah disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid dan

protein sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin (Ditjen Bina Farmasi dan

Alkes, 2005).

World Health Organization (WHO) sebelumnya telah merumuskan

bahwa DM merupakan sesuatu yang tidak dapat dituangkan dalam satu

jawaban yang jelas dan singkat tetapi secara umum dapat dikatakan sebagai

suatu kumpulan problema anatomidan kimiawi akibat dari sejumlah faktor

dimana didapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan gangguan fungsi

insulin (Purnamasari, 2009).

6
2.2 Etiologi Diabetes Mellitus

1. Diabtetes Mellitus tipe 1

Diabetes Mellitus Tipe 1 Gangguan produksi insulin pada DM Tipe 1

umumnya terjadi karena kerusakan sel-sel pulau Langerhans yang

disebabkan oleh reaksi autoimun. Sebagaimana diketahui, pada pulau

Langerhans kelenjar pankreas terdapat beberapa tipe sel, yaitu sel , sel dan

sel . Sel-sel memproduksi insulin, sel-sel memproduksi glukagon,

sedangkan sel-sel memproduksi hormon somatostatin. Destruksi otoimun

dari sel-sel pulau Langerhans kelenjar pankreas langsung mengakibatkan

defisiensi sekresi insulin. Defisiensi insulin inilah yang menyebabkan

gangguan metabolisme yang menyertai DM Tipe 1. Selain defisiensi insulin,

fungsi sel-sel kelenjar pankreas pada penderita DM Tipe 1 juga menjadi

tidak normal. Pada penderita DM Tipe 1 ditemukan sekresi glukagon yang

berlebihan oleh sel-sel pulau Langerhans.

2 Diabetes Melitus Tipe II

Etiologi DM Tipe II merupakan multifaktor yang belum

sepenuhnya terungkap dengan jelas. Faktor genetik dan pengaruh lingkungan

cukup besar dalam menyebabkan terjadinya DM tipe II, antara lain obesitas,

diet tinggi lemak dan rendah serat, serta kurang gerak badan. Berbeda dengan

DM Tipe 1, pada penderita DM Tipe II, terutama yang berada pada tahap awal,

umumnya dapat dideteksi jumlah insulin yang cukup di dalam darahnya,

disamping kadar glukosa yang juga tinggi. Jadi, awal patofisiologis DM Tipe

II bukan disebabkan oleh kurangnya sekresi insulin, tetapi karena sel-sel

7
sasaran insulin gagal atau tak mampu merespon insulin secara normal.Keadaan

ini lazim disebut sebagai Resistensi Insulin Disamping resistensi insulin,

pada penderita DM Tipe II dapat juga timbul gangguan sekresi insulin dan

produksi glukosa hepatik yang berlebihan. Namun demikian, tidak terjadi

pengrusakan sel-sel Langerhans secara otoimun sebagaimana yang terjadi

pada DM Tipe 1. Dengan demikian defisiensi fungsi insulin pada penderita

DM Tipe II hanya 29 bersifat relatif, tidak absolut. Oleh sebab itu dalam

penanganannya umumnya tidak memerlukan terapi pemberian insulin. Apabila

tidak ditangani dengan baik, pada perkembangan penyakit selanjutnya

penderita DM Tipe II akan mengalami kerusakan sel-sel pankreas yang

terjadi secara progresif, yang seringkali akan mengakibatkan defisiensi insulin,

sehingga akhirnya penderita memerlukan insulin eksogen (Ditjen Bina Farmasi

dan Alkes, 2005).

2.3 Patofisiologi Diabetes Mellitus

Diabetes mellitus merupakan penyakit yang disebabkan oleh adanya

kekurangan insulin secara relatif maupun absolut.

1. Defisiensi insulin dapat terjadi melalui 3 jalan, yaitu :

a. Rusaknya sel-sel pankreas karena pengaruh dari luar (virus,zat kimia)

b. Desentisitasi atau penurunan reseptor glukosa pada kelenjar pankreas.

c. Desensitasi/kerusakan reseptor insulin dijaringan perifer.

2. Aktivitas insulin yang rendah akan menyebabkan :

a. Penurunan penyerapan glukosa oleh sel-sel, disertai peningkatan

pengeluaran glukosa oleh hati melalui proses glukoneogenesis dan

8
glikogenolisis. Karena sebagian besar sel tubuh tidak dapat

menggunakan glukosa tanpa bantuan insulin, timbul keadaan ironis,

yakni terjadi kelebihan glukosa ekstrasel sementara terjadi defisiensi

glukosa intrasel.

b. Kadar glukosa yang meninggi ke tingkat dimana jumlah glukosa yang

difiltrasi melebihi kapasitas sel-sel tubulus melakukan reabsorpsi akan

menyebabkan glukosa muncul pada urin, keadaan ini di namakan

glukosuria.

Glukosa pada urin menimbulkan efek osmotik yang menarik H2O

bersamanya. Keadaan ini menimbulkan dieresis osmotik yang ditandai

oleh poliuria (sering berkemih).

2.4 Diagnosis Diabetes Mellitus

Diagnosis DM biasanya diikuti dengan adanya gejala poliuria,

polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan

penyebabnya. Diagonosis DM dapat dipastikan apabila hasil pemeriksaan

kadar glukosa darah sewaktu 200 mg/dl dan hasil pemeriksaan kadar glukosa

darah puasa 126 mg/dl (Ditjen Bina Farmasi dan Alkes, 2005).

Kriteria penegakan diagnosis Diabetes Mellitus

Glukosa plasma Glukosa Plasma 2 jam


puasa setelah makan

Normal <100 mg/dl <140 mg/dl

Diabetes 126 mg/dl 200 mg/dl

9
2.5 Penatalaksanaan Diabetes Mellitus

Ada lima pilar utama dalam penanganan diabetes mellitus, lima pilar tersebut

meliputi :

1. Edukasi

2. Diet nutrisi

3. Aktivitas fisik (olahraga)

4. Terapi pengobatan

5. Monitor kadar gula darah

Penatalaksanaan diabetes mempunyai tujuan akhir untuk menurunkan

morbiditas dan mortalitas DM, yang secara spesifik ditujukan untuk mencapai

2 target utama, yaitu menjaga agar kadar glukosa plasma berada dalam kisaran

normal dan mencegah atau meminimalkan kemungkinan terjadinya komplikasi

diabetes.

Golongan Obat Efek Samping Penurunan


Cara Kerja Utama
Utama HbA1c
Sulfonilurea Meningkatkan sekresi BB naik
1,0-2,0%
insulin hipoglikemia
Glinid Meningkatkan sekresi BB naik
0,5-1,5%
insulin hipoglikemia
Menekan produksi Dispepsia, diare,
1,0-2,0%
glukosa hati & asidosis laktat
Metformin
menambah sensitifitas
terhadap insulin
Penghambat Menghambat absorpsi Flatulen, tinja
0,5-0,8%
Alfa-Glukosidase glukosa lembek
Tiazolidindion Menambah sensitifitas Edema 0,5-1,4%
terhadap insulin
Meningkatkan sekresi
Penghambat insulin, Sebah, muntah 0,5-0,8%
DPP-IV menghambat sekresi
glukagon
Nenghambat
Penghambat ISK 0,5-0,9%
reabsorpsi glukosa di
SGLT-2
tubuli distal ginjal

10
2.6 Uraian Obat

1. Glimepiride (MIMS 2016)


Komposisi Glimepiride
Indikasi Non-Insulin-dependent (tipe II) Diabetes melitus (NIDDM)
dimana kadar glukosa darah tidak dapat hanya dikontrol
dengan diet dan olahraga saja.
Kontra Hipersensitivitas
Indikasi Pasien ketoasidosis diabetic, dengan atau tanpa koma
Dosis Dosis awal: 1-2 mg satu kali sehari, diberikan bersamaan
makan pagi atau makanan utama yang pertama. Untuk pasien
yang lebih sensitif terhadap obat-obat hipoglikemik, dosis
awal yang diberikan sebaiknya dimulai dari 1 mg satu kali
sehari, kemudian boleh dinaikkan (dititrasi) dengan hati-hati.
Dosis pemeliharaan: 1-4 mg satu kali sehari. Dosis
maksimum yang dianjurkan 8 mg satu kali sehari. Pada saat
pemberian telah mencapai dosis 2 mg maka kenaikkan dosis
tidak boleh melebihi 2 mg dengan interval 1-2 minggu
tergantung dari respon gula darah pasien. Efikasi jangka
panjang harus dimonitor dengan mengukur kadar HbA1c,
sebagai contoh setiap 3-6 bulan.
Efek Gangguan pada saluran cerna seperti muntah, nyeri lambung
samping dan diare (<1%).
Reaksi alergi seperti pruritus, erythema, urtikaria, erupsi
morbiliform atau maculopapular, reaksi ini bersifat
sementara dan akan hilang meskipun penggunaan
glimipiride dilanjutkan, jika tetap terjadi maka penggunaan
glimepiride harus dihentikan (<1%).
Gangguan metabolisme berupa hiponatremia.
Perubahan pada akomodasi dan/atau kaburnya penglihatan
mungkin terjadi pada penggunaan glimepiride (plasebo
0,7%, glimepiride 0,4%).
Reaksi hematologik seperti leukopenia, agranulositosis,
trombositopenia, anemia hemolitik, anemia aplastik, dan
pansitopenia dilaporkan terjadi pada penggunaan
sulfonilurea.

11
2. Nitrokaf (MIMS 2016)
Komposisi glyceryl trinitrate

Indikasi Pencegahan dan terapi jangka panjang angina pektoris.


Kontra Hindari sildenafil. Glaukoma, syok kardiogenik, anemia berat,
Indikasi trauma kepala, peningkatan TIK, pendarahan otak, insipiens,
kegagalan sirkulasi akut, hipotensi.
Dosis 2.5 mg 2-3 kali/hari. Kasus berat : 5 mg 2-3 kali/hari. Obat
harus ditelan utuh dengan segelas air.
Efek Sakit kepala, hipotensi ortostatik, takikardi, kolaps yang
Samping disertai dengan aritmia bradikardi, mengantuk. Jarang : kolaps,
kemerahan pada kulit.

3. Candesartan (MIMS 2016)


Komposisi Candesartan
Indikasi Hipertensi.
Pengobatan pada pasien dengan gagal jantung dan
gangguan fungsi sistolik ventrikel kiri (LVEF =40%)
ketika obat penghambat ACE tidak ditoleransi
Kontra Pasien yang hipersensitif terhadap candesartan atau
komponen yang terkandung dalam formulasinya.
Indikasi
Wanita hamil dan menyusui.
Gangguan hati yang berat dan/ ketoasidosis
Dosis Dosis pada hipertensi
Pakai Dosis awal candesartan yang direkomendasikan adalah 4 mg
per hari dan dapat ditingkatkan hingga 16 mg satu kali sehari.
Efek antihipertensi maksimal akan dicapai dalam waktu 4
minggu setelah pengobatan
Dosis pada gagal jantung
Dosis awal candesartan yang direkomendasikan adalah 4 mg
per hari.
Efek Infeksi saluran pernafasan bagian atas, nyeri punggung, dan pusing.
samping

12
4. Spironolactone (MIMS 2016)
Komposisi Spironolactone 25 mg
Indikasi Hipertensi esensial, edema akibat : payah jantung kongestif,
sirosis hati dengan atau tanpa asites, sindroma nefrotik,
hiperaldosteronisme primer, pencegahan hipokalemia pada
penderita dengan digitalis terapi, terapi tambahan pada
hipertensi maligna.
Kontra Insufisiensi ginjal akut, kerusakan ginjal, anuria (tidak
indikasi dibentuknya kemih oleh ginjal), hiperkalemia (kadar Kalium
dalam darah di atas normal).
Dosis Dewasa : Untuk hipertensi esensial : 50-100 mg/hari dosis
tunggal atau terbagi, selama minimal 2 minggu. Untuk
gangguan edema : 100 mg/hari dosis tunggal atau terbagi.
Untuk gagal jantung kongestif : 100 mg/hari. Untuk sirosis
hati (ratio Na/K urin > 1) : 100 m/hari. Rasio Na/K <1 : 200-
400 mg/hari. Anak : 3.3 mg/kg berat badan/hari dosisi
tunggal atau terbagi.
Efek samping Gangguan GI, mengantuk, ginekomastia, letargi, gangguan
mental, ataksia, gangguan menstruasi atau amenorea,
perdarahan pasca menopause, agranulositosis, demam obat.

5. Clopidogrel (MIMS 2016)


Komposisi Clopidogrel
Indikasi Mengurangi terjadinya aterosklerosis (infrak miokardial,
stroke, dan kematian vaskuler) pada pasien dengan
aterosklerosis terdokumentasi oleh stroke yang baru terjadi,
infark miokardial, atau penyakit arteri perifer yang telah pasti.
Kontra
Pendarahan patologik,pendarahan intrakranial, tukak lambung.
Indikasi
Dosis Sekali sehari 75 mg

13
Efek Reaksi alergi, sinkop.palpitasi,astenia,iskemik nekrosis,gagal
Samping jantung,kram kaki, konstipasi, vertigo,muntah

6. Episan (MIMS 2016)


Komposisi Sucralfate
Indikasi Pengobatan jangka pendek untuk tukak usus (hingga 8
minggu)
Kontra -
indikasi
DosisPakai 2 sendok takar (10 ml) 4 kali sehar
Efek samping konstipasi ,mulut kering,diare,mual,muntah,rasa tidak
nyaman pada lambung,kembung,pruritus,ruam
kulit,mengantuk,vertigo,nyeri punggung,sakit kepala

7. Digoxin (MIMS 2016)

Komposisi Digoxin
Indikasi Gagal jantung kongestif
Aritmia supraventrikular (terutama atrial fibrilasi)
Takikardia atrium proksimal
Kontra indikasi Blok AV tingkat 2 dan blok AV total
Aritmia supra ventrikular yang disebabkan sindroma
Wolff - Parkinson White
Fibrilasi ventrikel
Hipersensitif terhadap digoksin dan penderita dengan
riwayat intoleransi terhadap preparat digitalis
Dosis Dewasa:
Dosis digitalisasi rata-rata 3-6 tablet sehari dalam dosis
terbagi.
Untuk digitalisasi cepat dimulai 2 - 3 tablet, diikuti 1 -2
tablet tiap 6-8 jam sampai tercapai digitalisasi penuh.
Untuk digitalisasi lambat dan dosis penunjang 1/2-2
tablet sehari (1/2 - 1 tablet pada usia lanjut),
tergantung pada berat badan dan kecepatan bersihan
kreatinin.
Dosis harus dikurangi pada penderita dengan gangguan
fungsi ginjal.

14
Anak-anak dibawah 10 tahun :
0.025 mg/kg BB sehari dalam dosis tunggalatau terbagi.
Efek samping Dapat terjadi anoreksia, mual, muntah dan sakit kepala.
Gejala toksik pada jantung : kontraksi ventrikel
prematur multiform atau unifocal,takikardia ventrikular,
desosiasi AV, aritmia sinus, takikardia atrium dengan
berbagai derajat blok AV.
Gejala neurologik : depresi, ngantuk, rasa lemah, letargi,
gelisah, vertigo, bingung dan halusinasi visual.
Gangguan pada mata: midriasis, fotofobia, dan berbagai
gangguan visus.
Ginekomastia, ruam kulit makulopopular atau reaksi
kulit yang lain

8. Furosemid (MIMS 2016)


Komposisi Furosemid 40 mg
Indikasi Pengobatan edema yang menyertai payah jantung
kongestif, sirosis hati dan gangguan ginjal termasuk
sindrom nefrotik.
Pengobatan hipertensi, baik diberikan tunggal atau
kombinasi dengan obat antihipertensi.
Furosemida sangat berguna untuk keadaan-keadaan yang
membutuhkan diuretik kuat.
Pendukung diuresis yang dipaksakan pada keracunan.
Kontra Anuria
Hipersensitif terhadap furosemid
indikasi
Terapi bersamaan dengan sefaloridin
Sirosis hat
Dosis Dewasa : Sehari 1 - 2 kali, 1 - 2 tablet
Dosis pemeliharaan, sehari 1 tablet
Dosis maksimum, sehari 5 tablet
Bila hasilnya belum memuaskan, dosis dapat ditingkatkan
20 mg (1 ampul) tiap interval waktu 2 jam sampai
diperoleh hasil yang memuaskan.
Anak-anak : Sehari 1 - 3 mg/kg BB
Efek samping Susunan saraf pusat: pusing, vertigo, parastesis, sakit
kepala, gangguan penglihatan, tinnitus, tuli, spasme otot,
kelemahan, gelisah
Kardiovaskular: hipotensi ortostatik
Hematologi: anemia, leukopenia, agranulositosis (jarang),
trombositopenia, anemia aplastik (jarang)
Saluran pencernaan: anoreksia, mual, muntah, kejang,
diare, konstipasi, pankreatitis
Hipersensitivitas: purpura, ruam kulit, urtikaria, pruritus

15
9. Insulin Novorapid

Komposisi Insulin aspart

Indikasi Pengobatan DM
Kontra indikasi Hipoglikemia
Dosis 0.5-1 u/kg BB/hari

Efek samping Hipoglikemia

16
BAB III
TINJAUAN KASUS

A. Identitas Pasien

NamaPasien : Tn. R

Jenis Kelamin : Laki laki

Umur : 44 tahun

No pendaftran : 1704******

Tanggal Masuk RS : 01 April 2017

Pav/kamar : Melati

Penjamin : BPJS (PBI)

Nama dokter : Dr. A.R

B. Data Subjektif Pasien

1. Data awal pasien

Keluhan : Nyeri dada

Diagnosa Masuk : Chest pain, Acs, Hiperglikemi

Riwayat penyakit pasien : DM, Hipertensi, Kolesterol

Riwayat alergi : -

17
2. Perkembangan pasien

Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl


No Keluhan
01/04 02/04 03/04 04/04 05/04

+
1 Sesak + + - - -
+

+ Hilang timbul
+ Hilang timbul Sudah tidak ada nyeri
2 Nyeri dada + Berkurang
Hilang timbul Hilang timbul Sudah tidak ada nyeri
+ Berkurang

Keterangan = + (ada keluhan)


- ( tidak ada keluhan)

18
C. Data Objektif Pasien
1. Tanda-Tanda Vital Pasien

Pemeriksaan Normal Tgl 01/04 Tgl 02/04 Tgl 03/04 Tgl 04/04 Tgl 05/04

Suhu 36-37,5 C 36 36 36 36 36

TD 120/80 mmHg 130/80 120/80 120/80 120/80 120/80

Nadi 80 - 100x/menit 84 80 80 80 80

Pernapasan 12 - 20x/menit 20 - - - -

19
2. Data Laboratorium

Pemeriksaan Normal 01/04/2017 Keterangan

Hemoglobin 13,2 17,3 g/dL 14,9 Normal

Leukosit 3.00-10.00 103/uL 8,07 Normal

Hematokrit 40-52 % 43 Menrun

Trombosit 150-440 103/uL 202 Normal

Eritrosit 4,40-5.00 103/uL 4,89 Normal

MCV/VER 80-100 1L 89 Normal

MCH/HER 26 36 pg 31 Normal

MCHC/KHER 32 36 g/dL 34 Normal

JANTUNG

Troponin < 0.03 uL Negatif

Keterangan :

FAAL GINJAL

Ureum darah 10-50 mg/dL 32 Normal

Kreatinin darah <1,4 mg/dL 1.2 Normal

ELEKTROLIT

Natrium darah 135-147 mEq/L L 132 Menurun

Kalium darah 3,5-5,0 mEq/L L 3.2 Menurun

Klorida darah 94-111 mEq/L 100 Normal

Keterangan :

20
Penurunan kalium darah atau hipokalemia dapat terjadi karena input
kalium rendah dan eskresi lewat urine berlebihan.

DIABETES

Gula darah sewaktu 70-200 mg/dL CH 354 Meningkat

3. Pemeriksaan Glukosa

Tanggal
Waktu
02/04/2017 03/04/2017 04/04/2017

08.00 308 324


11.00 349 258 340
17.00 303 280 459
23.00 283 379 342

21
D. Profil Pengobatan Pasien
1. Penggunaan obat selama pasien dirawat

01/04 02/04 03/04 04/04 05/04


Nama obat Frekuensi rute
pi Si so ml pi Si so ml pi si so ml pi si so ml pi si so ml

Glimepiride 1mg 1x1 oral 06 06 06 06 06

Nikrokaf 5mg 2x1 oral 06 18 06 18 06 18 06 18 06

Candesartan 8mg 1x1 oral 06 06 06 06 06

Spironolactone 1x1
oral 06 06 06 06 06
25mg

Clopidogrel 75mg 1x 1 oral 06 06 06 06 06

Episan sry 3x1 oral 06 12 18 06 12 18 06 12 18 06 12 18 06 12

Digoxin 0,25mg 1x1 oral 06 06 06 06 12

Furosemid 20mg 1x2 iv 06 06 06 06\ 06

Insulin novorapid 3 x 4 unit iv 06 12 18 06 12 18 06 12 18 06 12 18 06 12 18

22
2. Obat Pulang

No Nama obat Aturan pakai

1 Glimepiride 1 mg 1x1

2 Nitrokaf retard forte 5 mg 2x1

3 Candesartan 8 mg 1x1

4 Spironolacton 25 mg 1x1

5 CPG 75 mg 1x1

6 Episan sry 3x1

7 Digoxin 0,25 mg 1x1

8 Lasix 40 mg 1x1

23
E. Kesesuian Dosis

Dosis yg Kesesuaian
Rute Indikasi Dosis Lazim
diberikan dosis

Glimepiride 1mg Oral Diabetes melitus tipe 2 1 2 mg/hr 1x 1 mg sesuai


Angina pektoris/
Nitrokaf 5 mg Oral 1 kaps (5 mg) 2x/hr 2x 5 mg sesuai
jantung
Candesartan 8mg Oral AntiHipertensi 4 mg/hr 1x8 mg sesuai
Spironolacton 25 mg Oral Diuretik 25 -100 mg/hr 1x 25 mg sesuai
CPG 75mg Oral Antiplatelet 75 mg/hr 1x 75 mg sesuai
Tidak sesuai
2 sendok obat (10 mg)
Episan syr Oral Usus duodenum 3 x 10 mg (dosis terlalu
4x/hr
kecil)
Digoxin 0,25 mg Oral Gagal jantung 0.25 1,5 mg/sehari 1x 0,25 mg sesuai
Furosemid iv Anti HT, diuretic 10 40 mg/hr 1x 20 mg Sesuai

24
F. Drug Reaaleated Problem (DRP)
Dari hasil pemantauan terapi obat pada pasien ini ditemukan adanya DRP (Drug Related Problem), yaitu
sebagai berikut:

Obat Assessment (Identifikasi DRP) Plan / Rekomendasi


Aturan
Nama Obat Rute Problem Causes Intervensi Outcome
Pakai

1. Candesarta Oral P5.1 C1.4 I1.1 O2.1


n +
Interaksi potensial Permasalahan farmakokinetik Dokter hanya memberikan Permasalahan
Furosemid
dan interaksi informasi Semua Teratasi

Pemberian kedua obat


tersebut diberi jeda waktu
Candesartan meningkatkan Dokter tetap
dan Furosemide melanjutkan
menurunkan kadar kalium intervensi dan
dalam darah memonitor efek
samping

2. Spironolact Oral P5.1 C1.4 I1.1 O2.1


on +
Furosemid Interaksi potensial Permasalahan farmakokinetik Dokter hanya memberikan Permasalahan
dan interaksi informasi Semua Teratasi

25
Pemberian kedua obat tersebut
diberi jeda waktu
Spironolacton meningkatkan Dokter tetap
dan Furosemid menurunkan melanjutkan
kadar kalium daram darah intervensi dan
memonitor efek
samping

3.Furosemid P5.1 C1.4 I1.1 O2.1


+ Digoxin
Interaksi potensial Permasalahan farmakokinetik Dokter hanya memberikan Permasalahan
dan interaksi informasi Semua Teratasi

Pemberian kedua obat tersebut


diberi jeda waktu
Furosemide meningkatkan Dokter tetap
efek dari digoxin melalui melanjutkan
senergisme farmakodinamik intervensi dan
hipokalemia meningkatkan memonitor efek
samping
efek digoxin
4.Spironolacto P5.1 C1.4 I1.1 O2.1
n + Digoxin
Interaksi potensial Permasalahan farmakokinetik Dokter hanya memberikan Permasalahan
dan interaksi informasi Semua Teratasi

Pemberian kedua obat tersebut


diberi jeda waktu
Spironolacton meningkatkan Dokter tetap
efek dari digoxin melanjutkan
intervensi dan

26
memonitor efek
samping

5.Candesartan P5.1 C1.4 I1.1 O2.1


+ Digoxin
Interaksi potensial Permasalahan farmakokinetik Dokter hanya memberikan Permasalahan
dan interaksi informasi Semua Teratasi

Pemberian kedua obat tersebut


diberi jeda waktu
Keduanya meningkatkan Dokter tetap
kadar kalium dalam darah melanjutkan
intervensi dan
memonitor efek
samping
6.Episan syr P1.2 C3.1 I1.1 O3.3

Efek terapi tidak optimal Dosis obat terlalu rendah Dokter hanya memberikan Masalah tidak
informasi terselesaikan,
interpensi tidak
efektiv
Dosis episan syr terlalu kecil,
dosis yang diberikan 3x sehari
10 ml

27
7. P1.4 C1.8 I1.1 O3.3

Indikasi yang tidak Tidak menerima obat yang Dokter hanya memberikan Masalah tidak
tertangani dibutuhkan informasi terselesaikan,
interpensi tidak
efektiv
Pasien ada riwayat kolestrol
tapi tidak mendapatkan terapi
obat kolestrol

28
Interaksi obat

Interaksi Obat Level Efek interaksi Rekomendasi

Candesantran meningkatkan dan


Monitoring kadar serum
Candesartan + Furosemid Signifikan Furosemide menurunkan kadar kalium
dalam darah
dalam darah

Spironolacton meningkatkan dan


Monitoring kadar serum
Spironolacton + Furosemid Signifikan Furosemid menurunkan kadar kalium
dalam darah
daram darah

Furosemide meningkatkan efek dari


digoxin melalui senergisme Monitoring kadar serum
Furosemid + Digoxin Signifikan
farmakodinamik hipokalemia dalam darah
meningkatkan efek digoxin

Spironolacton meningkatkan efek dari Monitoring kadar serum


Spironolacton + Digoxin Signifikan
digoxin dalam darah

Keduanya meningkatkan kadar kalium Monitoring kadar serum


Candesartan + Digoxin Signifikan
dalam darah dalam darah

29
BAB IV
PEMBAHASAN

Pasien Tn R dengan umur 44 tahun masuk ke rumah sakit pada tanggal 01


April 2017, pasien datang dengan keluhan 6 jam yang lalu nyeri dada hilang
timbul seperti ditindih, menjalar,sesak nafas hilang timbul, lemas. Sebelumnya
berdasarkan anamnesa pasien memiliki riwayat penyakit DM, Hipertensi.
Pemeriksaan tanda vital dilakukan dan diperoleh TD pasien saat masuk Rumah
Sakit 130/80 meningkat, Nadi: 84 normal. Dari hasil anamnesa pasien didiagnosa
menderita chest pain/Nyeri dada.
Pemeriksaan laboratorium dilakukan pada tanggal 1/4 untuk menunjang
hasil diagnosa yang dilakukan pada pasien, hasil yag diperoleh yaitu nilai
Natrium: 132, Kalium, 3,2 terjadi penurunan yang tidak terlalu jauh dari nilai
normal.(IDL Kemenkes,2011). Dan tidak memerlukan terapi karena penurunan
terjadi akibat pasien mengkonsumsi obat diuretik yang dapat meningkatkan
pengeluaran cairan dalam tubuh dan hiperglikemi yang berespon pada asidosis (
keadaan keasaman darah yang berlebihan), yang selanjutnya kalium ini akan
hilang melalui urine, maka kadar kalium dalam tubuh akan berkurang.
Pasien dirawat Selama 5 hari dengan terapi pengobatan yang diberikan
berdasarkan kondisi pasien , terapi pengobatan yang diberikan yaitu Glimepiride
sebagai antidiabetes melitus tipe2 golongan sulfonilurea yang menurunkan kadar
gula darah dengan merangsang pelepasan insulin dari pangkreas sel dan
mengurangi pengeluaran glukosa dari hati. Dengan frekuensi 1x1. dimana hasil
pemeriksaan pasien masuk dengan GDS: 308mg/dl. Nitrokaf retard forte 5mg
golongan nitrat diberikan sebagai anti angina terapi jangka panjang,yang bekerja
dengan memperlebar pembuluh darah dan membantu meningkatkan kerja jantung
yang memompa darah keseluruh tubuh dan meringankan nyeri dada, dengan
frekuensi 1x1. Candesartan 8mg golongan angiostensin receptor blokers (ARB)
untuk mengobati penyakit hipertensi dan digunakan untuk melindungi ginjal dari
kerusakan karena DM dan mengobati gagal jantung, Dengan frekuensi 1x1.
Spironolacton 25mg golongan diuretic hemat kalium yang bekerja menghambat

31
aldesteron pada reseptor ditubulus ginjal distal ,meningkatkan natrium klorida dan
eksresi air selama konversi ion kalium dan hydrogen juga dapat membloc efek
aldesteron pada otot polos arteriolar yang menstimulasi penyerapan kembali Na
dan pengeluaran K, Dengan frekuensi 1x1. Clopidogrel golongan antiplatelet
yang bekerja menghambat ikatan adenosine diphospate (ADP) pada reseptor ADP
diplatelet yang sekaligus dapat menghambat aktivitas kompleks glikoprotein yang
dimediasi oleh ADP. untuk mengurangi kekentalan darah dan membantu
mencegah terjadinya pembekuan darah,digunakan untuk mengurangi resiko
terkena serangan jatung/stroke. Dengan frekuensi 1x1. Episan sirup (sucralfat)
sebagai anti tukak duodenum, diberikan karena hiperglikemi dapat meningkatkan
motilitas dan fungsi lambung. Dengan frekuensi 3x10ml/hari Sebaiknya
digunakan 4x10ml/hari sesuai dosis lazimnya (MIMS,2016). Furosemid golongan
diuretic kuat yang bekerja pada glomerulus ginjal untuk menghambat penyerapan
kembali zat natrium oleh sel tubulus ginjal. Furosemid akan meningkatkan
pengeluaran air, natrium, kalium klorida. Dengan frekuensi 1x1.
Pengamatan dilakukan pada kasus ini dan ditemui adanya DRP
penggunaan obat pada pasien, seperti adanya interaksi dari pemberian obat secara
bersamaan yang dapat menyebabkan reaksi yang tidak diharapkan karena
penggunaan obat tersebut sebagian menyebabkan hipokalemia dan Hiperkalemia
jika penggunaannya diberikan dalam jangka panjang, sehingga diperlukan
pemantauan serum kalium darah.dan telah dilakukan intervensi pada tanggal 4/4
kepada apoteker dan perawat agar pemberian obat diberi jeda waktu. Adanya
indikasi yang tidak ditangani ada riwayat kolestrol tapi pasien tidak mendapatkan
obat.sebaiknya pasien mendapatkan obat kolestrol untuk mengendalikan kadar
kolestrol. Terdapat dosis terlalu kecil, dosis episan sirup terlalu kecil dosis yang
diberikan 3x10ml/hari. Dosis lazim 4x10ml/hari.

32
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
1. Pasien masuk dengan keluhan 6 jam yang lalu nyeri dada hilang timbul
seperti ditindih, menjalar,sesak nafas hilang timbul, lemas, sehingga
dilakukan pemeriksaan laboratorium sebagai penunjang dari hasil
anamnesa dan pemeriksaan lab pasien didiagnosa menderita Chest pain.
2. Terdapat DRP selama pengobatan yaitu adanya interaksi penggunaan obat
secara bersamaan yang signifikan dapat menyebabkan hiper serta
hipokalemia, indikasi yang tidak ditangani dan dosis obat yang terlalu kecil
B. Saran
Dari kesimpu;an dapat disarankan:
1. Pemberian obat yang berinteraksi diberikan interval waktu
penggunaannya serta perlu dilakukan pemantauan serum kalium darah
untuk mengetahui kondisi serta penagngannya.
2. Perlunya pemeriksaan laboratorium yang spesifik dalam mendiagnosa
serta pemberian terapi pengobatan, sehingga terapi yang diberika tepat
indikasi agar pengobatan yang diberikan optimal.

33
DAFTAR PUSTAKA

BNF Ed 56th,2008.British National Formulary.BMJ Group And RPS


Publising.UK

Priyanto Ade. (2011). The Role of Nurse in Acute Coronary Syndrome. Jakarta:
Univeritas Muhamadiyah Jakarta.

Irmalita, Nani, H., Ismoyono, Indriwanto, S., Hananto, A., Iwan, D., Daniel, P. L.
T., Dafsah, A. J., Surya, D., Isman, F. (Ed). (2009). Standar Pelayanan Medik
(SPM) Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Edisi III.
Jakarta: RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta.

T. Bahir Anwar, 2004. Nyeri Dada. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera


Utara. E-USU Repository 2004 Universitas Sumatera Utara

Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia 2015. Pedoman


Tatalaksana Sindrom Koroner Akut. Edisi Ketiga.

Depkes 2006. Pharmaceutical Care Untuk Pasien Penyakit Jantung Koroner :


Fokus Sindrom Koroner Akut. Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan
Klinik Ditjen Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Departemen
Kesehatan 2006.

Medscape.Com.Drugsinteractionhecker.Http://Www.Madscape.Com/Pharmacist.
Drugs_Interaction.Html

MIMSINDONESIA2016.Http://Www.Mims.Com/Indonesia/Drug/Info.

PCNE.2006.PCNE Classification For Drug Related Problems. Pharmaceutical


Care Network Europe Foundation, V 5.01 Revised 01-05-06 Vm, P. 2-3.

34

Anda mungkin juga menyukai