Anda di halaman 1dari 6

1.

PENDAHULUAN

Petrologi batuan beku adaah studi tentang magma dan batuan yang mengkristal dari
lelehan, melalui berbagai proses meliputi kenaikan subsekuen, evolusi, kristalisasi, dan
erupsi atau penggantian batuan akhirnya. Dengan berawal dari kristalisasi produk lelehan
sudah mencukupi standar untuk menggolongkan batuan kedalam batuan beku.

Kata magma, berasal dari bahasa Yunani (pasta), yang


dikenalkan dalam konteks Neptunist, bukan igneous, yang dikenalkan oleh Dolomieu
pada 1974, dengan kepercayaan bahwa batuan tersebut direduksi menjadi pasta oleh
proses evaporasi.

Dengan mempertimbangkan beberapa kriteria pengamatan dalam penentuan


asal batuan beku. Kriteria tersebut antara lain :

a) Kriteria lapangan, tubuh intrusi umumnya memotong batuan induk yang


mereka terobos. Mereka juga dapat menghasilkan beberapa tipe efek kontak hasil dari
penjajaran tiba-tiba dari magma panas dan batuan induk yang dingin, yang disebut
sebagai efek bakar (Chilled margin).
b) Kriteria tekstur, dengan pengamatan sayatan tipis batuan beku di bawah
mikroskop petrografi, kita dapat melihat asosiasi dari tekstur interlocking yang spesifik
dari proses kristalisasi dari lelehan yang lambat.

Karena cairan tidak dapat menopang substantial directional stresses, foliasi jarang
terjadi dalam batuan beku. Kriteria tekstur yang biasa digunakan dalam membedakan
batuan beku dari batuan metamorf high-grade pada sampel ialah berdasar pada tekstur
isotropik (orientasi acak dari kristal yang memanjang) yang dibentuk.

Endapan piroklastik (yang dihasilkan dari erupsi eksplosif) bisa jadi yang sangat
sulit dikategorikan sebagai batuan beku. Proses deposisi aktual material piroklastik
merupakan bagian dari proses sedimentasi, dan akibatnya sulit untuk di kategorikan.
Terjadi perdebatan diantara para ahli geologi tentang apakah piroklastik dikategorikan
sebagai batuan beku atau batuan sedimen.

2. INTERIOR BUMI

Dalam perspektif komposisi, interior bumi dibagi kedalam 3 unit : Kerak, Mantel,
dan Inti. Unit ini telah diketahui beberapa dekade yang lalu, pada awal penemuan
seismologi, dibedakan berdasarkan batas diskontinuitas yang dilalui gelombang P
(kompresional) dan S (shear) melalui setiap lapisna bumi.

Kerak bumi disusun oleh sekitar 1% dari volume bumi. Ada 2 tipe kerak bumi, kerak
samudra dan kerak benua. Lapisan yang tipis ialah kerak samudra (sekitar 10 km), yang
disusun oleh komposisi batuan basaltik. Kerak benua lebih tebal; biasanya 30 45 km
pada area yang stabil tetapi umumnya 50 -60 km pada area orogen bahkan mencapai 90
km di beberapa tempat. Kerak benua meliputi 40% permukaan bumi. Kontinen yang
stabil (craton) disusun oleh ancient crystalline shields dan platform yang stabil. Platform
memiliki basemen yang disusun oleh batuan kristalin yang ditutupi oleh beberapa
kilometer batuan sedimen.

Dibawah kerak bumi, dengan ketebalan sekitar 3000 km ialah mantel bumi, meliputi
83% volume bumi. Batas atau bidang diskontinuitas antara lapisan kerak bumi dan
mantel bumi disebut bidang Moho. Lapisan mantel bumi umumnya disusun atas mineral-
mineral silikat kaya besi (Fe) dan Magnesium (Mg).

Dibawah lapisan mantel bumi ialah inti bumi. Batas antara mantel dan inti bumi
ialah batas diskontinuitas kimiawi dimana silikat dalam mantel bumi memberi jalan pada
campuran logam kaya besi yang lebih padat dengan beberapa kandungan unsur Ni, S, Si,
O, dll. Inti luar bumi bersifat cair/kental, sedangkan inti dalam bumi bersifat padat.
Transisi ke keadaan padat ialah akibat dari peningkatan tekanan terhadap kedalaman.

2 tipe kerak bumi, mantel, dan inti bumi dibedakan berdasarkan komposisinya. Cara
alternatif lainnya untuk menentukan bagian-bagian bumi didasarkan pada perspektif
rheologi. Dengan kriteria ini, kita dapat menyatakan bahwa kerak bumi dan bagian atas
mantel yang rigid disebut Litosfer. Bagian yang lebih elastis dibawah litosfer disebut
Astenosfer. Astenosfer sangat penting bagi lempeng tektonik karena sifat elastisnya
yang memungkinkan lapisan litosfer yang rigid dapat bergerak. Lapisan mantel dibawah
astenosfer disebut Mesosfer.

3. AWAL MULA TATA SURYA DAN BUMI

Model paling terkenal dari awal mula bumi ialah teori Big Bang yang terjadi sekitar
12 15 miliar tahun yang lalu. Berdasarkan radiometric dating yang dilakukan pada
meteorit, tata surya mulai terbentuk sekitar 4,56 miliar tahun yang lalu dalam bentuk
kabut besar yang disebut Solar Nebula yang dominan disusun oleh molekul H2 dan
beberapa Helium serta Be dan Li (produk dari Big Bang). Adapun 2% disusun oleh
unsur-unsur berat, termasuk beberapa gas dan partikel-partikel padat, yang kemungkinan
terbentuk akibat sintesis nuklir pada bintang terdekat dan supernova. Akibat
keseimbangan antara gravitasi, gaya sentrifugal, dan momentum yang dihasilkan
berpusat di tengah lempeng, terbentuklah matahari. Kemudian planet-planet terbentuk
dengan lingkungan terdekat yang disebut planet terestial dan lingkungan jauh yang
disebut planet jovian.

4. DIFERENSIASI BUMI

Planetesimal yang membentuk bumi kemungkinan terakumulasi akibat akresi


gravitasional unsur berat (Fe-Ni) di pusat bumi. Diferensiasi ini dihasilkan dari
pemanasan yang berasal dari pemanasan radioaktif terkonsentrasi, gravitational collapse,
dan tubrukan.

Goldschimdt (1937) mengemukakan bahwa unsur-unsur penyusun bumi cenderung


membentuk kumpulan-kumpulan dalam fase terpisah, seperti :

Litophile (stone-loving) : unsur-unsur yang membentuk fase silikat.


Chalcophile (copper-loving) : unsur-unsur yang membentuk fase sulfida
menengah.
Siderophile (iron-loving) : unsur-unsur yang membentuk fase logam berat.

Fase dari unsur-unsur atmophile telah terbentuk di bumi dengan jumlah sangat
sedikit di samudra dan atmosfer, namun kebanyakan dari unsur gas ini tidak tertampung
di bumi dan terlepas ke ruang angkasa.

Bersamaan dengan diferensiasi tata surya, diferensiasi bumi tidaklah sempurna:


tidak semua unsur terhalangi untuk berada di tiap lapisan. Jikalau tidak, kita tidak akan
menemukan unsur-unsur seperti emas, tembaga, dll di permukaan bumi pada hari ini.

Lapisan litophile, chalcopile, dan siderophile tidak adapat disamakan dengan lapisan
bumi yang diketahui: kerak, mantel, dan inti. Inti bumi yang kita ketahui saat ini
merupakan lapisan siderophile, namun komponen chalcophile kemungkinan terlarut
dalam inti siderophile.

5. BAGAIMANA KITA MENGETAHUI INI ?

Secara teori, penjelasan terkait awal mula pembentukan alam semesta, tata surya,
dan bumi harus dijelaskan berdasarkan interpretasi data. Penjelasan yang simpel
berdasarkan semua data, tanpa melawan hukum-hukum fisika diperlukan. Informasi
mengenai tentang komposisi dan lapisan interior bumi merupakan hasil dari sebuah
proses dan dipresentasikan sebagai fakta. Lagipula, jika batuan beku merupakan produk
dari pelelehan di kedalaman bumi, alangkah baiknya beberapa alasan tentang apa yang
mengalami pelelehan. Bukti apa yang kita miliki untuk mendukung informasi tentang
komposisi dan lapisan pada bumi kita ?

Pertama, dari pengukuran yang teliti, kita dapat menentukan konstanta gravitasi,
ditambah dengan pengukuran momen inersia bumi, untuk menghitung massa bumi, serta
berat jenis bumi. Instannya, densitas rata-rata bumi ialah sekitar 5,52 g/cm3. Namun,
densitas batuan di permukaan jarang lebih dari 3 g/cm3. Bumi harusnya mengandung
material yang lebih berat berhubung adanya kompresi dari batuan di permukaan seiring
dengan naiknya tekanan terhadap kedalaman.

Bagaimanapun, pendekatan acak diperlukan akan lebih baik dalam membimbing kita
pada ide-ide tentang unsur-unsur yang melimpah di alam semesta. Bumi terbentuk dari
kabut nebula, jadi komposisi nebula dapat menyediakan kita info-info tentang planet
kita. Material pembentuk tata surya dapat dianalisa dengan menggunakan prinsip
spektroskopi.

Pada akhirnya, tanpa perlu mengunjungi mantel bumi atau inti bumi, kita telah dapat
melihat sampel yang tersingkap di permukaan bumi. Beberapa batuan di permukaan
bumi yang diyakini merupakan bagian dari mantel bumi, zona subduksi, dan kerak
samudra. Karena nilai densitas dan kedalaman inti bumi yang besar, belum ada sampel
dari inti yang mencapai permukaan.
6. METEORIT

Meteorit merupakan objek padat dari luar bumi yang menghantam permukaan bumi
setelah melewati atmosfer. Kebanyakan diyakini merupakan fragmen hasil tubrukan
asteroid. Sears & Dodd (1988) mengklasifikasikan meteorit menjadi :

No. Class Subclass # of Falls % of Falls


1 Irons All 42 5
2 Stony-irons All 9 1
SNCs 4 8
Achondrites
3 Others 65
Stone
Carbonaceous 35 86
Chondrites
Others 677

Irons umumnya tersusun dari paduan logam Ni-Fe, Stones disusun atas mineral
silikat, dan stony-irons mengandung keduanya dengan seimbang. Karena stones mirip
dengan batuan terestial, sehingga jarang diduga sebagai meteorit, sedangkan irons
cenderung mendominasi koleksi di museum.

Stones (berdasarkan kandungan chondrules) dibagi lagi menjadi Chondrites yaitu


stones yang mengandung chondrules, sedangkan yang yang tidak mengandung
chondrites disebut Achondrites.

Pembagian meteorit lebih lanjut didasarkan pada teksturnya dan kandungan


mineralnya. Lebih dari 90 mineral telah ditemukan dalam stony meteorites, dimana
beberapa tidak dapat ditemukan di bumi. Beberapa meteorit berasal dari bulan dan planet
terdekat. Contohnya SNC meteorites yang berasal dari Mars. Dengan varietas ini, studi
tentang meteorit dapat menyediakan kita informasi yang berharga terkait komposisi
kimia tata surya dan penyusunnya.

7. VARIASI TEKANAN DAN SUHU TERHADAP KEDALAMAN

Semakin dalam ke bumi, nilai tekanan dan suhu akan meningkat. Tekanan akan
meningkat sebagai hasil dari berat beban yang menindih material, sedangkan suhu
meningkat sebagai hasil dari transfer panas dari inti bumi ke permukaan bumi.

I. Gradien Tekanan

Dimana : P adalah tekanan, adalah berat jenis medium, g = nilai gravitasi, dan h =
ketinggian. Didekat permukaan, batuan bersifat retas (brittle), sehingga dapat mendukung
tekanan yang tidak sama. Jika tekanan horisontal melebihi tekanan vertikal (atau sebaliknya),
batuan akan merespon dengan ciri lipatan dan sesar. semakin dalam, bagaimanapun, batuan
juga menjadi lebih elastis (ductile). Sama halnya dengan air, tekanan akan menjadi sama di
segala arah, dan disebut sebagai tekanan litostatis.
II. Transfer Panas dan Gradien Suhu

Dalam penentuan gradien geotermal, variasi suhu terhadap kedalaman lebih sulit
dibanding tekanan. Terdapat 2 sumber utama panas bumi, yaitu :

Secular cooling : suhu purba yang terbentuk pada awal sejarah bumi melalui
proses akresi dan diferensiasi gravitasional telah bebas sejak saat itu. Perkiraan
kontribusi dari total fluktuasi panas di permukaan berkisar antara 10 25%.
Heat generated by decay of radioactives isotopes : kebanyakan dari unsur-
unsur radioaktif terkonsentrasi di kerak benua. Radioactive decay
menghasilkan 75 90 % sumber panas yang mencapai permukaan.

Setelah terbentuk, energi panas akan ditransfer dari dari bagian yang panas ke
bagian yang lebih dingin dengan melalui 4 proses, yaitu :

a) Radiasi (jika material bersifat transparan)


b) Konduksi (jika material bersifat opak dan rigid)
c) Konveksi (jika material bersifat elastis (ductile))
d) Adveksi (jika material bersifat elastis dan melibatkan transfer panas pada batuan)

III. Dinamika Pendinginan Bumi : Geodinamika dan Lempeng Tektonik

Bumi kita bersifat dinamik. Bertingkah layaknya benda viscous solid terhadap
medan gravitasi, dipanaskan di bagian bawah, mengalami pendinginan di bagian
atas, dan mengalami ekspansi ketika dipanaskan. Konveksi pada fluida terjadi
ketika Rayleigh Number panas bumi melebihi 1000. Akibat densitasnya yang
tinggi, gravitasi pada litosfer tidak stabil (negatively bouyant). Lapisan mantel
kemungkinan 80-90% dipanaskan dari dalam, sebagian besar dipanaskan akibat
peluruhan radioaktif, dengan 10% energi panas berasal dari inti bumi.

Daya apung yang negatif dari descending plates dikenal sebagai slab pull.
Gerakan dari lempeng tektonik yang menjauhi dari mid-oceanic ridge dikenal
sebagai ridge push. Keduanya merupakan body forces, yang mempengaruhi
keseluruhan lempeng.

8. MAGMA GENERATION DI BUMI

Pada umumnya magma dihasilkan dari pelelehan pada mantel bumi, namun
beberapa menunjukkan bukti adanya komponen parsial dari kerak. Lempeng tektonik
memegang peranan penting dalam pembentukan beberapa tipe magma, namun yang
lainnya merupakan hasil dari proses pada kedalaman mantel tanpa peran dari lempeng
tektonik.

Aktivitas magma yang paling produktif terjadi pada batas divergen. Diantaranya
ialah mid-ocean ridge yang paling umum. Jika batas divergen terjadi pada benua,
prosesnya sama. Namun, akan terjadi continental rifting, yang umumnya bersifat alkali
(basa) dan ditunjukkan oleh adanya kontaminasi melalui ketebalan lempeng benua.
Pelelehan juga terjadi pada pada zona penunjaman/subduksi. Jumlah sumber magma
yang dapat terbentuk pada zona subduksi lebih banyak dibanding pada zona divergen.
Jika subduksi terjadi antar lempeng samudra, maka akan terbentuk busur kepulauan
magmatik (volcanic island arc). Jika lempeng samudra menunjam ke dalam lempeng
benua, maka akan terbentuk busur benua (continental arc) aktif di sepanjang batas
kontinen.

Jenis lempeng divergen yang lebih lambat dan berbeda terjadi di belakang busur
magmatik yang berasosiasi dengan subduksi. Back-arc magmatism mirip dengan mid-
ocean ridge magmatism. Back-arc spreading lebih lambat, volkanisme lebih tidak
normal, dan tidak produktif. Terkadang, rifting yang terjadi di belakang busur benua
(continental arc), dan bagian vulkanik terpisah dari benua sebagai batas laut yang
terbentuk pada back-arc spreading. Contoh proses ini diyakini yang memisahkan Jepang
dengan daratan Asia.

Walaupun magmatisme umumnya terkonsentrasi di batas lempeng, beberapa


aktivitas magmatis juga terjadi pada lempeng, baik lempeng samudra, maupun benua.
Produk yang dihasilkan biasanya bersifat basaltik namun lebih basa dibanding dengan
basalt di pematang tengah samudra. Beberapa dari bentuk ini menunjukkan pola aktivitas
magmatis progresif yang lebih muda yang searah. Arah ini berkorelasi dengan
pergerakan lempeng yang menunjukkan bahwa lempeng bergerak pada hotspot atau
mantle plume. Aktivitas antar lempeng pada lempeng benua lebih bervariasi dibanding
lepmeng samudra. Ini mencerminkan bahwa kerak benua lebih beragam dan kompleks
sekaligus dengan subcontinental mantle. Sebagian besar batuan beku khusus, seperti
kimberlites dan carbonatites, terdapat di bagian benua.

Anda mungkin juga menyukai