Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN KEGIATAN

F.5 Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular dan Tidak Menular

VARICELLA

Disusun Oleh:
dr. Icha Dithyana

Puskesmas Kota Salatiga


Periode November 2016 Maret 2017
Internsip Dokter Indonesia Kota Salatiga
Periode November 2016-November 2017
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Usaha Kesehatan Masyarakat (UKM)
Laporan F.5 Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular dan Tidak
Menular

Topik:
VARICELLA

Diajukan dan dipresentasikan dalam rangka praktik klinis dokter internsip


sekaligus sebagai bagian dari persyaratan menyelesaikan program internsip dokter
Indonesia di Puskesmas Kota Salatiga

Telah diperiksa dan disetujui pada tanggal Februari 2017

Mengetahui,
Dokter Internship, Dokter Pendamping

dr. Icha Dithyana dr. Galuh Ajeng Hendrasti


NIP. 19821014 201001 2 017
A. LATAR BELAKANG 1,2,3
Berbagai jenis penyakit semakin banyak yang muncul salah satu
penyebabnya adalah gaya hidup dan lingkungan yang tidak sehat. Secara
umum ada dua jenis penyakit yaitu penyakit menular (Infectious
Diseases) dan penyakit tidak menular (Non Infectious Diseases). Penyebaran
penyakit menular menjadi keprihatinan dan ancaman bagi masyarakat
karena penyakit menular umumya bersifat mendadak dan bisa menyerang
seluruh lapisan masyarakat dalam waktu tertentu.
Penyakit Varicella disebut juga dengan Chickenpox, di Indonesia
penyakit ini biasa dikenal dengan cacar air. Varicella adalah suatu penyakit
infeksi akut primer menular, disebabkan oleh Varicella Zooster Virus (VZV),
yang menyerang kulit dan mukosa, dan ditandai dengan adanya vesikel-
vesikel.
Varicella tersebar kosmopolit (di seluruh dunia), dapat mengenai semua
golongan umur, termasuk neonates (varicella kongenital). Tersering
menyerang terutama anak-anak, tetapi dapat juga menyerang orang dewasa.
Bila terjadi pada orang dewasa, umumnya gejala konstitusi lebih berat.
Transmisi penyakit ini berlangsung secara aerogen. Varicella sangat
mudah menular terutama melalui kontak langsung, droplet atau aerosol dari
lesi vesikuler di kulit ataupun melalui saluran nafas, dan jarang melalui
kontak tidak langsung. Masa penularannya, pasien dapat menularkan penyakit
selama 24-48 jam sebelum lesi kulit timbul sampai semua lesi timbul
krusta/keropeng, biasanya kurang lebih 6-7 hari dihitung dari timbulnya
gejala erupsi di kulit. Penyakit ini cepat sekali menular pada orang-orang di
lingkungan penderita. Seumur hidup seseorang hanya satu kali menderita
varicella. Serangan kedua mungkin berupa penyebaran ke kulit pada herpes
zoster.
Di negara barat kejadian varicella terutama meningkat pada musim
dingin dan awal musim semi, sedangkan di Indonesia virus menyerang pada
musim peralihan antara musim panas ke musim hujan atau sebaliknya.
Namun, varicella dapat menjadi penyakit musiman jika terjadi penularan dari
seorang penderita yang tinggal di populasi padat, ataupun menyebar di dalam
satu sekolah.

B. PERMASALAHAN 1,2
Varicella terutama menyerang anak-anak dibawah 10 tahun terbanyak
usia 5-9 tahun. Varicella merupakan penyakit yang sangat menular, 75 % anak
terjangkit setelah terjadi penularan. Varicella menular melalui sekret saluran
pernapasan, percikan ludah, terjadi kontak dengan lesi cairan vesikel, pustula,
dan secara transplasental.
Mengingat kasus cacar air banyak menyerang anak-anak, sifat
penularannya yang begitu cepat dan dapat menimbulkan kerugian yang
cukup besar. Dibutuhkan suatu cara untuk mengendalikan penyebaran
penyakit cacar air agar tidak menjadi wabah dalam suatu populasi. Oleh
karena itu anak-anak yang menderita varicella sebaiknya tidak diperbolehkan
masuk sekolah atau kontak dengan anak lain hingga demam dan kelainan
kulitnya membaik serta semua vesikel telah kering dan menjadi krusta. Oleh
karena itu pada penulisan kali ini kami akan mengangkat masalah mengenai
varicella untuk memahami lebih dalam tentang gambaran klinis varicella dan
terjadinya komplikasi berat yang dapat timbul, sehingga dapat dilakukan
penatalaksanaan yang tepat.

C. PERENCANAAN DAN PEMILIHAN INTERVENSI


Laporan ini disusun berdasarkan data dari pasien yang datang untuk
memeriksakan anaknya ke poli MTBS Puskesmas Cebongan. Metode
intervensi yang digunakan dengan tahapan berikut :
1. Melakukan anamnesis mengenai perjalanan penyakit, riwayat penyakit
dahulu serta riwayat keluarga.
2. Melakukan penimbangan badan serta pemeriksaan fisik terhadap
pasien.
3. Menyampaikan hasil pemeriksaan fisik kepada keluarga
4. Menyampaikan hasil diagnosis dan rencana terapi
5. Edukasi pengetahuan dasar penyakit, pencegahan penularan, serta
pengendalian penyakit

D. PELAKSANAAN KEGIATAN
1. Waktu Pemeriksaan
Hari dan tanggal : Selasa, 3 Januari 2017
Waktu : pkl. 10.00 WIB

2. Identitas Pasien
Nama : An. D
Umur : 3 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status : Belum Menikah
Pendidikan : Belum Sekolah
Pekerjaan :-
Agama : Islam
Alamat : Noborejo
Suku : Jawa
Tanggal Periksa : 3 Januari 2017

3. Anamnesis
a. Riwayat Penyakit Sekarang
1) Keluhan Utama : muncul plenting-plenting berair di kulit
2) Riwayat perjalanan penyakit :
Pasien dibawa ibunya berobat ke puskesmas karena muncul
plenting-plenting berair di kulit sejak 1 hari lalu. Pada awalnya
muncul bintik bintik merah dan plenting berair di sekitar perut dan
punggung, kemudian plenting muncul di kedua tangan, kaki serta
wajah. Plenting dirasakan semakin lama semakin bertambah banyak
serta terasa sangat gatal. Ibu pasien mengaku jika plenting pecah
ketika digaruk dan berisi air. Ibu pasien juga menyampaikan bahwa
2 hari yang lalu pasien mengalami batuk disertai demam. Pasien juga
terlihat sangat lemas.
b. Riwayat Penyakit Dahulu
1) Riwayat penyakit serupa : disangkal
2) Riwayat alergi makanan dan obat : disangkal
3) Riwayat mondok : disangkal
4) Riwayat Operasi : disangkal
5) Riwayat Kecelakaan : disangkal
6) Riwayat Pengobatan : tidak ada
c. Riwayat Penyakit Keluarga
1) Riwayat penyakit serupa dengan pasien : kakak pasien
mengalami keluhan yang sama.
2) Riwayat alergi makanan dan obat : disangkal
d. Riwayat Imunisasi
Riwayat Imunisasi Dasar:
1) Imunisasi BCG : lengkap
2) Imunisasi DPT : lengkap
3) Imunisasi Polio : lengkap
4) Imunisasi Campak : lengkap
5) Imunisasi Hepatitis B : lengkap
Riwayat Imunisasi Tambahan : Tidak didapat
4. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum :
Baik, composmentis.

Tanda vital
Frekuensi nadi : 92 x/menit, reguler, isi cukup
Suhu tubuh : 37,8 oC
Frekuensi nafas : 20 x/menit
Berat badan : 20 kg
Pemeriksaan Sistematis
Kepala : bentuk normal
Mata : SI (-/-), CA (-/-)
palpebra superior et inferior (dekstra et sinistra) tidak edema
Pupil bulat, isokor, diameter 3mm, RC (+/+), kornea jernih
Hidung : discharge (-/-)
Telinga : discharge (-/-)
Mulut : mukosa tidak kering
Tonsil : T1-T1 , tidak hiperemis.
Faring : tidak hiperemis.
Leher : simetris, limfe tidak teraba besar.
Thoraks
Inspeksi
simetris, ketinggalan gerak (-), retraksi (-)
Palpasi
Pulmo: taktil fremitus kanan = kiri, nyeri tekan (-)
Cor: iktus cordis di SIC V LMCS
Perkusi
Pulmo : Sonor/Sonor
Cor : Cardiomegali (-)
Auskultasi
Pulmo: vesikular +/+, ST RBK (-/-)
Cor : S1-2 murni, reguler, bising (-), suara jantung terdengar keras pada
linea midsternalis sinistra.

Status Dermatologis :
Regio Facialis et cervicalis : tampak vesikel multipel dengan dasar
eritema
Regio Thorax anterior et posterior : tampak vesikel multipel dengan
dasar eritema
Regio Abdomen : tampak vesikel multipel dengan dasar
eritema
Regio Ekstremitas superior : tampak vesikel multipel, dengan dasar
eritema
Regio Ekstremitas inferior : tampak vesikel multipel dengan dasar
eritema
Gambar Klinis:
5. Assesment
Varicella
6. Plan
Terapi non medikamentosa:
Edukasi pada pasien meliputi:
- Pasien disarankan istirahat di rumah untuk mengurangi transmisi
penularan
- Berikan makanan dengan gizi cukup (Tinggi Kalori dan Protein)
- Jangan menggaruk, dan dijaga agar plenting tidak pecah, tunggu
sampai mengering dan mengelupas sendiri.
- Kuku jari tangan harus dipotong untuk mengcegah terjadinya
infeksi sekunder akibat garukan.
- Bila hendak mengeringkan badan, cukup dengan menempelkan
handuk pada kulit dan jangan digosok.
Terapi medikamentosa:
- Paracetamol Syrup 3x Cth I (jika demam)
- Acyclovir tablet 4x400 mg selama 5 hari
- Acyclovir zalf
- Multivitamin (Vit B1, B6, B12, Vit C) 3 x Cth I
- PK

E. MONITORING DAN EVALUASI


1. Monitoring
a. Memperhatikan respon orang tua pasien pada saat dilakukan
alloanamnesis, penjelasan diagnosis, rencana terapi, pemberian
edukasi mengenai pengetahuan dan pencegahan penyakit.
b. Mengarahkan orang tua untuk memberikan pertanyaan dan menjawab
pertanyaan yang diajukan.
c. Orang tua pasien bersedia untuk datang kembali untuk kontrol atau
membawa putrinya kembali ke puskesmas bila kondisi belum
membaik setelah obat habis.
2. Evaluasi
a. Evaluasi Struktur
Orang tua pasien tampak mendengarkan dan memahami penjelasan
yang disampaikan.
b. Evaluasi Proses
Orang tua pasien mengajukan pertanyaan mengenai penyakit yang
diderita oleh anaknya.
c. Evaluasi Hasil
Orang tua pasien mengerti penjelasan yang disampaikan dan
memahami cara penggunaan setiap obat yang diberikan sesuai dengan
rencana terapi yang telah dijelaskan dokter.

F. TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi 1,4
Varicella yaitu chiken pox infection, water pox infection, tear drop
infection, atau cacar air. Varicella adalah penyakit infeksi akut primer oleh
virus Varicela zooster yang menyerang kulit dan mukosa , berupa gejala
klinik konstitusi, kelainan kulit yang polimorfik, terutama di bagian sentral
tubuh. Ruam kulit yang muncul berupa sekumpulan bintik-bintik kecil
yang datar maupun menonjol, lepuhan berisi cairan serta keropeng, yang
menimbulkan rasa gatal.
2. Epidemiologi 2,5
Varicella terdapat diseluruh dunia dan tidak ada perbedaan ras
maupun jenis kelamin. Varisela tersebar secara kosmopolit, menyerang
terutama anak-anak tetapi dapat juga menyerang orang dewasa. Transmisi
penyakit ini secara aerogen.
Negara-negara dengan iklim tropis dan semi tropik memiliki
insiden cacar air yang lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara
dengan iklim yang hangat (misalnya, Amerika Serikat, Eropa).

3. Etiologi 6
Varicella disebabkan oleh Varicella Zoster Virus (VZV). Penamaan
virus ini memberi pengertian bahwa infeksi primer virus ini meyebabkan
penyakit varicella, sedangkan reaktivasi menyebabkan herpes zoster.
Varicella Zoster Virus (VZV) termasuk kelompok virus herpes dengan
ukuran diameter kira-kira 140200 nm.
VZV dapat pula menyebabkan Herpes Zoster. Kedua penyakit ini
mempunyai manifestasi klinis yang berbeda. Kontak pertama dengan virus
ini akan menyebabkan varicella, oleh karena itu varicella dikatakan infeksi
akut primer, kemudian setelah penderita varicella tersebut sembuh,
mungkin virus itu tetap ada di akar ganglia dorsal dalam bentuk laten
(tanpa ada manifestasi klinis) dan kemudian VZV diaktivasi oleh trauma
sehingga menyebabkan Herpes Zoster.
Jika seseorang pernah menderita cacar air, maka dia akan memiliki
kekebalan dan tidak akan menderita cacar air lagi. Tetapi virusnya bisa
tetap tertidur di dalam tubuh manusia, lalu kadang menjadi aktif kembali
dan menyebabkan herpes zoster.
VZV dapat ditemukan dalam cairan vesikel dan dalam darah
penderita varicella sehingga mudah dibiakan dalam media yang terdiri dari
fibroblast paru embrio manusia. Virus variselazoster memasuki tubuh
manusia melalui inhalasi (aerogen) yaitu udara yang berhubungan dengan
pernapasan seperti batuk, bersin atau kontak langsung dengan kulit yang
terinfeksi. Penderita bisa menularkan penyakitnya mulai dari timbulnya
gejala sampai lepuhan yang terakhir telah mengering. Karena itu, untuk
mencegah penularan, sebaiknya penderita diberitahukan tentang cara
penularan dari penyakit tersebut.
4. Patofisiologi 4,5
Varicella disebabkan oleh VZV yang termasuk dalam famili virus
herpes. Virus masuk ke dalam tubuh manusia melalui mukosa saluran
napas bagian atas dan orofaring (percikan ludah, sputum). Multiplikasi
virus di tempat tersebut diikuti oleh penyebaran virus dalam jumlah sedikit
melalui darah dan limfe (viremia primer). Virus VZV dimusnahkan/
dimakan oleh sel-sel sistem retikuloendotelial, di sini terjadi replikasi virus
lebih banyak lagi (pada masa inkubasi). Selama masa inkubasi infeksi
virus dihambat sebagian oleh mekanisme pertahanan tubuh dan respon
yang timbul (imunitas nonspesifik).
Pada sebagian besar individu replikasi virus lebih menonjol atau
lebih dominan dibandingkan imunitas tubuhnya yang belum berkembang,
sehingga dalam waktu dua minggu setelah infeksi terjadi viremia sekunder
dalam jumlah yang lebih banyak. Hal ini menyebabkan panas dan malaise,
serta virus menyebar ke seluruh tubuh lewat aliran darah, terutama ke kulit
dan membrane mukosa. Lesi kulit muncul berturut-berturut, yang
menunjukkan telah memasuki siklus viremia, yang pada penderita yang
normal dihentikan setelah sekitar 3 hari oleh imunitas humoral dan
imunitas seluler VZV. Virus beredar di leukosit mononuklear, terutama
pada limfosit. Bahkan pada varicella yang tidak disertai komplikasi, hasil
viremia sekunder menunjukkan adanya subklinis infeksi pada banyak
organ selain kulit.
Respon imun penderita menghentikan viremia dan menghambat
berlanjutnya lesi pada kulit dan organ lain. Imunitas humoral terhadap
VZV berfungsi protektif terhadap varicella. Pada orang yang terdeteksi
memiliki antibodi serum biasanya tidak selalu menjadi sakit setelah
terkena paparan eksogen. Sel mediasi imunitas untuk VZV juga
berkembang selama varicella, berlangsung selama bertahun-tahun, dan
melindungi terhadap terjadinya resiko infeksi yang berat.
Reaktivasi pada keadaan tubuh yang lemah sebagian idiopatik
tanpa diketahui penyebabnya, sebagian simptomatik (defisiensi imun
melalui penyakit system imun, neoplasia, supresi imun).
5. Gejala Klinis 1,4,5
Masa inkubasi penyakit ini berlangsung 14-21 hari. Gejala klinis
mulai gejala prodormal, yakni demam yang tidak terlalu tinggi, lemas, dan
nyeri kepala, kemudian disusul timbulnya erupsi kulit berupa papul
eritematosa yang dalam waktu beberapa jam berubah menjadi vesikel.
Bentuk vesikel ini khas berupa tetesan embun (tear drops). Vesikel akan
berubah menjadi pustul dan kemudian menjadi krusta. Sementara proses
ini berlangsung, timbul vesikel-vesikel yang baru sehingga menimbulkan
gejala polimorfi.
Penyebaran terutama di daerah badan dan kemudian menyebar
secara sentrifugal ke muka dan ekstrimitas, serta dapat menyerang selaput
lendir mata, mulut dan saluran nafas bagian atas. Jika terdapat infeksi
sekunder terdapat pembesaran kelenjar getah bening regional. Penyakit
varisela ini biasanya disertai dengan rasa gatal. Penderita sembuh
sempurna rata-rata setelah 7-34 hari (rata-rata 16 hari ). Beberapa lesi
dapat muncul di orofaring
1. Stadium prodromal
Pada anak kecil jarang terdapat gejala prodromal. Sementara pada
anak yang lebih besar dan dewasa, ruam yang seringkali didahului oleh
demam selama 2-3 hari, kedinginan, malaise, anoreksia, nyeri
punggung, dan pada beberapa pasien dapat disertai nyeri tenggorokan
dan batuk kering.
2. Stadium erupsi
Pada pasien yang belum mendapat vaksinasi, ruam dimulai dari
muka dan kulit kepala, dan kemudian menyebar secara cepat ke badan
dan sedikit ke ekstremitas. Lesi baru muncul berturut-turut, dengan
distribusi terutama di bagian sentral. Ruam cenderung padat kecil-kecil
di punggung dan antara tulang belikat daripada skapula dan bokong dan
lebih banyak terdapat pada medial daripada tungkai sebelah lateral.
Tidak jarang terdapat lesi di telapak tangan dan telapak kaki, dan
vesikula sering muncul sebelumnya dan dalam jumlah yang lebih besar
di daerah peradangan, seperti daerah yang terkena sengatan matahari.4
Gambaran dari lesi varicella berkembang secara cepat, yaitu lebih
kurang 12 jam, dimana mula-mula berupa makula eritematosa yang
berkembang menjadi papul, vesikel, pustul, dan krusta. Vesikel dari
varicella berdiameter 2-3 mm, dan berbentuk elips, dengan aksis
panjangnya sejajar dengan lipatan kulit. Vesikel biasanya superfisial
dan berdinding tipis, dan dikelilingi daerah eritematosa membentuk
gambaran seperti mutiara atau titik embun di kelopak mawar (pearl or
dewdrop on a rose petal). Cairan vesikel cepat menjadi keruh karena
masuknya sel radang, sehingga mengubah vesikel menjadi pustul. Lesi
kemudian mengering, mula-mula di bagian tengah sehingga
menyebabkan umbilikasi dan kemudian menjadi krusta. Krusta akan
lepas dalam 1-3 minggu, meninggalkan bekas-bekas cekung kemerahan
yang akan berangsur menghilang. Apabila terjadi superinfeksi dari
bakteri maka dapat terbentuk jaringan parut. Lesi yang telah
menyembuh dapat meninggalkan bercak hipopigmentasi yang dapat
menetap selama beberapa minggu/bulan.
3. Diagnosis 1,2, 4
Cacar air biasanya didiagnosis bisa di diagnosis hanya dengan
ananmnesis dan pemeriksaan fisik, melalui anamnesis seperti adanya
gejala prodromal berupa demam, malaise yang disertai ruam yang khas
pada kulit, dan riwayat perjalanan penyakit. Cacar air pada orang dewasa
dan remaja mungkin akan didahului oleh prodrome mual, mialgia,
anoreksia, dan sakit kepala.
Dari pemeriksaan fisik ditemukannya ruam yang khas tersebut pada
kulit, dan lokalisasi yang khas diawali di bagian sentral tubuh (ruam
papulovesikuler, polimorfik, penyebaran sentrifugal, lesi bergelombang)
dan bila perlu pemeriksaan penujang seperti Tes tzanck, Kultur virus dari
dasar vesikel, dan Tes serologic dan material biopsy
Karakteristik vesikel cacar air, dikelilingi oleh halo erythematous,
digambarkan sebagai titik embun di kelopak bunga mawar (dewdrops on
the rose fetal).
Cacar air secara klinis ditandai dengan adanya lesi aktif dan
penyembuhan, di semua tahapan perkembangan, pada lokasi yang terkena.
Karakteristik penyembuhan lesi tanpa jaringan parut, meskipun ekskoriasi
atau superinfection bakteri sekunder menjadi faktor predisposisi
pembentukan parut.
Orang dewasa dengan cacar air memiliki rangkaian yang lebih rumit
daripada yang terjadi pada anak-anak. Orang dewasa mungkin mengalami
ruam yang lebih luas, demam berkepanjangan, dan kemungkinan
peningkatan komplikasi, kejadian pneumonia yang paling umum.
Cacar air dan exanthems virus lainnya dapat muncul pada area di
mana paparan sinar matahari yang intens terjadi selama periode inkubasi.
Penderita dengan dermatitis atopik mungkin menunjukkan distribusi
atipikal dari varicella, di mana karakteristik erupsi terutama ditemukan di
daerah lichenified.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah tzanck tes,
dengan cara mengambil bahan dari kerokan dasar vesikel dan diwarnai
dengan giemsa. Hasil yang didapat adalah sel datia yang berinti banyak.
4. Diagnosis Banding 1,4,5
Beberapa penyakit kulit yang merupakan diagnosis banding dari
varisela adalah variola, herpes zoster generalisata, pemfigus bulosa,
dermatitis herpetomorfis, impetigo, erupsi obat, herpes simpleks, eritema
multiform, gigitan binatang.

Tabel 1 Diagnosis Banding Varicella

Diagnosis Karakteristik

Variola Lebih berat, gambaran monoporf dan


penyebaran dimulai dari bagian akral tubuh
(telapak tangan dan telapak kaki)

Herpes zoster generalisata Vesikel berkelompok diatas kulit eritema


mengikuti dermatom, unilateral, disertai rasa
nyeri. Kel. Limfe regional bengkan dan nyeri

Pemfigus bulosa vesikel dan bula timbul cepat dan gatal


menyeluruh, dengan plak urtikaria
Dermatitis herpetiformis Vesikel atau bula, dinding tegang diatas kulit
eritema, berkelompok dan simetris

Impetigo Tidak ada gejala konstitusi, predileksi wajah,


sekitar hidung, dan ketiak, lesi tertutup krusta
tebal berwarna kuning seperti madu

Erupsi obat Eksantema fikstum, terdapat makula merah


kebiruan atau vesikel/bula di atas kulit
eritema/kebiruan, dan timbul pada tempat
yang sama setiap minum obat tertentu

Herpes simplex vesikel berkelompok dengan dasar kemerahan


yang pecah menjadi lecet dan tertutup krusta,
biasanya pada bibir dan kulit

Eritema multiforme vesikel atau bulla yang timbul dari plak


(penonjolan datar di atas permukaan kulit)
merah, berdiameter 1-5cm, pada daerah dalam
dari alat gerak (daerah ekstensor)

Gigitan serangga bulla dengan papul pruritus (gatal)


berkelompok di daerah yang terkena gigitan

5. Penatalaksanaan 6,7
Pengobatan pada varisela bersifat simptomatik dengan menggunakan
antipiretik dan analgesik, seperti paracetamol 3x500mg, untuk
menghilangkan rasa gatal dapat diberikan sedative atau terapi topikal
diberikan bedak yang ditambah dengan zat anti gatal untuk mencegah
pecahnya vesikel secara dini serta menghilangkan rasa gatal seperti bedak
salicil, dapat diberikan anti virus : Anak-anak : Acyclovir 20mg/kgBB
selama 7 hari, dewasa : Acylovir 5x 800mg selama 7 hari. Antibiotik
diberikan apabila terdapat infeksi sekunder, dapat diberikan amoksisilin
atau eritromisin.
Pada anak imunokompeten, biasanya tidak diperlukan pengobatan
yang spesifik dan pengobatan yang diberikan bersifat simtomatis yaitu :
a. Lesi masih berbentuk vesikel, dapat diberikan bedak agar tidak mudah
pecah.
b. Vesikel yang sudah pecah atau sudah terbentuk krusta, dapat diberikan
salap antibiotik untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder.
c. Dapat diberikan antipiretik dan analgetik, tetapi tidak boleh golongan
salisilat (aspirin) untuk menghindari terjadinya terjadi sindroma Reye.
d. Kuku jari tangan harus dipotong untuk mencegah terjadinya infeksi
sekunder akibat garukan.
Obat antivirus
a. Pemberian antivirus dapat mengurangi lama sakit, keparahan dan
waktu penyembuhan akan lebih singkat.
b. Pemberian antivirus sebaiknya dalam jangka waktu kurang dari 48
72 jam setelah erupsi dikulit muncul.
c. Golongan antivirus yang dapat diberikan yaitu asiklovir,
valasiklovir dan famasiklovir.
d. Dosis anti virus (oral) untuk pengobatan varicella dan herpes
zoster :
1) Neonatus : Asiklovir 500 mg / m2IV setiap 8 jam selama 10
hari.
2) Anak ( 2 -12 tahun) : Asiklovir 4 x 20 mg / kg BB / hari /
oral selama 5 hari.
3) Pubertas dan dewasa :
Asiklovir 5 x 800 mg / hari / oral selama 7 hari.
Valasiklovir 3 x 1 gr / hari / oral selama 7 hari.
Famasiklovir 3 x 500 mg / hari / oral selama 7 hari.

6. Prognosis dan Komplikasi 5


Prognosis dari varisela akan memberikan prognosis yang baik
apabila mendapat perawatan yang teliti dan memperhatikan higienitas dari
penderita. Jaringan parut yang timbul juga akan sedikit apabila tidak
digaruk dan tidak terdapat infeksi sekunder.
Komplikasi pada anak-anak umumnya jarang timbul dan lebih
sering pada orang dewasa, berupa ensefalitis, pneumonia,
glomerulonefritis, karditis, hepatitis, keratitis, konjungtivitis, otitis, dan
kelainan darah (beberapa macam purpura).
Infeksi yang timbul pada trimester pertama kehamilan dapat
menimbulkan kelainan kongenital, sedangkan infeksi yang terjadi
beberapa hari menjelang kelahiran dapat menyebabkan variselakongenital
pada neonatus.
DAFTAR PUSTAKA

1. Handoko R.P., Penyakit virus. Di dalam: Djuanda A et al (editor). Ilmu


Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ketujuh. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2007.
2. Papadopoulos A.J., Chickenpox, eMedicine. 2009 (last update). Available
at: http://emedicine.medscape.com/article/1131785-overview
3. Mehta P.N., Varicella, eMedicine. 2010 (last update). Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/969773-overview
4. Duarsa W., Phinda S., Bratiartha M., Swastika M., Wardhana M., Darmada
I.G.K., Wiraguna A.A.G.P.,Nusantara G.A., Pedoman Diagnosis dan
Terapi. Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin. Denpasar : Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana; 2007
5. Adhi Djuanda, Mochtar Hamzah, Siti Aisah. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Kulit dan Kelamin. Edisi ke-4. Jakarta : FKUI. 2006.
6. Siregar RS. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit.Edisi 2. Cetakan I.
Jakarta : EGC. 2005
7. Syarif A, Estuningtyas A, Arif A, dkk. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5.
Departemen farmakologi dan terapeutik FKUI. Jakarta. 2007

Anda mungkin juga menyukai