Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Rongga mulut adalah pintu masuk ke saluran cerna. Lubang masuk


dibentuk oleh bibir yang mengandung otot dan membantu mengambi,
menuntun, dan menampung makanan di mulut. Bibir juga memiliki fungi
non pencernaan seperti berbicara dan reseptor sensorik dalam hubungan
antarpribadi (berciuman) (Sherwood, 2014).

Rongga mulut merupakan 1 dari 10 lokasi tersering terkenanya


kanker di dunia. Kanker merupakan salah satu penyakit dengan angka
kematiannya yang cukup tinggi. Tiga per empat kasus kasus mengenai
masyarakat di negara berkembang. Kanker rongga mulut menduduki kanker
urutan pertama di Sri Lanka, India, Pakistan, dan Bangladesh. Sementara
itu, di India kanker rongga mulut memiliki insiden lebih dari 50% dari
semua kanker. Sedangkan di negara maju, kanker rongga mulut kurang
populer, tetapi tetap menduduki urutan ke-8, contohnya di Francis bagian
utara, kanker ini merupakan kanker yang paling sering terjadi pada laki-laki.
Diketahui pada tahun 1980 lebih dari 32.000 kasus kanker rongga mulut
terdiagnosis di wilayah Eropa. Prevalensi kanker dalam rongga mulut
(intraoral) semakin meningkat di banyak negara, khususnya kalangan kaum
muda, sedangkan prevalensi kanker bibir menurun. Ini terjadi di daerah
Eropa bagian tengah dan timur (Scully et.al, dalam Repository USU, 2017).

Oleh karenanya, pencegahan dan penanganan sejak dini merupakan


langkah yang tepat untuk menjadikan prognosis penyakit ini menjadi lebih
baik. Oleh karena itu, sebagai salah satu tenaga kesehatan, kita sebagai
perawat perlu mengetahui dan memahami konsep dan asuhan keperawatan
pada pasien kanker rongga mulut sehingga taraf kesembuhan pasien dapat
meningkat.

1
B. Rumusan Masalah
a. Apakah definisi kanker rongga mulut?
b. Apakah etiologi kanker rongga mulut?
c. Apa saja klasifikasi kanker rongga mulut?
d. Bagaimana manifestasi klinis kanker rongga mulut?
e. Bagaimana pemeriksaan klinis untuk kanker rongga mulut?
f. Bagaimana penatalaksaan pada penderita kanker rongga mulut?
g. Apa saja evaluasi diagnostik untuk kanker rongga mulut?
h. Bagaimana asuhan keperawatan yang harus dilakukan pada
penderita kanker rongga mulut?
C. Tujuan
a. Tujuan Umum

Mahasiswa dapat memahami dan melakukan peran sebagai


perawat dalam pencegahan dan penanganan masalah kanker rongga
mulut.

b. Tujuan Khusus
i. Apakah definisi kanker rongga mulut?
ii. Apakah etiologi kanker rongga mulut?
iii. Apa saja klasifikasi kanker rongga mulut?
iv. Bagaimana manifestasi klinis kanker rongga mulut?
v. Bagaimana pemeriksaan klinis untuk kanker rongga mulut?
vi. Bagaimana penatalaksaan pada penderita kanker rongga
mulut?
vii. Apa saja evaluasi diagnostik untuk kanker rongga mulut?
viii. Bagaimana asuhan keperawatan yang harus dilakukan pada
penderita kanker rongga mulut.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Skenario
Seorang laki-laki usia 43 tahun datang ke klinik bedah mulut RSGM
dengan keluhan pembengkakan dan sakit pada dasar mulut sebelah kiri
sejak tiga bulan yang lalu. Dari anamnesis diperoleh awalnya
pembengkakan kecil, tidak sakit tetapi lama-kelamaan membesar dan
mengalami perubahan selera makan. Pasien sudah mencoba minum obat
antibiotik dan analgesik tetapi tetap tidak sembuh. Pasien mempunyai
kebiasaan merokok selama 20 tahun. Pemeriksaan ekstra oral terlihat
adanya pembengkakan diffuse di daerah sub mandibula kiri. Pemeriksaan
limfonodi sub mandibular kiri terasa ada benjolan dengan diameter 3 cm,
palpasi terasa keras dan immobility dan limfonodi sub mandibular kanan
tidak ada kelainan. Pada pemeriksaan intra oral diperoleh adanya indurasi
pada mukosa dasar mulut kiri diameter kurang lebih 2,5 cm, dengan
permukaan ulserasi, tepi lesi berwarna kemerahan, palpasi sekitar lesi keras
dan sakit. Dokter menduga pasien menderita kanker dari kelenjar getah
bening yang secara klinis diklasifikasikan T1N1Mx. Dokter merujuk untuk
dilakukan biopsy. Hasil pemeriksaan HPA terlihat kumpulan folikel sel
limfosit T dan B. Ukurann limfosit B terlihat abnormal, pleomorphism, inti
hiperkromatik, dan sel-sel yang bermitosis. Pewarnaan immunohistokimia
menunjukkan limfosit B yang yang lebih dominan. Disimpulkan penderita
mengalami kanker rongga mulut yang berasal dari limfonodi dimukosa
rongga mulut dan metastasis ke limfonodi regional.

B. Laporan Pendahuluan
a. Definisi Kanker Rongga Mulut

Kanker atau neoplasma secara harafiah berarti


pertumbuhan baru. Suatu neoplasma sesuai definisi Willis, adalah
massa abnormal jaringan yang pertumbuhannya berlebihan dan
tidak terkoordinasikan dengan pertumbuhan jaringan normal secara

3
terus-menerus walaupun rangsangan yang memicu perubahan
tersebut telah berhenti. Hal dasar tentang neoplasma adalah
hilangnya responsivitas terhadap pengendali pertumbuhan yang
normal (Kumar et.al, dalam Repository USU, 2017).

Kanker rongga mulut merupakan tumor ganas dalam rongga


mulut yang tumbuh secara cepat dan menginvasi jaringan sekitar,
berkembang sampai daerah endotel, dan dapat bermetastasis ke
bagian tubuh yang lain dan sering asimptomatik pada tahap awal.

b. Etiologi Kanker Rongga Mulut


Penyebab kanker rongga mulut adalah multifaktorial. Tidak
satupun kanker rongga mulut ditemukan secara pasti, tetapi kedua
factor intrinsik dan ekstrinsik berhungan.
Faktor ekstrinsik terdiri dari :

Kebiasaan merokok. Perokok mempunyai resiko lebih tinggi


untuk mengalami kanker rongga mulut lesi premaligna dan maligna
pada lidah juga mukosa bukal sangat berhubungan dengan
konsentrasi asap rokok yang dihirup secara langsung memengaruhi
jaringan mukosa rongga mulut.

Minuman alkohol. Pengguna alkohol secara kronis


meningkatkan resiko terjadinya kanker rongga mulut terutama pada
bagian bawah lidah dan lantai mulut (Osterkamp, dalam Muttaqin &
Sari, 2011).

Infeksi sifilis. Beberapa penelitian didapat bahwa penyakit


sifilis, baik pada kasus aktif atau sekurang-kurangnya telah ada
riwayat penyakit sifilis sebelumnya, sering dijumpai bersama-sama
dengan kanker ganas lidah (Sciubba, dalam Muttaqin & Sari, 2011).
Martin melaporkan bahwa 33% penderitanya yang mengalami
kanker ganas lidah juga mengalami sifilis. Ada beberapa penyakit
lain yang merupakan penyebab terjadinya kanker ganas pada lidah
di antaranya adalah hygiene mulut yang jelek, trauma kronik, dan

4
gangguan alkohol, serta tembakau. Sejumlah kasus telah diobservasi
dimana kanker ganas lidah timbul pada tempat yang sesuai dengan
sumber iritasi kronik seperti karies gigi atau gigi busuk dengan
kalkulus yang banyak dan juga bisa karena pemasangan gigi palsu
atau prothesa yang posisinya tidak cocok (Scully, dalam Muttaqin &
Sari, 2011).

Terpapar sinar matahari (hanya kanker bibir). Paparan


radiasi matahari secara kronis merupakan faktor signifikan yang
dapat meningkatkan resiko pada kanker rongga mulut. Petani dan
pelaut mempunyai resiko lebih tinggi untuk mengalami epidermaid
carcinoma di bibir akibat paparan langsung radiasi sinar matahari
dalam kurun waktu 15-30 tahun (William, dalam Muttaqin & Sari,
2011).

Faktor intrinsik terdiri dari penyakit sistemik seperti anemia,


defisiensi besi. Keturunan tidak menjadi faktor penyebab utama dari
kanker rongga mulut. Selain itu, beberapa kasus kanker rongga
mulut, berhubungan dengan lesi pra kanker khususnya leukoplakia
(Kumar et.al, dalam Repository USU, 2017).

c. Klasifikasi Kanker Rongga Mulut

Berdasarkan lokasinya kanker rongga mulut terbagi atas:

1. Karsinoma di bibir, sebanyak 25%-35% pada kanker rongga


mulut dan tersering di bibir bawah.
2. Karsinoma di lidah, insiden ini sebanyak 25-40%, karsinoma ini
merupakan lokasi tersering pada kejadian kanker rongga mulut
yang biasanya terletak dibgian posterolateral, permukaan ventral
lidah (20%) dan 4% di dorsal. Kejadian karsinoma lidah
sebanyak lebih dari 50% dari kanker rongga mulut di Amerika
Serikat.
3. Karsinoma didasar lidah, karsinoma ini menduduki urutan ke-2
tersering pada karsinoma rongga mulut sebanyak 15-20%,

5
karsinoma didasar lidah lidah paling sering dijumpai pada laki-
laki, dan saat ini meningkat juga pada perempuan. Karsinoma
didasar lidah memiliki jumlah 35% pada bagian rongga mulut,
dan lokasi terseringnya digaris tengah lidah dekat dengan
frenulum.
4. Karsinoma di mukosa bukal dan gingiva, lesi mukosa bukal
bersamaan dengan lesi gingiva memiliki insiden 10% pada
squamos cell carcinoma rongga mulut.
5. Karsinoma di palatum, kanker ini memiliki insiden sebanyak 10-
20% pada karsinoma rongga mulut. Namun kejadian kanker di
palatum durum masih sangat jarang dibandingkan dengan
palatum mole (Kumar et.al, dalam Repository USU, 2017).

Menurut american join committee on cancer (AJJCC)


klasifikasi rongga ulut menggunakan sistem TNM. Sistem TNM ini
terdiri atas T (tumor) atau gambaran dari level pembesaran tumor, N
(Nodus) atau sejah mana keterlibatan nodus limfe sebagai sistem
imun tubuh, dan M (metastasis) yaitu kondisi metastasis
menggambarkan keterlibatan organ lain pada bagian distal (Morrow,
dalam Muttaqin & Sari, 2011). Untuk lebih jelas tabel di bawah akan
mendeskripsikan klasifikasi dari kanker rongga mulut.

Stadium T Stadium N Stadium M


T0 Tidak ada N0 Tidak ada M0 Tidak ada
tampilan keterlibatan ndus penyebaran
tumor limfe
Tis Carcinoma in N1 Terdapat
situ. Terdapat keterlibatan limfatik
massa pada regional, tetapi
jaringan ukuran nodus
kurang dari 3cm
T1 Ukuran N2 Keterlibatan
tumor 2cm pembesaran nodus

6
T2 Ukuran limfe atau lebih M1 Kanker
tumor 4cm dengan ukuran menyebar ke
T3 Ukuran 6cm organ bagian
tumor lebih distal
dari 4cm
T4 Ukuran N3 Keterlibatan
tumor lebih homoliteral atau
dari 4cm dan bilateral nodus limfe
tertanam kua dengan ukuran lebih
pada otot dari 6cm
aatau tulang
atau struktur
lannya
(Morrow & Alina, dalam Muttaqin & Sari, 2011)

Stadium TNM Keterangan


Stage I T1, N0, Pada stadium iini pembesaran pada jaringan masih belum
M0 dianggap kanker dan tumor tidak melebihi 2cm
Stage II T2, N0, Pada stadium ini tumor tidak melebihi 4cm
M0
Stage T3, N0, Pada stadium ini pembesaran melebihi 4cm, tapi tidak
IIIA M0 didapatkan pembesaran nodus limfe
Stage III T1, T2, Pada stadium ini tumor dapat berukuran kurang dari 2 cm
B T3, N1, di bawah 4 cm atau lebih, tetapi kanker belum
M0 memengaruhi nodus homolateral limfatik
Stage T4, N0, Pada stadium ini tumor melebihi 4 cm dan tertanam dalam
IVA M0 pada otot tulang atau struktur jaringan di bawahnya

7
Stage Any T. Pada stadium ini tumor bias berbagai ukuran, tetapi
IVB N2 or N3 tertanam dalam pada otot tulangatau struktru jaringan di
M0 bawahnya, serta terdapat keterlibatan dan nodus
homolateral atau bilateral limfatik

Stage Any T. Pada stadium ini terjadi berbagai situasi berat baik ukuran
IVC any N. tumor, keterlibatan nodus limfatik dan metasitasis ke
any M organ lain.

(Morrow & Alina, dalam Muttaqin & Sari, 2011)

Berdasarkan stadiumnya kanker rongga mulut terbagi atas:

d. Manifestasi Klinis Kanker Rongga Mulut


Banyak kanker oral tidak menunjukan gejala pada tahap
awal. Keluhan pasien yang paling sering adalah luka yang tidak
kering atau masa yang tidak sembuh. Lesi khas pada kanker oral
adalah ulkus keras (mengeras) dengan tepi menonjol. Adanya ulkus
rongga mulut yang tidak sembuh dalam 2 minggu harus diperiksa
dengan biopsi. Bila kanker berlanjut, pasien dapat mengelu nyeri
tekan, sulit mengunyah, menelan, atau bicara, batuk yang disertai
sputum mengandung darah atau pembesaran nodus limfe servikal.
(Smeltzer & Bare, 2002)
Menurut Wood & Sawyer, (1997) gejala kanker rongga
mulut adalah sebagai berikut:
1. Plak
a. Eritroplakia (merah)
b. Leukoplakia (putih)

8
c. Eritroleukoplakia (merah dan putih)
2. Eksofitik
a. Merah
b. Putih
c. Merah jambu
d. Kombinasi bayak warna
e. Ulserasi
f. Non ulserasi
g. Krusta
h. Lesi hitam atau kecoklatan
i. Blep
j. Permukaan yang kasar, nyeri atau tidan nyeri
k. Perdarahan, maloklusi
l. Bengkak di leher dan susuah menelan
m. Perubahan rasa kecap dan perubahan suara

(Kumar et.al, dalam Repository USU, 2017)

e. Pemeriksaan Klinis Kanker Rongga Mulut

Pada pemeriksaan klinis perawat melakukan inspeksi dan


palpasi pada rongga mulut dengan panduan pemeriksaan penting,
meliputi hal-hal berikut :

1. Periksa kondisi perubahan warna, apakah mukosa mulut


berwarna abnormal, misalnya putih, merah atau hitam.
Kebanyakan pasien kanker rongga mulut mempunyai riwayat
lesi/keadaan prakanker mulut sebelumnya, seperti leukoplakia,
eritroplakia, submukus fibrosis dan lain-lain.
2. Inspeksi kondisi kontur, apakah permukaan mukosa kasar,
ulserasi, asimetri, atau pembengkakan. Sering kali awal dari
keganasan ditandai oleh adanya ulkus. Apabila terdapat ulkus
yang tidak sembuh-sembuh dalam waktu 2 minggu, maka
keadaan ini sudah dapat dicurigai sebagai awal proses
keganasan. Tanda-tanda lain dari ulkus proses keganasan

9
meliputi ulkus yang tidak sakit, tepi bergulung, lebih tinggi dari
sekitarnya dan indurasi (lebih keras), dasarnya dapat berbintil-
bintil dan mengelupas. Pertumbuhan karsinoma bentuk ulkus
tersebut disebut sebagai pertumbuhan endofotik.
3. Palpasi tentang konsistensi, apakah jaringan keras, kenyal,
lunak, fluktuan, atau nodalur. Umumnya kanker rongga mulut
tahap dini tidak menimbulkan gejala, diameter kurang dari 2 cm,
kebanyakan berwarna merah dengan atau tanpa disertai
komponen putih, licin, halus, dan memperlihatkan elevasi yang
minimal.
4. Palpasi kondisi suhu lokal.
5. Kaji kemampuan pasien apakah dapat membuka mulut dengan
sempurna.
6. Periksa adanya keterlibatan dari pembesaran kelenjar limfe.
Pemeriksaan klinis kanker rongga mulut dibedakan
dalam berbagai lokasi rongga mulut mungkin memiliki beberapa
perbedaan (Tambunan, dalam Muttaqin & Sari, 2011).
Gambaran klinis menurut lokasinya , meliputi pemeriksaan
klinis pada bibir, lidah, dasar mulut, mukosa pipi, gusi, dan
palatum.
Kanker pada bibir . Bibir ( terutama bibir bawah)
merupakan tempat terjadinya kerusakan karena cahaya matahari
atau actinic keratosis sehingga bibir tampak pecah-pecah dan
kemerahan, keputihan, atau campuran dari merah dan putih.
Kanker dibibir sebelah luar lebih sering terjadi pada daerah
beriklim panas. Kelainan pada bibir atas lebih jarang terjadi
dibandingkan dengan bibir bawah, tetapi lebih mungkin menjadi
ganas dan memerlukan perhatian medis. Pada perokok, bisa
tumbuh benjolan putih dibagian bawah dalam bibir. Benjolan ini
bisa tumbuh menjadi squamous cell carcinoma (Williams dalam
Muttaqin & Sari, 2011).

10
Gambar Kanker pada Bibir

Kanker pada lidah . kanker liah adalah suatu keganasan


yang timbul dari jaringan epitel mukosa lidah dengan selnya
berbentuk squamous cell carcinoma ( sell epitel gepeng berlapis)
dan terjadi akibat rangsangan menahun, juga beberapa penyakit-
penyakit tertentu (premalignan) seperti sifilis dan plumer vision
syndrome, leukoplakia, serta eritoplakia. Kanker ganas ini dapat
menginfiltrasi ke aderah disekitarnya di samping itu dapat
melakukan metastasis secara limfogen dan hematogen (Sciubba,
dalam Muttaqin & Sari, 2011). Neoplasma malignan dari lidah
biasanya timbul dari jaringan epitel mulut dan sebagian besar
karsinoma epidermoid., yang merupakan salah satu tumor ganas
rongga mulut yang paligsering dijumpai di klinik dan tingkat
kematian yang tinggi, dimana secara klinik dapat menyerang 2/3
anterior lidah dan 1/3 bagian posterior lidah, juga dapat
bermetastasis pada daerah sekitar lidah misalnya ke
submaksilari dan digastrikus juga ke daerah leher dan servikal
(Scully, dalam Muttaqin & Sari, 2011).

11
Gambar Kanker pada Lidah
Karsinoma lidah mempunyai prognosis yang jelek
sehingga diagnosis dini sangat diperlukan terlebih lagi apabila
telah menjadi metastasis ke daeraah lain ( leher dan servikal).
Kanker ganas dari lidah berkisar antara 25-50% dari semua
kanker ganas di dalam mulut (Osterkamp, dalam Muttaqin &
Sari, 2011).
Pada pemeriksaan klinis yang biasa ditemukan pada
kanker lidah adalah suatu massa atau ulkus yang mengalami
indurasi superfisial dengan pinggir yang sedikit menonjol. lesi
yang khas timbul pada pinggir lateral atau permukaan ventral
lidah. Lesi-lesi dekat dasar lidah terutama tidak jelas karena lesi-
lesi tersebut tidak menimbulkan gejala sampai keadaan lebih
lanjut bahkan manifestasi yang muncul hanya berupa nyeri
tenggorokan dan disfagia (Sciubba, dalam Muttaqin & Sari,
2011).
Kanker dasar mulut. Kanker pada dasar mulut biasanya
dihubungkan dengan penggunaan alcohol dan tembakau. Pada
tingkat awal biasanya tidak menimbulkan gejala. Bila lesi
berkembang, passion akan mengeluhkan adanya
gumpalandalam mulut atau perasaan tidak nyaman (Daftary,
dalam Muttaqin & Sari, 2011). Pada pemeriksaan klinis yang
paling sering dijumpai adalah lesi berupa nodul dengan tepi yang
timbul dan mengeras yang terletak dengan frenulum lingual.
Bentuk yang lain adalah penebalan mukosa yang kemerah-

12
merahan, nodul yang tidak sakit, atau dapat berasal dari
leukoplakia.

Gambar Kanker Dasar Mulut

Kanker pada mukosa pipi. Pada beberapa pasien yang


mempunyai kebiasaan mengunyah campuran pinang, daun sirih,
kapur, dan tembakau akan memberikan risiko peningkatan
kanker pada mukosa pipi. Dengan kondisi material yang
melakukan kontak langsung dengan mukosa pipi kiri dan kanan
selama beberapa jam dan trauma pada waktu mengunyah
memberikan dampak terhadap perubahan sel-sel mukosa pipi
(Daftary, dalam Muttaqin & Sari, 2011). Pada pemeriksaan fisik
rongga mulut, bagian pipi akan didapatkan adanya lesi ulserasi,
nodular dan infiltratif.

Gambar Kanker pada Mukosa Pipi

Kanker pada gusi. Kanker pada gusi biasanya


dihubungkan dengan riwayat pasien mengisap pipa tembakau.
Daerah yang terlihat biasanya lebih sering pada gusi

13
bawah/mandibula daripada gusi atas/maksila. Pada pemeriksaan
fisik, lesi awal terlihat sebagai ulkus, granuloma yang kecil atau
sebagai nodul. Sekilas lesi terlihat sama dengan lesi yang
dihasilkan oleh trauma kronis atau hiperplasia inflamatori
(Daftary, dalam Muttaqin & Sari, 2011).

Gambar Kanker pada Gusi

Lesi yang lebih lanjut berupa pertumbuhan eksofitik atau


pertumbuhan infiltratif yang lebih dalam. Pertumbuhan eksofitik
terlihat serperti bunga kol dan mudah berdarah. Pertumbuhan
infiltratif biasanya tumbuh invasif pada tulang mandibula dan
menimbulkan deskruktif (Tambunan, dalam Muttaqin & Sari,
2011).

Kanker pada palatum. Predisposisi merokok


meningkatkan risiko pada kanker palatum. Kebanyakan kanker
palatum merupakan pertumbuhan eksofitik dengan dasar yang
luas dan permukaan bernodul. Jika lesi terus berkembang
mungkin akan mengisi seluruh palatum dapat menyebabkan
perforasi palatum dan meluas sampai ke rongga hidung
(Daftary, dalam Muttaqin & Sari, 2011). Pada pemeriksaan fisik
kanker palatum biasa didapatkan adanya nodul yang memenuhi
permukaan palatum.

14
Gambar Kanker pada Palatum

Kondisi kanker rongga mulut memberikan berbagai


masalah keperawatan pada pasien. Manifestasi perubahan
mukosa oral, respons ketidaknyamanan akibat adanya nyerilokal
dan disfagia memberikan manifestasi nyeri serta
ketidakseimbangan pemenuhan nutrisi. Perubahan estetika,
keputusan diasnogtik yang menyatakan kanker pada rongga
mulut dan penatalaksanaan medik (kemoterapi, radiasi dan
pembedahan) yang memberikan perubahan psikologis dengna
manifestasi berduka, kecemasan, dan gangguan konsep diri
(gambaran diri rendah), serta pemenuhan informasi. Pascabedah
dengan pamasangan trakeotonomi memberikan masalah
gangguan komunikasi verbal.

f. Penatalaksanaan Kanker Rongga Mulut


Penatalaksanaan bervariasi sesuai dengan sifat lesi, pilihan
dokter dan pilihan pasien. Bedah reseksi, terapi radiasi, kemoterapi
atau kombinasi terapi-terapi ini mungkin efektif.
Pada kanker bibir, lesi kecil biasanya dieksisi secara bebas,
lesi yang lebih besar melibatkan lebih dari sepertiga bibir mungkin
lebih tepat diobati dengan terapi radiasi karena lebih mengutamakan
hasil kosmetik. Pilihannya tergantung pada luasnya lesi,
keterampilan ahli bedah atau radiologi, dan pengobatan terpilih
sambil tetap mempertahankan penampilan terbaik pasien untuk
tumor yang lebih besar dari 4cm terdapat laju kekambuhan tinggi.

15
Kanker kidah biasanya diatasi secara agresif, karena laju
kekambuhan tinggi. Untuk kanker margin lateral lidah, 2 pengobtan
mayor adalah pilihan adalah terapi radiasi dan bedah. Seringkali
hemiglosektomi (pengangkatan bedah setengah dari lidah) perlu
dilakuakan. Bila kanker ada pada dasar lidah, reseksi bedah lebih
menyulitkan. Sering terapi radiasi menjadi pengobatan primer.
Kombinasi implant insterstial radioaktif dan radiasi sinar eksternal
dapat dilakuakan. Untuk lesi yang lebih besar, terapi sianr eksternal
sendiri digunakan.
Sering kanker rongga oral telah metastase ke saluran limfatik
luas dibagian leher, karenanya memerlukan diseksi leher dan
kemungkinan bedah rekonstruktif rongga oral. Teknik rekonstruksi
intraoral yang umum digunakan mencakup penggunaan falp bebas
lengan radial (penggunaan lapisan tipis kulit dari lengan bawah
disertai dengan arteri radial) (Smeltzer & Bare, 2002).
g. Evaluasi Diagnostik Kanker Rongga Mulut
Evaluasi diagnostik terdiri dari pemeriksaan oral serta
pengkajian nodus limfe servikal untuk mengevaluasi kemungkinan
metastasis. Biopsi dilakukan pada lesi yang dicurigai kanker. Lesi
yang dicurigai adalah yang lesi tidak sembuh dalam 2 minggu. Area
oral resiko tinggi mencakup mukosa bukal dan gusi pada oral yang
menghisap atau merokok tembakau atau pipa. Untuk orang yang
merokok tembakau dan minum alkohol, area resiko tinggi mencakup
dasar mulut, lidah pentrolateral, dan kompleks palatum lunak (yang
mencakup lunak, area tonsilar anterior dan posterior, uvula, dan area
dibelakang pertemuan lidah dan molar) (Smeltzer & Bare, 2002).

C. Patofisiologi dan Penyimpangan Kebutuhan Dasar Manusia (PKDM)


a. Patofisiologi dan Patogenesis
Seperti halnya kanker yang lain, kanker rongga mulut dalam
pertumbuhannya dimulai dengan lesi yang sangat kecil. Dengan
berjalannya waktu tumor tersebut lambat laun akan mencapai

16
ukuran yang sangat besar. Khusus pada kanker rongga mulut, karena
sebagian besar kanker tersebut berasal dari epitel permukaan, maka
biasanya diawali dengan kelainan pre maligna yang dengan mudah
dilihat.
Kelainan pre maligna adalah suatu kelainan pada mukosa
rongga mulut yang paling awal sebelum berubah menjadi tumor
ganas. Ada 2 bentuk kelainan pre maligna yaitu leukoplakia dan
eritroplakia (Hillary, dalam Muttaqin & Sari, 2011). Leukoplakia
adalah bercak warna keputihan yang berbatas tegas pada mukosa
mulut. Keadaan ini sering terjadi pada perokok berat usia diatas 50
tahun. Secara klinis leukoplakia dapat dibagi atas 4 grade (Ohrn,
dalam Muttaqin & Sari, 2011), yaitu :
1. Grade I : bercak kemerahan yang granuler yang seara
bertahap berbah menjadi keabuan
2. Grade II : bercak putih kebiruan berbatas tegas tanpa indurasi
3. Grade III :bercak keputihan berbatas tegas dengan indurasi,
mungkin ada kerutan
4. Grade IV : bercak mengalami indurasi, ada fisura, erosi,
kadang kadang permukaannya mengalami poliferasi seperti veruka.
Pada permukaan mikroskopis Nampak perubahan keganasan dini.
Leukoplakia. Leukoplakia biasa didapatkan pada bibir, lidah
dan gusi. Kurang lebih 10 sampai 20% leukoplakia setelah 10 tahun
berubah menjadi karsinoma rongga mulut (Williams, dalam
Muttaqin & Sari, 2011). Leukoplakia yang dapat berubah menjadi
karsinoma ini permukaan mikroskopis menunjukkan suatu dysplasia
yang ireversibel walaupun penderita menghentikan rokoknya.
Leukoplakia atau bercak putih yang baru timbul pada lidah bisa
merupakan gejala permulaan dari suatu karsinoma lidah. WHO
mendeskripsikan bahwa leukoplakia dengan ukuran diameter tidak
kurang dari 5 mm yang tidak bisa diangkat/dihilangkan dengan
kerokan dan tidak bisa digolongkan kepada sesuatu penyakit lain,
harus dianggap suatu lesi pre maligna.

17
Eritroplakia. Eritroplakia adalah salah satu tanda yang lebih
pasti tentang perkembangan kanker dibandingkan dengan
leukoplakia (Murray, dalam Muttaqin & Sari, 2011). Masih
diperdebatkan apakah merupakan kelainan pre maligna atau
memang suatu karsinoma superficial yang sangat dini. Kelainan ini
berupa mukosa yang sedikit meninggi dan menebal berwarna merah
mirip jaringan granulasi dengan tumbukan keratin diatas
permukaan. Lokasi yang paling sering adalah bawah lidah, dasar
mulut, palatum molle dan trigenum reromolar. Bila ditemui kelainan
itu, maka penanganannya dianggap sebagai karsinoma rongga
mulut.
Karsinoma invasif. Karsinoma tidak lagi terbatas di dalam
epitel, akan tetapi menembus membrane basal dan mengadakan
invasi ke jaringan bawahnya. Pada stadium ini, dapat timbul keluhan
yang sering diabaikan oleh pasien, keluhan tersebut berupa
parestesi, hilangnya sensasi atau gatal. Menurut Osterkamp, dalam
Muttaqin & Sari (2011) Karsinoma invasive yang masih dini
mungkin dapat ditemukan dalam bentuk seperti berikut:
1. Ulkus kecil
2. Penonjolan dengan batas tidak jelas
3. Indurasi/erosi kemerahan yang ireguler
4. Kawah kecil, kemerahan
5. Bintik bintik kemerahan difus, sedikit elevasi
Krusta pada bibir. Bila karsinoma telah mecapai ukuran
besar, maka tidaklah sulit untuk membuat diagnosis, di mana dikenal
beberapa macam pertumbuhan yaitu Fungating, Infiltratif, dan
Verukosa. Selanjutnya karsinoma menyebar ke kelenjar getah
bening regional dan akhirnya bermetastasis jauh pada organ organ
lain.

18
b. Penyimpangan Kebutuhan Dasar Manusia (PKDM)

Merokok Alkohol Radiasi ion pada Agen infeksi Perawatan Avitaminosis


terapi radiasi mulut kurang

Memicu karsinogenesis

Terjadi kontak sel normal dengan zat karsinogen

Sel membentuk klon melalui proliferasi

Terbentuk satu atau lebih neoplasma ganas

Pertumbuhan sel kanker pada mukosa rongga mulut

Terbentuk lesi yang menetap Peningkatan Ketidakefektifan Perubahan estetika


dalam melakukan rongga mulut
metabolisme, gangguan
higienis oral
gastrointestinal,
Inflamasi jaringan tulang terutama
destruksi eritrosit Respon psikologis
mandibula sampai endotel
Peningkatan kebutuhan Gangguan
energi, anoreksia, mual, membran mukosa
anemia oral Gangguan konsep
Nyeri akut b.d agens diri (citra diri)
cedera biologis(mis.,
infeksi) Ketidakseimbangan nutrisi : Defisiensi
kurang dari kebutuhan tubuh b.d pengetahuan b.d Risiko Infeksi
ketidakmampuan mengabsorpsi kurang informasi
Tindakan kemoterasi, nutrien
radioterapi, dan pembedahan

Trakeostomi pascabedah Akumulasi secret Risiko jalan napas tidak


efektif
Batuk tidak efektif
Gangguan komunikasi NOC: Status nutrisi NOC:
verbal Pengetahuan: manajemen
NIC: Manajemen kanker
NOC: Kontrol nyeri NOC: Keparahan NIC:
infeksi Pengajaran: proses penyakit
NIC: Manajemen
Nyeri NIC:
- Kontrol infeksi
- Perlindungan infeksi

19
D. Pengkajian
Data Subjektif :
a. Pembengkakan dan sakit pada dasar mulut seblah kiri sejak tiga bulan
yang lalu
b. pembengkakan kecil, tidak sakit tetapi lama-kelamaan membesar
c. mengalami perubahan selera makan
d. Pasien sudah mencoba minum obat antibiotik dan analgesik tetapi tetap
tidak sembuh
e. Pasien mempunyai kebiasaan merokok selama 20 tahun
Data Objektif :
a. Pemeriksaan ekstra oral terlihat adanya pembengkakan diffuse di daerah
sub mandibula kiri
b. Pemeriksaan limfonodi sub mandibular kiri terasa ada benjolan dengan
diameter 3 cm
c. Palpasi terasa keras dan immobility
d. limfonodi submandibular kanan tidak ada kelainan
e. Pada pemeriksaan intra oral diperoleh adanya indurasi pada mukosa
dasar mulut kiri diameter kurang lebih 2,5 cm, dengan permukaan
ulserasi, tepi lesi berwarna kemerahan, palpasi sekitar lesi keras dan
sakit.
f. Hasil pemeriksaan HPA terlihat kumpulan folikel sel limfosit T dan B
g. Ukuran limfosit B terlihat abnormal, pleomorphism, inti hiperkromatik,
dan sel-sel yang bermitosis
h. Pewarnaan immunohistokimia menunjukkan limfosit B yang yang lebih
dominan
i. Penderita mengalami kanker rongga mulut yang berasal dari limfonodi
dimukosa rongga mulut dan metastasis ke limfonodi regional.

20
Data Subjektif Data Objektif Masalah
keperawatan
a. Pasien mempunyai a. Hasil pemeriksaan HPA Risiko Infeksi
kebiasaan merokok terlihat kumpulan folikel sel
selama 20 tahun limfosit T dan B
b. Pembengkakan b. Ukuran limfosit B terlihat
kecil, tidak sakit abnormal, pleomorphism,
tetapi lama- inti hiperkromatik, dan sel-
kelamaan sel yang bermitosis
membesar c. Pewarnaan
immunohistokimia
menunjukkan limfosit B
yang yang lebih dominan
d. Pada pemeriksaan intra oral
diperoleh adanya indurasi
pada mukosa dasar mulut
kiri diameter kurang lebih
2,5 cm, dengan permukaan
ulserasi, tepi lesi berwarna
kemerahan, palpasi sekitar
lesi keras dan sakit.
Pembengkakan dan sakit Pemeriksaan ekstra oral terlihat Nyeri akut
pada dasar mulut seblah adanya pembengkakan diffuse di
kiri sejak tiga bulan yang daerah sub mandibula kiri
lalu
Mengalami perubahan Pemeriksaan limfonodi sub Ketidakseimbangan
selera makan mandibular kiri terasa ada benjolan nutrisi : kurang dari
dengan diameter 3 cm kebutuhan tubuh

a. Pasien sudah Defisiensi


mencoba minum pengetahuan

21
obat antibiotik dan
analgesik tetapi
tetap tidak sembuh
b. Pasien mempunyai
kebiasaan merokok
selama 20 tahun.

E. Diagnosis Keperawatan
a. Risiko Infeksi dengan faktor resiko imunosupresi.
b. Nyeri akut b.d agens cedera biologis (mis., infeksi)
c. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d
ketidakmampuan mengabsorpsi nutrien
d. Defisiensi pengetahuan b.d kurang informasi
(Herdman & Kamitsuru, 2015)

F. Intervensi dan Rasional

Diagnosa keperawatan :

1. Risiko Infeksi dengan faktor resiko imunosupresi.


NOC :
Setelah dilakukan intervensi 2x24 jam, diharapkan:
Keparahan infeksi
Tidak ada kemerahan
Tidak ada depresi jumlah sel darah putih
Tidak ada vesikel dengan permukaan yang mengeras
(Moorhead , Johnson, Maas, & Swanson, 2016)
NIC :

Kontrol infeksi

22
Intervensi Rasional

a. Cuci tangan sebelum dan Meminimalkan risiko infeksi dari


sesudah kegiatan perawatan patogen dan/atau mikroba yang
pasien ada di sekeliling pasien yang
b. Lakukan tindakan-tindakan dapat menyebabkan infeksi.
pencegahan yang bersifat
universal
c. Pakai sarung tangan steril
dengan tepat
d. Gosok kulit pasien dengan
agen antibakteri yang sesuai

Anjurkan pasien untuk meminum Pemberian antibiotic untuk


antibiotik seperti yang diresepkan mencegah timbulnya infeksi

Ajarkan pasien dan keluarga Agar pasien dan keluarga pasien


mengenali tanda dan gejala infeksi mengetahui tanda-gejala dari
dan kapan harus melaporkannya infeksi dan segera melaporkan bila
kepada penyedia perawatan tanda-gejala muncul
kesehatan

Perlindungan infeksi

Intervensi Rasional

a. Monitor adanya tanda dan Memberikan informasi yang


gejala infeksi sitemik dan diperlukan untuk merencanakan
lokal asuhan
b. Monitor kerentanan tehadap
infeksi

23
Monitor hitung mutlak granulosit Segera dapat diketahui apabila
WBC, dan hasil-hasil deferensial terjadi infeksi

a. Batasi jumlah pengunjung Agar tidak terjadi infeksi dan


yang sesuai terpapar oleh kuman atau bakteri
b. Hindari kontak dekat dengan
hewan peliharaan dan
penjamu dengan imunitas
yang membahyakan
pertahankan asepsi untuk
pasien berisiko.
c. Berikan perawatan kulit yang
tepat untuk area (yang
mengalami) edema

Periksa kulit dan selaput lendir untuk Untuk mengetahui adanya


adanya kemerahan, kehangatan infeksi.
ekstrim atau drainase.
(Bulechek, Butcher, Dochterman, & Wagner, 2016)

2. Nyeri akut b.d agens cedera biologis (mis., infeksi)


NOC :
Setelah dilakukan intervensi 2x24 jam, diharapkan:
Kontrol nyeri
Pasien dapat mengenali kapan nyeri terjadi
Pasien dapat menggambarkan faktor penyebab nyeri
Pasien dapat menggunakan tindakan pengurangan (nyeri)
tanpa analgesik
Pasien dapat mengenali hal-hal yang terkait dengan gejala
nyeri
Pasien melaporkan nyeri yang terkontrol
(Moorhead , Johnson, Maas, & Swanson, 2016)

24
NIC :

Manajemen nyeri

Intervensi Rasional

a. Lakukan pengkajian nyeri Mengetahui tingkat nyeri yang


komprehensif yang meliputi dirasakan dan perawat dapat
lokasi, karakteristik, menentukan tindakan
onset/durasi, frekuensi, kualitas, keperawatan selanjutnya.
intensitas atau beratnya nyeri
dan faktor pencetus
b. Gunakan strategi komunikasi
terapeutik untuk mengetahui
pengalamn nyeri dan sampaikan
penerimaan pasien terhadap
nyeri

Gali bersama pasien faktor-faktor yang Agar pasien dapat menurunkan


dapat menurunkan atau memperberat nyerinya sendiri dan
nyeri mencegah nyeri itu muncul
dengan mengetahui aktivitas
yang memperberat nyeri.

Berikan informasi mengenai nyeri, Untuk menambah pengetahuan


seperti penyebab nyeri, berapa lama pasien
nyeri akan dirasakan, dan antisipasi dari
ketidaknyamann akibat prosedur
Ajarkan prinsip-prinsip manajemen Agar pasien dapat memahami
nyeri dan mengontrol nyeri yang
muncul

Evaluasi keefektifan dari tindakan Untuk mengetahui tingkat


pengontrol nyeri yang dipakai selama keberhasilan intervensi
pengkajian nyeri dilakukan sebelumnya dan dapat

25
menentukan intervensi
selanjutnya.

Dukung istirahat/tidur yang adekuat Istirahat dapat meminimalkan


untuk membantu penurunan nyeri nyeri

Informasikan tim kesehatan Kolaborasi penting untuk


lain/anggota keluarga mengenai strategi mempercepat pemulihan
nonfarmakologi yang sedang digunakan keadaan pasien.
untuk mendorong pendekatan preventif
terkait dengan manajemen nyeri
(Bulechek, Butcher, Dochterman, & Wagner, 2016)

3. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d


ketidakmampuan mengabsorpsi nutrien
NOC :
Setelah dilakukan intervensi 2x24 jam, diharapkan:
Status nutrisi
Asupan gizi pasien dapat ditingkatkan
Asupan makanan pasien dapat ditingkatkan
(Moorhead , Johnson, Maas, & Swanson, 2016)
NIC :

Manajemen nutrisi

Intervensi Rasional

Monitor kecenderungan terjadinya Mengetahui adanya perubahan


penurunan dan kenaikan berat berat badan pasien
badan
Tentukan jumlah kalori dan jenis Untuk memenuhi kebutuhan gizi
nutrisi yang dibutuhkan untuk pasien
memenuhi persyaratan gizi

26
Lakukan atau bantu pasien terkait Untuk menimbulkan perasaan
dengan perawatan mulut sebelum ingin makan/membangkitkan
makan selera makan

(Bulechek, Butcher, Dochterman, & Wagner, 2016)


4. Defisiensi pengetahuan b.d kurang informasi
NOC :
Setelah dilakukan intervensi 2x24 jam, diharapkan:
Pengetahuan : manajemen kanker
Pasien mengetahui tanda dan gejala kanker
Pasien mengetahui penyebab dan faktor-faktor yang
berkontribusi
Pasien dapat mengetahui efek terapeutik obat
Pasien dapat mengetahui efek lanjut obat
Pasie dapat mengetahui efek samping obat
Pasien dapat mengetahui komplikasi potensial pengobatan
Pasien dapat mengetahui tanda dan gejala komplikasi
Pasien mengetahui pentingnya sikap yang positif untuk
mengatasi kanker
(Moorhead , Johnson, Maas, & Swanson, 2016)
NIC :

Pengajaran : proses penyakit

Intervensi Rasional

Kaji tingkat pengetahuan pasien terkait Memudahkan dalam pemberian


dengan proses penyakit yang spesifik pemahaman tentang penyakit sesuai
dengan tingkat pengetahuan pasien

27
a. Jelaskan tanda dan gejala yang Agar pasien dan keluarga pasien
umum dari penyakit, sesuai memahami proses penyakit dan memilih
kebutuhan tindakan pengobatan yang benar.
b. Berikan informasi pada pasien
mengenai kondisinya sesuai
kebutuhan
c. Beri informasi kepada keluarga
atau orang yang penting bagi
pasien mengenai perkembangan
pasien sesuai kebutuhan
d. Berikan informasi mengenai
pemeriksan diagnostik yang
tersedia, sesuai kebutuhan

Diskusikan perubahan gaya hidup yang Agar pasien dan keluarga pasien
mungkin diperlukan untuk mencegah mengetahui cara mengontrol dan
komplikasi di masa yang akan datang mencegah komplikasi yang kemungkinan
dan/atau mengontrol proses penyakit akan terjadi.

Jelaskan alasan dibalik Agar pasien atau keluarga pasien


manajemen/terapi/penanganan yang di mengetahui tindakan dan rasional yang
rekomendasikan dilakukan oleh tenaga medis.

Edukasi pasien mengenai tindakan untuk Agar tanda dan gejala kanker rongga mulut
mengontrol/meminimalkan gejala, sesuai dapat diketahui pasien maupun keluarga
kebutuhan pasien. Sehingga, dapat diperiksa segera
bila mulai muncul tanda dan gejalanya.

(Bulechek, Butcher, Dochterman, & Wagner, 2016)

28
DAFTAR PUSTAKA

(2017). Diambil kembali dari Repository USU: repository.usu.ac.id

Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., & Wagner, C. M. (2016).


Nursing Interventions Classification (NIC), Ed. 6, Edisi Bahasa Indonesia.
Indonesia: CV. Mocomedia.

Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2015). NANDA International Inc. Diagnosis


Keperawatan: Definisi & Klasifikasi 2015-2017, Ed. 10. Jakarta: EGC.

Moorhead , S., Johnson, M., Maas, M. L., & Swanson, E. (2016). Nursing Outcome
Classification (NOC), Ed. 5, Edisi Bahasa Indonesia. Indonesia: CV.
Mocomedia.

Muttaqin, A., & Sari, K. (2011). Gangguan Gastrointestinal: Aplikasi Asuhan


Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika.

Sherwood, L. (2014). Fisiologi Manusia: Dari Sel ke Sistem, Ed. 8. Jakarta: EGC.

Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2002). Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta: EGC.

29

Anda mungkin juga menyukai