Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Eliminasi urin merupakan salah dari proses metabolik tubuh. Zat yang tidak dibutuhkan,
dikeluarkan melalui paru-paru, kulit, ginjal dan pencernaan. Paru-paru secara primer
mengeluarkan karbondioksida, sebuah bentuk gas yang dibentuk selama metabolisme pada
jaringan. Hampir semua karbondioksida dibawa keparu-paru oleh sistem vena dan
diekskresikan melalui pernapasan. Kulit mengeluarkan air dan natrium / keringat. Ginjal
merupakan bagian tubuh primer yang utama untuk mengekskresikan kelebihan cairan tubuh,
elektrolit, ion-ion hidrogen, dan asam.

Proses ini terjadi dari dua langkah utama yaitu: kandung kemih secara progresif terisi
sampai tegangan di dindingnya meningkat diatas nilai ambang, yang kemudian
mencetuskan langkah kedua yaitu timbul refleks saraf yang disebut refleks miksi (refleks
berkemih) yang berusaha mengosongkan kandung kemih atau jika ini gagal, setidak-
tidaknya menimbulkan kesadaran akan keinginan untuk berkemih. Meskipun refleks miksi
adalah refleks autonomik medula spinalis, refleks ini bisa juga dihambat atau ditimbulkan
oleh pusat korteks serebri atau batang otak.

Eliminasi urin secara normal bergantung pada satu pemasukan cairan dan sirkulasi volume
darah, jika salah satunya menurun, pengeluaran urin akan menurun. Pengeluaran urin juga
berubah pada seseorang dengan penyakit ginjal, yang mempengaruhi kuantitas, urin dan
kandungan produk sampah didalam urin.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana anatomi fisiologi terkait kebutuhan eliminasi?

2. Bagaimana mekanisme eliminasi?

3. Apa saja gangguan-gangguan kebutuhan eliminasi?

4. Apa saja tanda dan gejala gangguan kebutuhan eliminasi?

5. Apa saja pengkajian terhadap gangguan kebutuhan eliminasi?

6. Bagaimana tindakan untuk pemenuhan kebutuhan eliminasi pasien?

7. Bagaimana evaluasi keperawatan terhadap gangguan kebutuhan eliminasi?

1
1.3 Tujuan Penulisan

a. Tujuan Umum

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui masalah dan faktor
apa saja yang mempengaruhi proses eliminasi seseorang terutama pada pasien

b. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui anatomi fisiologi terkait kebutuhan eliminasi.

2. Untuk mengetahui mekanisme eliminasi.

3. Untuk mengetahui gangguan-gangguan kebutuhan eliminasi.

4. Untuk mengetahui tanda dan gejala gangguan kebutuhan eliminasi.

5. Untuk mengetahui pengkajian terhadap gangguan kebutuhan eliminasi.

6. Untuk mengetahui tindakan untuk pemenuhan kebutuhan eliminasi pasien.

7. Untuk mengetahui evaluasi keperawatan terhadap gangguan kebutuhan


eliminasi.

1.4 Metode Penulisan


Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah metode pustaka. Metode
pustaka adalah metode yang dilakukan dengan cara mempelajari dan mengumpulkan data
dari pustaka yang berhubungan dengan buku maupun situs internet.

2
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi
Menurut kamus bahasa Indonesia, eliminasi adalah pengeluaran, penghilangan,
penyingkiran, penyisihan.Dalam bidang kesehatan, Eliminasi adalah proses pembuangan. Sisa
metabolisme tubuh baik berupa urin atau bowel (feses).
Membuang urine dan alvi (eliminasi) merupakan salah satu aktivitas pokok yang harus
dilakukan oleh setiap manusia. Karena apabila eliminasi tidak dilakukan setiap manusia akan
menimbulkan berbagai macam gangguan seperti retensi urine, inkontinensia urine, enuresis,
perubahan pola eliminasi urine, konstipasi, diare dan kembung.
Eliminasi urin adalah kebutuhan dalam manusia yang esensial dan berperan menentukan
kelangsungan hidup manusia. Eliminasi dibutuhkan untuk mempertahankan homeostasis tubuh.

2.2 Anatomi Fisiologi Sistem Perkemihan


2.2.1 Pengertian Sistem Perkemihan

Sistem perkemihan atau sistem urinaria, adalah suatu sistem dimana terjadinya
proses penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidak
dipergunakan oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang masih di pergunakan oleh
tubuh. Zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh larut dalam air dan dikeluarkan
berupa urin (air kemih).

2.2.2 Susunan Sistem Perkemihan


A. Ginjal

Kedudukan ginjal terletak dibagian belakang dari kavum abdominalis di


belakang peritonium pada kedua sisi vertebra lumbalis III, dan melekat
langsung pada dinding abdomen.Bentuknya seperti biji buah kacang merah
(kara/ercis), jumlahnaya ada 2 buah kiri dan kanan, ginjal kiri lebih besar dari
pada ginjal kanan. Pada orang dewasa berat ginjal 200 gram. Dan pada
umumnya ginjal laki laki lebih panjang dari pada ginjal wanita.

a. Bagian Bagian Ginjal

1. Kulit Ginjal (Korteks)

Pada kulit ginjal terdapat bagian yang bertugas melaksanakan


penyaringan darah yang disebut nefron. Pada tempat penyaringan
darah ini banyak mengandung kapiler kapiler darah yang tersusun
bergumpal gumpal disebut glomerolus. Tiap glomerolus dikelilingi
oleh simpai bownman, dan gabungan antara glomerolus dengan
simpai bownman disebut badan malphigi.

3
Penyaringan darah terjadi pada badan malphigi, yaitu diantara
glomerolus dan simpai bownman. Zat zat yang terlarut dalam darah
akan masuk kedalam simpai bownman. Dari sini maka zat zat
tersebut akan menuju ke pembuluh yang merupakan lanjutan dari
simpai bownman yang terdapat di dalam sumsum ginjal.

2. Sumsum Ginjal (Medula)

Sumsum ginjal terdiri beberapa badan berbentuk kerucut yang


disebut piramid renal. Dengan dasarnya menghadap korteks dan
puncaknya disebut apeks atau papila renis, mengarah ke bagian dalam
ginjal. Satu piramid dengan jaringan korteks di dalamnya disebut
lobus ginjal. Piramid antara 8 hingga 18 buah tampak bergaris garis
karena terdiri atas berkas saluran paralel (tubuli dan duktus
koligentes). Diantara pyramid terdapat jaringan korteks yang disebut
dengan kolumna renal. Pada bagian ini berkumpul ribuan pembuluh
halus yang merupakan lanjutan dari simpai bownman. Di dalam
pembuluh halus ini terangkut urine yang merupakan hasil penyaringan
darah dalam badan malphigi, setelah mengalami berbagai proses.

3. Rongga Ginjal (Pelvis Renalis)

Pelvis Renalis adalah ujung ureter yang berpangkal di ginjal,


berbentuk corong lebar. Sabelum berbatasan dengan jaringan ginjal,
pelvis renalis bercabang dua atau tiga disebut kaliks mayor, yang
masing masing bercabang membentuk beberapa kaliks minor yang
langsung menutupi papila renis dari piramid. Kliks minor ini
menampung urine yang terus kleuar dari papila. Dari Kaliks minor,
urine masuk ke kaliks mayor, ke pelvis renis ke ureter, hingga di
tampung dalam kandung kemih (vesikula urinaria).

b. Fungsi Ginjal:

1. Mengekskresikan zat zat sisa metabolisme yang mengandung


nitrogennitrogen, misalnya amonia.
2. Mengekskresikan zat zat yang jumlahnya berlebihan (misalnya gula dan
vitamin) dan berbahaya (misalnya obat obatan, bakteri dan zat warna).
3. Mengatur keseimbangan air dan garam dengan cara osmoregulasi.
4. Mengatur tekanan darah dalam arteri dengan mengeluarkan kelebihan
asam atau basa.

4
c. Peredaran Darah dan Persyarafan Ginjal

1. Peredaran Darah

Ginjal mendapat darah dari aorta abdominalis yang mempunyai


percabangan arteria renalis, yang berpasangan kiri dan kanan dan
bercabang menjadi arteria interlobaris kemudian menjadi arteri akuata,
arteria interlobularis yang berada di tepi ginjal bercabang menjadi kapiler
membentuk gumpalan yang disebut dengan glomerolus dan dikelilingi leh
alat yang disebut dengan simpai bowman, didalamnya terjadi
penyadangan pertama dan kapilerdarah yang meninggalkan simpai
bowman kemudian menjadi vena renalis masuk ke vena kava inferior.

2. Persyarafan Ginjal

Ginjal mendapat persyarafan dari fleksus renalis (vasomotor) saraf


ini berfungsi untuk mengatur jumlah darah yang masuk ke dalam ginjal,
saraf inibarjalan bersamaan dengan pembuluh darah yang masuk ke
ginjal. Anak ginjal (kelenjar suprarenal) terdapat di atas ginjal yang
merupakan senuah kelenjar buntu yang menghasilkan 2(dua) macam
hormon yaitu hormone adrenalin dan hormn kortison.

B. Ureter

Terdiri dari 2 saluran pipa masing masing bersambung dari ginjal ke kandung kemih
(vesika urinaria) panjangnya 25 30 cm dengan penampang 0,5 cm. Ureter sebagian
terletak dalam rongga abdomen dan sebagian terletak dalam rongga pelvis.

Lapisan dinding ureter terdiri dari :

a. Dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa)

b. Lapisan tengah otot polos

c. Lapisan sebelah dalam lapisan mukosa

Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan gerakan peristaltik tiap 5 menit sekali
yang akan mendorong air kemih masuk ke dalam kandung kemih (vesika urinaria).

Gerakan peristaltik mendorong urin melalui ureter yang dieskresikan oleh ginjal dan
disemprotkan dalam bentuk pancaran, melalui osteum uretralis masuk ke dalam kandung
kemih.

Ureter berjalan hampir vertikal ke bawah sepanjang fasia muskulus psoas dan dilapisi

5
oleh pedtodinium. Penyempitan ureter terjadi pada tempat ureter terjadi pada tempat ureter
meninggalkan pelvis renalis, pembuluh darah, saraf dan pembuluh sekitarnya mempunyai
saraf sensorik.

C. Vesikula Urinaria ( Kandung Kemih )

Kandung kemih dapat mengembang dan mengempis seperti balon karet, terletak di
belakang simfisis pubis di dalam ronga panggul.

Bentuk kandung kemih seperti kerucut yang dikelilingi oleh otot yang kuat, berhubungan
ligamentum vesika umbikalis medius.

Bagian vesika urinaria terdiri dari :

1. Fundus, yaitu bagian yang mengahadap kearah belakang dan bawah, bagian ini
terpisah dari rektum oleh spatium rectosivikale yang terisi oleh jaringan ikat duktus
deferent, vesika seminalis dan prostate.

2. Korpus, yaitu bagian antara verteks dan fundus.

3. Verteks, bagian yang maju kearah muka dan berhubungan dengan ligamentum vesika
umbilikalis.

Dinding kandung kemih terdiri dari beberapa lapisan yaitu, peritonium (lapisan sebelah
luar), tunika muskularis, tunika submukosa, dan lapisan mukosa (lapisan bagian dalam).

Proses Miksi (Rangsangan Berkemih).

Distensi kandung kemih, oleh air kemih akan merangsang stres reseptor yang terdapat
pada dinding kandung kemih dengan jumlah 250 cc sudah cukup untuk merangsang
berkemih (proses miksi). Akibatnya akan terjadi reflek kontraksi dinding kandung kemih,
dan pada saat yang sama terjadi relaksasi spinser internus, diikuti oleh relaksasi spinter
eksternus, dan akhirnya terjadi pengosongan kandung kemih.

Rangsangan yang menyebabkan kontraksi kandung kemih dan relaksasi spinter interus
dihantarkan melalui serabut serabut para simpatis. Kontraksi sfinger eksternus secara
volunter bertujuan untuk mencegah atau menghentikan miksi. kontrol volunter ini hanya
dapat terjadi bila saraf saraf yang menangani kandung kemih uretra medula spinalis dan
otak masih utuh.

Bila terjadi kerusakan pada saraf saraf tersebut maka akan terjadi inkontinensia urin
(kencing keluar terus menerus tanpa disadari) dan retensi urine (kencing tertahan).

Persarafan dan peredaran darah vesika urinaria, diatur oleh torako lumbar dan kranial
dari sistem persarafan otonom. Torako lumbar berfungsi untuk relaksasi lapisan otot dan
kontraksi spinter interna.

6
Peritonium melapis kandung kemih sampai kira kira perbatasan ureter masuk kandung
kemih. Peritoneum dapat digerakkan membentuk lapisan dan menjadi lurus apabila kandung
kemih terisi penuh. Pembuluh darah Arteri vesikalis superior berpangkal dari umbilikalis
bagian distal, vena membentuk anyaman dibawah kandung kemih. Pembuluh limfe berjalan
menuju duktus limfatilis sepanjang arteri umbilikalis.

D. Uretra
Uretra merupakan saluran sempit yang berpangkal pada kandung kemih yang
berfungsi menyalurkan air kemih keluar.

Pada laki- laki uretra bewrjalan berkelok kelok melalui tengah tengah prostat
kemudian menembus lapisan fibrosa yang menembus tulang pubis kebagia penis
panjangnya 20 cm.

Uretra pada laki laki terdiri dari :

1. Uretra Prostaria
2. Uretra membranosa
3. Uretra kavernosa

Lapisan uretra laki laki terdiri dari lapisan mukosa (lapisan paling dalam), dan
lapisan submukosa.

Uretra pada wanita terletak dibelakang simfisis pubisberjalan miring sedikit kearah
atas, panjangnya 3 4 cm. Lapisan uretra pada wanita terdiri dari Tunika muskularis
(sebelah luar), lapisan spongeosa merupakan pleksus dari vena vena, dan lapisan
mukosa (lapisan sebelah dalam).Muara uretra pada wanita terletak di sebelah atas vagina
(antara klitoris dan vagina) dan uretra di sini hanya sebagai saluran ekskresi.

2.2 Mekanisme Eliminasi

1. Proses Filtrasi

Terjadi penyerapan darah, yang tersaring adalah bagian cairan darah kecuali protein.
Cairan yang tersaring ditampung oleh simpai bowmen yang terdiri dari glukosa, air,
sodium, klorida, sulfat, bikarbonat dll, diteruskan ke tubulus ginjal. Cairan yang disaring
disebut filtrate glomerulus.

2. Proses Reabsorbsi

Pada proses ini terjadi penyerapan kembali sebagian besar dari glukosa, sodium,
klorida, fospat dan beberapa ion bikarbonat. Prosesnya terjadi secara pasif (obligator
reabsorbsi) di tubulus proximal. Sedangkan pada tubulus distal terjadi kembali

7
penyerapan sodium dan ion bikarbonat bila diperlukan tubuh. Penyerapan terjadi secara
aktif (reabsorbsi fakultatif) dan sisanya dialirkan pada papilla renalis.

3. Proses sekresi.

Sisa dari penyerapan kembali yang terjadi di tubulus distal dialirkan ke papilla
renalis selanjutnya diteruskan ke luar.

2.3 Faktor yang Mempengaruhi Eliminasi Urine

1. Diet dan Asupan (intake)

Jumlah dan tipe makanan merupakan faktor utama yang memengaruhi output
urine (jumlah urine). Protein dapat menentukan jumlah urine yang dibentuk. Selain
itu, juga dapat meningkatkan pembentukan urine.

2. Respons Keinginan Awal untuk Berkemih

Kebiasaan mengabaikan keinginan awal untuk berkemih dapat menyebabkan urine


banyak tertahan di dalam urinaria sehingga memengaruhi ukuran vesika urinaria dan
jumlah urine.

3. Gaya Hidup
Perubahan gaya hidup dapat memengaruhi pemenuhan kebutuhan
eliminasi dalam kaitannya terhadap tersedianva fasilitas toilet.

4. Stres Psikologis

Meningkatnya stres dapat mengakibatkan meningkatnya frekuensi keinginan berkemih.


Hal ini karena meningkatnya sensitivitas untuk keinginan berkemih dan jumlah urine yang
diproduksi.

5. Tingkat Aktivitas

Eliminasi urine membutuhkan tonus otot vesika urinaria yang baik untuk fungsi
sfingter. Hilangnya tonus otot vesika urinaria menyebabkan kemampuan pengontrolan
berkemih menurun dan kemampuan tonus otot didapatkan dengan beraktivitas.

6. Tingkat Perkembangan

Tingkat pertumbuhan dan perkembangan juga dapat memengaruhi pola berkemih. Hal
tersebut dapat ditemukan pada anak, yang lebih memiliki mengalami kesulitan untuk
mengontrol buang air kecil. Namun dengan usia kemampuan dalam mengontrol buang air
kecil.

8
7. Kondisi Penyakit

Kondisi penyakit dapat memengaruhi produksi urine, seperti diabetes


melitus. 8. Sosiokultural

Budaya dapat memengaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi urine, seperti adanya


kultur pada masyarakat tertentu yang melarang untuk buang air kecil di tempat tertentu.

9. Kebiasaan Seseorang

Seseorang yang memiliki kebiasaan berkemih di mengalamikesulitan untuk berkemih


dengan melalui urineal/pot urine bila dalam keadaan sakit.

10. Tonus Otot

Tonus otot yang memiliki peran penting dalam membantu proses berkemih adalah otot
kandung kemih, otot abdomen dan pelvis. Ketiganya sangat berperan dalam kontraksi
pengontirolan pengeluaran urine.

11. Pengobatan

Pemberian tindakan pengobatan dapat berdampak pada terjadinya peningkatan atau


penurunan -proses perkemihan. Misalnya pemberian diure;tik dapat meningkatkan jumlah
urine, se;dangkan pemberian obat antikolinergik dan antihipertensi dapat menyebabkan
retensi urine.

12. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan diagnostik ini juga dap'at memengaruhi kebutuhan eliminasi urine,


khususnya prosedur-prosedur yang berhubungan dengan tindakan pemeriksaan saluran kemih
seperti IVY (intra uenus pyelogram), yang dapat membatasi jumlah asupan sehingga
mengurangi produksi urine. Se;lain itu tindakan sistoskopi dapat menimbulkan edema lokal
pada uretra yang dapat mengganggu pengeluaran urine.

2.4 Tanda dan Gejala Gangguan Kebutuhan Eliminasi

a. Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)

Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) atau pembesaran prostat jinak adalah suatu
kondisi yang menyebabkan kelenjar prostat mengalami pembengkakan, namun tidak
bersifat kanker. Kelenjar prostat memiliki fungsi untuk memproduksi air mani dan
terletak pada rongga pinggul antara kandung kemih dan penis.

Karena kelenjar prostat hanya dimiliki oleh pria, maka tentu saja seluruh penderita
BPH adalah pria. Umumnya pria yang terkena kondisi ini berusia di atas 50 tahun.

9
Gejala BPH

Berikut ini gejala-gejala yang biasanya dirasakan oleh penderita pembesaran prostat
jinak (BPH):

Selalu ingin berkemih, terutama pada malam hari.


Inkontinensia urine atau beser.

Sulit mengeluarkan urine.


Mengejan pada waktu berkemih.
Aliran urine tersendat-sendat.
Mengeluarkan urine yang disertai darah.
Merasa tidak tuntas setelah berkemih.

Munculnya gejala-gejala tersebut disebabkan oleh tekanan pada kandung kemih dan
uretra ketika kelenjar prostat mengalami pembesaran.

Disarankan untuk menemui dokter jika Anda merasakan gejala BPH, meski ringan.
Diagnosis sangat diperlukan karena ada beberapa kondisi lain yang gejalanya sama dengan
BPH, di antaranya:

Prostatitis atau radang prostat.

Infeksi saluran kemih.


Penyempitan uretra.
Penyakit batu ginjal dan batu kandung kemih.
Bekas luka operasi pada leher kandung kemih.
Kanker kandung kemih

Kanker prostat.
Gangguan pada saraf yang mengatur aktivitas kandung kemih.

Penyebab BPH

Sebenarnya penyebab persis pembesaran prostat jinak (BPH) masih belum diketahui,
namun diperkirakan kondisi ini terjadi karena adanya perubahan pada kadar hormon seksual
akibat proses penuaan.

Pada sistem kemih pria terdapat sebuah saluran yang berfungsi membuang urine keluar
dari tubuh melalui penis, atau lebih dikenal sebagai uretra. Dan jalur lintas uretra ini secara
kebetulan melewati kelenjar prostat. Jika terjadi pembesaran pada kelenjar prostat, maka
secara bertahap akan mempersempit uretra dan pada akhirnya aliran urine mengalami
penyumbatan. Penyumbatan ini akan membuat otot-otot pada kandung kemih membesar dan
lebih kuat untuk mendorong urine keluar.

Beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko seseorang terkena BPH adalah:

10
Kurang berolahraga dan obesitas.
Faktor penuaan.
Menderita penyakit jantung atau diabetes.
Efek samping obat-obatan penghambat beta.
Keturunan

b. Sistitis

Sistitis dalah inflamasi kandung kemih. Inflamasi ini dapat disebabkan oleh infeksi
bakteri(biasanya Eacherichia Colf) yang menyebar dari uretra atau karena respon alergi atau
akibat iritasi mekais pada kandung kemih. Gejalanya adalah sering berkemih dan nyeri yang
disertai darah dalam urine (hematuria).

c. Glomerulonefritis

Glomerulonefritis adalah inflamasi nefron, terutama pada glomerulus. Glomerulonefritis


terbagi menjadi dua yaitu:

- Glomerulonefritis akut seringkali terjadi akibat respon imun terhadap toksin bakteri
tertentu.

- Glomerulonefritis kronik tidak hanya merusak glomerulus tetapi juga tubulus.


Infalamasi ini mungkin diakibatkan infeksi streptokokus, tetapi juga merupakan
akibat sekunder dari penyakit sistemik lain atau karena glomerulonefritis akut.

d. Pielonefritis

Pielonefritis adalah inflamasi ginjal dan pelvis ginjal akibat infeksi bakteri. Infalamasi
dapat berawal ditraktus urinaria bawah (kanduung kemih) dan menyebar ke ureter, atau
karena infeksi yang dibawa darah dan limfe ke ginjal. Obstruksi traktus urinari terjadi akibat
pembesaran kelenjar prosfat atau batu ginjal.

e. Batu Ginjal

Batu ginjal atau kalkuli Urinari terbentuk dari pengendapan garam kalsium, magnesium,
asam urat, atau sistein. Batu-batu kecil dapat mengalir bersam dengan urine, batu yang lebih
besar akan tersangkut dalam ureter dan menyebabkan raa nyeri yang tajam(kolik ginjla)
yang menyebar dari ginjal ke selangkangan.

f. Gagal Ginjal

Gagal ginjal adalah hilangnya fungsi ginjal. Hal ini mengakibatkan terjadinya retensi
garam, air, zat buangan nitrogen (urea dan kreatinin) dan penurunan drastis volume urine
(oliguria). Gagal ginjal terbagi menjadi dua macam yaitu:

11
- Gagal ginjal akut terjadi secara tiba-tiba dan biasanya berhasil diobati. Penyakit ini
ditandai dengan oliguria mendadak yang diikuti dengan penghentian produksi urine
(anuria) secara total. Hal ini disebabkan oleh penurunan aliran darah ke ginjal akibat
trauma atau cedera, glomerulonefritis akut, hemoragi, tranfusi darah yang tidak cocok,
atau dehidrasi berat.

- Gagal ginjal kronik adalah kondisi progresif parah karena penyakit yang
mengakibatkan kerusakan parenkim ginjal, seperti glomerulonefritis kronik atau
pielonefritis, trauma, atau diabetes nefropati( penyakit ginjal yang diakibatkan oleh
diabetes melitus).

g. Retensi

Retensi Urine ialah penumpukan urine acuan kandung kemih dan ketidaksanggupan
kandung kemih untuk mengosongkan sendiri.

Kemungkinan penyebabnya :

1. Operasi pada daerah abdomen bawah.

2. Kerusakan ateren.

3. Penyumbatan spinkter.

Tanda-tanda retensi urine :

1. Ketidak nyamanan daerah pubis.

2. Distensi dan ketidaksanggupan untuk berkemih.

3. Urine yang keluar dengan intake tidak seimbang.

4. Meningkatnya keinginan berkemih.

5. Enuresis

h. Eniorisis

Ialah keluarnya kencing yang sering terjadi pada anak-anak umumnya malam hari.
Kemungkinan peyebabnya :

1. Kapasitas kandung kemih lebih kecil dari normal.

2. Kandung kemih yang irritable.

12
3. Suasana emosiaonal yang tidak menyenangkan.

4. ISK atau perubahan fisik atau revolusi.

i. Inkontinensia

- Inkontinensia Fungsional/urgensi

Inkotinensia Fungsional ialah keadaan dimana individu mengalami inkontine karena


kesulitan dalam mencapai atau ketidak mampuan untuk mencapai toilet sebelum
berkemih.

Faktor Penyebab:

1. Kerusakan untuk mengenali isyarat kandung kemih.

2. Penurunan tonur kandung kemih

3. Kerusakan moviliasi, depresi, anietas

4. Lingkungan

5. Lanjut usia.

- Inkontinensia Stress

Inkotinensia stress ialah keadaan dimana individu mengalami pengeluaran urine


segera pada peningkatan dalam tekanan intra abdomen.

Faktor Penyebab:

1. Inkomplet outlet kandung kemih

2. Tingginya tekanan infra abdomen

3. Kelemahan atas peluis dan struktur pengangga

4. Lanjut usia.

- Inkontinensia Total

Inkotinensia total ialah keadaan dimana individu mengalami kehilangan urine terus
menerus yang tidak dapat diperkirakan.

Faktor Penyebab:

13
1. Penurunan Kapasitas kandung kemih.

2. Penurunan isyarat kandung kemih

3. Efek pembedahan spinkter kandung kemih

4. Penurunan tonus kandung kemih

5. Kelemahan otot dasar panggul.

6. Penurunan perhatian pada isyarat kandung kemih

7. Perubahan pola

8. Frekuensi

9. Meningkatnya frekuensi berkemih karena meningkatnya cairan.

10. Urgency

11. Perasaan seseorang harus berkemih.

2.5 Urin (Air Kemih)

a. Sifat fisis air kemih, terdiri dari:

1. Jumlah ekskresi dalam 24 jam 1.500 cc tergantung dari pemasukan (intake)


cairan dan faktor lainnya.

2. Warna, bening kuning muda dan bila dibiarkan akan menjadi keruh.

3. Warna, kuning tergantung dari kepekatan, diet obat-obatan dan sebagainya.

4. Bau, bau khas air kemih bila dibiarkan lama akan berbau amoniak.

5. Berat jenis 1,015-1,020.

6. Reaksi asam, bila lama-lama menjadi alkalis, juga tergantung dari pada diet (sayur
menyebabkan reaksi alkalis dan protein memberi reaksi asam).

b. Komposisi air kemih, terdiri dari:

1. Air kemih terdiri dari kira-kira 95% air.

14
2. Zat-zat sisa nitrogen dari hasil metabolisme protein, asam urea, amoniak dan
kreatinin.

3. Elektrolit, natrium, kalsium, NH3, bikarbonat, fospat dan sulfat.

4. Pagmen (bilirubin dan urobilin).

5. Toksin.

6. Hormon.

c. Mikturisi

Mikturisi ialah proses pengosongan kandung kemih setelah terisi dengan urin.
Mikturisi melibatkan 2 tahap utama, yaitu:

1. Kandung kemih terisi secara progresif hingga tegangan pada dindingnya


meningkat melampaui nilai ambang batas (Hal ini terjadi bila telah tertimbun
170-230 ml urin), keadaan ini akan mencetuskan tahap ke 2).

2. Adanya refleks saraf (disebut refleks mikturisi) yang akan mengosongkan


kandung kemih.

Pusat saraf miksi berada pada otak dan spinal cord (tulang belakang) Sebagian
besar pengosongan di luar kendali tetapi pengontrolan dapat di pelajari latih. Sistem
saraf simpatis : impuls menghambat Vesika Urinaria dan gerak spinchter interna,
sehingga otot detrusor relax dan
spinchter interna konstriksi. Sistem saraf parasimpatis: impuls menyebabkan otot
detrusor berkontriksi, sebaliknya spinchter relaksasi terjadi MIKTURISI (normal: tidak
nyeri).

d. Ciri-Ciri Urin Normal

1. Rata-rata dalam satu hari 1-2 liter, tapi berbeda-beda sesuai dengan jumlah cairan
yang masuk.

2. Warnanya bening oranye tanpa ada endapan.

3. Baunya tajam.

4. Reaksinya sedikit asam terhadap lakmus dengan pH rata-rata 6.

15
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Asuhan Keperawatan dengan Pemenuhan Kebutuhan Urin

3.1.1 Pengkajian

1. Kebiasaan berkemih

Pengkajian ini meliputi bagaimana kebiasaan berkemih serta hambatannya. Frekuensi berkemih
bergantung ada kebiasaan dan kesempatan. Banyak orang berkemih setiap hari pada waktu
bangun tidur dan tidak memerlukan waktu berkemih pada malam hari.

2. Pola berkemih

Frekuensi berkemih

Frekuensi berkemih menentukan berapa kali individu berkemih dalam waktu 24 jam.

Urgensi

Perasaan sesorang untuk berkemih seperti seseorang sering ke toilet karena takut mengalami
inkontinensia jika tidak berkemih.

Disruria

Keadaan rasa sakit atau kesulitan saat berkemih. Keadaan demikianlah dapat ditemukan pada
striktur uretra, infeksi saluran kemih, trauma pada vesika urinaria, dan uretra.

Poliuria

Keadaan produksi urin yang abnormal pada jumlah yang besar tanpa adanya peningkatan asupan
cairan.

Urinaria supresi

Keadaan produksi urin yang berhenti secara mendadak.

3. Volume Urin

Volume urin menentukan berapa jumlah urin yang dikeluarkan dalam waktu 24 jam.

4. Faktor yang mempengaruhi kebiasaaan buang air kecil

a. Diet

16
b. Gaya hidup

c. Stres psikologis

d. Tingkat aktivitas

5. Karakteristik urin

Warna

Normal : pucat, kekuningan, kuning coklat.

Merah gelap : perdarahan diginjal / ureter

Merah terang : perdarahan KK atau uretra

Coklat gelap : peningkatan bilirubin akibat disfungsi hati bila dikocok busa kuning.

Kejernihan

Normal : transparan

Peningkatan protein : keruh atau berbusa

Bakteri : pekat dan akeruh.

Bau : Amonia

Urin berbau buah : DM dan kelaparan akibat aseton dan asam asetoasetik.

Pemeriksaan urin

Urinalisis

Berat jenis urin

Kultur urin

Pemeriksaan Urin (pengumpulan urin)

Acak

17
Bersih tapi tidak harus steril

Untuk urinalisis/ mengukur BJ, PH, kadar glukosa

Cara : klien berkemih dalam wadah urin yg bersih

Klien berkemih sebelum defekasi.

Spesimen midstream

Memperoleh spesimen yg relatif bebas mikroorganisme

Untuk kultur dan sensitivitas urin

Bersihkan genetalia dengan benar

Urin pertama jgn ditampung baru pertengahan ditampung

Spesimen steril

Diambil mll kateter

3.1.2 Diagnosa Keperawatan

a. Nyeri berhubungan dengan

Inflamasi uretra

Obstruksi pd uretra

Defisit perawatan diri: toileting yg berhubungan dengan

Keterbatasan mobilitas

Kerusakan integritas kulit / resiko kerusakan integritas kulit b.d

Inkontinensia urin

Perubahan eliminasi urin

Kerusakan sensorik motorik

18
Resiko infeksi berhubungan dengan

Higiene personal yg tidak baik

Insersi kateter uretra

b. Inkontinensia fungsional berhubungan dengan

Terapi deuretik

Keterbatasan mobilitas

c. Inkontinensia refleks berhubungan dengan

Penggunaan anestesi untuk pembedahan

Inkontinensia stress berhubungan dengan

Peningkatan tekanan intraabdominal

Kelemahan otot panggul

Inkontinensia urgensi

Iritasi mukosa kendung kemih

Penurunan kapasitas kandung kemih

Retensi urin

Obstruksi leher kandung kemih

3.1.3 Perencanaan

1. Tingkatkan kesehatan untuk memelihara serta melindungi fungsi sistem kemih yang sehat

2. Penyuluhan klien

3. Tingkatkan perkemihan normal

4. Wanita jongkok / duduk

meningkatkan kontraksi otot panggul dan intra abdomen.

yang membantu mengontrol sfingter serta membantu kontraksi kandung kemih.

5. Laki-laki

19
berdiri.

6. Stimulus sensori : suara air yang mengalir, menepuk pada bagian dalam, meletakkan
tangan dlm panci berair.

7. Mempertahankan kebiasaan eliminasi

8. Mempertahankan asupan cairan yg adekuat

mengekskresikan partikel yg dapat berkumpul dlm sistem perkemihan.

2000 s.d 2500 ml / hari, but 1200 s.d 1500 biasanya adekuat.

9. Hindari minum 2 jam sebelum tidur nokturia

10. Meningkatkan pengosongan kandung kemih secara lengkap.

11. Pencegahan infeksi

12. Pemeliharaan yang baik

13. Asupan cairan yang adekuat untuk meningkatkan pengeluaran urin & mikroorganisme
dari uretra

14. Mengasamkan urin untuk menghambat pertumbuhan bakteri

15. Mempertahankan kebiasaan eliminasi

16. Obat-obatan (merelaksasikan kandung kemih, menstimulasi kontraksi kandung kemih,


merelaksasi otot polos prostat.

Perawatan Akut

Kateterisasi

Memasukkan selang plastik aau karet mll uretra ke kandung kemih.

Tipe kateter.

Indweling/intemiten , kateter lurus sekali pakai

Kateter menetap/ foley kateter, menetap untuk periode waktu tertentu

Kateter caude. Ujungnya melengkung, untuk pria yang mengalami pembesaran prostat

Indikasi pemasangan kateter intermiten

20
Meredakan rasa tidak nyaman akibat distensi kandung kemih

Mengambil spesimen urin steril

Mengkaji residu urin setelah pengosongan kandung kemih

Penatalaksanaan jangka panjang klien yang mengalami cidera medula spinalis

Indikasi pemasangan kateter meneta sementara

Obstruksi pd aliran urin (pembesaran prostat)

Perbaikan kandung kemih, uretra dan struktur disekeliling mll embedahan

Mencegah obstruksi uretra akibat adanya bekuan darah

Mengukur haluran urin

Irigasi kandung kemih

Keteter menetap jangka panjang

Retensi urin berat

Ruam kulit, ulkus dan iritasiakibat kontak dgn urin

Penderita penyakit terminal

Perawatan restorasi

Menguatkan otot panggul

Kegel exercise untuk meningkatkan kontraksi otot dasar panggul.

Mempertahankan integritas kulit

Cuci kulit yg teriritasi urin dgn sabun dan air hangat

Pakai pelembabBila sudah teriritasi dokter dpt meresepkan salep steroid.

Bladder training

Melatih kembali kandung kemih untuk mengembalikan pola normal perkemihan dengan
menghambat atau menstimulasi pengeluaran air kemih.

3.1.4 Pelaksanaan

21
Melakukan Kateterisasi

a. Pengertian

Katerisasi merupakan tindakan keperawatan dengan cara memasukkan kateter ke dalam kandung
kemih melalui uretra yang bertujuan membantu memenuhi kebutuhan eliminasi dan sebagai
pengambilan bahan pemeriksaan. Pelaksanaan katerisasi dapat dilakukan melalui dua cara :
intermiten (straight kateter) dan indwelling (foley kateter).

Indikasi

Tipe Intermiten

Tidak mampu berkemih 8-12 jam setelah operasi

Retensi akut setelah trauma uretra

Tidak mampu berkemih akibat obat sedatif atau analgestik

Cedera pada tulang belakang

Degenerasi neuromuskular secara progresif

Pengeluaran urin residual

Tipe Indwelling

Obstruksi aliran urin

Pascaoperasi uretra dan struktur di sekitarnya

Obstruksi uretra

Inkontinensia dan disorientasi berat

a. Tujuan

Untuk segera mengatasi distensi kandung kemih

22
Untuk pengumpulan spesimen urine

Untuk mengukur residu urine setelah miksi di dalam kandung kemih

Untuk mengosongkan kandung kemih sebelum dan selama pembedahan

b. Persiapan alat

1) Sarung tangan steril

2) Kateter steril

3) Duk steril

4) Minyak pelumas/ jelly

5) Larutan pembersih/ anti septic

6) Spoit yang berisi cairan atau udara

7) Perlak

8) Pinset anatomi

9) Bengkok

10) Urin bag

11) Sampiran

12) Aquades

c. Prosedur kerja

1) Jelaskan prosedur pada klien

2) Cuci tangan

3) Pasang sampiran

23
4) Pasang perlak

5) Gunakan sarung tangan steril

6) Pasang duk steril

7) Melakukan desinfeksi sebagai berikut:

Pada klien laki-laki : Penis dipegang dan diarahkan ke atas atau hampir tegak
lurus dengan tubuh untuk meluruskan urethra yang panjang dan berkelok agar
kateter mudah dimasukkan . desinfeksi dimulai dari meatus termasuk glans penis
dan memutar sampai pangkal, diulang sekali lagi dan dilanjutkan dengan alkohol.
Pada saat melaksanakan tangan kiri memegang penis sedang tangan kanan
memegang pinset dan dipertahankan tetap steril.

8) Kateter diberi minyak pelumas/jelly pada ujung merata sampai sepanjang 4 cm lalu
masukkan perlahan sambil anjurkan klien menarik napas dalam.

Pada laki-laki : Tangan kiri memegang penis dengan posisi tegak lurus tubuh
penderita sambil membuka orificium urethra externa, tangan kanan memegang
kateter dan memasukkannya secara pelan-pelan dan hati-hati bersamaan penderita
menarik nafas dalam. Kaji kelancaran pemasukan kateter jika ada hambatan
berhenti sejenak kemudian dicoba lagi. Jika masih ada tahanan kateterisasi
dihentikan. Menaruh neirbecken di bawah pangkal kateter sebelum urine keluar.
Masukkan kateter sampai urine keluar sedalam 5 7,5 cm dan selanjutnya
dimasukkan lagi +/- 3 cm.

17) Setelah kateter masuk, isi balon dengan cairan aquades atau sejenisnya untuk kateter
menetap (mengembangkan balon kateter dengan aquadest steril sesuai volume yang tertera
pada label spesifikasi kateter yang dipakai) dan bila intermiten tarik kembali sambil klien
di minta menarik napas dalam.

18) Mengambil spesimen urine kalau perlu.

19) Memfiksasi kateter : pada laki-laki kateter difiksasi dengan plester pada abdomen

24
20) Menempatkan urin bag di tempat tidur pada posisi yang lebih rendah dari kandung kemih.

21) Rapikan alat

22) Cuci tangan setelah prosedur dilakukan

23) Menempatkan urin bag di tempat tidur pada posisi yang lebih rendah dari kandung kemih

24) Melaporkan pelaksanaan dan hasil tertulis pada status klien yang meliputi:

Hari tanggal dan jam pemasangan kateter

Tipe dan ukuran kateter yang digunakan

Jumlah, warna, bau urine dan kelainan-kelainan lain yang ditemukan

Nama terang dan tanda tangan pemasang

Melakukan perawatan Kateter

A. Definisi

Perawatan kateter adalah suatu tindakan keperawatan dalam memelihara kateter dengan
antiseptik untuk membersihkan ujung uretra dan selang kateter bagian luar serta
mempertahankan kepatenan posisi kateter

B. Tujuan:

1) Menjaga kebersihan saluran kencing

2) Mempertahankan kepatenan (fiksasi) kateter

3) Mencegah terjadinya infeksi

4) Mengendalikan infeksi

C. Persiapan alat dan bahan:

1) Sarung tangan steril

25
2) Pengalas

3) Bengkok

4) Lidi waten steril

5) Kapas steril

6) Antiseptic (Bethadin)

7) Aquadest / air hangat

8) Korentang

9) Plester

10) Gunting

11) Bensin/alkohol

12) Pinset

13) Kantung sampah

D. Pelaksanaan:

1) Siapkan alat dan bahan

2) Beritahu pasien maksud dan tujuan tindakan

3) Dekatkan alat dan bahan yang sudah disiapkan

4) Pasang tirai, gorden yang ada

5) Cuci tangan

6) Oles bensin pada plester dan buka dengan pinset

7) Buka balutan pada kateter

26
8) Pakai sarung tangan steril

9) Perhatikan kebersihan dan tanda-tanda infeksi dari ujung penis serta kateter

10) Oles ujung uretra dan kateter memakai kapas steril yang telah dibasahi dengan aquadest / air
hangat dengan arah menjauhi uretra

11) Oles ujung uretra dan kateter memakai lidi waten + bethadin dengan arah menjauhi uretra

12) Balut ujung penis dan kateter dengan kasa steril kemudian plester

13) Posisikan kateter ke arah perut dan plester

14) Rapikan klien dan berikan posisi yang nyaman bagi pasien

15) Kembalikan alat ke tempatnya

16) Cuci tangan

17) Dokumentasikan tindakan

Kateter merupakan benda asing pada uretra dan buli-buli, bila tidak dirawat dengan baik akan
menimbulkan komplikasi serius. Hal-hal yang perlu diperhatikan untuk merawat kateter menetap
Banyak minum, urin cukup sehingga tidak terjadi kotoran yang bisa mengendap dalam kateter

a. Mengosongkan urine bag secara teratur


b. Tidak mengangkat urine bag lebih tinggi dari tubuh penderita agar urin tidak mengalir
kembali ke buli-buli
c. Membersihkan darah, nanah, sekret periuretra dan mengolesi kateter dengan antiseptik
secara berkala
d. Ganti kateter paling tidak 2 minggu sekali

Melakukan Penis Hygiene

A. Definisi
Tindakan yang dilakukan oleh seorang perawat untuk membersihkan alat kelamin pria bagian
luar

27
B. Tujuan

1. Menjaga kebersihan diri terutama bagian perineal genital

2. Mencegah infeksi

3. Memberikan pengobatan

4. Memberikan rasa nyaman

C. Indikasi
- Pasien dengan penurunan kesadaran
- Pasien yang akan dipasang kateter
- Pasien dengan masalah pada genetalia

D. Persiapam Pasien

1. Memberikan penjelasan tentang maksud dan tujuan tindakan

2. Posisikan pasien sesuai kebutuhan

E. Persiapan Alat

1. Kom steril berisi kapas savlon / kapas sublimat

2. Sarung tangan

3. Pinset anatomis

4. Korentang

5. Perlak

6. BengkokPispot

F. Cara Kerja

1. Dekatkan alat-alat

2. Atur posisi litotomi

28
3. Lepas celana dalam

4. Cuci tangan

5. Kenakan sarung tangan

6. Pasang perlak dan pispot

7. Tangan kiri memegang penis dengan gentle. Pada pasien yang belum dicircumisi Tarik
preputium sehingga glands penis terlihat. Tunda tindakan apabila pasien ereksi.

8. Dengan tangan kanan ambil kapas savlon dengan menggunanakan pinset

9. Usapkan kapas savlon pada metus uretra dengan gerakan memutar kearah luar. Buang
kapas dan ulangi sesuai prosedur. Keringkan

10. Cuci batang penis dengan perlahan namun kuat kearah bawah. Bilas dan keringkan

11. Bersihkan skrotum. Angkat testis dengan hati-hati dan cuci lipatan kulit dibawahnya.
Bilas dan keringkan

12. Rapikan alat

13. Kembalikan pasien pada posisi semula

14. Lepas sarung tangan dan cuci tangan

15. Dokumentasikan tindakan

3.1.5 Evaluasi

v Klien mampu berkemih secara normal tanpa mengalami gejala-gejala ggn perkemihan

v Karakteristik urin : kekuningan, jernih, tidak mengandung unsur yg abnormal

v Mampu mengidentifikasi faktor-faktor yg mempengaruhi eliminasi

v Tidak terjadi komplikasi akibat perubahan pola eliminasi

29
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Sistem perkemihan atau sistem urinaria, adalah suatu sistem dimana terjadinya proses
penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan
menyerap zat-zat yang masih di pergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak dipergunakan
oleh tubuh larut dalam air dan dikeluarkan berupa urin (air kemih). Sistem urinaria terdiri
dari ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra. Dalam pemenuhan kebutuhan eliminasi urine
terjadi proses berkemih. Berkemih merupakan proses pengosongan vesika urinaria (kandung
kemih). Faktor-faktor yang mempengaruhi eliminasi urine adalah diet, asupan, respon
keinginan awal untuk berkemih kebiasaan seseorang dan stress psikologi.

Gangguan kebutuhan eliminasi urine adalah retensi urine,inkontinensia urine dan


enuresis. Dan tindakan untuk mengatasi masalah tersebut adalah pengumpulan urine untuk
bahan pemeriksaan, buang air kecil dengan urineal dan melakukan katerisasi. Salah satu
fungsi ginjal yaitu mengekskresikan zat zat sisa metabolisme yang mengandung
nitrogennitrogen, misalnya amonia.

4.2 Saran

Kita harus lebih memperhatikan kebutuhan eliminasi urin dalam kehidupan kita sehari-
hari.Menjaga kebersihan daerah tempat keluarnya urine. Kita juga harus menjaga pola
makan, dan lebih sering meminum air putih. Karena air putih lebih baik dari air yang
berwarna yang memiliki banyak kandungan. Sehingga membuat sistem eliminasi bekerja
lebih keras.

30
DAFTAR PUSTAKA

Aris, T. (2009). Fisiologi Tubuh Manusia. Jakarta: Trans Info Media.

Mashudi, S. (2011). Buku Ajar Anatomi Fisiologi Dasar.


Jakarta: Salemba Medika.

Watson, R. (2002). Anatomi dan Fisiologi untuk Perawat.


Jakarta:EGC.

31

Anda mungkin juga menyukai

  • Bab 1 HDR
    Bab 1 HDR
    Dokumen4 halaman
    Bab 1 HDR
    Putu Fiona Bhagawanti Utami
    Belum ada peringkat
  • KMB Ca Paru Yes
    KMB Ca Paru Yes
    Dokumen30 halaman
    KMB Ca Paru Yes
    Putu Fiona Bhagawanti Utami
    Belum ada peringkat
  • Pemberian Obat
    Pemberian Obat
    Dokumen39 halaman
    Pemberian Obat
    Putu Fiona Bhagawanti Utami
    100% (1)
  • Bilas Lambung
    Bilas Lambung
    Dokumen2 halaman
    Bilas Lambung
    Putu Fiona Bhagawanti Utami
    Belum ada peringkat
  • Bilas Lambung
    Bilas Lambung
    Dokumen2 halaman
    Bilas Lambung
    Putu Fiona Bhagawanti Utami
    Belum ada peringkat
  • Makalah Hipertensi
    Makalah Hipertensi
    Dokumen15 halaman
    Makalah Hipertensi
    Putu Fiona Bhagawanti Utami
    Belum ada peringkat
  • Pemberian Obat
    Pemberian Obat
    Dokumen39 halaman
    Pemberian Obat
    Putu Fiona Bhagawanti Utami
    100% (1)
  • Etika Pergaulan
    Etika Pergaulan
    Dokumen39 halaman
    Etika Pergaulan
    Putu Fiona Bhagawanti Utami
    100% (1)