Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

DENGAN EFUSI PLEURA DI RUANG ANTURIUM


RSD dr. SOEBANDI JEMBER

Disusun untuk memenuhi tugas pada Program Profesi Ners


Stase Keperawatan Medikal

Oleh
Wahyu Dini Candra Susila, S.Kep
NIM 122311101043

PROGRAM PROFESI NERS


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2016
A. Tinjauan Teori
1. Anatomi Fisiologi
a. Anatomi Pleura
Pleura adalah membran tipis dan transparan yang melapisi paru. Pleura
terdiri atas dua yaitu pleura parietalis dan pleura visceralis. Diantara kedua lapisan
pleura tersebut terbentuk suatu rongga (celah) tertutup disebut cavum pleurae,
yang memungkinkan pulmo bebas bergerak pada waktu respirasi (Gibson, 2002).
Pleura normal memiliki permukaan licin, mengkilap dan semi transparan. Luas
permukaan pleura viseral sekitar 4.000 cm persegi pada laki-laki dewasa .
1) Pleura Viseralis
Bagian permukaan luarnya terdiri atas selapis sel mesotial yang tipis
(tebalnya tidak lebih dari 30 ), diantara celah-celah sel ini terdapat
beberapa sel limfosit. Terdapat endopleura yang berisi fibrosit dan
histiosit dibawah sel mesotelial. Struktur lapisan tengah memiliki
jaringan kolagen dan serat-serat elastik, sedangkan lapisan terbawah
terdapat jaringan intertisial subpleural yang sangat banyak mengandung
pembuluh darah kapiler dari arteri pulmonalis dan brachialis serta
kelenjar getah bening. Keseluruhan jaringan pleura viseralis ini
menempel dengan kuat pada parenkim paru.
2) Pleura Parietalis
Lapisan pleura parietalis merupakan lapisan jaringan yang lebih tebal
atas sel-sel mesotelial serta jaringan ikat (jaringan kolagen dan serat-
serat elastik). Dalam jaringan ikat ini terdapat pembuluh kapiler dari
arteri intercostalis dan mammaria interna, kelenjar getah bening, banyak
reseptor saraf sensorik yang peka terhadap rangsangan nyeri. Di tempat
ini juga terdapat perbedaan temperatur. Sistem persarafan berasal dari
nervus intercostalis dinding dada dan alirannya sesuai dengan
dermatom dada. Keseluruhan jaringan pleura parietalis ini menempel
dengan mudah, tetapi juga mudah dilepaskan dari dinding dada
diatasnya.
Gambar 1. Pleura

a. Cairan Pleura
Cavum pleurae terdapat sedikit cairan serous yang membuat
permukaan pleura parietalis dan pleura viseralis menjadi licin sehingga
mencegah terjadinya gesekan. Cairan ini diproduksi oleh pleura parietalis
dan diserap oleh pembuluh darah pleura viseralis, dialirkan ke pembuluh
limfa dan kembali ke darah. Pada orang normal, cairan di rongga pleura
sebanyak 10-20 mL (Price & Wilson, 2006).
Cairan pleura mengandung 1.500-4.500 sel/ mL terdiri dari makrofag
(75%), limfosit (23%), eritrosit dan mesotel bebas. Cairan pleura normal
mengandung protein 1-2 g/100 mL. Elektroforesis cairan pleura
menunjukkan bahwa kadar protein cairan pleura setara dengan kadar
protein serum, namun kadar protein berat molekul rendah seperti albumin,
lebih tinggi dalam cairan pleura. Kadar molekul bikarbonat cairan pleura
20-25% lebih tinggi dibandingkan kadar bikarbonat plasma, sedangkan
kadar ionatrium lebih rendah 3-5% dan kadar ion klorida lebih rendah 6-
9% sehingga pH cairan pleura lebih tinggi dibandingkan dengan pH
plasma.
b. Fisiologi Pleura
Pleura berperan dalam sistem pernapasan melalui tekanan pleura
menimbulkan tekanan transpulmonar yang selanjutnya mempengaruhi
pengembangan paru dalam proses respirasi. Pengembangan paru terjadi
bila kerja otot dan tekanan transpulmoner berhasil mengatasi rekoil elastik
(elastic recoil) paru dan dinding dada sehingga terjadi proses respirasi.
Jumlah cairan rongga pleura diatur keseimbangan starling (laju filtrasi
kapiler di pleura parietal) yang ditimbulkan oleh tekanan pleura dan
kapiler, kemampuan sistem penyaliran limfatik pleura serta keseimbangan
elektrolit (Price & Wilson, 2006). Ketidakseimbangan komponen-
komponen gaya ini menyebabkan penumpukan cairan sehingga terjadi
efusi pleura. Bila terserang penyakit, pleura mungkin akan meradang,
selain itu udara atau cairan dapat masuk ke dalam rongga pleura sehingga
menyebabkan paru tertekan atau kolaps.

2. Pengertian Efusi Pleura


Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana penumpukan cairan dalam pleura
berupa transudat dan eksudat yang diakibatkan terjadinya ketidakseimbangan
antara produksi dan absorpsi di kapiler dan pleura viseralis. Efusi pleura bukanlah
diagnosis dari suatu penyakit, melainkan hanya merupakan gejala atau komplikasi
dari suatu penyakit (Muttaqin, 2008). Efusi pleura adalah terkumpulnya cairan
abnormal dalam kavum pleura (Mansjoer dkk, 2009).
Efusi pleural adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak
diantara permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi
tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara
normal, ruang pleural mengandung sejumlah kecil cairan (10 sampai 20ml)
berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan pleural bergerak
tanpa adanya friksi (Brunner & Suddarth, 2002).
Efusi pleura adalah penimbunan cairan dalam rongga pleura. Efusi pleura
dapat berupa transudate atau eksudat. Transudate terjadi pada peningkatan tekanan
vena pulmonalis, misalnya pada gagal jantung kongestif. Pada gagal jantung
kongestif keseimbangan kekuatan menyebabkan pengeluaran cairan dari
pembuluh darah. Transudasi juga dapat terjadi pada hipoproteinemia, seperti pada
penyakit hati dan ginjal. Sedangkan penimbunan eksudat disebabkan oleh
peradangan atau keganasan pleura, dan akibat peningkatan permeabilitas kapiler
atau gangguan absorbsi getah bening (Price & Wilson, 2006).
Gambar 2. Efusi pleura

3. Klasifikasi
Efusi pleura dapat dibedakan menurut cairan yang mengisi pleura, yaitu
sebagai berikut (Price & Wilson, 2006):
a. Hidrotoraks
Penimbunan transudate pada pleura.
b. Empiema
Efusi pleura yang mengandung nanah. Empiema disebabkan oleh perluasan
infeksi dari struktur yang berdekatan dan dapat merupakan komplikasi dari
pneumonia, abses paru, atau perforasi karsinoma ke dalam rongga pleura.
Empiema yang tidak ditangani dengan drainase yang baikdapat
membahayakan rangka toraks.

c. Hemotoraks
Perdarahan sejati ke dalam rongga pleura, bukan merupakan efusi pleura yang
yang berdarah. Penyebab paling sering yaitu trauma. Trauma dapat dibedakan
sebagai trauma tembus (luka tusuk) dan trauma tumpul (fraktur iga yang
selanjutnya menyebabkan laserasi paru atau pembuluh darah intercostal).
d. Kilotoraks
Terisinya rongga pleura oleh getah bening yang disalurkan oleh duktus
torasikus sebagai akibat trauma atau keganasan.
Berdasarkan lokasi cairan yang terbentuk, efusi dibagi menjadi unilateral
dan bilateral. Efusi unilateral tidak mempunyai kaitan yang spesifik dengan
penyakit penyebabnya, tetapi efusi bilateral ditemukan pada penyakit kegagalan
jantung kongestif, sindrom nefrotik, asites, infark paru, lupus eritematosus
sistemis, tumor dan tuberculosis (Muttaqin, 2008).

Menurut Smeltzer (2002), efusi Pleura diklasifikasikan menjadi dua yaitu:


a. Eksudat
Ekstravasasi cairan ke dalam jaringan atau kavitas.Sebagai akibat inflamasi
oleh produk bakteri atau humor yang mengenai pleura contohnya TBC,
trauma dada, infeksi virus.Efusi pleura mungkin merupakan komplikasi gagal
jantung kongestif.TBC, pneumonia, infeksi paru, sindroma nefrotik,
karsinoma bronkogenik, serosis hepatis, embolisme paru, infeksi parasitik.
b. Transudat
Merupakan filtrat plasma yang mengalir menembus dinding kapiler yang
utuh, terjadi jika faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan dan
reabsorbsi cairan pleura terganggu yaitu karena ketidakseimbangan tekanan
hidrostaltik atau ankotik.Transudasi menandakan kondisi seperti asites,
perikarditis.Penyakit gagal jantung kongestik atau gagal ginjal sehingga
terjadi penumpukan cairan.

Tabel 1. Perbedaan Transudat dan Eksudat

4. Etiologi
Penyebab terjadinya efusi pleura menurut Somantri (2009) adalah sebagai
berikut:
a. Transudat dapat disebabkan oleh kegagalan jantung kongestif (gagal
jantung kiri), sindrom nefrotik, sirosis hepatik dan tumor
b. Eksudat disebabkan oleh infeksi tuberculosis, pneumonia, tumor,
infark paru, radiasi dan penyakit kolagen
c. Efusi hemorargi dapat disebabkan oleh adanya tumor, trauma, infark
paru dan tuberculosis

5. Tanda dan gejala


Tanda dan gejala yang dapat muncul pada efusi pleura yaitu (Price &
Wilson, 2006):
a. Dispnea bervariasi
b. Nyeri pleuritik
c. Trakea bergeser menjauhi sisi yang mengalami efusi
d. Ruang intercostal menonjol (efusi yang berat)
e. Pergerakan dada berkurang dan terhambat pada bagian yang terkena
f. Perkusi meredup di atas efusi pleura
g. Egofoni di atas paru yang tertekan dekat efusi
h. Suara nafas berkurang di atas efusi pleura
i. Vocal fremitus berkurang.
Menurut Nurarif dan Kusuma (2013) tanda dan gejala yang dapat muncul
pada klien yang mengalami efusi pleura adalah:
a. Nyeri dan sesak nafas
Adanya timbunan cairan menimbulkan rasa nyeri akibat pergesekan, setelah
cairan cukup banyak rasa nyeri hilang, namun menimbulkan sesak nafas.
b. Adanya gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, banyak
mengeluarkan keringat, batuk, dan meningkatnya produksi dahak.
c. Deviasi trakea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi penumpukan pleural
yang signifikan.
d. Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan karena
cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak saat
pernafasan, fremitus melemah (raba dan vocal), pada perkusi didapati daerah
pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan membentuk garis
melengkung (garis ellis damoiseu).
e. Didapatkan segitiga garkand yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani di
bagian atas garis ellis domiseu. Segitiga grocco-yaitu daerah pekak karena
caira mendorong mediatinum ke sisi lain, pada auskultasi daerah ini akan
didapati vesikuler melemah dengan ronkhi.

6. Patofisiologi
Efusi pleura adalah akumulasi cairan pleura akibat peningakatn kecepatan
produksi cairan pleura, penurunan kecepatan pengeluaran cairan, dan atau
keduanya yang disebabkan oleh mekanisme di bawah ini yaitu:
a. Peningakatan tekanan pada kapiler subpleura
b. Peningakatan permeabilitas kapiler
c. Penurunan tekanan osmotik koloid darah
d. Peningkatan negatif intrapleura
e. Kerusakan drainase ilmfatik ruang pleura
Didalam rongga pleura terdapat + 5 ml cairan yang cukup untuk
membasahi seluruh permukaan pleura parietalis dan pleura viseralis. Cairan ini
dihasilkan oleh kapiler pleura parietalis karena adanya tekanan hidrostatik,
tekanan koloid dan daya tarik elastis. Sebagian cairan ini diserap kembali oleh
kapiler paru dan pleura viseralis, sebagian kecil lainnya (10-20%) mengalir
kedalam pembuluh limfe sehingga pasase cairan disini mencapai 1 liter seharinya.
Terkumpulnya cairan di rongga pleura disebut efusi pleura, ini terjadi bila
keseimbangan antara produksi dan absorbsi terganggu misalnya pada hyperemia
akibat inflamasi, perubahan tekanan osmotik (hipoalbuminemia), peningkatan
tekanan vena (gagal jantung). Atas dasar kejadiannya efusi dapat dibedakan atas
transudat dan eksudat pleura. Transudat misalnya terjadi pada gagal jantung
karena bendungan vena disertai peningkatan tekanan hidrostatik, dan sirosis
hepatis karena tekanan osmotik koloid yang menurun. Eksudat dapat disebabkan
antara lain oleh keganasan dan infeksi. Cairan keluar langsung dari kapiler
sehingga kaya akan protein dan berat jenisnya tinggi. Cairan ini juga mengandung
banyak sel darah putih. Sebaliknya transudat kadar proteinnya rendah sekali atau
nihil sehingga berat jenisnya rendah (Nurarif dan Kusuma, 2013).

7. Komplikasi
Komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh efusi pleura yaitu:
a. Fibrotoraks
Yaitu perlekatan fibrosa antara pleura parietalis dan viseralis sebagai
akibat dari eksudat yang mengalami peradangan akan mengalami
organisasi sehingga menimbulkan fibrotoraks. Fibrotoraks yang meluas
dapat menimbulkan hambatan mekanis yang berat pada jaringan-jaringan
yang terdapat di bawahnya (Price & Wilson, 2006).
b. Infeksi
Adanya cairan abnormal pada pleura dapat mengakibatkan infeksi.
c. Fibrosis paru
Fibrosis paru merupakan keadaan patologis dimana terdapat jaringan ikat
paru dalam jumlah yang berlebihan. Fibrosis timbul akibat cara perbaikan
jaringan sebagai kelanjutan suatu proses penyakit paru yang menimbulkan
peradangan. Pada efusi pleura, atalektasis yang berkepanjangan dapat
menyebabkan penggantian jaringan paru yang terserang dengan jaringan
fibrosis.
d. Kolaps Paru
Pada efusi pleura, atalektasis tekanan yang diakibatkan oleh tekanan
ektrinsik pada sebagian / semua bagian paru akan mendorong udara keluar
dan mengakibatkan kolaps paru.

8. Pemeriksaan penunjang
Menurut Tierny (2002) pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk
menegakkan diagnosis efusi pleura antara lain;
1. Foto Thorax
Permukaan cairan yang terdapat dalam rongga pleura akan membentuk
bayangan seperti kurva, dengan permukaan daerah lateral lebih tinggi
daripada bagian medial. Bila permukaannya horisontal dari lateral ke medial,
pasti terdapat udara dalam rongga tersebut yang dapat berasal dari luar atau
dari dalam paru-paru sendiri. Kadang-kadang sulit membedakan antara
bayangan cairan bebas dalam pleura dengan adhesi karena radang (pleuritis).
Disini perlu pemeriksaan foto dada dengan posisi lateral dekubitus.

Gambar 3. Pemeriksaan radiologi pada klien efusi pleura

2. CT SCAN
Pada kasus kanker paru Ct Scan bermanfaat untuk mendeteksi adanya tumor
paru juga sekaligus digunakan dalam penentuan staging klinik yang meliputi :
a) menentukan adanya tumor dan ukurannya
b) mendeteksi adanya invasi tumor ke dinding thorax, bronkus, mediatinum
dan pembuluh darah besar
c) mendeteksi adanya efusi pleura
Disamping diagnosa kanker paru CT Scan juga dapat digunakan untuk
menuntun tindakan trans thoracal needle aspiration (TTNA), evaluasi
pengobatan, mendeteksi kekambuhan dan CT planing radiasi.
3. Kultur sputum : dapat ditemukan positif Mycobacterium tuberculosis
4. Fungsi paru : Penurunan vital capacity, paningkatan dead space, peningkatan
rasio residual udara ke total lung capacity, dan penyakit pleural pada
tuberkulosis kronik tahap lanjut.
5. Pemeriksaan Laboratorium
Dalam pemeriksaan cairan pleura terdapat beberapa pemeriksaan antara lain :
a. Pemeriksaan Biokimia
b. Secara biokimia efusi pleura terbagi atas transudat dan eksudat yang
perbedaannya dapat dilihat pada tabel berikut:

Pembeda Transudat Eksudat


Kadar protein dalam efusi (g/dl) <3 >3
Kadar protein dalam efusi < 0,5 >0,5
Kadar protein dalam serum
Kadar LDH dalam efusi (IU) < 200 >200
Kadar LDH dalam efusi < 0,6 >0,6
Kadar LDH serum
Berat jenis cairan efusi < 1,016 >1,016
Hasil tes rivalta Negatif Positif

Disamping pemeriksaan tersebut diatas, secara biokimia diperiksakan juga


cairan pleura :
- Kadar pH dan glukosa, biasanya merendah pada penyakit-penyakit
infeksi, arthritis reumatoid dan neoplasma
- Kadar amylase, biasanya meningkat pada paulercatilis dan metastasis
adenocarcinona (Soeparman, 1998).
c. Analisa cairan pleura
- Transudat: jernih, kekuningan
- Eksudat: kuning, kuning-kehijauan
- Hilothorax: putih seperti susu
- Empiema: kental dan keruh
- Empiema anaerob: berbau busuk
- Mesotelioma: sangat kental dan berdarah
d. Perhitungan sel dan sitologi
- Leukosit 25.000 (mm3): empiema
- Netrofil: pneumonia, infark paru, pankreatilis, TB paru
- Limfosit: tuberculosis, limfoma, keganasan.
- Eosinofil meningkat: emboli paru, poliatritis nodosa, parasit dan
jamur
- Eritrosit: mengalami peningkatan 1000-10000/ mm3 cairan tampak
kemorogis, sering dijumpai pada pankreatitis atau pneumoni. Bila
erytrosit > 100000 (mm3 menunjukkan infark paru, trauma dada dan
keganasan.
- Misotel banyak: Jika terdapat mesotel kecurigaan TB bisa
disingkirkan.
- Sitologi: hanya 50 - 60 % kasus-kasus keganasan dapat ditemukan
sel ganas. Sisanya kurang lebih terdeteksi karena akumulasi cairan
pleura lewat mekanisme obstruksi, preamonitas atau atelektasis
(Alsagaff, 2005)
e. Bakteriologis
Jenis kuman yang sering ditemukan dalam cairan pleura adalah pneamo
cocclis, E-coli, klebsiecla, pseudomonas, enterobacter. Pada pleuritis TB
kultur cairan terhadap kuman tahan asam hanya dapat menunjukkan yang
positif sampai 20 % (Soeparman, 1998).

9. Penatalaksanaan
Menurut Mansjoer (2001) penatalaksanaan pada efusi pleura adalah
6. Torakosintesis
Drainase cairan jika efusi pleura menimbulkan gejala subjektif seperti nyeri,
dispnea dan lain-lain. Cairan efusi sebanyak 1-1,5 liter perlu dikeluarkan
segera untuk mencegah meningkatnya edema paru. Jika jumlah cairan efusi
lebih banyak maka pengeluaran cairan berikutnya baru dapat dilakukan 1 jam
kemudian

Gambar 2. Torakosintesis
7. Pemberian antibiotic
Jika ada empiema maupun infeksi
8. Pleurodesis
Pada efusi karena keganasan dan efusi rekuren lain, diberikan obat
(tetrasiklin, kalk dan bieomisin) melalui selang interkostalis untuk
melekatkan kedua lapisan pleura dan mencegah cairan terakumulasi kembali
9. Tirah baring
Tirah baring ini bertujuan untuk menurunkan kebutuhan oksigen karena
peningkatan aktivitas akan meningkatkan kebutuhan oksigen sehingga
dyspnea akan semakin meningkat pula
10. Biopsi pleura, untuk mengetahui adanya keganasan
B. Pathway

kegagalan jantung kongestif (gagal


jantung kiri), sindrom nefrotik, sirosis
hepatik dan tumor Tuberkulosis, pneumonia, dll

Transudat Eksudat

Penumpukan cairan pada rongga


pleura

Efusi pleura

Desakan pada
Ekspansi paru dinding pleura Drainase Penekanan pada
menurun
Resiko tinggi abdomen
tindakan
Nyeri akut drainase
Sesak nafas
Anoreksia

Insufisiensi
oksigen Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
Ketidakefektifan
kebutuhan tubuh
pola nafas
Gangguan
metabolisme

Energi berkurang

Ansietas Defisit
perawatan diri
Intoleransi
aktivitas
Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas Klien: nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, alamat,
pekerjaan, status perkawinan. Laki-laki lebih beresiko mengalami efusi
pleura.
b. Riwayat kesehatan: diagnosa medis, keluhan utama, riwayat penyakit
sekarang, riwayat kesehatan terdahulu terdiri dari penyakit yang pernah
dialami, alergi, imunisasi, kebiasaan/pola hidup, obat-obatan yang digunakan,
riwayat penyakit keluarga.
Keluhan utama yang biasanya dirasakan klien yaitu sesak nafas, rasa berat
pada dada, nyeri pleuritis akibat iritasi pleura yang bersifat tajam dan
terlokalisasi terutama padasaat batuk dan bernafas, batuk yang dialami klien
efusi pleura adalah batuk non produktif.
c. Riwayat penyakit saat ini
Klien dengan efusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya keluhan
seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritis, rasa berat pada dada, dan berat
badan menurun. Kaji sejak kapan keluhan-keluhan tersebut muncul, dan apa
saja tindakan yang telah dilakukan untuk mengatasi keluhan-keluhan tersebut,
termasuk riwayat penggunaan obat.
d. Riwayat penyakit dahulu
Kaji faktor predisposisi yang mungkin dapat menyebabkan efusi pleura
seperti TB paru, pneumonia, gagal jantung, trauma, dan asites.
e. Riwayat penyakit keluarga
Adakah keluarga yang mengalami TB paru, asma atau kanker paru, penyakit-
penyakit tersebut dapat menyebabkan efusi pleura.
f. Genogram
g. Pengkajian Keperawatan:
1) Persepsi kesehatan & pemeliharaan kesehatan
Persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan berbeda pada setiap klien.

2) Pola nutrisi/metabolik
Klien biasanya mengalami penurunan nafsu makan dan mengalami
penurunan berat badan.
3) Pola eliminasi
Tidak ada gangguan pada pola eliminasi klien.
4) Pola aktivitas & latihan
Klien biasanya mengalami penurunan pada pola aktivitas dan latihannya
karena sesak nafas yang dialami.
5) Pola tidur & istirahat
Klien bisa mengalami gangguan pada pola tidur dan istirahat, karena rasa
nyeri dan sesak nafas yang dialami.
6) Pola kognitif & perceptual
Tidak ada gangguan pada pola kognitif dan perceptual klien.
7) Pola persepsi diri
Tidak ada gangguan pada pola persepsi diri klien.
8) Pola seksualitas & reproduksi
Tidak ada gangguan pada pola seksualitas dan reproduksi.
9) Pola peran & hubungan
Klien dapat mengalami ganggguan pada pola peran dan hubungannya
dengan orang lain maupun lingkungannya.
10) Pola manajemen & koping stres
Klien dapat mengalami gangguan pada pola ini karena gangguan
kesehatan yang dialaminya.
11) Sistem nilai dan keyakinan
Kaji pola ibadah klien, biasanya klien yang lebih dekat dengan Tuhannya
maka akan lebih berpikiran positif.
h. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum, tanda vital
2) Pengkajian Fisik (inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi): kepala, mata,
telinga, hidung, mulut, leher, dada, abdomen, urogenital, ekstremitas, kulit
dan kuku, dan keadaan lokal.
Paru-paru
Inspeksi : Peningkatan usaha dan frekuensi pernafasan yang disertai
penggunaan otot bantu pernafasan. Gerakan pernafasan
ekspansi dada yang asimetris (pergerakan dada tertinggal pada
sisi yang sakit), iga melebar, rongga dada asimetris (cembung
pada sisi yang sakit).
Palpasi : Pendorongan mediastinum kearah hemithoraks kontralateral
yang diketahui dari posisi trachea dan ictus cordis. Vokal
fremitus menurun terutama untuk efusi pleura yang jumlah
cairannya >300 cc. Pergerakan dinding dada yang tertinggal
pada dada yang sakit.
Perkusi : Perkusi terdengar redup hingga pekak,tergantung dari jumlah
cairannya.
Auskultas : Suara nafas berkurang pada sisi yang sakit. Pada posisi duduk,
cairan semakin ke atas semakin tipis.
Jantung
Inspeksi : letak ictus cordis normal berada pada ICS 5 pada linea
mid klavikula kiri. Pemriksaan ini bertujuan untuk
mengetahui ada tidaknya pergeseran jantung.
Palpasi : untuk menghitung frekuensi jantung (heart rate) dan
harus memerhatikan kedalaman dan teratur tidaknya
denyut jantung. Selain itu, perlu juga memeriksa adanya
thrill, yaitu getaran ictus cordis.
Perkusi : dilakukan untuk menetukan batas jantung daerah mana
yang terdengar pekak. Hal ini bertujuan untuk menetukan
apakah terjadi pergeseran jantung karena pendorongan
cairan efusi pleura.
Auskultasi : dilakukan untuk menentukan bunyi jantung I dan II
tunggal atau gallop dan adakah bunti jantung III yang
merupakan gejala payah jantung, serta adakah murmur
yang menunjukkan adanya peningkatan arus turbulensi
darah.
i. Terapi, pemeriksaan penunjang & laboratorium
Hasil pemeriksaan laboratorium cairan pleura didapatkan kadar protein yang
rendah untuk jenis efusi transudat dan kadar protein yang tinggi untuk jenis
efusi eksudat.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien yang mengalami efusi
pleura adalah sebagai berikut:
a. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan peningkatan cairan dalam
pleura, penurunan ekspansi paru
b. Nyeri akut berhubungan dengan penekanan dinding pleura, gesekan pleura
akibat cairan berlebih
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
oksigen dan kebutuhan
d. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
kelelahan, anoreksia
e. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri dan sesak nafas yang dialami
f. Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan, ancaman
kematian, ketidaktahuan tentang pengobatan
g. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi
3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan Kriteria hasil Intervensi Rasional
1. Ketidakefektifan Pola nafas NOC: NIC: Airway Management
Oxygen therapy
pola nafas klien menjadi Respiratory
1. Untuk menentukan dosis pemeberian
1. Kaji fungsi pernapasan,
berhubungan efektif status
oksigen pada klien
catat klien, sianosis dan
dengan setelah Indikator:
perubahan tanda vital 2. Posisi semi fowler dapat
peningakatan cairan dilakukan 1. Frekuensi
2. Berikan posisi semi fowler memaksimalkan ekspansi paru-paru
dalam pleura, tindakan pernafasan
klien
penurunan ekspansi keperawatan dalam rentang
3. Pemberian oksigen yang berlebihan
paru selama 1 x 24 normal (RR =
dapat mengakibatkan keracunan
3. Berikan terapi oksigen
jam 16-24x/menit)
oksigen, dan dapat menimbulkan
sesuai dosis
2. Kedalaman
kebutaan pada klien
pernafasan 4. Cemas yang dialami klien dapat
dalam rentang memperburuk keadaan klien, dapat
4. Monitor adanya kecemasan
normal meningkatkan RR klien
pasien terhadap oksigenasi 5. Mengambil cairan yang berada di
pleura, agar fungsi paru-paru dapat
5. Kolaborasi dalam tindakan maksimal
torakosintesis
2. Nyeri akut Nyeri akan NOC: NIC: Pain management
1. Karakteristik nyeri dikaji agar
berhubungan berkurang a. Pain control 1. Kaji karakteristik nyeri
intervensi yang diberikan sesuai
dengan penekanan setelah b. Pain level secara komprehensif
dinding pleura dilakukan Indikator: dengan tipe nyeri
2. Gunakan komunikasi 2. Komunikasi terapeutik diguanakan
akibat cairan perawatan a. Mampu
terapeutik untuk menggali agar klien merasa lebih nyaman dan
berlebih sesuai mengontrol
pengalaman klien tentang rasa saling percaya dapat dibina,
indikasi 1x24 nyeri yang
nyeri yang dirasakan sehingga klien bersedia
jam dialami
3. Observasi respon non verbal
mengungkapkan pengalamannya
b. Melaporkan
klien 3. Respon non verbal yang ditunjukkan
bahwa nyeri
4. Evaluasi ketidakefektifan klien menggambarkan apa yang
yang dialami
pengobatan yang pernah dirasakan klien
berkurang 4. Evaluasi dilakukan sebagai bahan
dilakukan terhadap nyeri
evaluasi agar tidak memberikan terapi
5. Gunakan pendekatan
yang sama
multidisipliner untuk
5. Analgesik diberikan untuk mengurangi
manajemen nyeri:
nyeri yang dialami klien
penggunaan analgesik 6. Teknik kontrol nyeri non farmakologis
6. Ajarkan tentang teknik
dapat membantu menurunkan rasa
pengontrolan nyeri non
nyeri yang dialami klien
farmakologis
3. Gangguan pola tidur Setalah NOC : NIC: sleep enhancement
1. Memotivasi pasien agar bisa tidur
berhubungan dilakukan anxiety reduction 1. Jelaskan pentingnya tidur
dengan nyeri dan tindakan comfort level yang adekuat 2. Meningkatkan kualitas tidur pasien
sesak nafas yang keperawatan sleep: extent and 2. Ciptakan lingkungan yang
dialami 1x24 jam pattern nyaman 3. Melibatkan keluarga dalam perawatan
pasien akan Indikator: 3. Diskusikan dengan pasien pasien
dapat tidur a. jumlah jam dan keluarga tentang teknik
seperti pola tidur dalam tidur pasien 4. Memantau jam tidur pasien
tidur batas normal 4. Instruksikan untuk
sebelumnya 6-8 jam memonitor tidur pasien 5. Keadaan stress dapat mengganggu
b. pola tidur, 5. Bantu pasien untuk pasien untuk memulai tidurnya
kualitas dalam menghindari keadaan stress
batas normal sebelum waktu tidur 6. Mencegah terganggunya waktu tidur
c. perasaan 6. Monitor waktu makan/minum pasien
segar setelah yang dapat mengganggu
bangun tidur waktu tidur
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, G. M., dkk. 2013. Nursing Intervention Classification (NIC). Sixth


Edition. United States of America: Elsevier Mosby.Gibson. 2002.
Fisiologi dan Anatomi Modern untuk Perawat. Jakarta: EGC
Mansjoer, A., dkk. 2009. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I. Edisi III. Jakarta:
Media Aesculapius FKUI.
Moorhead, S., dkk. 2008. Nursing Outcomes Classification (NOC). Fourth
Edition. United States of America: Mosby Elsevier.
Muttaqin, A. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.
Herdman, T. H. 2014. Nanda International Nursing Diagnoses: Definition &
Classification, 2015-2017. Oxford: Wiley-Blackwell.
Nurarif dan Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis, Nanda dan NIC& NOC. Jakarta: Medication.
Price, S., 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Volume II.
Edisi VI. Jakarta: EGC.
Somantri, I., 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien Gangguan Sistem
Pernafasan Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai