Anda di halaman 1dari 15

UU TENAGA KESEHATAN

Undang-Undang No. 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan. Tenaga Kesehatan adalah
setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/ atau
keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan
kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Menimbang: a. bahwa tenaga kesehatan memiliki
peranan penting untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan yang. maksimal kepada
masyarakat agar masyarakat mampu untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan
hidup sehat sehingga akan terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya sebagai investasi
bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomi serta sebagai
salah satu unsur kesejahteraan umum sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. bahwa kesehatan sebagai hak diwujudkan dalam
bentuk pelayanan kesehatan kepada asasi manusia harus pemberian berbagai seluruh masyarakat
melalui penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang menyeluruh oleh Pemerintah, Pemerintah
Daerah, dan masyarakat secara terarah, terpadu dan berkesinambungan, adil dan merata, serta
aman, berkualitas, dan terjangkau oleh masyarakat; c. bahwa penyelenggaraan upaya kesehatan
harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang bertanggung jawab, yang memitiki etik dan moral yang
tinggi, keahlian, dan kewenangan yang secara terus menerus harus ditingkatkan mutunya melalui
pendidikan dan pelatihan berkelanjutan, sertifikasi, registrasi, penzman, serta pembinaan,
pengawasah, dan pemantauan agar penyelenggaraan upaya kesehatan memenuhi rasa keadilan
dan perikemanusiaan serta sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
kesehatan; d. bahwa untuk memenuhi hak dan kebutuhan kesehatan setiap individu dan
masyarakat, untuk memeratakan pelayanan kesehatan kepada seluruh masyarakat, dan untuk
memberikan pelindungan serta kepastian hukum kepada tenaga kesehatan dan masyarakat
penerima upaya pelayanan kesehatan, perlu pengaturan mengenai tenaga kesehatan terkait
dengan perencanaan kebutuhan, pengadaan, pendayagunaan, pembinaan, dan pengawasan mutu
tenaga kesehatan; e. bahwa ketentuan mengenai tenaga kesehatan masih tersebar dalam berbagai
peraturan perundangundangan dan belum menampung kebutuhan hukum masyarakat sehingga
perlu dibentuk undang-undang tersendiri yang mengatur tenaga kesehatan secara komprehensif; f.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d,
dan huruf e, perlu membentuk Undang-Undang tentang Tenaga Kesehatan;

UU KESEHATAN
UU nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan (UU Kesehatan) memuat 12 Pasal yang mengatur mengenai
ketentuan pidana yaitu Pasal 190 sampai dengan Pasal 201.
Dilihat dari subjeknya ada tindak pidana yang subjeknya khusus untuk subjek tertentu dan ada yang
subjeknya setiap orang.
Tindak pidana yang hanya dapat dilakukan oleh subjek tertentu/khusus diatur dalam 190 yaitu
tindak pidana hanya dapat dilakukan khusus oleh Pimpinan fasilitas kesehatan dan/atau tenaga
kesehatan yang melakukan praktik atau pekerjaan pada fasilitas pelayanan kesehatan.
Tindak pidana yang bisa dilakukan oleh setiap orang diatur dalam Pasal 191 sampai dengan Pasal
200.
Yang dimaksud dengan setiap orang adalah orang perseorangan dan korporasi.
Tindak pidana dalam UU Kesehatan,ditinjau dari rumusannya dapat dibagi dua yaitu tindak pidana
formil dan tindak pidana materiil.
Tindak pidana formil dirumuskan sebagai wujud perbuatan yang tanpa menyebutkan akibat yang
disebabkan oleh perbuatan itu (Wirjono Prodjodikoro, Bandung 2003, hal36).
Tindak pidana materiil dirumuskan sebagai perbuatan yang menyebabkan suatu akibat
tertentu,tanpa merumuskan wujud dari perbuatan itu(Ibid, hal 36).
Dalam praktek sering terjadi wujud perbuatan dan akibat yang ditimbulkan dicantumkan dalam
rumusan tindak pidana.
Tindak pidana materiil diatur dalam Pasal 190 ayat (2) dan Pasal 191.
Pasal selebihnya mengatur tindak pidana formil.
Ancaman pidana yang teringan adalah denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta-
rupiah) dan yang terberat adalah paling lama 15 tahun penjara dan denda paling banyak Rp.
1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah)

Tindak pidana dalam UU Kesehatan , sebagai berikut.


Tidak memberi pertolongan pertama kepada pasien.
Pasal 190 ayat (1) menentukan bahwa Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenaga
kesehatan yang melakukan praktik atau pekerjaan pada fasilitas pelayanan kesehatan yang dengan
sengaja tidak memberikan pertolongan pertama terhadap pasien yang dalam keadaan gawat
darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) atau Pasal 85 ayat (2) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp.200.000.000,00 (dua ratus
juta rupiah).
Pada ayat (2) ditentukan bahwa dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat(1)
mengakibatkan terjadinya kecacatan atau kematian,pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan
dan/atau tenaga kesehatan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh)
tahun dan denda paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Tanpa izin melakukan praktik pelayanan kesehatan tradisional.
Pasal 191 menentukan bahwa setiap orang yang tanpa izin melakukan praktik pelayanan kesehatan
tradisional yang menggunakan alat dan teknologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (1)
sehingga mengakibatkan kerugian harta benda, luka berat atau kematian dipidana dengan pidana
penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp.100.000.000,00 (seratus juta
rupiah).
Tindak pidana yang tercantum dalam Pasal ini merupakan tindak pidana materiil.
Ancaman hukumannya jauh lebih ringan jika dibandingkan dengan ancaman hukuaman yang
tercantum dalam Pasal 190 ayat(2),meskipun keduanya dapat mengakibatkan kematian.
Memperjual belikan organ atau jaringan tubuh.
Pasal 192 menentukan bahwa setiap orang yang dengan sengaja memperjual belikan organ atau
jaringan tubuh dengan dalih apapun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (3) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak
Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Bedah plastik dan rekonstruksi untuk mengubah identitas seseorang.
Selanjutnya Pasal 193 menentukan bahwa setiap orang yang dengan sengaja melakukan bedah
plastik dan rekonstruksi untuk tujuan mengubah identitas seseorang sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 69 diancam dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak
Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Aborsi.
Aborsi dilarang oleh UU, kecuali berdasarkan indikasi kedaruratan medis atau kehamilan akibat
perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan.Itupun hanya dapat
dilakukan setelah persyaratan yang ditentukan UU dipenuhi.
Aborsi yang tidak sesuai dengan ketentuan UU merupakan tindak pidana.
Pasal 194 menentukan bahwa setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai
dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 10(sepuluh)tahun dan denda paling banyak Rp.1000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Memperjual belikan darah.
Darah sangat penting peranannya bagi kesehatan seseorang. UU menentukan bahwa pelayanan
darah merupakan upaya pelayanan kesehatan yang memanfaatkan darah manusia sebagai bahan
dasar dengan tujuan kemanusiaan dan tidak untuk tujuan komersial.
Karena itulah UU melarang darah untuk diperjual belikan dengan dalih apapun.
Bagi yang melanggar larangan tersebut diancam dengan pidana.
Pasal 195 menentukan setiap orang yang dengan sengaja memperjual belikan darah dengan dalih
apapun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling
lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Tindak pidana kefarmasian dan/atau alat kesehatan.
UU menentukan tiga macam tindak pidana kefarmasian dan /atau alat kesehatan. Masing masing
diatur dalam Pasal 196,197 dan 198.
Pasal 196 menentukan bahwa setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan
sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memenuhi standard dan/atau persyaratan
keamanan, khasiat atau kemanfaatan, dan mutu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (2)
dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling
banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Selanjutnya Pasal 197 menentukan bahwa setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau
mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas)
tahun dan denda paling banyak Rp.1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).
Kemudian Pasal 198 menentukan bahwa setiap orang yang tidak memiliki keahlian dan
kewenangan untuk melakukan praktik kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108
dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Memproduksi atau memasukkan rokok ke dalam wilayah NKRI tanpa mencantumkan
peringatan kesehatan dan pelanggaran kawasan tanpa rokok.
Pasal 199 ayat (1) menentukan bahwa setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau
memasukkan rokok ke dalam wilayah NKRI dengan tidak mencantumkan peringatan kesehatan
berbentuk gambar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114 dipidana dengan pidana penjara paling
lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Ayat (2) menentukan bahwa setiap orang yang dengan sengaja melanggar kawasan tanpa rokok
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 115 dipidana dengan pidana denda paling
banyakRp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
Menghalangi program pemberian air susu ibu eksklusif.
Kemudian Pasal 200 menentukan bahwa setiap orang yang dengan sengaja menghalangi program
pemberian air susu ibu eksklusif sebagaimana dimaksud dalam pasal 128 ayat (2) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp.100.000.000,00 (seratus juta
rupiah).
UU KEPERAWATAN

Berikut Isi atau Substansi Undang Undang Nomor 38 Tahun 2014 Tentang
Keperawatan
Pada ketentuan umum (Pasal 1), dijelaskan beberapa hal diantaranya:

1. Keperawatan adalah suatu kegiatan pemberian asuhan kepada individu, keluarga,


kelompok, atau masyarakat, baik dalam keadaan sakit maupun sehat secara mandiri
atau kelompok.

2. Perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan tinggi Keperawatan, baik di
dalam maupun di luar negeri yang telah diakui oleh Pemerintah sesuai dengan
ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

3. Pelayanan Keperawatan merupakan suatu bentuk pelayanan profesional yang


merupakan bagian integral dari suatu pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu
dan kiat Keperawatan yang ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok, atau
masyarakat, baik sehat maupun sakit.

4. Praktik Keperawatan merupakan pelayanan yang diselenggarakan oleh Perawat dalam


bentuk Asuhan Keperawatan.

5. Asuhan Keperawatan merupakan suatu rangkaian interaksi Perawat dengan Klien atau
Pasien dan lingkungannya untuk mencapai tujuan pemenuhan kebutuhan dan
kemandirian Klien atau Pasien dalam merawat dirinya.

6. Uji Kompetensi merupakan suatu proses pengukuran pengetahuan, keterampilan, dan


perilaku peserta didik pada perguruan tinggi yang dilakukan oleh perawat dan
diselenggarakan oleh program studi Keperawatan.

7. Sertifikat Kompetensi merupakan surat tanda pengakuan terhadap kompetensi Perawat


yang telah lulus Uji Kompetensi yang dapat digunakan dalam melakukan Praktik
Keperawatan.

8. Sertifikat Profesi merupakan surat tanda pengakuan untuk melakukan praktik


Keperawatan yang diperoleh lulusan pendidikan profesi.

9. Registrasi adalah pencatatan resmi terhadap Perawat yang telah memiliki Sertifikat
Kompetensi atau Sertifikat Profesi dan telah mempunyai kualifikasi tertentu lainnya serta
telah diakui secara hukum untuk menjalankan Praktik Keperawatan.
10. Surat Tanda Registrasi atau STR adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Konsil
Keperawatan kepada Perawat yang telah diregistrasi.

11. Surat Izin Praktik Perawat atau SIPP adalah bukti tertulis yang diberikan oleh
Pemerintah Daerah kabupaten/kota kepada Perawat sebagai pemberian kewenangan
untuk menjalankan Praktik Keperawatan.

12. Perawat Warga Negara Asing adalah Perawat yang bukan berstatus Warga Negara
Indonesia.

13. Klien atau Pasien adalah perseorangan, keluarga, kelompok, atau masyarakat yang
menggunakan jasa Pelayanan Keperawatan.

14. Organisasi Profesi Perawat meruapakan wadah yang menghimpun Perawat secara
nasional dan berbadan hukum sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-
undangan.

15. Kolegium Keperawatan adalah badan yang dibentuk oleh Organisasi Profesi Perawat
untuk setiap cabang disiplin ilmu Keperawatan yang bertugas mengampu dan
meningkatkan mutu pendidikan cabang disiplin ilmu tersebut.

16. Konsil Keperawatan adalah lembaga yang melakukan tugas secara independen.

Sedangkan pada Pasal 2, dijelaskan tentang azas Praktik Keperawatan, seperti


perikemanusiaan; nilai ilmiah; etika dan profesionalitas; manfaat; keadilan; pelindungan; dan
kesehatan dan keselamatan Klien.

Pada Bab III, diatur tentang pendidikan tinggi keperawatan.

Pada Bab IV, diatur tentang Registrasi, Izin Praktik, dan Registrasi Ulang . Pada bab ini antara
lain diatur (sebagaimana tercantum pada Bagian Kedua; Registrasi) pada Pasal 18, disebutkan
antara lain :

1. Perawat yang menjalankan Praktik Keperawatan wajib memiliki Surat Tanda Registrasi
atau STR.

2. Surat Tanda Registrasi atau STR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh
Konsil Keperawatan setelah memenuhi persyaratan.

3. Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:


a. memiliki ijazah pendidikan tinggi Keperawatan;
b. memiliki Sertifikat Kompetensi atau Sertifikat Profesi;
c. memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental;
d. memiliki surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji profesi; dan
e. membuat pernyataan mematuhidan melaksanakan ketentuan etika profesi.
KODE ETIK DALAM KEPERAWATAN

A. Kode Etik dalam Keperawatan

Dalam ilmu keperawatan terdapat suatu standar yang akan menjadi pedoman bagi
perawat dalam melakukan tindakan atau praktik keperawatan profesional. Standar
tersebut adalah kode etik keperawatan. Dengan kode etik tersebut, perawat dapat
bertindak sesuai hukum atau aspek legal perawat. Selain itu, kode etik juga dapat
membantu perawat ketika mengalami masalah yang tidak adil. Karena kode etik adalah
pernyataan standar profesional yang digunakan sebagai pedoman perilaku yang
menjadi kerangka kerja dalam membuat keputusan. Kode Etik juga memberikan
pemahaman kepada perawat untuk melakukan tindakan sesuai etika dan moral serta
akan menghindarkan dari tindakan kelalaian yang akan menyebabkan klien tidak
nyaman atau bahkan menyebabkan nyawa klien terancam.

1. Fungsi Kode Etik Perawat

Kode etik perawat yang berlaku saat ini berfungsi sebagai landasan atau
pedoman bagi status perawat profesional yaitu dengan cara:

1. Menunjukkan kepada masyarakat bahwa perawat diharuskan


memahami dan menerima kepercayaan dan tanggungjawab yang
diberikan kepada perawat oleh masyarakat
2. Menjadi pedoman bagi perawat dalam berperilaku dan menjalin
hubungan keprofesian sebagai landasan dalam penerapan praktek etikal
3. Menetapkan hubungan-hubungan profesional yang harus dipatuhi yaitu
hubungan perawat dengan pasien/klien sebagai advokator, perawat
dengan tenaga profesional kesehatan lain sebagai teman sejawat,
dengan profesi keperawatan sebagai seorang kontributor dan dengan
masyarakat sebagai perwakilan dari asuhan kesehatan
4. Memberikan sarana pengaturan diri sebagai profesi.
INDONESIAN NATIONAL NURSING ASSOCIATION (INNA) BANJAR
DISTRIC

2. Kode Etik Keperawatan Indonesia

Dalam profesi perawat, seorang perawat harus mampu memahami dan menerapkan
berbagai kode etik yang menjadi dasar mereka bertindak khususnya dalam tindakan
asuhan keperawtan. Beberapa kode etik yang ada di Indonesia yang harus di miliki oleh
seorang perawat professional yaitu:

Tanggungjawab Perawat terhadap Individu, Keluarga, dan Masyarakat

Perawat berpedoman kepada tanggungjawab dari kebutuhan akan


keperawatan individu, keluarga dan masyarakat.
Perawat memelihara suasana lingkungan yang menghormati nilai-nilai
budaya, adat-istiadat, dan kelangsungan hidup beragama dari individu,
keluarga, dan masyarakat.
Perawat senantiasa dilandasi dengan rasa tulus ikhlas sesuai dengan
martabat dan tradisi luhur keperawatan.
Menjalin hubungan kerja sama dengan individu, keluarga, dan
masyarakat dalam mengambil prakarsa dan mengadakan upaya
kesehatan.
Tanggungjawab terhadap Tugas
Memelihara mutu pelayanan keperawatan yang tinggi disertai
kejujuran profesional dalam menerapkan pengetahuan serta ketrampilan
keperawatan sesuai dengan kebutuhan individu, keluarga dan
masyarakat.
Perawat wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahui
sehubungan dengan tugas yang dipercayakan kepadanya kecuali jika
diperlukan oleh yang berwenang sesuai dengan ketentuan hukum yang
berlaku.
Perawat tidak akan menggunakan pengetahuan dan keterampilan
keperawatan untuk tujuan yang bertentangan dengan norma-norma
kemanusiaan.
Perawat dalam menunaikan tugas dan kewajibannya senantiasa
berusaha dengan penuh kesadaran agar tidak terpengaruh oleh
pertimbangan kebangsaan, kesukuan, warna kulit, umur, jenis kelamin,
aliran politik, dan agama yang dianut serta kedudukan sosial.
Perawat senantiasa mengutamakan perlindungan dan keselamatan
klien dalam melaksanakan tugas keperawatan serta matang dalam
mempertimbangkan kemampuan jika menerima atau mengalihtugaskan
tanggungjawab yang ada hubungannya dengan keperawatan.
Tanggungjawab terhadap Sesama Perawat dan Profesi Kesehatan
Lainnya
Perawat senantiasa memelihara hubungan baik antara sesama
perawat dan dengan tenaga kesehatan lainnya, baik dalam memelihara
kerahasiaan suasana lingkungan kerja maupun dalam mencapai tujuan
pelayanan kesehatan secara menyeluruh.
Perawat senantiasa menyebarluaskan pengetahuan, keterampilan, dan
pengalamannya kepada sesama perawat serta menerima pengetahuan
dan pengalaman dari profesi lain dalam rangka meningkatkan
kemampuannya.
Tanggungjawab terhadap Profesi Keperawatan
Perawat senantiasa berupaya meningkatkan kemampuan profesional
secara mandiri dan bersama-sama dengan jalan menambah ilmu
pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman yang bermanfaat bagi
perkembangan keperawatan.
Perawat senantiasa menjunjung tinggi nama baik profesi keperawatan
dengan menunjukkan perilaku dan sifat pribadi yang luhur.
Perawat senantiasa berperan dalam menentukan pembakuan
pendidikan dan pelayanan keperawatan serta menerapkan dalam
kegiatan dan pendidikan keperawatan.
Perawat secara bersama-sama membina dan memelihara mutu
organisasi profesi keperawatan sebagai sarana pengabdiannya.
Tanggungjawab terhadap Pemerintah, Bangsa, dan Negara
Perawat senantiasa melaksanakan ketentuan-ketentuan sebagai
kebijaksanaan yang diharuskan oleh pemerintah dalam bidang
kesehatan dan keperawatan.
Perawat senantiasa berperan secara aktif dalam menyumbangkan
pikiran kepada pemerintah dalam meningkatkan pelayanan kesehatan
dan keperawatan kepada masyarakat.
Secara umum, tujuan kode etik keperawatan adalah sebagai berikut(kozier, Erb. 1990):

1. Sebagai aturan dasar terhadap hubungan perawat dengan perawat,


pasien, dan anggota tenaga kesehatan lainnya.
2. Sebagai standar dasar untuk mengeluarkan perawat jika terdapat
perawat yang melakukan pelanggaran berkaitan kode etik dan untuk
membantu perawat yang tertuduh suatu permasalahan secara tidak
adil.
3. Sebagai dasar pengembangan kurikulum pendidikan keperawatan dan
untuk mengorientasikan lulusan keperawatan dalam memasuki jajaran
praktik keperawatan profesional.
4. Membantu masyarakat dalam memahami perilaku keperawatan
profesional.
B. Standar Etik dan Legal dalam Keperawatan

Setiap saat bekerja dan berhubungan dengan klien, rekan kerja, dan seluruh komunitas
tentu saja perawat selalu dihadapkan dengan pengambilan keputusan dalam setiap
tindakan yang dilakukan berkaitan dengan etika dan moral. Terdapat dua aturan yang
harus ditaati oleh perawat professional dalam mengambil tindakan yaitu:

Standar etik
Panduan perilaku moral yaitu seseorang yang memberikan layanan kesehatan harus
bersedia secara sukarela dalam mengikuti standar etik.

Hukum legal
Panduan berperilaku sesuai hukum yang sah. Jika aturan tersebut tidak dipatuhi maka
perawat wajib menerima tanggung gugatnya.

PERILAKU ETIK DALAM TINDAKAN KEPERAWATAN PROFESSIONAL

A. Perilaku Etik

Dua perilaku etik yang harus dimiliki oleh perawat profesional yaitu:

Etik yang Berorientasi pada Kewajiban


Dalam hal ini, pedoman perawat adalah apa saja yang harus wajib dilakukan dan
kewajibannya dalam bertindak.

Etik yang Berorientasi pada Larangan


Pedoman yang digunakan adalah apa saja yang dilarang yang tidak boleh dilakukan
oleh perawat sesuai kewajiban dan kebajikan.

1. Asas Etik dalam Keperawatan

Terdapat enam asas etik dalam keperawatan yaitu:

2. Asas menghormati otonomy klien( autonomy)


3. Asas manfaat( beneficence)
4. Asas tidak merugikan (non maleficence)
5. Asas kejujuran( veracity)
6. Asas kerahasiaan ( confidentiality)
7. Asas keadilan( justice)
8. Autonomy yaitu klien memiliki hak untuk memutuskan sesuatu dalam pengambilan
tindakan terhadapnya. Seorang perawat tidak boleh memaksakan suatu tindakan
pengobatan kepada klien.
9. Beneficence yaitu semua tindakan dan pengobatan harus bermanfaat bagi klien.
Oleh karena itu, perlu kesadaran perawat dalam bertindak agar tindakannya dapat
bermanfaat dalam menolong klien.
10. Non- maleficence yaitu setiap tindakan harus berpedoman pada prinsip primum
non nocere ( yang paling utama jangan merugikan). Resiko fisik, psikologis, dan sosial
hendaknya diminimalisir semaksimal mungkin.
11. Veracity yaitu dokter maupun perawat hendaknya mengatakan sejujur-jujurnya
tentang apa yang dialami klien serta akibat yang akan dirasakan oleh klien. Informasi
yang diberikan hendaknya sesuai dengan tingkat pendidikan klien agar klien mudah
memahaminya.
12. Confidentiality yaitu perawat maupun dokter harus mampu menjaga privasi klien
meskipun klien telah meninggal dunia.
13. Justice yaitu seorang perawat profesional maupun dokter harus mampu berlaku
adil terhadap klien meskipun dari segi status sosial, fisik, budaya, dan lain sebagainya.
B. Tindakan Perawat Profesional

Tindakan praktik keperawatan profesional adalah suatu proses ketika perawat


berkaitan langsung dengan klien dan dalam tindakan ini masalah klien dapat di
identifikasi dan di atasi.

1. Karakteristik Perawat Profesional

1. Otoriter yaitu memiliki kewenangan sesuai keahliannya yang akan


mempengaruhi proses asuhan melalui peran profesional.
2. Accountability yaitu tanggung gugat terhadap apa yang dilakukan
sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku dan bertanggung jawab
terhadap klien, diri sendiri, dan profesi serta mengambil keputusan
sesuai dengan asuhan. Jika perawat profesional dalam melakukan
tindakan atau praktik keperawatan tidak sesuai etik, maka kita dapat
menyelesaikannya dengan:
a) D= Define the problem
b) E= Ethical review
c) C= Consider the option
d) I= Investigate outcome
e) D= Decide on action
f) E= Evaluate result
Contoh Kasus Kasus Jari Bayi Tergunting
Seorang perawat tidak sengaja menggunting jari bayi. Dan konyolnya, perawat itu tidak
meminta pertolongan dokter tetapi membuang jari tersebut ke bak sampah. Kejadian
tersebut mungkin tidak akan segera diketahui jika tidak ada seorang staf RS anak di
Inggris salford yang melihat tangan bayi tersebut berdarah. Bayi tersebut baru berusia
tiga minggu. Pencarian masih tetap dilakukan dan beruntung jari bayi tersebut masih
ditemukan di bak sampah. (Keterangan juru bicara rumah sakit Inggris Salford )

Cara penyelesaian:

Define the problem/ memperjelas masalah yaitu mengkaji prosedur


keperawatan yang seharusnya dilakukan, dokumentasi keperawatan,
serta rekam medis.
Ethical review/ identifikasi komponen etik perawat harus mampu
menggambarkan komponen-komponen etik yang terlibat. Komponen
etik dan hukum dalam masalah ini berkaitan dengan kelalaian dan
malpraktik
Identifikasi orang yang terlibat karena yang menjadi korban adalah
bayi maka yang berhak memberikan sanksi adalah orang tua bayi.
Sedangkan yang terlibat adalah perawat, staf rumah sakit dan dokter
yang melihat tangan bayi tersebut berdarah.
Identifikasi alternatif yang terlibat yaitu:

1. Menjelaskan dengan jalan damai dan kekeluargaan


2. Jika perawat tidak mau bertanggung jawab maka jalan terakhir adalah
pengadilan hukum.
Terapkan prinsip-prinsip etik yaitu nonmaleficence, beneficence,
dan justice.
Memutuskan tindakan yaitu pengambilan keputusan dilakukan
berdasarkan prinsip-prinsip etik.

MASALAH LEGAL DALAM ETIK KEPERAWATAN

Hukum dikeluarkan oleh badan pemerintah dan harus dipatuhi oleh setiap warganya.
Jika tidak mematuhi hukum maka setiap orang akan terikat denda atau bahkan
hukuman penjara. Namun secara hukum, kita tidak perlu takut akan terikat denda atau
hukuman penjara jika :

1. Hanya melakukan hal-hal yang diajarkan dan hanya ada pada cakupan
pelatihan anda.
2. Selalu memiliki keterampilan dan pengetahuan yang terbaru.
3. Menempatkan keselamatan dan kesejahteraan pasien sebagai hal yang
terpenting.
A. Bentuk Kelalaian Perawat dalam Melakukan Tindakan Asuhan Keperawatan

Pada dasarnya, bentuk kelalaian yang dilakukan perawat tersebut dapat diketahui dari
hasil kerjanya. Untuk lebih jelasnya, 2 bentuk kelalaian tersebut adalah:
1. Tidak melakukan pekerjaan maupun tindakan sesuai yang diharapkan,
misalnya: pasien terbakar karena cairan enema yang disiapkan terlalu
panas.
2. Tidak melakukan tugas dengan hati-hati, misalnya: pasien terjatuh dan
cedera karena perawat tidak memperhatikan penghalang tempat tidur
klien.
B. Contoh Pelanggaran Kode Ktik Perawat

Berbagai macam pelanggaran kode etik perawat yaitu:

1. Tindakan Aborsi adalah menggugurkan kandungan


2. Euthanasia adalah keinginan pasien untuk mati dengan bantuan
tenaga medis, karena nyawa pasien tersebut akan mati beberapa waktu
kemudian.
3. Diskriminasi pasien HIV yaitu membedakan pasien terkena HIV
4. Diskriminasi SARA yaitu membedakan pasien dari segi status,
budaya,ras dan agama.
FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINDAKAN MEDIK PERAWAT

A. Karakteristik Perawat

Tingkat Pengetahuan
Menurut hasil penelitian Sudiro (2005), banyaknya kasus tindakan medik yang
dilakukan oleh perawat khususnya perawat yang berada di daerah pedesaan,
disebabkan oleh rendahnya tingkat pengetahuan perawat terhadap fungsi dan
peranannya.

Tingkat Pendapatan
Banyak perawat bergaji di bawah Upah Minimum Regional (UMR). Sebagai gambaran,
gaji perawat pemerintah di Indonesia antara Rp 300.000,- Rp1.000.000,- per bulan
tergantung golongan, sementara perawat di Filipina tak kurang dari Rp 3.500.000,-.
Wajar jika para perawat melakukan tindakan medik mandiri untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya (Kompas, 2007).

Lama kerja
Lama kerja juga dapat memberikan implikasi yang berbeda terhadap kemungkinan
berbagai tindakan keperawatan lainnya. Semakin lama seorang perawat menjalankan
tugasnya, maka semakin banyak juga tindakan medik yang mampu untuk dilakukan.

B. Karakteristik Pasien

Menurut Dever (1984) yang dikutip Ulina (2004) dalam Determinants of Health
Service Utilization, faktor karakteristik pasien atau masyarakat merupakan salah
satu faktor yang mempengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan disamping faktor-
faktor lain. Lebih jelas Dever menjelaskan faktor-faktor tersebut adalah:
1. Faktor Sosio Kultural

Ada 2 macam yaitu:

Norma dan Nilai


Seorang wanita hamil cenderung akan memanfaatkan fasilitas kesehatan yang
ditangani oleh seorang wanita. Hal ini menyebabkan banyak wanita tidak nyaman untuk
bersalin pada fasilitas kesehatan yang ditangani oleh dokter atau perawat laki-laki.

Teknologi
Kemajuan teknologi dapat menurunkan pemanfaatan pelayanan kesehatan, sebagai
contoh dengan ditemukannya berbagai macam vaksin pencegahan penyakit menular
yang dapat mengurangi angka penyakit.

2. Faktor Organisasional

Ketersediaan sumber daya yaitu suatu pelayanan hanya bisa


digunakan apabila jasa tersebut tersedia.
Keterjangkauan lokasi yaitu peningkatan akses yang dipengaruhi oleh
berkurangnya jarak, waktu tempuh, maupun biaya tempuh yang
mengakibatkan peningkatan pemanfaatan pelayanan kesehatan.
Keterjangkauan sosial, konsumen memperhitungkan sikap dan
karakteristik provider terhadap konsumen seperti etnis, jenis kelamin,
umur, ras, dan hubungan keagamaan.
Karakteristik struktur organisasi pelayanan dan proses, berbagai
macam bentuk praktik pelayanan kesehatan dan cara memberikan
pelayanan kesehatan mengakibatkan pola pemanfaatan yang berbeda-
beda.
3. Faktor Interaksi Konsumen dan Provider (penyedia pelayanan)
a) Faktor yang berhubungan dengan konsumen, dipengaruhi oleh:

1. faktor sosio demografi, meliputi: umur, seks, ras, bangsa, status


perkawinan, jumlah anggota keluarga, status sosial ekonomi (pendidikan,
pekerjaan, dan penghasilan).
2. faktor sosio psikologi, meliputi: persepsi sakit, gejala sakit, dan
keyakinan terhadap perawatan medis/dokter, dan
3. faktor epidemiologis, meliputi mortalitas, morbilitas, disability, dan
faktor resiko.

b) Faktor yang berhubungan dengan provider, dipengaruhi oleh:


1. Faktor ekonomi, yaitu adanya keterbatasan konsumen untuk
mengakses pelayanan kesehatan.
2. Faktor karakteristik provider, meliputi tiga tipe pelayanan kesehatan,
sikap petugas, keahlian petugas, dan fasilitas yang dimiliki oleh
pelayanan kesehatan tersebut.
C. Landasan Teori

1. Tindakan medik adalah tindakan pemberian suatu substansi yang


digunakan untuk mendiagnosa, menyembuhkan, mengatasi,
membebaskan, atau mencegah penyakit (Priharjo, 2005).
2. Dalam Keputusan Menteri Kesehatan No. 1239/Menkes/Sk/XI/2001
tentang Registrasi dan Praktik Keperawatan, pasal 15 (d) dinyatakan
bahwa perawat tidak dapat melakukan tindakan medik. Tindakan medik
hanya dapat dilakukan berdasarkan permintaan tertulis dari dokter.
Dalam hal ini perawat bekerja secara kolaboratif dengan dokter. Namun
dalam kenyataanya, banyak ditemukan kasus tindakan medik yang
dilakukan oleh perawat tanpa kolaboratif (Persatuan Perawat Nasional
Indonesia, 2008).

Anda mungkin juga menyukai