REFERAT
Pembimbing:
dr. Yudistira Panji Santosa, Sp.PD. M.Kes
Penyaji:
Vincent Hans Limbri (2012-061-015)
Melya Arianti (2012-061-016)
Maria Arlene (2012-061-017)
Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmatNya penulis
dapat menyelesaikan referat yang berjudul Penyakit Ginjal Kronis. Penulis juga ingin
mengucapkan terima kasih kepada dr. Yudistira Panji Santosa, Sp.PD, M.Kes (K) atas
Penulis mengangkat topik ini dikarenakan penyakit ginjal kronis merupakan fenomena
yang cukup sering terjadi pada kelompok dengan risiko tinggi dan memiliki tingkat progresifitas
yang tinggi, serta sifatnya yang ireversibel. Penting bagi penulis dan rekan sejawat selaku dokter
umum dalam mengenali faktor risiko dan kelompok rentan agar dapat melakukan deteksi dini
sebelum penderita penyakit ini berada pada tahapan penyakit yang lebih lanjut.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
penulis memohon maaf apabila terdapat kekurangan di dalamnya. Penulis juga mengharapkan
Penulis berharap referat ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak yang turut membaca
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.......................................................................................................................................i
Daftar Isi...............................................................................................................................................ii
BAB I. PENDAHULUAN..................................................................................................................1
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................................
LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
Tabel 2.8 Tatalaksana pada pasien Penyakit Ginjal Kronis sesuai dengan laju filtrasi glomerulus
BAB I
PENDAHULUAN
Serikat, terdapat peningkatan insidensi dan prevalensi dari gagal ginjal, berujung pada hasil yang
buruk dan biaya yang tinggi. Bahkan terdapat prevalensi yang lebih tinggi dari Penyakit Ginjal
Kronis stadium dini. Peningkatan angka kejadian stadium dini ini mengindikasikan bahwa
komplikasi dari Penyakit Ginjal Kronis seperti gagal ginjal, penyakit kardiovaskular, dan
kematian dapat dicegah atau ditunda. Stadium awal dari Penyakit Ginjal Kronis dapat dideteksi
melalui pemeriksaan laboratorium, dan pengobatan pada stadium ini efektif untuk
Penyakit Ginjal Kronik terkait dengan angka mortalitas yang sangat tingi dan penyakit
kardiovaskular. Beberapa penelitan menunjukkan bahwa risiko kematian meningkat tajam pada
individu dengan kerusakan ginjal dan tidak dalam terapi dialisis dibandingkan dengan individu
dengan fungsi ginjal tidak terganggu. 2 Jungers et al. menemukan bahwa prevalensi penyakit
kardiovaskular pada Penyakit Ginjal Kronik meningkat hingga 74%. Saat ini Penyakit Ginjal
Kronik menempati urutan ke-12 sebagai penyebab kematian tertinggi dan ke-17 sebagai penyakit
yang menyebabkan kecacatan di dunia.3 Komplikasi pada Penyakit Ginjal Kronik termasuk
kardiovaskular, progresi ke penyakit ginjal lainnya, kerusakan ginjal akut, penurunan fungsi
kognitif, anemia, kelainan tulang dan mineral, serta fraktur. 4 Walaupun sudah terserdianya
teknologi dialisis yang semakin maju, namun pasien dengan terapi dialisis masih dalam risiko
terjadinya kematian prematur, akibat dari tingginya risiko komplikasi kardiovaskular dan infeksi
yang terkait dengan terapi tersebut. Penyebab utama kematian dari komplikasi kardiovaskular
adalah kematian mendadak, yang diperkirakan sekitar 100 kali lipat lebih sering pada pasien
Penyakit Ginjal Kronis juga memiliki dampak biaya yang cukup berpengaruh.
Diperkirakan bahwa biaya total di seluruh dunia yang dihabiskan untuk menangani pasien
dengan Penyakit Ginjal Kronik melebihi satu triliun dolar Amerika. Memperkirakan tingginya
biaya tersebut, pilihan transplantasi ginjal sebenarnya dianggap lebih menguntungkan dari segi
biaya. Namun kurangnya organ donor menjadi masalah utama dalam hal ini. Karena itu
penghematan biaya juga menjadi salah satu masalah utama dalam penanganan Penyakit Ginjal
Kronis.5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Penyakit ginjal kronis merupakan istilah yang digunakan pada suatu proses
reduksi jumlah nefron signifikan yang bersifat continuous.6 Berdasarkan panduan yang
dibentuk oleh The National Kidney Foundation [Kidney Dialysis Outcomes Quality
Initiative (KDOQI)], Penyakit ginjal kronis didefinisikan sesuai dengan ada atau tidaknya
kerusakan pada ginjal dan tingkat fungsi ginjal, dengan tanpa mementingkan jenis dari
penyakit ginjal tersebut. 1,6
Kriteria
1. Kerusakan ginjal selama 3 bulan, didefinisikan sebagai kelainan
struktural atau fungsional dari ginjal, dengan atau tanpa penurunan
laju filtrasi glomerulus, yang terlihat dari:
-Kelainan patologikal; atau
-Tanda-tanda kerusakan ginjal, termasuk
Kelainan komposisi darah atau urin atau terdapat kelainan dalam
pemeriksaan dengan imaging
2. Glomerulus Filtration Rate (GFR) < 60 mL/menit/1.73 m2 selama 3
bulan, dengan atau tanpa kerusakan ginjal.
Sumber: Definisi Penyakit ginjal kronis KDOQI.6
Oleh karena penurunan laju filtrasi glomerulus yang bersifat progresif maka perlu
tatalaksana yang sesuai dan evaluasi perjalanan penyakit dan kualitas hidup secara tepat .
Mengacu pada panduan yang dibentuk oleh KDOQI, klasifikasi Penyakit Ginjal Kronis dibagi
menjadi 5 tahapan penyakit. Berikut adalah tabel yang menjabarkan klasifikasi tersebut.
GFR Dengan Kerusakan Ginjal* Tanpa kerusakan Ginjal*
(mL/menit/1.73m2) Dengan Tekanan Tanpa Tekanan Dengan Tekanan Tanpa Tekanan
Darah Tinggi** Darah Tinggi** Darah Tinggi** Darah Tinggi**
90 1 1 Tekanan darah Normal
Tinggi
60-89 2 2 Tekanan darah Laju Filtrasi
Tinggi dengan Laju Glomerulusa
Filtrasi Glomerulus
30-59 3 3 3 3
15-29 4 4 4 4
<15 (atau dialisis) 5 5 5 5
Daerah yang diarsir mewakili Chronic Kidney Disease; angka menunjukkan staging Penyakit Ginjal Kronis
* Kerusakan ginjal didefinisikan sebagai kelainan patologis atau tanda-tanda kerusakan ginjal, termasuk kelainan
pada komposisi darah, urin atau pemeriksaan imaging.
** Tekanan darah tinggi didefinisikan sebagai tekanan darah 140/90 pada dewasa dan persentil 90 berdasarkan
tinggi badan dan jenis kelamin pada anak-anak
Individu dengan laju filtrasi glomerulus 60-89 tanpa kerusakan ginjal dikatakan
memiliki penurunan laju filtrasi glomerulus. Penurunan laju filtrasi glomerulus ini umum
ditemukan pada lansia. Seperti yang diperkirakan bahwa setelah usia 30 tahun terjadi penurunan
laju filtrasi glomerulus sebanyak 1 mL/menit/1.73 m 2 setiap tahun. Dengan mengacu pada nilai
rata-rata laju filtrasi glomerulus dewas muda yang normal (standar deviasi) yang adalah 120-130
(20-25) mL/menit/1.73 m2 maka pada usia 70 tahun atau lebih dapat ditemukan laju filtrasi
glomerulus 70 mL/menit/1.73 m2. Selain itu, terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan
penurunan laju filtarsi glomerulus tanpa kerusakan ginjal seperti diet vegetarian, nefrektomi
unilateral, volume cairan eksraselular yang berkurang, dan kelainan sistemik yang terkait
Data mengenai epidemiologi penyakit ginjal kronis (PGK) di Indonesia diperoleh melalui
laporan tahunan oleh Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) yang mendapatkan data
tersebut dari unit-unit hemodialisa diseluruh Indonesia. Laporan perkumpulan data oleh
PERNEFRI menunjukkan peningkatan jumlah pasien PGK. Pada tahun 2011, jumlah pasien
PGK adalah 12.466 pasien. Jumlah pasien PGK mengalami peningkatan yang signifikan pada
tahun 2012, dengan jumlah pasien mencapai 16.040 pasien. Kelompok usia 45-54 tahun
Terdapat perbedaan antara penyebab PGK di Indonesia dengan data yang diperoleh
didunia. Berdasarkan laporan PERNEFRI, penyebab utama PGK di Indonesia adalah penyakit
ginjal hipertensi sebanyak 35% pada tahun 2012 meningkat 1% dari tahun 2011, berbeda dengan
data epidemiologi dunia yang menyatakan bahwa nefropati diabetika merupakan penyebab
utama PGK. Nefropati diabetika di Indonesia menduduki peringkat kedua sebanyak 26%
penyebab PGK, menurun 1% dari tahun 2011. Penyebab lain PGK di Indonesia adalah
glomerulopati primer (12%), nefropati lupus (1%), ginjal polikistik (1%), nefropati asam urat
(2%), nefropati obstruksi (8%), kronik pielonefritis (7%), dengan penyebab lain (6%) dan tidak
diketahui (2%).7,8
Faktor risiko untuk penyakit ginjal kronis antara lain adalah hipertensi, diabetes
keluarga terkena penyakit ginjal, riwayat terkena acute kidney injury, proteinuria,
sedimen urin yang abnormal, dan kelainan structural dari traktus urinarius.
Manifestasi klinis yang muncul pada pasien dengan penyakit ginjal kronis lebih
sering disebabkan karena terjadi penumpukan hasil metabolisme yang tidak dapat
dikeluarkan dari tubuh oleh ginjal seperti ureum dan kreatinin. Penumpukan ureum dan
kreatinin akan menyebabkan peningkatan konsentrasi ureum dan kreatinin di dalam darah
dan akan menyebabkan kumpulan gejala yang disebut sindroma uremia. Uremia dapat
menyebabkan gangguan fungsi setiap sistem organ. Berikut beberapa gangguan yang
Gangguan Manifestasi
Cairan dan elektrolit Peningkatan volume cairan ; Hiponatremia ;
Hiperkalemia; Hiperfosfatemia
Endokrin Hiperparatiroid sekunder ; Defisiensi
vitamin D; Osteomalasia; Gangguan
pertumbuhan dan perkembangan;
Hiperurisemia; Hipertrigliseridemia;
Infertilitas dan disfungsi seksual;
Amenorhea
Neuromuskular Malaise; Sakit kepala; Gangguan tidur,
letargi, koma; kejang; mioklonus; kram otot
Kardiovaskular Hipertensi; Gagal jantung kongestif; Edema
paru; Perikarditis; aterosklerosis; kalsifikasi
vaskular; Hipotensi; Aritmia;
Kardiomiopati hipertrofi dan dilatasi
Dermatologi Pucat; Hiperpigmentasi; Ekimosis; Pruritus
Gastrointestinal Anoreksia; Mual dan muntah;
Gastroenteritis; Ulkus peptikum;
Perdarahan saluran cerna; Peritonitis
Hematologi dan Imunologi Anemi; Leukopenia; Limfositopenia;
Trombositopenia; depresi imunitas
th
Sumber: Harison 18 Editions
stadium lanjut. Pengasaman urin masih dapat terjadi, namun produksi amonia
semakin berkurang dan karena itu tidak dapat mengeksresi jumlah proton
amonia.
terjadi di tulang dan pembuluh darah. Penyakit tulang dapat terjadi akibat
paratiroid (osteitis fibrosa kistika), atau akibat lambatnya pergantian sel tulang
dengan kadar hormon paratiroid yang rendah atau normal (penyakit tulang
3. Gangguan kardiovaskular
pada pasien PGK meningkat 10 sampai 200 kali lipat, tergantung pada
verntrikel kiri, dan kardiomiopati, dalam kombinasi dengan retensi air dan
4. Gangguan hematologi
produksi dari EPO pada ginjal yang rusak. Faktor-faktor lainnya termasuk
defisiensi besi, inflamasi akut dan kronis dari penggunaan besi yang terganggu
uremia.
lebam, perdarahan yang lebih panjang dari insisi operasi, menoragia, dan
5. Gangguan neuromuskular
Manifestasi klinis awal dari komplikasi SSP termasuk gangguan ringan pada
termasuk cegukan, kram, dan fasikulasi otot menjadi lebih nyata pada stadium
gastrointestinal.
7. Gangguan dermatologi
dari keadaan uremia. Pada CKD yang lebih lanjut, pasien akan menjadi lebih
urokrom.6
Patofisiologi dari penyakit ginjal kronis meliputi dua mekanisme kerusakan, yaitu
mekanisme pemicu yang spesifik terhadap suatu etiologi (Kelainan pembentukan ginjal,
doposisi kompleks imun, dan inflamasi dari tipe glomerulonephritis tertentu, atau
pemaparan toksin dari penyakit tubular ataupun interstisial ginjal) dan mekanisme
progresif yang melibatkan proses hiperfiltrasi dan hipertrofi dari nefron yang tersisa yang
jumlah nefron dimediasi oleh hormone vasoaktif, sitokin, dan growth factor. Nantinya,
adaptasi jangka pendek ini akan menjadi maladaptive karena peningkatan tekanan dan
flow menjadi predisposisi perubahan arsitektur dari glomerulus, yang kemudian berubah
menjadi sklerotik.
proses hiperfiltrasi adaptif dan proses hipertrofi dan sclerosis maladaptive. Dimana
proses maladaptive distimulasi oleh TGF- (Transforming Growth Factor ). Proses ini
menjelaskan terjadinya penurunan massa renal yang progresif yang kronis pada suatu
Perjalanan klinik penyakit penyakit ginjal kronik biasanya perlahan dan tidak
dirasakan oleh pasien. Oleh karena itu, pengkajian klinik sangat bergantung pada hasil
menegakkan diagnosis yang tepat. Pada anamnesis yang terpenting yaitu mencari faktor
resiko dan riwayat penyakit yang dapat mengarah pada penyakit ginjal kronik. harison
Definisi PGK adalah keadaan saat laju filtrasi glomerulus < 60 ml/menit/1.73m2
selama lebih dari 3 bulan, adanya tanda-tanda kerusakan ginjal (abnormalitas patologis
atau penanda kerusakan, termasuk abnormalitas pada tes darah atau urin atau
pemeriksaan pencitraan).9
Diagnosis PGK ditegakkan berdasarkan gejala, pemeriksaan fisik dan hasil tes
penurunan GFR. Kadar kreatinin serum saja tidak cukup untuk memperkirakan fungsi
ginjal. Nilai laju filtrasi glomerulus merupakan parameter terbaik untuk ukuran fungsi
ginjal. Nilai laju filtrasi glomerulus didapat dari rumus Cockroft-Gault dengan
LFG =
Melalui guideline yang berbeda, dipublikasi oleh National Kidney Foundation , untuk
mendiagnosa suatu PGK, diharuskan untuk ditemukan kerusakan ginjal atau penurunan
LFG < 60ml/min selama 3 bulan atau lebih. Dalam menentukan klirens kreatinin dalam
kreatinin serum ini sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor yang dapat mempengaruhi
maupun eksogen, faktor usia, jenis kelamin, berat badan, massa otot, diet, dan obat-
obatan. LGF merupakan gold standart dalam menentukan fungsi ginjal namun hingga
saat ini masih cukup sulit untuk diimplementasikan. Untuk kepraktisan klinis,
pengukuran LFG dalam guideline ini juga menggunakan rumus Cockroft-Gault dan ada
Sumber: British Columbia Guideline & Protocols. Chronic Kidney Disease: Identification, Evaluation,
LFG, diharuskan adanya pemenuhan satu atau lebih kriteria untuk dapat menegakkan diagnosa
Penyakit Ginjal Kronik. Serta, untuk mendapatkan hasil estimasi LFG yang lebih tepat lagi yaitu
dengan mempertimbangkan faktor jenis kelamin, usia, dan ras, sehingga tidak menimbulkan
adanya over-diagnosing maka ditetapkan perumusan LFG yang didasarkan atas perhitungkan
pencitraan dengan USG yang merupakan pemeriksaan yang paling sering digunakan dan efektif.
USG ginjal dapat memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks yang menipis, adanya
filter glomerulus, juga dikhawatirkan efek toksik kontras terhadap ginjal yang sudah
mengalami kerusakan.
c. Pielografi retrograde atau anterograde merupakan alat investigasi yang lebih baik
pada beberapa kasus yang kompleks dalam menentukan lokasi obstruksi dengan
tepat. 12
d. Magnetic Resonance Angiography (MRA) sering digunakan untuk menggambarkan
keeadaan arteri dan vena renalis pada pasien dengan dugaan mengalami obstruksi
vaskular.
histopatologi ginjal. Pemeriksaan ini dilakukan apabila penyebab prerenal dan postrenal telah
dieksklusi dan penyebab intrinsik masih belum dapat ditegakkan dengan pemeriksaan
noninvasif. Biopsi dilakukan pada pasien dengan ukuran ginjal yang masih mendekati normal.
Deteksi Dini
Penyakit ginjal biasanya akan bersifat progresif saat LFG telah mengalami penurunan 25%
dari nilai normal. Deteksi dini dalam kasus ini sangatlah penting untuk mencegah kerusakan
struktur ginjal dan progresifitas penurunan fungsi ginjal lebih lanjut. Menurut KDOQI, dalam
deteksi dini kita harus mengenali faktor-faktor risiko yang dapat membuat seseorang berada
dalam kelompok risiko tinggi mengalami kerusakan struktur ginjal. Berikut ini adalah tabel yang
Sumber: British Columbia Guideline & Protocols. Chronic Kidney Disease: Identification, Evaluation, and
Management of Patient. 2008. 9
Pasien dengan risiko tinggi haruslah menjalani evaluasi lebih lanjut dalam menentukan
apakah pada pasien ini telah terjadi penurunan fungsi ginjal. Evaluasi yang harus dilakukan
adalah penanda kerusakan struktur ginjal yaitu albuminuria, sedimen urin abnormal, peningkatan
serum kreatinin, dan prediksi LFG melalui kreatinin serum. Selain penanda di atas, juga harus
dievaluasi penyebab penurunan fungsi ginjal yang sifatnya reversibel seperti pada tabel berikut.
Sumber: British Columbia Guideline & Protocols. Chronic Kidney Disease: Identification, Evaluation, and
Management of Patient. 2008. 9
Gambar 2.3 Alur diagnosa PGK13
Tabel 2.8 Tatalaksana pada pasien Penyakit Ginjal Kronis sesuai dengan laju filtrasi glomerulus
1 Kerusakan ginjal dengan GFR normal >= 90 Diagnosis dan terapi, terapi kondisi komorbid,
atau meningkat menunda progresifitas penyakit, mengurangi
risiko penyakit kardiovaskular
2 Kerusakan ginjal dengan penurunan 60-89 Memperkirakan progesifitas
GFR ringan
3 Penurunan GFR sedang 30-59 Evaluasi dan terapi komplikasi
4 Penurunan GFR berat 15-29 Persiapan untuk terapi kidney replacement
5 Gagal ginjal <15 Kidney replacement (jika terjadi uremia)
(atau dengan dialysis)
Sumber : Bargman JM, Skoreckl K. Chronic Kidney Disease. Harrison's Principle of Internal Medicine.
th
18 edition. United States: McGraw-Hill.
Secara umum terdapat 3 target dalam penatalaksanaan Penyakit Ginjal Kronis yaitu : 7,8,9
3. Mempersiapkan serta menginisiasi pasien untuk menjalani terapi pengganti ginjal pada
waktu yang tepat. Terdapat beberapa indikasi untuk memulai TPG, yaitu: 15,16
Asidosis metabolik berat
Hiperkalemia
Perikarditis uremika
Ensefalopati
Overload cairan yang tidak dapat diatasi dengan pemberian diuretik
Gagal tumbuh dan malnutrisi
Gejala gastrointestinal yang tidak dapat diatasi
Uremia
Laju filtrasi glomerulus < 10 ml / min / 1.73m2
Pilihan TPG pada pasien PGK antara lain adalah transplantasi ginjal, atau dialisa,
yang dapat dibedakan menjadi hemodialisis (HD), dan peritoneal dialisis (PD), yang
dibagi lagi menjadi 2, yaitu dialisis peritoneal otomatis (DPO) dan Continuous
Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD). TPG dipilih dan disesuaikan dengan
kemampuan pasien serta pemberi pelayanan pasien. Keunggulan dari terapi TPG berupa
transplantasi renal adalah ketidak tergantungan pasien terhadap mesin untuk membuang
produk sisa dari tubuh dan dapat mengurangi dosis obat lainnya. Namun, transplantasi
renal memiliki risiko Graft vs Host Disease (GVHD) yang cukup besar.
Manajemen dan Tatalaksana yang komprehensif dibutuhkan dalam menangani
penderita PGK, pada suatu guideline, mereka memaparkan sebuah tabel yang berisikan
tujuan dan target yang harus dijalani oleh seorang klinisi dalam menangani kasus PGK,
tujuannya adalah dengan adanya sistem yang komprehensif, segala aspek yang
mendukung progresifitas PGK dapat diperlambat dan dapat memiliki tingkat progresifitas
yang lebih rendah dibandingkan manajemen yang tidak dilakukan secara komprehensif.
Berikut ini adalah tabel target dan tujuan evaluasi dan penanganan yang dipublikasikan
dan akan kami lampirkan contoh evaluasi dan manajemen komprehensif pada pasien
penderita PGK. 9,11
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Penyakit Ginjal Kronis adalah suatu sindroma klinis yang disebabkan penurunan fungsi
ginjal yang bersifat menahun, berlangung progesif dan ireversibel. Penyebab gagal ginjal kronik
adalah glomerulonefritis, diabetes mellitus, hipertensi, sumbatan karena batu dan infeksi saluran
kemih, kelainan bawaan dan lainnya. Bila penyakit ginjal kronik telah menimbulkan gejala
umumya diagnosis tidak sulit untuk ditegakkan, namun jika menunggu sampai timbulnya gejala
klinis, perjalanan penyakitnya sudah berada pada tahap yang lebih lanjut dan bersifat ireversibel.
Diagnosa dini dan screening pada kelompok berisiko tinggi harus dilakukan agar dapat
mendeteksi penyakit ini pada tahap dini. Dengan mendiagnosa secara dini juga dapat
mengurangi biaya yang dibutuhkan untuk pengobatan dibandingkan dengan pasien PGK yang
harus menjalani renal replacement therapy. Dalam mengevaluasi dan manajemen pasien PGK
diperlukan suatu penanganan yang sifatnya komprehensif sehingga dapat menunda progresifitas
perjalanan penyakitnya sehingga tidak dengan cepat jatuh pada tahap akhir.
DAFTAR PUSTAKA
11. Suwitra, K. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Universitas Indonesia Edisi 4. Penyakit
Ginjal Kronis. 2006.
12. Jameson JL & Loscalzo J. Harrisons Nephrology and Acid-base Disorders. United
States: The Mc-Graw-Hills Companies Inc; 2010.
13. Scottish Intercollegiate Guidelines Network. Diagnosis and Management of Chronic
Kidney Disease. NHS. 2008.
14. Joan B, Eating a Vegetarian Diet While Living with Kidney Disease. Vegetarian
Journal 2004.
15. KDIGO, 2012, Clinical Practice Guidelines for the Evaluation and Management of
Chronic KidneyDisease, Kidney International Supplements, 2, 279-335, Boston,
MA,USA.
16. Palliative Care Guidelines: Renal Paliative Care. Symptom Control in Patients with
Chronic Kidney Disease or Renal Impairment. 2011. NHS: Lothian.
LAMPIRAN