PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Chest Pain
1.1 Definisi Chest Pain / Nyeri dada
Nyeri dada merupakan salah satu keluhan yang paling banyak ditemukan
di klinik. Sebahagian besar penderita merasa ketakutan bila nyeri dada tersebut
disebabkan oleh penyakit jantung ataupun penyakit paru yang serius. Diagnosa
yang tepat sangat tergantung dari pemeriksaan fisik yang cermat, pemeriksaan
khusus lainnya serta anamnesa dari sifat nyeri dada mengenai lokasi,
penyebaran, lama nyeri serta faktor pencetus yang dapat menimbulkan nyeri
dada. Salah satu bentuk nyeri dada yang paling sering ditemukan adalah
angina pektoris yang merupakan gejala penyakit jantung koroner dan dapat
bersifat progresif serta menyebabkan kematian, (T.Bahir, 2004).
1.2 Klasifikasi Nyeri dada
Menurut (T.Bahir, 2004), Ada 2 macam jenis nyeri dada yaitu:
1. Nyeri dada pleuritik
Nyeri dada pleuritik biasa lokasinya posterior atau lateral. Sifatnya
tajam dan seperti ditusuk. Bertambah nyeri bila batuk atau bernafas dalam
dan berkurang bila menahan nafas atau sisi dada yang sakit digerakan.
Nyeri berasal dari dinding dada, otot, iga, pleura perietalis, saluran nafas
besar, diafragma, mediastinum dan saraf interkostalis. Nyeri dada pleuritik
dapat disebakan oleh : - Difusi pelura akibat infeksi paru, emboli paru,
keganasan atau radang subdiafragmatik ; pneumotoraks dan
penumomediastinum.
2. Nyeri dada non pleuritik
Nyeri dada non-pleuritik biasanya lokasinya sentral, menetap atau
dapat menyebar ke tempat lain. Plaing sering disebabkan oleh kelainan di
luar paru.
a. Kardial Iskemik miokard akan menimbulkan rasa tertekan atau nyeri
substernal yang menjalar ke aksila dan turun ke bawah ke bagian dalam
2
lengan terutama lebih sering ke lengan kiri. Rasa nyeri juga dapat
menjalar ke epigasterium, leher, rahang, lidah, gigi, mastoid dengan
atau tanpa nyeri dada substernal.
b. Angina stabil ( Angina klasik, Angina of Effort) : Serangan nyeri dada
khas yang timbul waktu bekerja. Berlangsung hanya beberapa menit
dan menghilang dengan nitrogliserin atau istirahat. Nyeri dada dapat
timbul setelah makan, pada udara yang dingin, reaksi simfatis yang
berlebihan atau gangguan emosi. - Angina tak stabil (Angina preinfark,
Insufisiensi koroner akut) : Jenis Angina ini dicurigai bila penderita
telah sering berulang kali mengeluh rasa nyeri di dada yang timbul
waktu istirahat atau saat kerja ringan dan berlangsung lebih lama. -
Infark miokard : Iskemik miokard yang berlangsung lebih dari 20-30
menit dapat menyebabkan infark miokard. Nyeri dada berlangsung
lebih lama, menjalar ke bahu kiri, lengan dan rahang.
3. Perikardikal Saraf sensoris untuk nyeri terdapat pada perikardium parietalis
diatas diafragma. Nyeri perikardila lokasinya di daerah sternal dan area
preokordinal, tetapi dapat menyebar ke epigastrium, leher, bahu dan
punggung. Nyeri bisanya seperti ditusuk dan timbul pada aktu menarik
nafas dalam, menelan, miring atau bergerak.
4. Aortal Penderita hipertensi, koartasio aorta, trauma dinding dada
merupakan resiko tinggi untuk pendesakan aorta. Diagnosa dicurigai bila
rasa nyeri dada depan yang hebat timbul tibatiba atau nyeri interskapuler.
5. Gastrointestinal Refluks geofagitis, kegansan atau infeksi esofagus dapat
menyebabkan nyeri esofageal. Neri esofageal lokasinya ditengah, dapat
menjalar ke punggung, bahu dan kadang kadang ke bawah ke bagian
dalam lengan sehingga seangat menyerupai nyeri angina.
6. pulmonal Obstruksi saluran nafas atas seperti pada penderita infeksi laring
kronis dapat menyebakan nyeri dada, terutama terjadi pada waktu menelan.
3
1.3 Patofisiologi
Nyeri dada tipikal (angina) merupakan gejala kardinal pasien SKA. Nyeri
dada atau rasa tidak nyaman di dada merupakan keluhan dari sebagian besar
pasien dengan SKA. Seorang dokter harus mampu mengenal nyeri dada angina
dan mampu membedakan dengan nyeri dada lainnya karena gejala ini
merupakan petanda awal dalam pengelolaan pasien SKA. (DepBinfar, 2006)
Sebagian besar SKA adalah manifestasi akut dari plak ateroma pembuluh
darah koroner yang koyak atau pecah. Hal ini berkaitan dengan perubahan
komposisi plak dan penipisan tudung fibrus yang menutupi plak tersebut.
Kejadian ini akan diikuti oleh proses agregasi trombosit dan aktivasi jalur
koagulasi. Terbentuklah trombus yang kaya trombosit (white thrombus).
Trombus ini akan menyumbat liang pembuluh darah koroner, baik secara total
maupun parsial; atau menjadi mikroemboli yang menyumbat pembuluh
koroner yang lebih distal. Selain itu terjadi pelepasan zat vasoaktif yang
menyebabkan vasokonstriksi sehingga memperberat gangguan aliran darah
koroner. Berkurangnya aliran darah koroner menyebabkan iskemia
miokardium. Pasokan oksigen yang berhenti selama kurang-lebih 20 menit
menyebabkan miokardium mengalami nekrosis (infark miokard).
Berat ringannya nyeri bervariasi. Sulit untuk membedakan antara gejala
APTS/NSTEMI dan STEMI. Pada beberapa pasien dapat ditemukan tanda-
tanda gagal ventrikel kiri akut. Gejala yang tidak tipikal seperti rasa lelah yang
tidak jelas, nafas pendek, rasa tidak nyaman di epigastrium atau mual dan
muntah dapat terjadi, terutama pada wanita, penderita diabetes dan pasien
lanjut usia. Kecurigaan harus lebih besar pada pasien dengan faktor risiko
kardiovaskular multipel dengan tujuan agar tidak terjadi kesalahan diagnosis
(Pedoman Tatalaksanana SKA, 2015)
1.4 Penatalaksanaan
Pasien dengan nyeri dada dapat diduga menderita infark miokard atau
angina pektoris tak stabil dari anamnesis nyeri dada yang teliti. Dalam
menghadapi pasien-pasien nyeri dada dengan kemungkinan penyebabnya
4
kelainan jantung, langkah yang diambil atau tingkatan dari tata laksana pasien
sebelum masuk rumah sakit tergantung ketepatan diagnosis, kemampuan dan
fasilitas pelayanan kesehatan maupun ambulan yang ada.
Prinsip penatalaksanaan SKA adalah mengembalikan aliran darah koroner
dengan trombolitik/ PTCA primer untuk menyelamatkan jantung dari infark
miokard, membatasi luasnya infark miokard, dan mempertahankan fungsi
jantung. Penderita SKA perlu penanganan segera mulai sejak di luar rumah
sakit sampai di rumah sakit. Pengenalan SKA dalam keadaan dini merupakan
kemampuan yang harus dimiliki dokter/tenaga medis karena akan
memperbaiki prognosis pasien. Tenggang waktu antara mulai keluhan-
diagnosis dini sampai dengan mulai terapi reperfusi akan sangat
mempengaruhi prognosis. Terapi IMA harus dimulai sedini mungkin,
reperfusi/rekanalisasi harus terlaksana sebelum 4-6 jam. (DepBinfar, 2006).
1.5 Terapi pemberian Obat
1. Nitrat meningkatkan pemberian D2 miokard dengan dialatasi arteri
epikardial tanpa mempengaruhi, resistensi arteriol arteri intramiokard.
Dilatasi terjadi pada arteri yang normal maupun yang abnormal juga pada
pembuluh darah kolateral sehingga memperbaiki aliran darah pada daerah
isomik. Toleransi sering timbul pada pemberian oral atau bentuk lain dari
nitrat long-acting termasuk pemberian topikal atau transdermal.
2. Beta Bloker tetap merupakan pengobatan utama karena pada sebagian
besar penderita akan mengurangi keluhan angina. Kerjanya mengurangi
denyut jantung, kontasi miokard, tekanan arterial dan pemakaian O2. Beta
Bloker lebih jarang dipilih diantara jenis obat lain walaupun dosis
pemberian hanya sekali sehari.
3. Ca-antagonis Kerjanya mengurangi beban jantung dan menghilangkan
spasma koroner, Nifedipin dapat mengurangi frekuensi serangan anti-
angina, memperkuat efek nitrat oral dan memperbaiki toleransi exercise.
Merupakan pilihan obat tambahan yang bermanfaat terutama bila
dikombinasi dengan beta-bloker.
5
4. Antipletelet dan antikoagulan Segi lain dari pengobatan angina adalah
pemberian antipletelet dan antikoagulan. (Pedoman Tatalaksanana SKA)
2. Teori Penyakit Diabtetes Mellitus II
kegagalan berbagai organ, terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh
kadar gula darah disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid dan
protein sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin (Ditjen Bina Farmasi dan
Alkes, 2005).
jawaban yang jelas dan singkat tetapi secara umum dapat dikatakan sebagai
dimana didapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan gangguan fungsi
6
2.2 Etiologi Diabetes Mellitus
Langerhans kelenjar pankreas terdapat beberapa tipe sel, yaitu sel , sel dan
cukup besar dalam menyebabkan terjadinya DM tipe II, antara lain obesitas,
diet tinggi lemak dan rendah serat, serta kurang gerak badan. Berbeda dengan
DM Tipe 1, pada penderita DM Tipe II, terutama yang berada pada tahap awal,
disamping kadar glukosa yang juga tinggi. Jadi, awal patofisiologis DM Tipe
7
sasaran insulin gagal atau tak mampu merespon insulin secara normal.Keadaan
pada penderita DM Tipe II dapat juga timbul gangguan sekresi insulin dan
DM Tipe II hanya 29 bersifat relatif, tidak absolut. Oleh sebab itu dalam
8
glikogenolisis. Karena sebagian besar sel tubuh tidak dapat
glukosa intrasel.
glukosuria.
polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan
kadar glukosa darah sewaktu 200 mg/dl dan hasil pemeriksaan kadar glukosa
darah puasa 126 mg/dl (Ditjen Bina Farmasi dan Alkes, 2005).
9
2.5 Penatalaksanaan Diabetes Mellitus
Ada lima pilar utama dalam penanganan diabetes mellitus, lima pilar tersebut
meliputi :
1. Edukasi
2. Diet nutrisi
4. Terapi pengobatan
morbiditas dan mortalitas DM, yang secara spesifik ditujukan untuk mencapai
2 target utama, yaitu menjaga agar kadar glukosa plasma berada dalam kisaran
diabetes.
10
2.6 Uraian Obat
11
2. Nitrokaf (MIMS 2016)
Komposisi glyceryl trinitrate
12
4. Spironolactone (MIMS 2016)
Komposisi Spironolactone 25 mg
Indikasi Hipertensi esensial, edema akibat : payah jantung kongestif,
sirosis hati dengan atau tanpa asites, sindroma nefrotik,
hiperaldosteronisme primer, pencegahan hipokalemia pada
penderita dengan digitalis terapi, terapi tambahan pada
hipertensi maligna.
Kontra Insufisiensi ginjal akut, kerusakan ginjal, anuria (tidak
indikasi dibentuknya kemih oleh ginjal), hiperkalemia (kadar Kalium
dalam darah di atas normal).
Dosis Dewasa : Untuk hipertensi esensial : 50-100 mg/hari dosis
tunggal atau terbagi, selama minimal 2 minggu. Untuk
gangguan edema : 100 mg/hari dosis tunggal atau terbagi.
Untuk gagal jantung kongestif : 100 mg/hari. Untuk sirosis
hati (ratio Na/K urin > 1) : 100 m/hari. Rasio Na/K <1 : 200-
400 mg/hari. Anak : 3.3 mg/kg berat badan/hari dosisi
tunggal atau terbagi.
Efek samping Gangguan GI, mengantuk, ginekomastia, letargi, gangguan
mental, ataksia, gangguan menstruasi atau amenorea,
perdarahan pasca menopause, agranulositosis, demam obat.
13
Efek Reaksi alergi, sinkop.palpitasi,astenia,iskemik nekrosis,gagal
Samping jantung,kram kaki, konstipasi, vertigo,muntah
Komposisi Digoxin
Indikasi Gagal jantung kongestif
Aritmia supraventrikular (terutama atrial fibrilasi)
Takikardia atrium proksimal
Kontra indikasi Blok AV tingkat 2 dan blok AV total
Aritmia supra ventrikular yang disebabkan sindroma
Wolff - Parkinson White
Fibrilasi ventrikel
Hipersensitif terhadap digoksin dan penderita dengan
riwayat intoleransi terhadap preparat digitalis
Dosis Dewasa:
Dosis digitalisasi rata-rata 3-6 tablet sehari dalam dosis
terbagi.
Untuk digitalisasi cepat dimulai 2 - 3 tablet, diikuti 1 -2
tablet tiap 6-8 jam sampai tercapai digitalisasi penuh.
Untuk digitalisasi lambat dan dosis penunjang 1/2-2
tablet sehari (1/2 - 1 tablet pada usia lanjut),
tergantung pada berat badan dan kecepatan bersihan
kreatinin.
Dosis harus dikurangi pada penderita dengan gangguan
fungsi ginjal.
14
Anak-anak dibawah 10 tahun :
0.025 mg/kg BB sehari dalam dosis tunggalatau terbagi.
Efek samping Dapat terjadi anoreksia, mual, muntah dan sakit kepala.
Gejala toksik pada jantung : kontraksi ventrikel
prematur multiform atau unifocal,takikardia ventrikular,
desosiasi AV, aritmia sinus, takikardia atrium dengan
berbagai derajat blok AV.
Gejala neurologik : depresi, ngantuk, rasa lemah, letargi,
gelisah, vertigo, bingung dan halusinasi visual.
Gangguan pada mata: midriasis, fotofobia, dan berbagai
gangguan visus.
Ginekomastia, ruam kulit makulopopular atau reaksi
kulit yang lain
15
9. Insulin Novorapid
Indikasi Pengobatan DM
Kontra indikasi Hipoglikemia
Dosis 0.5-1 u/kg BB/hari
16
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. Identitas Pasien
NamaPasien : Tn. R
Umur : 44 tahun
No pendaftran : 1704******
Pav/kamar : Melati
Riwayat alergi : -
17
2. Perkembangan pasien
+
1 Sesak + + - - -
+
+ Hilang timbul
+ Hilang timbul Sudah tidak ada nyeri
2 Nyeri dada + Berkurang
Hilang timbul Hilang timbul Sudah tidak ada nyeri
+ Berkurang
18
C. Data Objektif Pasien
1. Tanda-Tanda Vital Pasien
Pemeriksaan Normal Tgl 01/04 Tgl 02/04 Tgl 03/04 Tgl 04/04 Tgl 05/04
Suhu 36-37,5 C 36 36 36 36 36
Nadi 80 - 100x/menit 84 80 80 80 80
Pernapasan 12 - 20x/menit 20 - - - -
19
2. Data Laboratorium
MCH/HER 26 36 pg 31 Normal
JANTUNG
Keterangan :
FAAL GINJAL
ELEKTROLIT
Keterangan :
20
Penurunan kalium darah atau hipokalemia dapat terjadi karena input
kalium rendah dan eskresi lewat urine berlebihan.
DIABETES
3. Pemeriksaan Glukosa
Tanggal
Waktu
02/04/2017 03/04/2017 04/04/2017
21
D. Profil Pengobatan Pasien
1. Penggunaan obat selama pasien dirawat
Spironolactone 1x1
oral 06 06 06 06 06
25mg
22
2. Obat Pulang
1 Glimepiride 1 mg 1x1
3 Candesartan 8 mg 1x1
4 Spironolacton 25 mg 1x1
5 CPG 75 mg 1x1
8 Lasix 40 mg 1x1
23
E. Kesesuian Dosis
Dosis yg Kesesuaian
Rute Indikasi Dosis Lazim
diberikan dosis
24
F. Drug Reaaleated Problem (DRP)
Dari hasil pemantauan terapi obat pada pasien ini ditemukan adanya DRP (Drug Related Problem), yaitu
sebagai berikut:
25
Pemberian kedua obat tersebut
diberi jeda waktu
Spironolacton meningkatkan Dokter tetap
dan Furosemid menurunkan melanjutkan
kadar kalium daram darah intervensi dan
memonitor efek
samping
26
memonitor efek
samping
Efek terapi tidak optimal Dosis obat terlalu rendah Dokter hanya memberikan Masalah tidak
informasi terselesaikan,
interpensi tidak
efektiv
Dosis episan syr terlalu kecil,
dosis yang diberikan 3x sehari
10 ml
27
7. P1.4 C1.8 I1.1 O3.3
Indikasi yang tidak Tidak menerima obat yang Dokter hanya memberikan Masalah tidak
tertangani dibutuhkan informasi terselesaikan,
interpensi tidak
efektiv
Pasien ada riwayat kolestrol
tapi tidak mendapatkan terapi
obat kolestrol
28
Interaksi obat
29
BAB IV
PEMBAHASAN
31
aldesteron pada reseptor ditubulus ginjal distal ,meningkatkan natrium klorida dan
eksresi air selama konversi ion kalium dan hydrogen juga dapat membloc efek
aldesteron pada otot polos arteriolar yang menstimulasi penyerapan kembali Na
dan pengeluaran K, Dengan frekuensi 1x1. Clopidogrel golongan antiplatelet
yang bekerja menghambat ikatan adenosine diphospate (ADP) pada reseptor ADP
diplatelet yang sekaligus dapat menghambat aktivitas kompleks glikoprotein yang
dimediasi oleh ADP. untuk mengurangi kekentalan darah dan membantu
mencegah terjadinya pembekuan darah,digunakan untuk mengurangi resiko
terkena serangan jatung/stroke. Dengan frekuensi 1x1. Episan sirup (sucralfat)
sebagai anti tukak duodenum, diberikan karena hiperglikemi dapat meningkatkan
motilitas dan fungsi lambung. Dengan frekuensi 3x10ml/hari Sebaiknya
digunakan 4x10ml/hari sesuai dosis lazimnya (MIMS,2016). Furosemid golongan
diuretic kuat yang bekerja pada glomerulus ginjal untuk menghambat penyerapan
kembali zat natrium oleh sel tubulus ginjal. Furosemid akan meningkatkan
pengeluaran air, natrium, kalium klorida. Dengan frekuensi 1x1.
Pengamatan dilakukan pada kasus ini dan ditemui adanya DRP
penggunaan obat pada pasien, seperti adanya interaksi dari pemberian obat secara
bersamaan yang dapat menyebabkan reaksi yang tidak diharapkan karena
penggunaan obat tersebut sebagian menyebabkan hipokalemia dan Hiperkalemia
jika penggunaannya diberikan dalam jangka panjang, sehingga diperlukan
pemantauan serum kalium darah.dan telah dilakukan intervensi pada tanggal 4/4
kepada apoteker dan perawat agar pemberian obat diberi jeda waktu. Adanya
indikasi yang tidak ditangani ada riwayat kolestrol tapi pasien tidak mendapatkan
obat.sebaiknya pasien mendapatkan obat kolestrol untuk mengendalikan kadar
kolestrol. Terdapat dosis terlalu kecil, dosis episan sirup terlalu kecil dosis yang
diberikan 3x10ml/hari. Dosis lazim 4x10ml/hari.
32
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
1. Pasien masuk dengan keluhan 6 jam yang lalu nyeri dada hilang timbul
seperti ditindih, menjalar,sesak nafas hilang timbul, lemas, sehingga
dilakukan pemeriksaan laboratorium sebagai penunjang dari hasil
anamnesa dan pemeriksaan lab pasien didiagnosa menderita Chest pain.
2. Terdapat DRP selama pengobatan yaitu adanya interaksi penggunaan obat
secara bersamaan yang signifikan dapat menyebabkan hiper serta
hipokalemia, indikasi yang tidak ditangani dan dosis obat yang terlalu kecil
B. Saran
Dari kesimpu;an dapat disarankan:
1. Pemberian obat yang berinteraksi diberikan interval waktu
penggunaannya serta perlu dilakukan pemantauan serum kalium darah
untuk mengetahui kondisi serta penagngannya.
2. Perlunya pemeriksaan laboratorium yang spesifik dalam mendiagnosa
serta pemberian terapi pengobatan, sehingga terapi yang diberika tepat
indikasi agar pengobatan yang diberikan optimal.
33
DAFTAR PUSTAKA
Priyanto Ade. (2011). The Role of Nurse in Acute Coronary Syndrome. Jakarta:
Univeritas Muhamadiyah Jakarta.
Irmalita, Nani, H., Ismoyono, Indriwanto, S., Hananto, A., Iwan, D., Daniel, P. L.
T., Dafsah, A. J., Surya, D., Isman, F. (Ed). (2009). Standar Pelayanan Medik
(SPM) Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Edisi III.
Jakarta: RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta.
Medscape.Com.Drugsinteractionhecker.Http://Www.Madscape.Com/Pharmacist.
Drugs_Interaction.Html
MIMSINDONESIA2016.Http://Www.Mims.Com/Indonesia/Drug/Info.
34