Anda di halaman 1dari 75

LAPORAN MINI PROJECT

HUBUNGAN PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS) DENGAN


KEJADIAN DEMAM BERDARAH, ISPA, DIARE SERTA KESEHATAN
REPRODUKSI REMAJA PADA WARGA DUSUN JAGALAN RT 03 RW 05
CEBONGAN ARGOMULYO SALATIGA

Disusun oleh :

dr. Devina Indah Permatasari dr. Hanifah Astrid Ernawati


dr. Willy Agung Rustiawan dr. Elsa Adhila Ramadhian
dr. Deby Apr ilia Haryani dr. Fika Khulma Sofia

Pendamping :
dr. Galuh Ajeng Hendrasti
NIP. 19821014 201001 2 017

PUSKESMAS SALATIGA
PERIODE APRIL2016 JULI 2016
PROGRAM DOKTER INTERNSHIP KOTA SALATIGA

PERIODE NOVEMBER 2015 NOVEMBER 2016

HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Usaha Kesehatan Masyarakat (UKM)


Laporan F.7 Mini Project
Topik:

HUBUNGAN PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS) DENGAN


KEJADIAN DEMAM BERDARAH, ISPA, DIARE SERTA KESEHATAN
REPRODUKSI REMAJA PADA WARGA DUSUN JAGALAN RT 03 RW 05
CEBONGAN ARGOMULYO SALATIGA

Diajukan dan dipresentasikan dalam rangka praktik klinis dokter internsip sekaligus
sebagai bagian dari persyaratan menyelesaikan program internsip dokter Indonesia di
Puskesmas Kota Salatiga

Telah diperiksa dan disetujui pada tanggal

Mengetahui,
Dokter Pendamping

dr. Galuh Ajeng Hendrasti


NIP. 19821014 201001 2 017
BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) di Rumah Tangga adalah upaya
untuk memberdayakan anggota rumah tangga agar tahu, mau dan mampu
mempraktikkan perilaku hidup bersih dan sehat serta berperan aktif dalam
gerakan kesehatan di masyarakat. PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) di
Rumah Tangga dilakukan untuk mencapai Rumah Tangga berperilaku hidup
bersih dan sehat. Perilaku hidup bersih dan sehat seseorang berhubungan dengan
peningkatkan kesehatan individu, keluarga, masyarakat dan lingkungannya.
Program pembinaan PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) yang
dicanangkan pemerintah sudah berjalan sekitar 15 tahun, tetapi keberhasilannya
masih jauh dari harapan. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Tahun 2007
menunjukkan bahwa rumah tangga di Indonesia yang mempraktekkan PHBS
(Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) baru mencapai 38,7%. Padahal Rencana
Strategis (Restra) Kementerian Kesehatan tahun 2010-2014 mencantumkan
target 70% rumah tangga sudah mempraktekkan PHBS (Perilaku Hidup Bersih
dan Sehat) pada tahun 2014.
Di Jawa Tengah pada tahun 2006, cakupan rumah tangga sehat yang dalam
hal ini diwakili oleh rumah tangga strata utama dan paripurna mengalami
penurunan yaitu 48,62% (2006), 53,67% (2005), 68,76% (2004). Dibandingkan
target tahun 2010, cakupan rumah tangga ber-PHBS masih di bawah target 70 %.
Perilaku hidup bersih dan sehat seseorang sangat berhubungan dengan
peningkatkan derajat kesehatan individu, keluarga, masyarakat dan
lingkungannya. Sehingga dengan berperilaku sehat dalam kehidupan sehari-hari
akan menghindarkan kita dari berbagai penyakit terutama penyakit infeksi seperti
diare dan ISPA. Selain itu, dari pola hidup yang sehat juga akan menghindarkan
kita dari DBD dimana penyebab munculnya adalah virus yang di perantai oleh
nyamuk.
Di Indonesia, diare masih merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat. Hal ini disebabkan karena masih tingginya angka kesakitan yang
menimbulkan banyak kematian terutama pada bayi dan balita serta sering
menimbulkan KLB (Kejadian Luar Biasa). Angka kesakitan diare di Indonesia
tahun 2010 mencapai 411/1000 penduduk. KLB (Kejadian Luar Biasa) diare
tahun 2010 terjadi di 26 lokasi yang tersebar di 33 kabupaten/kota di 11 propinsi
di indonesia. Dari 4.204 penderita yang dilaporkansaat terjadi KLB diare, 73
diantaranya menyebabkan kematian dengan CFR (Case Fatality Rate) mencapai
1,74 %. Menurut data SIRS (Sistem Informasi Rumah Sakit) tahun 2010, diare
menempati urutan pertama penyakit terbanyak di rumah sakit di Indonesia
dengan jumlah penderita mencapai 71.889 penderita, dan 1.289 diantaranya
menyebabkan meninggal sehingga CFR (Case Fatality Rate) diperkirakan
sebesar 1,79 %.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah menunjukkan
jumlah kasus DBD hingga tahun 2011 mencapai 3.671 kasus. Sementara tahun
2010 jumlah kasus DBD mencapai 19.362 (IR 5,89 per 10.000 orang) dengan
CFR 1,29 Kasus DBD tertinggi di Jawa Tengah tahun 2011 Kota Semarang
1.186 kasus (IR 76,22).
Dari uraian serta data PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) wilayah
kerja Puskesmas Cebongan di atas, maka peneliti merasa perlu untuk mengetahui
bagaimanakah hubungan PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) terhadap
kejadian diare, ISPA dan DBD di wilayah kerja Puskesmas Cebongan.

B. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas, terdapat masalah atau pertanyaanya itu
adakah hubungan antara PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) dengan
kejadian diare, ISPA, dan DBD serta gambaran reproduksi remaja.

C. TUJUAN PENELITIAN
1. Untuk mengetahui Pengaruh Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di
dusun Jagalan RT.03 RW. 05 Kelurahan Cebongan terhadap kejadian ISPA,
Diare, dan DBD
2. Untuk mengetahui gambaran pengetahuan dan perilaku terhadap kesehatan
reproduksi di kalangan remaja dusun Jagalan RT.03 Rw.05 Kelurahan
Cebongan
D. MANFAAT PENELITIAN
1. Untuk menurunkan resiko terjadinya ISPA, Diare dan DBD akibat PHBS di
RT. 03 Rw.05 Cebongan
2. Untuk menerapakan PHBS agar terhindar dari penyakit yang berhubungan
dengan rendahnya PHBS

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

A. PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS)


1. Pengertian
PHBS adalah upaya untuk memberikan pengalaman belajar/
menciptakan suatu kondisi bagi perorangan, keluarga, kelompok dan
masyarakat, dengan membuka jalan komunikasi, memberikan informasi dan
melakukan edukasi, untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, dan perilaku,
melalui pendekatan pimpinan (advokasi), bina suasana (social support) dan
pemberdayaan masyarakat (empowerment) sehingga dapat menerapkan cara-
cara hidup sehat dalam rangka menjaga, memelihara dan meningkatkan
kesehatan masyarakat (Dinkes, 2006). Sebagai suatu upaya untuk membantu
masyarakat mengenai dan mengatasi masalahnya sendiri, dalam tatanan
rumah tangga, agar dapat menerapkan caracara hidup sehat dalam rangka
menjaga memelihara dan meningkatkan kesehatannya (Dinkes Lampung,
2003).
PHBS yang baik dapat memberikan dampak yang bermakna terhadap
kesehatan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam
peningkatan derajat kesehatan, status pola gizi dan pemanfaatan sarana
kesehatan lingkungan agar tercapai derajat kesehatan yang optimal. Masalah
kesehatan lingkungan merupakan salah satu dari akibat masih rendahnya
tingkat pendidikan penduduk, masih terikat eratnya masyarakat Indonesia
dengan adat istiadat kebiasaan, kepercayaan dan lain sebagainya yang tidak
sejalan dengan konsep kesehatan (Azwar, 2005). Menurut pusat promosi
kesehatan, PHBS dapat mencegah terjadinya penyakit dan melindungi diri
dari ancaman penyakit. Dampak PHBS yang tidak baik dapat menimbulkan
suatu penyakit diantaranya adalah mencret, muntaber, desentri, typus, dan
DBD. Penyebab yang mempengaruhi PHBS adalah faktor perilaku dan non
perilku fisik, sosial ekonomi dan sebagainya, oleh sebab itu penanggulangan
masalah kesehatan masyarakat juga dapat ditunjukkan pada kedua faktor
utama tersebut (Notoadmojo, 2005). Banyak hal yang menjadi penyebab
PHBS menurun yaitu selain faktor teknis juga faktor-faktor geografi, ekonomi
dan sosial (Depkes RI, 2003)
2. Tujuan PHBS
Tujuan PHBS adalah: meningkatkan rumah tangga sehat diseluruh
masyarakat Indonesia, meningkatkan pengetahuan, kesadaran dan kemauan
masyarakat agar hidup sehat, meningkatkan peran aktif masyarakat termasuk
swasta dan dunia usaha, dalam upaya mewujudkan derajat hidup yang optimal
(Dinkes, 2006).
3. Manfaat PHBS
a. Bagi rumah tangga: semua anggota keluarga menjadi sehat dan tidak
mudah sakit, anak tumbuh sehat dan cerdas dan pengeluaran biaya rumah
tangga dapat ditujukan untuk memenuhi gizi keluarga, pendidikan dan
modal usaha untuk menambah pendapatan keluarga.
b. Bagi masyarakat: masyarakat mampu mengupayakan lingkungan yang
sehat, masyarakat mampu mencegah dan menanggulangi masalah-masalah
kesehatan dan masyarakat mampu mengembangkan Upaya Kesehatan
Bersumber Universitas Sumatera Utara Masyarakat (UBKM) seperti
Posyandu, tabungan ibu bersalin, arisan jamban, ambulan desa dan lain-lain
(Depkes RI, 2008).
4. Sasaran PHBS
Tatanan Rumah Tangga, sasaran PHBS di rumah tangga adalah seluruh
anggota keluarga secara keseluruhan dan terbagi dalam:
a. Sasaran primer adalah sasaran utama dalam rumah tangga yang akan
dirubah perilakunya atau anggota keluarga yang bermasalah (individu
dalam keluarga yang bermasalah).
b. Sasaran sekunder adalah sasaran yang dapat mempengaruhi individu dalam
keluarga yang bermasalah misalnya, kepala keluarga, ibu, orang tua, tokoh
keluarga, kader tokoh agama, tokoh masyarakat, petugas kesehatan, dan
lintas sektor terkait, PKK3.
c. Sasaran tersier adalah sasaran yang diharapkan dapat menjadi unsur
pembantu dalam menunjang atau mendukung pendanaan, kebijakan, dan
kegiatan untuk tercapainya pelaksanaan PHBS misalnya, kepala desa,
lurah, camat, kepala Puskesmas, guru, tokoh masyarakat dan lain-lain
5. Indikator PHBS di Rumah Tangga
PHBS di Rumah Tangga adalah upaya memberdayakan anggota rumah
tangga agar tahu, mau dan mampu mempraktikkan perilaku hidup bersih dan
sehat serta berperan aktif dalam gerakan kesehatan dimasyarakat. Indikator
PHBS di Rumah Tangga (Dinkes, 2006):
a. Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan
Adalah persalinan dalam rumah tangga yang dilakukan oleh tenaga
kesehatan (bidan, dokter, dan tenaga para medis lainnya). Meningkatnya
proporsi ibu bersalin dengan bantuan tenaga kesehatan yang terlatih, adalah
langkah awal terpenting untuk mengurangi kematian ibu dan kematian
neonatal dini. Persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan
menggunakan peralatan yang aman, bersih dan steril sehingga mencegah
terjadinya infeksi dan bahaya kesehatan lainnya.
b. Memberi ASI Eksklusif
Adalah bayi pada usia 0 6 bulan hanya diberi ASI sejak lahir sampai usia
6 bulan, tidak diberi makanan tambahan dan minuman lain kecuali
pemberian air putih untuk minum obat saat bayi sakit. ASI banyak
mengandung nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh. Zat gizi dalam ASI sesuai
kebutuhan bayi untuk pertumbuhan dan perkembangan fisik serta
kecerdasan. ASI mengandung zat kekebalan sehingga mampu melindungi
bayi dari alergi.
c. Menimbang bayi dan balita setiap bulan
Adalah menimbang bayi dan balita mulai dari umur 0 sampai 59 bulan
setiap bulan dan dicatat dalam Kartu Menuju Sehat (KMS) berturut-turut
dalam 3 bulan terakhir. Penimbangan balita dimaksudkan untuk memantau
pertumbuhan balita setiap bulan dan mengetahui apakah balita berada pada
kondisi gizi kurang atau gizi buruk. Setelah balita ditimbang di buku KIA
atau KMS maka akan terlihat berat badannya naik atau tidak turun. Naik
apabila garis pertumbuhannya naik mengikuti salah satu pita warna di
atasnya. Tidak naik bila garis pertumbuhannya mendatar dan garis
pertumbuhannya naik tetapi warna yang lebih muda
d. Mencuci tangan dengan air dan sabun
Adalah tindakan membersihkan tangan dengan air bersih yang mengalir
dan memakai sabun untuk membersihkan kotoran/ membunuh kuman serta
mencegah penularan penyakit. Misalnya: mencuci tangan sebelum
menyiapkan makanan dan minuman, mencuci tangan sesudah buang air
besar dengan sabun, karena sabun dapat membersihkan kotoran dan
membunuh kuman, karena tanpa sabun kotoran dan kuman akan masih
tertinggal. Waktu yang tepat untuk mencuci tangan :
Setiap kali tangan kita kotor (setelah memegang uang , binatang dan
berkebun)
Setelah buang air besar
Setelah membersihkan kotoran bayi
Sebelum memegang makanan
Sebelum makan dan menyuapi makanan
Sebelum menyusui bayi
Sebelum menyuapi anak
Setelah bersin, batuk dan membuang ingus

Cara mencuci tangan yang benar adalah sebagai berikut:


Cuci tangan dengan air mengalir dan menggunakan sabun khusus anti
bakteri
Gosok tangan setidaknya selama 15 20 detik (telapak tangan
punggung tangan sela-sela jari kunci jempol kuku
pergelangan tangan)
Basuh tangan sampai bersih dengan air mengalir
Keringkan dengan handuk bersih dan alat pengering
Gunakan tisu atau handuk sebagai penghalang ketika mematikan kran
air
e. Menggunakan air bersih
Air adalah sangat peting bagi kehidupan manusia. Manusia akan lebih
cepat meninggal karena kekurangan air daripada kekurangan makanan. Di
dalam tubuh manusia itu sendiri sebagian besar terdiri dari air, untuk anank
anak sekitar 65%, dan untuk bayi sekitar 80%. Kebutuhan manusia akan
air sangat kompleks antara lain untuk minum, masak, mandi, mencuci
(bermacam macam cucian). Air yang kita pergunakan sehari-hari untuk
minum, memasak, mandi, berkumur, membersihkan lantai, mencuci alat-
alat dapur, mencuci pakaian, membersihkan bahan makanan haruslah
bersih agar tidak terkena penyakit atau terhindar dari penyakit. Air bersih
secara fisik dapat dibedakan melalui indra kita, antara lain (dapat dilihat,
dirasa, dicium dan diraba). Meski terlihat bersih, air belum tentu bebas
kuman penyakit. Kuman penyakit dalam air mati pada suhu 100 derajat C
(saat mendidih). Syarat syarat air minum yang sehat agar air inum itu
tidak menyebabkan penyakit, maka air itu hendaknya memenuhi
persyaratan kesehatan sebagai berikut:
Syarat fisik Persyaratan fisik untuk air minum yang sehat adalah bening
(tidak berwarna), tidak berasa, suhu di bawah suhu udara di luarnya,
cara mengenal air yang memenuhi persyaratan fisik ini tidak sukar.
Syarat bakteriologis Air untuk keperluan minum yang sehat harus bebas
dari segala bakteri. Terutama bakteri pathogen. Cara ini untuk
mengetahui apakah air minum terkontaminasi oleh bakteri pathogen,
adalah dengan memeriksa sampel air tersebut. Dan bila dari
pemeriksaan 100 cc air terdapat kurang dari 4 bakteri E. Coli maka air
tersebut sudahmemenuhi kesehatan
Syarat kimia Air minum yang sehat harus mengandung zat zat tertentu
dalam jumlah yang tertentu pula.
f. Menggunakan jamban sehat
Adalah rumah tangga atau keluarga yang menggunakan jamban/ WC
dengan tangki septic atau lubang penampung kotoran sebagai pembuangan
akhir. Misalnya buang air besar di jamban dan membuang tinja bayi secara
benar. Penggunaan jamban akan bermanfaat untuk menjaga lingkungan
bersih, sehat dan tidak berbau. Jamban mencegah pecemaran sumber air
yang ada disekitarnya. Jamban yang sehat juga memiliki syarat seperti
tidak mencemari sumber air, tidak berbau, mudah dibersihkan dan
penerangan dan ventilasi yang cukup.
g. Rumah bebas jentik
Adalah melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk dirumah satu kali
seminggu agar tidak terdapat jentik nyamuk pada tempat-tempat
penampungan air, vas bunga, pot bunga/ alas pot bunga, wadah
penampungan air dispenser, wadah pembuangan air kulkas dan barang-
barang bekas/ tempat-tempat yang bisa menampung air. Pemberantasan
sarang nyamuk dengan cara 3M (menguras. Menutup dan mengubur plus
menghindari gigitan nyamuk)
h. Makan buah dan sayur setiap hari
Pilihan buah dan sayur yang bebas peptisida dan zat berbahaya lainnya.
Biasanya ciri-ciri sayur dan buah yang baik ada sedikit lubang bekas
dimakan ulat dan tetap segar. Anggota keluarga umur 10 tahun keatas yang
mengkonsumsi minimal 3 porsi buah dan 2 porsi sayuran atau sebaliknya
setiap hari.
i. Melakukan aktivitas fisik setiap hari
Adalah anggota rumah tangga umur 10 tahun keatas melakukan aktivitas
fisik 30 menit setiap hari misalnya jalan, lari, senam dan sebagainya.
Aktifitas fisik dilakukan secara teratur paling sedikit 30 menit dalam
sehari, sehingga dapat menyehatkan jantung, paru-paru alat tubuh lainnya.
Lakukan aktifitas fisik sebelum makan atau 2 jam sesudah makan.
j. Tidak merokok di dalam rumah
Adalah anggota rumah tangga tidak merokok di dalam rumah. Tidak boleh
merokok di dalam rumah dimaksudkan agar tidak menjadikan anggota
keluarga lainnya sebagai perokok pasif yang berbahaya bagi kesehatan.
Karena dalam satu batang rokok yang dihisap akan dikeluarkan sekitar
4.000 bahan kimia berbahaya seperti nikotin, tar dan carbonmonoksida
(CO)

B. ISPA (INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT)


1. Pengertian
Istilah ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran
Pernafasan Akut dan mulai diperkenalkan pada tahun 1984 setelah dibahas
dalam lokakarya nasional ISPA di Cipanas. Istilah ISPA meliputi tiga
unsur yaitu infeksi, saluran pernafasan, infeksi akut dengan pengertian
sebagai berikut: (Dirjen PPM & PLP, Depkes, 2005).
a. Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh
manusia dan berkembangbiak sehingga menimbulkan gejala penyakit.
b. Saluran pernafasan yaitu organ mulai dari hidung hingga alveoli beserta
organ adneksanya seperti sinus - sinus, rongga telinga tengah dan pleura.
ISPA secara anatomis mencakup saluran pernafasan bagian atas,
saluran pernafasan bagian bawah (termasuk jaringan paru-paru) dan
organ adneksanya saluran pernafasan
c. Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Batas
14 hari diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa
penyakit yang dapat berlangsung lebih dari 14 hari.
ISPA adalah penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian
dan atau lebih dari saluran nafas mulai dari hidung (saluran atas) hingga
alveoli (salura bawah) termasuk jaringan adneksanya seperti sinus, rongga
telinga, dan pleura (Depkes RI, 2006).
2. Klasifikasi ISPA
Program pemberantasan ISPA (P2 ISPA) mengklasifikasikan ISPA
sebagaiberikut (Widoyono, 2005):
a. Bukan pneumonia:
Mencakup pasien balita dengan batuk yang tidak menunjukan gejala
peningkatan frekuensi napas dan tidak menunjukan adanya tarikan dinding
dada bagian bawah kearah dalam. Contohnya: common cold,
faringitis, tonsillitis, dan otitis.
b. Pneumonia
Didasarkan adanya batuk dan atau kesukaran bernafas, diagnose ini
berdasarkan umur. Batas frekuensi nafas cepat pada anak berusia 2
bulan sampai<1 tahun adalah 50 kali per menit dan untuk anak usia 1
tahun sampai< 5 tahun adalah 40 kali per menit.
c. Pneumonia berat
Didasarkan pada adanya batuk dan atau kerusakan bernapas di sertai sesak
napas atau tarikan dinding dada bagian bawah kearah dalam (chest
indrawing), pada anak berusia dua bulan sampai < 5 tahun. Untuk anak
berusia < 2 bulan, diagnosa pneumonia berat ditandai dengan adanya napas
cepat yaitu frekuensi pernapasan yaitu 60 kali per menit atau lebih, atau
adanya tarikan yang kuat pada dinding dada bagian bawah kearah dalam
(severe chest indrawing).
3. Penyebab ISPA
ISPA merupakan penyakit infeksi saluran nafas yang secara
anatomi dibedakan atas saluran nafas atas mulai dari hidung sampai
dengan taring dan saluran nafas bawah mulai dari laring sampai dengan
alveoli beserta adnexanya, akibat invasi infecting agents yang
mengakibatkan reaksi inflamasi saluran nafas yang terlibat. Hingga saat ini
telah dikenal lebih dari 300 jenis bakteri dan virus merupakan penyebab
tersering infeksi saluran nafas.
Bakteri penyebab ISPA berasal dari genus Streptococcus,
Staphylococcus, Pneumococcus, Hemovilus, Bordetella, dan
Corynebacterium. Virus penyebab ISPA adalah golongan Miksovirus,
Adenovirus, Koronavirus, Pikomavirus, Mikooplasma, herpesvirus, dan lain-
lain. Penentuan klasifikasi penyakit ISPA dibedakan atas dua kelompok, yaitu
kelompok umur 2 bulan - 5 tahun dan kelompok umur kurang dari 2 bulan.
Untuk kelompok umur 2 bulan - 5 tahun klasifikasi dibagi atas pneumonia
berat, pneumonia, dan bukan pneumonia. Untuk kelompok umur kurang dari
2 bulan klasifikasi dibagi atas pneumonia berat, dan bukan pneumonia.
Dalam pendekatan manajemen terpadu balita sakit (MTBS) klasifikasi pada
kelompok umur kurang dari 2 bulan adalah infeksi bakteri yang serius dan infeksi
bakteri lokal (Widoyono, 2005).
Secara umum terdapat 3 (tiga) faktor yang menyebabkan terjadinya
ISPA (Depkes RI, 2007) yaitu:
a. Faktor individu
Status Gizi
Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang
dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi,
penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak
digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan, dan
fungsi normal dari organ-organ serta menghasilkan energi.
Kebutuhan zat gizi setiap orang berbeda-beda. Hal ini dikarenakan
berbagai faktor antara lain umur, jenis kelamin dan macam pekerjaan.
Masukan zat gizi yang berasal dari makanan yang dimakan setiap hari
harus dapat memenuhi kebutuhan tubuh karena konsumsi makanan
sangat berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Status gizi yang
baik terjadi bila tubuh memperoleh asupan zat gizi yang cukup
sehingga dapat digunakan oleh tubuh untuk pertumbuhan fisik,
perkembangan otak dan kecerdasan, produktivitas kerja serta daya tahan
tubuh terhadap infeksi secara optimal. Status gizi merupakan ekspresi
dari keadaan keseimbangan dalam tubuh, kecenderungan kenaikan
prevalensi dan insidensi pada anak dengan status gizi kurang (Dinkes,
2007).
Umur
ISPA dapat menyerang semua manusia baik pria maupun wanita pada
semua tingkat usia, terutama pada usia kurang dari 5 tahun karena daya
tahan tubuh balita lebih rentan dari orang dewasa sehingga mudah
menderita ISPA. Umur diduga terkait dengan sistem kekebalan
tubuhnya belum sempurna, sehingga masih rentan terhadap berbagai
penyakit infeksi (Dinkes, 2009).
Jenis Kelamin
Selama masa anak-anak, laki-laki dan perempuan mempunyai
kebutuhan energi dan gizi yang hampir sama. Kebutuhan gizi untuk
usia 10 tahun pertama adalah sama, sehingga diasumsikan kerentanan
terhadap masalah gizi dan konsekuensi kesehatannya akan sama pula.
Sesungguhnya, anak perempuan mempunyai keuntungan biologis
dan pada lingkungan yang optimal mempunyai keuntungan yang
diperkirakan sebesar 0,15-1 kali lebih di atas anak laki-laki dalam
hal tingkat kematian. Survei kesehatan rumah tangga tahun 2003-
2004 mencatat bahwa anak balita yang mempunyai gejala-gejala
pneumonia dalam dua bulan survei pendahuluan sebesar 7,7% dari
jumlah balita yang ada (14.510) adalah anak balita laki-laki. Sedangkan
jumlah balita perempuan yang mempunyai gejala-gejala pneuminia
sebesar 7,4% (SDKI, 2003).
b. Faktor perilaku
Kelengkapan Imunisasi
Sesuai dengan program pemerintah (Departemen Kesehatan) tentang
Program Pengembangan Imunisasi (FPI), maka anak diharuskan
mendapat perlindungan terhadap 7 jenis penyakit utama, yaitu penyakit
TBC (BCG), difteria, tetanus, batuk rejan, polimielitis, campak dan
hepatitis (Dinkes, 2009).
Pemberian ASI Esklusif
ASI adalah komponen yang paling utama bagi ibu dalam memberikan
pemeliharaan yang baik terhadap bayinya, untuk memenuhi
pertumbuhan dan perkembangan psikososialnya. Zat yang terkandung
dalam ASI sangat baik untuk pembentukan anti body menurunkan
kemungkinan bayi dan balita terkena penyakit infeksi, batuk, pilek dan
penyakit alergi. (Kartasasmita, 2003)
Pemberian Vitamin A
Pemberian vitamin A pada balita sangat berperan untuk masa
pertumbuhannya, daya tahan tubuh dan kelangsungan
kesehatannya. (Kartasasmita, 2003)
c. Faktor lingkungan tempat tinggal
Lingkungan adalah suatu kondisi atau keadaan di sekitar yang
sangat berpengaruh terhadap terwujudnya status kesehatan meliputi bersih,
tersedianya ventilasi yang baik dalam rumah (Noor, 2008)
4. Cara Penularan (patofisiologi) ISPA
Bakteri penyebab ISPA dapat ditularkan dari ludah penderita ISPA
yang mengering. Debu yang mengandung bakteri penyebab ISPA dapat
dibawa oleh udara sebagai distribusi untuk masuk ke dalam tubuh manusia.
Setelah masuk ke dalam tubuh manusia bakteri ISPA akan mudah berkembang
dalam tubuh yang daya tahannya lemah. Dalam hal inibalita dengan status
gizi yang kurang akan lebih mudah terserang ISPA dibandingkan balita dengan
gizi normal karena faktor daya tahan tubuh yang kurang menyebabkan
penyakit infeksi lebih mudah masuk dan berkembang. Pada keadaan gizi kurang,
balita lebih mudah terserang ISPA berat bahkan serangannya lebih lama.
(Erlien, 2008)

C. DIARE
1. Pengertian
Diare adalah peningkatan pengeluaran tinja dengan konsistensi lebih
lunak atau lebih cair dari biasanya, dan terjadi paling sedikit 3 kali dalam 24
jam. Sementara untuk bayi dan anak-anak, diare didefinisikan sebagai
pengeluaran tinja >10 g/kg/24 jam, sedangkan rata-rata pengeluaran tinja
normal bayi sebesar 5-10 g/kg/ 24 jam (Juffrie, 2010).
Menurut Simadibrata (2006) diare adalah buang air besar (defekasi)
dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair (setengah padat), kandungan air
tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 gram atau 200 ml/24 jam.
Sedangkan menurut Boyle (2000), diare adalah keluarnya tinja air dan
elektrolit yang hebat. Pada bayi, volume tinja lebih dari 15 g/kg/24 jam
disebut diare. Pada umur 3 tahun, yang volume tinjanya sudah sama dengan
orang dewasa, volume >200 g/kg/24 jam disebut diare. Frekuensi dan
konsistensi bukan merupakan indikator untuk volume tinja.
2. Etiologi
Menurut World Gastroenterology Organization global guidelines 2005,
etiologi diare akut dibagi atas empat penyebab:
a. Bakteri : Shigella, Salmonella, E. Coli, Gol. Vibrio, Bacillus cereus,
Clostridium perfringens, Stafilokokus aureus, Campylobacter aeromonas
b. Virus : Rotavirus, Adenovirus, Norwalk virus, Coronavirus, Astrovirus
c. Parasit : Protozoa, Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Balantidium
coli, Trichuris trichiura, Cryptosporidium parvum, Strongyloides
stercoralis
d. Non infeksi : malabsorpsi, keracunan makanan, alergi, gangguan
motilitas, imunodefisiensi, kesulitan makan, dll. (Simadibrata, 2006).
3. Cara Penularan dan Faktor Risiko
Cara penularan diare melalui cara faecal-oral yaitu melalui makanan
atau minuman yang tercemar kuman atau kontak langsung tangan penderita
atau tidak langsung melalui lalat (melalui 5F = faeces, flies, food, fluid,
finger).
Faktor risiko terjadinya diare adalah:
a. Faktor perilaku
Tidak memberikan Air Susu Ibu/ASI (ASI eksklusif), memberikan
Makanan Pendamping/MP ASI terlalu dini akan mempercepat bayi
kontak terhadap kuman
Menggunakan botol susu terbukti meningkatkan risiko terkena
penyakit diare karena sangat sulit untuk membersihkan botol susu
Tidak menerapkan Kebiasaaan Cuci Tangan pakai sabun sebelum
memberi ASI/makan, setelah Buang Air Besar (BAB), dan setelah
membersihkan BAB anak
Penyimpanan makanan yang tidak higienis
b. Faktor lingkungan
Ketersediaan air bersih yang tidak memadai, kurangnya ketersediaan
Mandi Cuci Kakus (MCK)
Kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk Disamping faktor
risiko tersebut diatas ada beberapa faktor dari penderita yang dapat
meningkatkan kecenderungan untuk diare antara lain: kurang
gizi/malnutrisi terutama anak gizi buruk, penyakit
imunodefisiensi/imunosupresi dan penderita campak (Kemenkes RI,
2011)
4. Klasifikasi
Terdapat beberapa pembagian diare:
a. Berdasarkan lamanya diare:
Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari.
Diare kronik, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan
kehilangan berat badan atau berat badan tidak bertambah (failure to
thrive) selama masa diare tersebut. (Suraatmaja, 2007).
b. Berdasarkan mekanisme patofisiologik:
Diare sekresi (secretory diarrhea)
Diare osmotic (osmotic diarrhea) (Suraatmaja, 2007)
5. Patofisiologi
Diare dapat disebabkan oleh satu atau lebih patofisiologi/patomekanisme
dibawah ini:
a. Diare sekretorik
Diare tipe ini disebabkan oleh meningkatnya sekresi air dan elektrolit
dari usus, menurunnya absorpsi. Yang khas pada diare ini yaitu secara
klinis ditemukan diare dengan volume tinja yang banyak sekali. Diare tipe
ini akan tetap berlangsung walaupun dilakukan puasa makan/minum
(Simadibrata, 2006).
b. Diare osmotik
Diare tipe ini disebabkan meningkatnya tekanan osmotik intralumen
dari usus halus yang disebabkan oleh obat-obat/zat kimia yang
hiperosmotik (antara lain MgSO4, Mg(OH)2), malabsorpsi umum dan
defek dalam absorpsi mukosa usus missal pada defisiensi disakaridase,
malabsorpsi glukosa/galaktosa (Simadibrata, 2006).
c. Malabsorpsi asam empedu dan lemak
Diare tipe ini didapatkan pada gangguan pembentukan/produksi
micelle empedu dan penyakit-penyakit saluran bilier dan hati (Simadibrata,
2006).
d. Defek sistem pertukaran anion/transport elektrolit aktif di enterosit
Diare tipe ini disebabkan adanya hambatan mekanisme transport aktif
NA+ K+ ATPase di enterosit dan absorpsi Na+ dan air yang abnormal
(Simadibrata, 2006).
e. Motilitas dan waktu transit usus yang abnormal
Diare tipe ini disebabkan hipermotilitas dan iregularitas motilitas usus
sehingga menyebabkan absorpsi yang abnormal di usus halus.
Penyebabnya antara lain: diabetes mellitus, pasca vagotomi, hipertiroid
(Simadibrata, 2006).

f. Gangguan permeabilitas usus


Diare tipe ini disebabkan permeabilitas usus yang abnormal
disebabkan adanya kelainan morfologi membran epitel spesifik pada usus
halus (Simadibrata, 2006).
g. Diare inflamasi
Proses inflamasi di usus halus dan kolon menyebabkan diare pada
beberapa keadaan. Akibat kehilangan sel epitel dan kerusakan tight
junction, tekanan hidrostatik dalam pembuluh darah dan limfatik
menyebabkan air, elektrolit, mukus, protein dan seringkali sel darah merah
dan sel darah putih menumpuk dalam lumen. Biasanya diare akibat
inflamasi ini berhubungan dengan tipe diare lain seperti diare osmotik dan
diare sekretorik (Juffrie, 2010).
h. Diare infeksi
Infeksi oleh bakteri merupakan penyebab tersering dari diare. Dari
sudut kelainan usus, diare oleh bakteri dibagi atas non-invasif dan invasif
(merusak mukosa). Bakteri non-invasif menyebabkan diare karena toksin
yang disekresikan oleh bakteri tersebut (Simadibrata, 2006).
6. Manifestasi klinis
Infeksi usus menimbulkan gejala gastrointestinal serta gejala lainnya bila
terjadi komplikasi ekstra intestinal termasuk manifestasi neurologik. Gejala
gastrointestinal bisa berupa diare, kram perut, dan muntah. Sedangkan
manifestasi sistemik bervariasi tergantung pada penyebabnya.
Penderita dengan diare cair mengeluarkan tinja yang mengandung
sejumlah ion natrium, klorida, dan bikarbonat. Kehilangan air dan elektrolit
ini bertambah bila ada muntah dan kehilangan air juga meningkat bila ada
panas. Hal ini dapat menyebabkan dehidrasi, asidosis metabolik, dan
hipovolemia. Dehidrasi merupakan keadaan yang paling berbahaya karena
dapat menyebabkan hipovolemia, kolaps kardiovaskuler dan kematian bila
tidak diobati dengan tepat. Dehidrasi yang terjadi menurut tonisitas plasma
dapat berupa dehidrasi isotonik, dehidrasi hipertonik (hipernatremik) atau
dehidrasi hipotonik. Menurut derajat dehidrasinya bisa tanpa dehidrasi,
dehidrasi ringan, dehidrasi sedang atau dehidrasi berat (Juffrie, 2010).
7. Pencegahan
Pencegahan diare menurut Pedoman Tatalaksana Diare Depkes RI (2006)
adalah sebagai berikut:
a. Pemberian ASI
ASI mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan
adanya antibodi dan zatzat lain yang dikandungnya. ASI turut
memberikan perlindungan terhadap diare pada bayi yang baru lahir.
Pemberian ASI eksklusif mempunyai daya lindung 4 kali lebih besar
terhadap diare daripada pemberian ASI yang disertai dengan susu botol.
Flora usus pada bayi-bayi yang disusui mencegah tumbuhnya bakteri
penyebab diare (Depkes RI, 2006).
Pada bayi yang tidak diberi ASI secara penuh, pada 6 bulan
pertama kehidupan resiko terkena diare adalah 30 kali lebih besar.
Pemberian susu formula merupakan cara lain dari menyusui. Penggunaan
botol untuk susu formula biasanya menyebabkan risiko tinggi terkena
diare sehingga bisa mengakibatkan terjadinya gizi buruk (Depkes RI,
2006).
b. Pemberian Makanan Pendamping ASI
Pemberian makanan pendamping ASI adalah saat bayi secara
bertahap mulai dibiasakan dengan makanan orang dewasa. Pada masa
tersebut merupakan masa yang berbahaya bagi bayi sebab perilaku
pemberian makanan pendamping ASI dapat menyebabkan meningkatnya
resiko terjadinya diare ataupun penyakit lain yang menyebabkan kematian
(Depkes RI, 2006).

Ada beberapa saran yang dapat meningkatkan cara pemberian


makanan pendamping ASI yang lebih baik yaitu :
Memperkenalkan makanan lunak, ketika anak berumur 4-6 bulan tetapi
masih meneruskan pemberian ASI. Menambahkan macam makanan
sewaktu anak berumur 6 bulan atau lebih. Memberikan makanan lebih
sering (4 kali sehari) setelah anak berumur 1 tahun, memberikan semua
makanan yang dimasak dengan baik 4-6 kali sehari dan meneruskan
pemberian ASI bila mungkin.
Menambahkan minyak, lemak dan gula ke dalam nasi/bubur dan biji-
bijian untuk energi. Menambahkan hasil olahan susu, telur, ikan, daging,
kacangkacangan, buah-buahan dan sayuran berwarna hijau ke dalam
makanannya. Mencuci tangan sebelum menyiapkan makanan dan
menyuapi anak, serta menyuapi anak dengan sendok yang bersih.
Memasak atau merebus makanan dengan benar, menyimpan sisa
makanan pada tempat yang dingin dan memanaskan dengan benar
sebelum diberikan kepada anak (Depkes RI, 2006)
c. Menggunakan air bersih yang cukup
Sebagian besar kuman infeksius penyebab diare ditularkan
melalui jalur fecal-oral mereka dapat ditularkan dengan memasukkan
kedalam mulut, cairan atau benda yang tercemar dengan tinja misalnya air
minum, jari-jari tangan, makanan yang disiapkan dalam panci yang dicuci
dengan air tercemar (Depkes RI, 2006).
Masyarakat yang terjangkau oleh penyediaan air yang benar-benar
bersih mempunyai resiko menderita diare lebih kecil dibandingkan
dengan masyarakat yang tidak mendapatkan air bersih (Depkes RI, 2006).
Masyarakat dapat mengurangi resiko terhadap serangan diare
yaitu dengan menggunakan air yang bersih dan melindungi air tersebut
dari kontaminasi mulai dari sumbernya sampai penyimpanan di rumah
(Depkes RI, 2006).
Yang harus diperhatikan oleh keluarga adalah:
Air harus diambil dari sumber terbersih yang tersedia.
Sumber air harus dilindungi dengan menjauhkannya dari hewan,
membuat lokasi kakus agar jaraknya lebih dari 10 meter dari sumber
yang digunakan serta lebih rendah, dan menggali parit aliran di atas
sumber untuk menjauhkan air hujan dari sumber.
Air harus dikumpulkan dan disimpan dalam wadah bersih. Dan
gunakan gayung bersih bergagang panjang untuk mengambil air.
Air untuk masak dan minum bagi anak harus dididihkan. (Depkes RI,
2006)
d. Mencuci Tangan
Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang
penting dalam penularan kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci
tangan dengan sabun, terutama sesudah buang air besar, sesudah
membuang tinja anak, sebelum menyiapkan makanan, sebelum menyuapi
makanan anak dan sebelum makan, mempunyai dampak dalam kejadian
diare (Depkes RI, 2006).
e. Menggunakan Jamban
Pengalaman di beberapa negara membuktikan bahwa upaya
penggunaan jamban mempunyai dampak yang besar dalam penurunan
resiko terhadap penyakit diare. Keluarga yang tidak mempunyai jamban
harus membuat jamban, dan keluarga harus buang air besar di jamban
(Depkes RI, 2006).
Yang harus diperhatikan oleh keluarga:
Keluarga harus mempunyai jamban yang berfungsi baik dan dapat
dipakai oleh seluruh anggota keluarga.
Bersihkan jamban secara teratur.
Bila tidak ada jamban, jangan biarkan anak-anak pergi ke tempat
buang air besar sendiri, buang air besar hendaknya jauh dari rumah,
jalan setapak dan tempat anak-anak bermain serta lebih kurang 10
meter dari sumber air, hindari buang air besar tanpa alas kaki. (Depkes
RI, 2006)
f. Membuang Tinja Bayi yang Benar
Banyak orang beranggapan bahwa tinja anak bayi itu tidak
berbahaya. Hal ini tidak benar karena tinja bayi dapat pula menularkan
penyakit pada anak-anak dan orangtuanya. Tinja bayi harus dibuang
secara bersih dan benar, berikut hal-hal yang harus diperhatikan:
Kumpulkan tinja anak kecil atau bayi secepatnya, bungkus dengan
daun atau kertas koran dan kuburkan atau buang di kakus.
Bantu anak untuk membuang air besarnya ke dalam wadah yang
bersih dan mudah dibersihkan. Kemudian buang ke dalam kakus dan
bilas wadahnya atau anak dapat buang air besar di atas suatu
permukaan seperti kertas koran atau daun besar dan buang ke dalam
kakus.
Bersihkan anak segera setelah anak buang air besar dan cuci
tangannya (Depkes RI, 2006)
g. Pemberian Imunisasi Campak
Diare sering timbul menyertai campak sehingga pemberian
imunisasi campak juga dapat mencegah diare oleh karena itu beri anak
imunisasi campak segera setelah berumur 9 bulan (Depkes RI, 2006).
Anak harus diimunisasi terhadap campak secepat mungkin setelah
usia 9 bulan. Diare dan disentri sering terjadi dan berakibat berat pada
anak-anak yang sedang menderita campak dalam 4 mingggu terakhir. Hal
ini sebagai akibat dari penurunan kekebalan tubuh penderita. Selain
imunisasi campak, anak juga harus mendapat imunisasi dasar lainnya
seperti imunisasi BCG untuk mencegah penyakit TBC, imunisasi DPT
untuk mencegah penyakit diptheri, pertusis dan tetanus, serta imunisasi
polio yang berguna dalam pencegahan penyakit polio (Depkes RI, 2006).
Pencegahan terhadap diare atau pencarian terhadap pengobatan
diare pada balita termasuk dalam perilaku kesehatan. Adapun perilaku
kesehatan menurut Notoatmodjo (2007) adalah suatu respon seseorang
(organisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit
atau penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, dan minuman, serta
lingkungan.

D. DEMAM BERDARAH DENGUE


1. Pengertian
Demam dengue adalah demam virus akut yang ditularkan oleh
nyamuk Aedes aegypti dan Aedes Albopictus, disertai sakit kepala, nyeri
otot, sendi dan tulang, penurunan jumlah sel darah putih dan ruam-ruam.
Demam berdarah dengue/dengue hemorrhagic fever (DHF) adalah demam
dengue yang disertai pembesaran hati dan manifestasi perdarahan. Pada
keadaan yang parah bisa terjadi kegagalan sirkulasi darah dan pasien jatuh
dalam syok hipovolemik akibat kebocoran plasma. Keadaan ini disebut
dengue shock syndrome (DSS) (Depkes RI Ditjen P3M, 1981).
2. Penyebab
Demam dengue dan DHF disebabkan oleh salah satu dari 4 serotipe
virus yang berbeda antigen. Virus ini adalah kelompok Flavivirus dan
serotipenya adalah DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4. Infeksi oleh salah satu
jenis serotipe ini akan memberikan kekebalan seumur hidup tetapi tidak
menimbulkan kekebalan terhadap serotipe yang lain. Sehingga seseorang
yang hidup di daerah endemis DHF dapat mengalami infeksi sebanyak 4 kali
seumur hidupnya. Dengue adalah penyakit daerah tropis dan ditularkan oleh
nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk ini adalah nyamuk rumah yang menggigit
pada siang hari. Faktor resiko penting pada DHF adalah serotipe virus, dan
faktor penderita seperti umur, status imunitas, dan predisposisi genetis. Masa
inkubasi nyamuk ini terjadi selama 4-6 hari (Depkes 1, 2004).
3. Gejala
Infeksi oleh virus dengue menimbulkan variasi gejala mulai
sindroma virus nonspesifik sampai perdarahan yang fatal. Gejala demam
dengue tergantung pada umur penderita. Pada bayi dan anak-anak kecil
biasanya berupa demam disertai ruam-ruam makulopapular. Pada anak-
anak yang lebih besar dan dewasa, bisa dimulai dengan demam ringan atau
demam tinggi (>39 derajat C) yang tiba-tiba dan berlangsung selama 2 - 7
hari, disertai sakit kepala hebat, nyeri di belakang mata, nyeri sendi dan otot,
mual-muntah dan ruam-ruam. Bintik-bintik perdarahan di kulit sering
terjadi, kadang kadang disertai bintik-bintik perdarahan di farings dan
konjungtiva.
Penderita juga sering mengeluh nyeri menelan, tidak enak di ulu hati,
nyeri di tulang rusuk kanan dan nyeri seluruh perut. Kadang-kadang demam
mencapai 40-41 derajat C dan terjadi kejang demam pada bayi.
DHF adalah komplikasi serius dengue yang dapat mengancam jiwa
penderitanya, ditandai oleh :
a. Demam tinggi yang terjadi tiba-tiba
b. Manifestasi perdarahan
c. Hepatomegali/pembesaran hati
d. Kadang-kadang terjadi syok
Manifestasi perdarahan pada DHF dimulai dari tes torniquet positif
dan bintik-bintik perdarahan di kulit (petekie). Petekie ini bisa terlihat di
seluruh anggota gerak, ketiak, wajah dan gusi. Juga bisa terjadi perdarahan
hidung, perdarahan gusi, perdarahan dari saluran cerna dan perdarahan
dalam urin.
4. Kriteria Diagnosis
Diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan kriteria WHO 1997 yang
memenuhi:
a. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik.
b. Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut ini:
Uji tourniquet positif ( > 20 petekie dalam 2,54 cm2).
Petekie, ekimosis, atau purpura.
Perdarahan mukosa, saluran cerna, atau tempat lain.
Hemetemesis atau melena.
c. Trombositopenia ( 100.000/mm3).
d. Terdapat minimal satu dari tanda-tanda plasma leakage:
Hematokrit meningkat 20 %
dibanding hematokrit rata-rata pada usia, jenis kelamin, dan populasi
yang sama.
Hematokrit turun hingga 20 % dari
hematokrit awal, setelah pemberian cairan.
Terdapat efusi pleura, efusi perikard,
asites, dan hipoproteinemia.
5. Tingkat Demam Berdarah Dengue
Berdasarkan gejalanya DHF dikelompokkan menjadi 4 tingkatan:
a. Derajat I :
Demam diikuti gejala tidak spesifik. Satu-satunya manifestasi
perdarahan adalah tes torniquet yang positif atau mudah memar.
b. Derajat II :
Gejala yang ada pada tingkat I ditambah dengan perdarahan
spontan. Perdarahan bisa terjadi di kulit atau di tempat lain.
c. Derajat III :
Kegagalan sirkulasi ditandai oleh denyut nadi yang cepat dan
lemah, hipotensi, suhu tubuh yang rendah, kulit lembab dan penderita
gelisah.
d. Derajat IV :
Syok berat dengan nadi yang tidak teraba dan tekanan darah tidak
dapat diperiksa. Fase kritis pada penyakit ini terjadi pada akhir masa
demam. Setelah demam selama 2-7 hari, penurunan suhu biasanya
disertai dengan tanda-tanda gangguan sirkulasi darah. Penderita
berkeringat, gelisah, tangan dan kakinya dingin, dan mengalami
perubahan tekanan darah dan denyut nadi.
6. Penularan
Penularan DBD terjadi melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti /
Aedes albopictus betina yang sebelumnya telah membawa virus dalam
tubuhnya dari penderita demam berdarah lain. Nyamuk Aedes aegypti
berasal dari Brazil dan Ethiopia dan sering menggigit manusia pada
waktu pagi dan siang. Orang yang beresiko terkena demam berdarah
adalah anak-anak yang berusia di bawah 15 tahun, dan sebagian besar
tinggal di lingkungan lembab, serta daerah pinggiran kumuh. Penyakit
DBD sering terjadi di daerah tropis, dan muncul pada musim penghujan.
Virus ini kemungkinan muncul akibat pengaruh musim/alam serta
perilaku manusia.
Vektor penular penyakit DBD adalah nyamuk Aedes aegypti dan
Aedes albopictus, namun Aedes aegypti lebih berperan. Hal ini karena
nyamuk Aedes albopictus hidup dan berkembang biak di kebun atau
semak-semak, sehingga jarang kontak dengan manusia dibandingkan
dengan nyamuk Aedes aegypti (Hadinegoro et al., 2002).
Nyamuk dewasa secara umum ditandai dengan garis-garis putih
keperakan dan hitam berselang-seling. Arahnya longitudinal di daerah
cutum (pertemuan kedua sayap) dan transversal pada daerah abdomen.
Sayapnya juga berbintik-bintik bewarna gelap dan terang. Tempat
perkembang-biakan nyamuk (breeding place) berupa genangan air yang
tidak berhubungan dengan tanah, misalnya :
a. Tempat Penampungan Air (TPA) yang digunakan oleh penduduk
sehari-hari, seperti bak mandi, wc, tempayan, drum,
b. Tempat Penampungan Air yang bukan dipakai untuk keperluan
penduduk sehari-hari. (non TPA), misalnya genangan air pada kaleng
bekas, botol, ban, vas bunga, dan tempat minum burung,
c. Tempat Penampungan Air Alamiah, misalnya lubang pohon, lubang
batu, pangkal pelepah pohon pisang, potongan bambu (Hadinegoro et
al., 2002)
Kebiasaan menggigit (feeding habit) adalah pada siang hari antara
jam 09.00 - 10.00 dan jam 16.00-17.00. Nyamuk Aedes aegypti lebih
banyak menggigit di dalam rumah. Hanya nyamuk betina yang menggigit
dan menghisap darah manusia. Sedangkan nyamuk yang jantan tidak bisa
menggigit/menghisap darah, melainkan hidup dari sari bunga dan
tumbuh-tumbuhan. Umur nyamuk Aedes agypti betina berkisar antara 2
minggu sampai 3 bulan atau rata - rata 1,5 bulan, tergantung dari suhu
kelembaban udara di sekelilingnya. Kemampuan terbangnya berkisar
antara 40-100 meter dari tempat perkembangbiakannya.
Telur nyamuk Aedes ini diletakan sedikit di atas permukaan air
yang jernih, pada tempat penampungan air yang terbuka lebar dan terletak
di tempat yang teduh, terhindar dari sinar matahari. bentuk telurnya oval,
tidak menggerombol melainkan terpencar. Apabila terkena air, telur akan
menetas menjadi jentik setelah 5-10 hari. Dua hari kemudian akan
berubah menjadi pupa, akhirnya akan menjadi nyamuk dewasa. Dalam
keadaan optimum diperlukan waktu 10-14 hari untuk perkembangan telur
menjadi nyamuk dewasa
7. Pencegahan
Untuk memantapkaan upaya penanggulangan penyakit DBD tahun
yang akan datang, pengelola DBD di Puskesmas, Kota, dan Provinsi perlu
menganalisis data kasus DBD tahun sebelumnya. Berdasarkan data kasus
DBD 3 atau 5 tahun terakhir akan dapat diperoleh informasi kapan kasus
DBD di suatu wilayah akan mulai meningkat dan kapan puncak kasus
terjadi sehingga upaya penanggulangan sebelum musim penularan dapat
dilakukan sebaik-baiknya (Hadinegoro et al., 2002).
a. Penanggulangan fokus
Semua kasus DBD ditindak lanjuti dengan penyelidikan
epidemiologis, yaitu kunjungan ke rumah kasus DBD dan rumah
sekitarnya dalam radius 100 meter, serta di sekolah jika kasus DBD
adalah anak sekolah. Kegiatan penyelidikan epidemiologis dilakukan
oleh Puskesmas, dan kegiatannya meliputi: pencarian kasus/tersangka
DBD lainnya dan pemeriksaan jentik nyamuk yang menjurus kepada
KLB DBD, penyelidikan epidemiologis ini dimaksudkan pula untuk
mengetahui adanya kemungkinan penularan lebih lanjut sehingga
perlu dilakukan penyemprotan insektisida (Hadinegoro et al., 2002).
Penyemprotan insektisida dilakukan jika ditemukan penderita
atau tersangka penderita DBD lain atau sekurang-kurangnya 3
penderita panas tanpa sebab jelas dan ada jentik nyamuk di lokasi
tersebut. Penyemprotan dilakukan 2 siklus dengan interval 1 minggu.
Penyemprotan insektisida ini harus diikuti dengan penyuluhan dan
gerakan PSN DBD oleh masyarakat (Hadinegoro et al., 2002).
b. Pemberantasan vektor intensif
Fogging fokus
Dalam keadaan krisis ekonomi sekarang ini, dana terbatas
maka kegiatan fogging hanya dilakukan bila hasil penyelidikan
epidemiologis telah memenuhi kriteria (Hadinegoro et al., 2002).
Abatisasi
Dilaksanakan di desa/kelurahan endemis terutama di
sekolah dan tempat umum. Semua tempat penampungan air di
rumah dan bangunan yang ditemukan jentik nyamuk ditaburi
dengan bubuk abate sesuai dengan dosis 1 sendok makan peres
(10 gram) abate untuk 100 liter air (Hadinegoro et al., 2002).
Penyuluhan dan penggerakkan masyarakat dalam PSN DBD
(gerakan 3M)
Penggerakan masyarakat dalam PSN DBD dilakukan
dengan kerja sama lintas sektor yang dikoordinasikan oleh kepala
wilayah/daerah setempat melalui wadah Pokjanal/Pokja DBD.
Kegiatan ini dilakukan selama 1 bulan, pada saat sebelum
perkiraan peningkatan jumlah kasus yang ditentukan berdasarkan
data kasus bulanan DBD dalam 35 tahun terakhir (Hadinegoro et
al., 2002).
Penyuluhan kepada masyarakat
Penyuluhan tentang penyakit DBD dan pencegahannya
melalui media massa, sekolah, tempat ibadah, kader PKK dan
kelompok masyarakat yang lainnya. Kegiatan ini dilakukan setiap
saat pada beberapa kesempatan (Hadinegoro et al., 2002).
Sekarang, yang sedang giat digalakkan adalah gerakan
Pemberantasan Sarang Nyamuk (Tim Pembina UKS Pusat, 1993).
Secara rinci Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dapat
dikelompokkan menjadi 3 bagian yaitu :
Fisik
Cara ini dilakukan dengan gerakan 3M (seperti telah tersebut di
atas), yaitu dengan menguras bak mandi, WC, menutup tempat
penampungan air seperti tempayan, drum, dll, serta mengubur atau
menyingkirkan barang bekas seperti kaleng bekas, ban bekas, dan
sebagainya. Pengurasan TPA perlu dilakukan secara teratur
sekurang-kurangnya seminggu sekali sebab daur hidup nyamuk
Aedes aegypti adalah 7 - 10 hari.
Biologi
Dengan cara memelihara ikan pemakan jentik nyamuk (ikan kepala
timah, ikan gupi, ikan nila merah, dll).
Kimia
Cara memberantas jentik Aedes aegypti dengan menggunakan
racun pembasmi jentik (larvasida) yang dikenal dengan abatisasi .
Larvasida yang biasa digunakan adalah temphos. Formulasi
temphos yung digunakan adalah berbentuk butiran pasir (sand
granules). Dosis yang digunakan I ppm atau 10 gram (kurang lebih
1 sendok makan) untuk setiap 100 liter air. Abatisasi dengan
temphos ini mempunyai efek residu 3 bulan. Racun pembasmi
jentik ini aman meskipun digunakan ditempat penampungan air
(TPA) yang aimya jernih untuk mencuci atau air minum sehari-
hari. Selain itu dapat digunakan pula racun pembasmi jentik yang
lain seperti : Bacillus thuringiensis var israeiensis (Bti) atau
Altosid golongan insect growth regulator.
c. Pemantauan jentik berkala (PJB)
Pemantauan jentik berkala dilakukan setiap 3 bulan di rumah
dan tempat-tempat umum. Untuk pemantauan jentik berkala di rumah
dilakukan pemeriksaan sebanyak 100 rumah sampel untuk setiap
desa/kelurahan. Hasil PJB ini diinformasikan pihak kesehatan kepada
kepala wilayah/daerah setempat sebagai evaluasi dan dasar
penggerakkan masyarakat dalam PSN DBD. Diharapkan angka bebas
jentik (ABJ) setiap kelurahan / desa dapat mencapai > 95% akan
dapat menekan penyebaran penyakit DBD. Selain itu juga dilakukan
pemeriksaan jentik pada semua rumah sakit dan puskesmas.
Sedangkan untuk sekolah dan tempat umum lainnya dilakukan secara
sampling bila tidak dapat diperiksa seluruhnya (Hadinegoro et al.,
2002).
Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD
adalah dengan mengkombinasikan cara-cara di atas, yang disebut
dengan 3M Plus, yaitu menutup, menguras, menimbun. Selain itu
juga melakukan beberapa plus seperti memelihara ikan pemakan
jentik, menabur larvasida, menggunakan kelambu pada waktu tidur,
memasang kasa, menyemprot dengan insektisida, menggunakan
repellent, memasang obat nyamuk, memeriksa jentik berkala, dll
(Thomas Suroso dkk, 2003).

E. RUMAH SEHAT
1. Pengertian Rumah Sehat
a. Sanitasi Rumah
Pengertian Sanitasi
Menurut Azrul Azwar yang dimaksud dengan sanitasi adalah : Usaha
kesehatan masyarakat yang menitik beratkan kepada pengawasan
terhadap faktor lingkungan yang mempengaruhi derajat kesehatan
masyarakat.
Pengertian Rumah
Rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau
hunian dan sarana pembinaan keluarga.
Pengertian Rumah Sehat
Rumah Sehat adalah tempat untuk berlindung atau bernaung dan tempat
untuk beristirahat sehingga menumbuhkan kehidupan yang sempurna,
baik fisik, rohani maupun sosial.
b. Rumah Sehat
Rumah dapat disebut sehat apabila telah memenuhi syarat syarat
sebagai berikut:
Kesehatan
Suatu rumah disebut memenuhi syarat sehat apabila cukup hawa dan
aliran udara segar, berarti mempunyai ventilasi yang cukup.
Kekuatan bangunan
- Rumah dengan struktur dan kontruksi bangunan yang cukup kuat
sesuai dengan keadaan setempat.
- Rumah yang menggunakan bahan yang cukup kuat, tidak mudah
rapuh dan tidak khawatir dapat ambruk sewaktu waktu.
Keterjangkauan
Secara sosial ekonomis, terjangkau oleh pemilik atau penghuni, baik
ongkos / biaya sewa, membeli atau membangun.
2. Kriteria Rumah Sehat
Rumusan yang dikeluarkan oleh APHA (American Public Health
Association) bahwa persyaratan rumah sehat :
a. Harus memenuhi kebutuhan kebutuhan physiologis
b. Harus memenuhi kebutuhan kebutuhan psycologis
c. Harus terhindar dari penyakit menular
d. Harus terhindar dari kecelakaan kecelakaan
Secara umum rumah dapat dikatakan sehat apabila memenuhi kriteria
sebagai berikut :
a. Memenuhi kebutuhan fisiologis antara lain pencahayaan, penghawaan
dan ruang gerak yang cukup, terhindar dari kebisingan yang
mengganggu.
b. Memenuhi kebutuhan psikologis antara lain privacy yang cukup,
komunikasi yang sehat antar anggota keluarga dan penghuni rumah.
c. Memenuhi persyaratan pencegahan penularan penyakit antar penghuni
rumah dengan penyediaan air bersih, pengelolaan tinja dan air limbah
rumah tangga, bebas vektor penyakit dan tikus, kepadatan hunian yang
berlebihan, cukup sinar matahari pagi, terlindungnya makanan dan
minuman dari pencemaran, disamping pencahayaan dan penghawaan
yang cukup.
d. Memenuhi persyaratan pencegahan terjadinya kecelakaan baik yang
timbul karena keadaan luar maupun dalam rumah antara lain
persyaratan garis sempadan jalan, konstruksi yang tidak mudah roboh,
tidak mudah terbakar, dan tidak cenderung membuat penghuninya jatuh
tergelincir.
3. Syarat Rumah Sehat
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor : 829 / Menkes/SK/VII/2006 :
a. Lokasi
Tidak terletak pada daerah yang rawan bencana alam seperti bantaran
sungai, aliran lahar, gelombang tsunami, longsor, dan sebagainya.
Tidak terletak pada daerah yang kotor dan terkontaminasi seperti
bekas tempat pembuangan akhir sampah dan bekas lokasi
pertambangan.
Tidak terletak pada daerah yang rawan kecelakaan dan daerah yang
mudah terjadi kebakaran seperti jalur pendaratan penerbangan.
b. Sarana dan Prasarana Lingkungan
Memiliki sarana taman bermain untuk anak anak, sarana rekreasi
keluarga dengan konstruksi yang nyaman dan aman dari kecelakaan.
Memiliki sarana drainase yang tidak menjadi tempat perindukan
vektor penyakit dan memenuhi persyaratan teknis sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Memiliki sarana jalan lingkungan dengan ketentuan sebagai
berikut :
- Konstruksi jalan yang tidak membahayakan bagi kesehatan.
- Konstruksi trotoar jalan tidak membahayakan pejalan kaki
dan penyandang cacat.
- Bila ada jembatan harus diberi pagar pengaman.
- Lampu penerangan jalan tidak menyilaukan pandangan
pengguna jalan.
Tersedia sumber air bersih yang menghasilkan air secara cukup
sepanjang waktu dengan kualitas air yang memenuhi persyaratan
kesehatan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Pengelolaan serta pembuangan kotoran manusia dan berbagai limbah
yang berasal dari rumah tangga harus memenuhi persyaratan
kesehatan, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Pengelolaan pembuangan sampah rumah tangga harus memenuhi
persyaratan kesehatan, sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Memiliki akses terhadap berbagai sarana pelayanan umum dan sosial
seperti keamanan, kesehatan, komunikasi, tempat kerja, tempat
hiburan, tempat pendidikan, tempat kesenian, dan lain sebagainya.
Pengaturan instalasi listrik harus menjamin keamanan serta
keselamatan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Tempat pengelolaan makanan (TPM) harus menjamin tidak
terjadinya kontaminasi yang dapat menimbulkan penyakit atau
keracunan, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Menurut Winslow dan APHA, pemukiman sehat dirumuskan
sebagai suatu tempat untuk tinggal secara permanen, berfungsi sebagai
tempat untuk bermukim, beristirahat, berekreasi (bersantai) dan sebagai
tempat berlindung dari pengaruh lingkungan yang memenuhi persyaratan
fisiologis, psikologis, dan bebas dari berbagai penularan penyakit.
Penjelasannya adalah sebagai berikut:
a. Memenuhi kebutuhan fisiologis, antara
lain :
1) Pencahayaan.
a). Pencahayaan alam.
Pencahayaan alam diperoleh dengan masuknya sinar
matahari kedalam ruangan melalui jendela, celah-celah dan
bagian-bagian bangunan yang terbuka.
Cahaya matahari sangat berguna selain untuk
penerangan juga dapat mengurangi kelembaban ruang,
mengusir nyamuk, membunuh kuman-penyakit tertentu seperti
TBC, influenza, penyakit mata dan lain-lain.
Kebutuhan standar minimum cahaya alam yang
memenuhi syarat kesehatan untuk berbagai keperluan menurut
WHO dimana salah satunya adalah untuk kamar keluarga dan
tidur dalam rumah adalah 60 120 Lux.
Untuk memperoleh jumlah cahaya matahari pada pagi
hari secara optimal sebaiknya jendela kamar tidur menghadap
ketimur. Luas jendela yang baik paling sedikit mempunyai luas
10 20 % dari luas lantai.
b). Pencahayaan buatan.
Pencahayaan buatan yang baik dan memenuhi standar
dapat dipengaruhi oleh :
Cara pemasangan sumber cahaya pada dinding atau langit-
langit.
Konstruksi sumber cahaya di dalam ornamen yang
dipergunakan.
Luas dan bentuk ruangan.
Penyebaran sinar dari sumber cahaya.
2) Ventilasi (penghawaan)
Ventilasi digunakan untuk pergantian udara di dalam
ruangan, udara perlu diganti agar mendapat kesegaran badan selain
itu agar kuman-kuman penyebab penyakit dalam udara, antara lain
bakteri dan virus, dapat keluar dari ruangan sehingga tidak
menjadikan sarana penyebaran penyakit.
Orang-orang yang batuk dan bersin bersin mengeluarkan
udara yang penuh dengan kuman-kuman penyakit (TBC,
pneumonia,dll) yang dapat meninfecteer udara di sekelilingnya.
Penyakit-penyakit menular yang penularannya dengan perantara
udara, antara lain : TBC, bronchitis, pneumonia, dll.
Hawa yang segar sangat diperlukan dalam rumah untuk
mengganti udara ruangan yang sudah terpakai. Udara segar
diperlukan untuk menjaga temperatur dan kelembaban udara dalam
ruangan. Umumnya temperatur kamar 220C - 300C sudah cukup
segar. Untuk memperoleh kenyamanan udara seperti dimaksud
diatas diperlukan adanya ventilasi yang baik.
Membuat sistem ventilasi harus dipikirkan masak-masak,
jangan sampai orang-orang yang ada di dalam rumah menjadi
kedinginan dan sakit. Pembuatan lubang-lubang ventilasi dan
jendela harus serasi dengan luas kamar dan sesuai dengan iklim
ditempat itu.
Di daerah yang berhawa dingin dan banyak angin, jangan
membuat lubang-lubang ventilasi yang lebar. Cukup yang kecil-
kecil saja. Tetapi di daerah yang berhawa panas dan tidak banyak
angin, lubang ventilasi dapat dibuat agak lebih besar.
Ventilasi yang baik dalam ruangan harus mempunyai syarat
lainnya, diantaranya :
a). Luas lubang ventilasi tetap, minimum 5 % dari luas
lantai ruangan. Sedangkan luas lubang ventilasi insidentil
(dapat dibuka dan ditutup) minimum 5 %. Jumlah keduanya
menjadi 10 % kali luas lantai ruangan. Ukuran luas ini diatur
sedemikian rupa sehingga udara yang masuk tidak terlalu deras
dan tidak terlalu sedikit.
b). Udara yang masuk harus udara bersih, tidak dicemari
oleh asap dari sampah atau dari pabrik, dari knalpot kendaraan,
debu dan lain-lain.
c). Aliran udara diusahakan CROSS VENTILATION
dengan menempatkan lubang hawa berhadapan antara 2
dinding ruangan. Aliran udara ini jangan sampai terhalang oleh
barang-barang besar misalnya almari, dinding sekat dan lain-
lain.
Udara di alam bebas pada umumnya mempunyai komposisi
yang terdiri dari unsur-unsur yang bermanfaat bagi kesehatan dan
unsur-unsur yang kurang bermanfaat bagi kesehatan. Unsur udara
bebas pada umumnya terdiri :
a) Nitrogen (zat lemas) 78,8 %.
b) Oksigen (zat asam) 20,7 %.
c) Karbondioksida (Gas asam arang) 0,04 %.
d) Uap air 0,46 %.
e) Ozon (0.3%), Amoniak (NH3), Gas cair (H2) dan lain-lain.
Unsur yang bermanfaat bagi kesehatan manusia yaitu
Oksigen (O2). Kandungan CO2 adalah unsur yang kurang
bermanfaat bagi kesehatan. CO2 banyak terdapat di udara terutama
di dalam ruangan yang dipadati oleh sekelompok manusia. Produksi
CO2 terjadi akibat proses pernafasan.
Adapun berbagai sumber penghawaan yaitu penghawaan
dari alam dan penghawaan buatan :
a) Penghawaan alam
Penghawaan alam ini mengandalkan pergerakan udara
bebas (angin dari alam), temperatur udara luar dan
kelembabannya. Selain melalui jendela, pintu dan lubang hawa,
maka penghawaan alam pun dapat diperoleh dari pergerakan
udara sebagai hasil sifat poreus dinding ruangan, atap dan lantai.
Lubang ventilasi sebaiknya diatur agar tidak terlalu
rendah, maksimal 80 Cm dari langit langit. Tinggi jendela yang
dapat dibuka (ditutup) dari lantai minimal 80 Cm. jarak dari
langt-langit terhadap jendela minimal 30 Cm. Untuk mencegah
gangguan binatang sebaiknya dipasang kasa nyamuk.
b) Penghawaan buatan, antara lain :
Fan (kipas angin)
Perputaran baling baling pada kipas dapat menghasilkan
pergerakan udara yang mengarah ke depan. Udara yang
digerakkan oleh kipas angin adalah udara yang ada di dalam
ruangan itu sendiri, sehingga tidak ada pertukaran udara.
Exhauster
Baling baling penyedot udara dari dalam ataupun dari luar
ruangan untuk mengganti udara yang telah terpakai. Pada
pemakaian Exhauster harus diimbangi dengan penempatan
lubang ventilasi yang berseberangan dengan alat tersebut.
b. Memenuhi kebutuhan psikologis, antara
lain :
1). Cukup aman, nyaman bagi masing-masing penghuni (Kepadatan
hunian)
Kepadatan hunia di dalam rumah dapat menimbulkan efek
negatif terhadap fisik, mental maupun moril bagi penghuninya.
kepadatan memudahkan terjadinya penularan penyakit terutama
melalui saluran pernafasan. Ada 2 cara untuk menilai kepadatan
hunian didalam rumah yaitu :
a). Jumlah orang dibanding dengan jumlah kamar tidur.
Tabel 2.1. Jumlah orang dibanding jumlah kamar tidur :
No Jumlah Kamar Jumlah penghuni
1 Satu 2 orang
2 Dua 3 orang
3 Tiga 5 orang
4 Empat 7 orang
5 Lima atau lebih 10 orang
Sumber : Lubis, P. Perumahan Sehat, 1985.
Dengan ketentuan bahwa untuk setiap penambahan satu
kamar tidur diatas lima tersebut diperkenankan menambah
penghuni sebanyak 2 orang.
b). Jumlah orang dibanding dengan luas lantai kamar.
Tabel 2.2. Jumlah orang dibanding jumlah kamar tidur :
No Luas lantai kamar Jumlah penghuni maksimal
2
1 4,64 m 0
2
2 4,64 6,5 m 0,5
3 6,5 8 m2 1
2
4 8 10 m 1,5
5 Lebih dari 10 m2 2
Sumber : Lubis, P. Perumahan Sehat, 1985.
Dengan ketentuan anak di bawah umur 1 tahun tidak
diperhatikan, umur 1 10 tahun dihitung setengah.
Menurut Tupasi, kepadatan hunian di tentukan dengan jumlah
kamar tidur di bagi jumlah penghuni, dinyatakan :
i ). Baik : Bila kepadatan lebih atau sama
dengan 0,7
ii ). Cukup : Bila kepadatan antara 0,5 0, 7
iii ). Kurang : Bila kepadatan kurang dari 0,5
2). WC dan kamar mandi harus ada dalam suatu rumah.
Suatu rumah harus mempunyai WC dan kamar mandi
sendiri dan terpelihara kebersihannya. Bila tidak mempunyai WC
sendiri, maka buang air besar dilakukan di sembarang tempat
(sungai, kebun, empang, dan lain lain) yang sebenarnya tidak
dibenarkan karena dapat menyebabkan dan memudahkan penyakit-
penyakit tertentu dapat ditularkan melalui pembuangan kotoran
yang tidak sehat.
c. Mencegah penularan penyakit.
Kebutuhan rumah sebagai tempat tinggal bagi keluarga harus
memperhatikan pula faktor-faktor yang mempengaruhi penularan
penyakit bagi penghuninya, antara lain :
1) Bebas dari serangga dan tikus.
Menghindari adanya kehidupan serangga (lalat, tikus dan
kecoa), dengan cara atau usaha kebersihan dan kesehatan lingkungan
di dalam dan di luar rumah.
2) Pembuangan sampah.
Sampah dibedakan menjadi : sampah basah, sampah kering dan
sampah sukar busuk (kaleng, kaca, paku dan lain-lain). Sampah
jangan dibuang di tempat terbuka lebih dari 24 jam karena akan
menyebabkan lalat dan tikus untuk bersarang.
3) Pembuangan tinja.
Usahakan setiap rumah mempunyai jamban sendiri, selalu
bersih dan tidak berbau (konstruksi leher angsa). Jarak cukup jauh
dari sumber air dan letaknya di bagian hilir air tanah. WC harus
selalu bersih, mudah dibersihkan, cukup cahaya dan cukup ventilasi.

F. KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA


1. Pengertian Kesehatan Reproduksi Remaja
Kesehatan reproduksi menurut WHO adalah suatu keadaan fisik,
mental dan sosial yang utuh, bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan
dalam segala aspek yang berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi serta
prosesnya. Atau Suatu keadaan dimana manusia dapat menikmati kehidupan
seksualnya serta mampu menjalankan fungsi dan proses reproduksinya secara
sehat dan aman. Pengertian lain kesehatan reproduksi dalam Konferensi
International Kependudukan dan Pembangunan, yaitu kesehatan reproduksi
adalah keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial yang utuh dalam segala hal
yang berkaitan dengan fungsi, peran & sistem reproduksi. Kesehatan
reproduksi remaja adalah suatu kondisi sehat yang menyangkut sistem, fungsi
dan proses reproduksi yang dimiliki oleh remaja. Pengertian sehat disini tidak
semata-mata berarti bebas penyakit atau bebas dari kecacatan namun juga
sehat secara mental serta sosial kultural (Fauzi, 2008).
2. Remaja
a. Pengertian Remaja
Remaja pada umumnya didefenisikan sebagai orang-orang yang
mengalami masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), remaja (adolescence)
adalah mereka yang berusia 10-19 tahun. Sementara dalam terminologi
lain PBB menyebutkan anak muda (youth) untuk mereka yang berusia 15-
24 tahun. Ini kemudian disatukan dalam sebuah terminologi kaum muda
(young people) yang mencakup 10-24 tahun. Sementara itu dalam
program BKKBN disebutkan bahwa remaja adalah mereka yang berusia
antara 10-24 tahun. Menurut Hurlock (1993), masa remaja adalah masa
yang penuh dengan kegoncangan, taraf mencari identitas diri dan
merupakan periode yang paling berat. Menurut Bisri (1995), remaja
adalah mereka yang telah meningalkan masa kanak-kanak yang penuh
dengan ketergantungan dan menuju masa pembentukan tanggung jawab.
b. Perubahan yang terjadi pada masa remaja
Perubahan-perubahan yang terjadi pada saat seorang anak
memasuki usia remaja antara lain dapat dilihat dari 3 dimensi yaitu
dimensi biologis, dimensi kognitif dan dimensi sosial.
Dimensi Biologis
Pada saat seorang anak memasuki masa pubertas yang ditandai
dengan menstruasi pertama pada remaja putri atau pun mimpi basah
pada remaja putra, secara biologis dia mengalami perubahan yang
sangat besar. Pubertas menjadikan seorang anak memiliki kemampuan
untuk ber-reproduksi.
Pada saat memasuki masa pubertas, anak perempuan akan
mendapat menstruasi, sebagai pertanda bahwa sistem reproduksinya
sudah aktif. Selain itu terjadi juga perubahan fisik seperti payudara
mulai berkembang, panggul mulai membesar, timbul jerawat dan
tumbuh rambut pada daerah kemaluan. Anak lelaki mulai
memperlihatkan perubahan dalam suara, tumbuhnya kumis, jakun, alat
kelamin menjadi lebih besar, otot-otot membesar, timbul jerawat dan
perubahan fisik lainnya. Bentuk fisik mereka akan berubah secara
cepat sejak awal pubertas dan akan membawa mereka pada dunia
remaja.
Dimensi Kognitif
Perkembangan kognitif, remaja dalam pandangan Jean Piaget
(2007) (seorang ahli perkembangan kognitif) merupakan periode
terakhir dan tertinggi dalam tahap pertumbuhan operasi formal (period
of formal operations). Pada periode ini, idealnya para remaja sudah
memiliki pola pikir sendiri dalam usaha memecahkan masalah-
masalah yang kompleks dan abstrak. Kemampuan berpikir para remaja
berkembang sedemikian rupa sehingga mereka dengan mudah dapat
membayangkan banyak alternatif pemecahan masalah beserta
kemungkinan akibat atau hasilnya. Kapasitas berpikir secara logis dan
abstrak mereka berkembang sehingga mereka mampu berpikir multi-
dimensi seperti ilmuwan. Para remaja tidak lagi menerima informasi
apa adanya, tetapi mereka akan memproses informasi itu serta
mengadaptasikannya dengan pemikiran mereka sendiri. Mereka juga
mampu mengintegrasikan pengalaman lalu dan sekarang untuk
ditransformasikan menjadi konklusi, prediksi, dan rencana untuk masa
depan.
Dimensi Moral
Masa remaja adalah periode dimana seseorang mulai bertanya-
tanya mengenai berbagai fenomena yang terjadi di lingkungan
sekitarnya sebagai dasar bagi pembentukan nilai diri mereka. Para
remaja mulai membuat penilaian tersendiri dalam menghadapi
masalah-masalah populer yang berkenaan dengan lingkungan mereka,
misalnya: politik, kemanusiaan, perang, keadaan sosial, dan
sebagainya. Remaja tidak lagi menerima hasil pemikiran yang kaku,
sederhana, dan absolut yang diberikan pada mereka selama ini tanpa
bantahan. Remaja mulai mempertanyakan keabsahan pemikiran yang
ada dan mempertimbangan lebih banyak alternatif lainnya. Secara
kritis, remaja akan lebih banyak melakukan pengamatan keluar dan
membandingkannya dengan hal-hal yang selama ini diajarkan dan
ditanamkan kepadanya.
3. Anatomi dan Fungsi Organ Reproduksi
a. Wanita
Organ reproduksi wanita terbagi menjadi organ reproduksi bagian luar
dan organ reproduksi bagian dalam. Organ reproduksi bagian luar:
Vulva, yaitu daerah organ kelamin luar pada wanita yang meliputi
labia majora, labia minora, mons pubis, bulbus vestibuli, vestibulum
vaginae, glandula vestibularis major dan minor, serta orificium
vaginae.
Labia majora, yaitu berupa dua buah lipatan bulat jaringan lemak
yang ditutupi kulit dan memanjang ke bawah dan ke belakang dari
mons pubis.
Mons pubis, yaitu bantalan berisi lemak yang terletak di permukaan
anterior simfisis pubis. Setelah pubertas, kulit mons pubis akan
ditutupi oleh rambut ikal yang membentuk pola tertentu.
Payudara / kelenjar mamae yaitu organ yang berguna untuk
menyusui.
Organ reproduksi bagian dalam:
Labia minora, yaitu merupakan labia sebelah dalam dari labia majora,
dan berakhir dengan klitoris, ini identik dengan penis sewaktu masa
perkembangan janin yang kemudian mengalami atrofi. Di bagian
tengah klitoris terdapat lubang uretra untuk keluarnya air kemih saja.
Hymen, yaitu merupakan selaput tipis yang bervariasi elastisitasnya
berlubang teratur di tengah, sebagai pemisah dunia luar dengan organ
dalam. Hymen akan sobek dan hilang setelah wanita berhubungan
seksual (coitus) atau setelah melahirkan.
Vagina, yaitu berupa tabung bulat memanjang terdiri dari otot-otot
melingkar yang di kanankirinya terdapat kelenjar (Bartolini)
menghasilkan cairan sebagai pelumas waktu melakukan aktifitas
seksual.
Uterus (rahim), yaitu organ yang berbentuk seperti buah peer, bagian
bawahnya mengecil dan berakhir sebagai leher rahim/cerviks uteri.
Uterus terdiri dari lapisan otot tebal sebagai tempat pembuahan,
berkembangnya janin. Pada dinding sebelah dalam uterus selalu
mengelupas setelah menstruasi.
Tuba uterina (fallopi), yaitu saluran di sebelah kiri dan kanan uterus,
sebagai tempat melintasnya sel telur/ovum.
Ovarium, yaitu merupakan organ penghasil sel telur dan
menghasilkan hormon esterogen dan progesteron. Organ ini
berjumlah 2 buah.
Fungsi organ:
Organ-organ reproduksi tersebut mulai berfungsi saat menstruasi
pertama kali pada usia 10-14 tahun dan sangat bervariasi. Pada saat itu,
kelenjar hipofisa mulai berpengaruh kemudian ovarium mulai bekerja
menghasilkan hormon esterogen dan progesteron. Hormon ini akan
mempengaruhi uterus pada dinding sebelah dalam dan terjadilah
menstruasi. Setiap bulan pada masa subur, terjadi ovulasi dengan
dihasilkannya sel telur / ovum untuk dilepaskan menuju uterus lewat tuba
uterina. Produksi hormon ini hanya berlangsung hingga masa
menopause, kemudian tidak berproduksi lagi. Kelenjar payudara juga
dipengaruhi oleh hormon ini sehingga payudara akan membesar.
b. Pria
Alat kelamin pria juga dibedakan menjadi alat kelamin pria bagian
luar dan alat kelamin pria bagian dalam.
Organ reproduksi bagian luar:
Penis, yaitu organ reproduksi berbentuk bulat panjang yang berubah
ukurannya pada saat aktifitas seksual. Bagian dalam penis berisi
pembuluh darah, otot dan serabut saraf. Pada bagian tengahnya
terdapat saluran air kemih dan juga sebagai cairan sperma yang di
sebut uretra.
Skrotum, yaitu organ yang tampak dari luar berbentuk bulat, terdapat
2 buah kiri dan kanan, berupa kulit yang mengkerut dan ditumbuhi
rambut pubis.
Organ reproduksi bagian dalam:
Testis, yaitu merupakan isi skrotum, berjumlah 2 buah, terdiri dari
saluran kecil-kecil membentuk anyaman, sebagai tempat
pembentukan sel spermatozoa.
Vas deferens, yaitu merupakan saluran yang membawa sel
spermatozoa, berjumlah 2 buah.
Kelenjar prostat, yaitu merupakan sebuah kelenjar yang
menghasilkan cairan kental yang memberi makan sel-sel spermatozoa
serta memproduksi enzim-enzim.
Kelenjar vesikula seminalis, yaitu kelenjar yang menghasilkan cairan
untuk kehidupan sel spermatozoa, secara bersama-sama cairan
tersebut menyatu dengan spermatozoa menjadi produk yang disebut
semen, yang dikeluarkan setiap kali pria ejakulasi. Fungsi organ:
Organ-organ tersebut mulai berfungsi sebagai sistem
reproduksi dimulai saat pubertas sekitar usia 11 -14 tahun. Aktifitas
yang diatur oleh organ-organ tersebut antara lain:
Keluarnya semen atau cairan mani yang pertama kali. Hal ini
berlangsung selama kehidupannya.
Organ testis yang menghasilkan sel spermatozoa akan bekerja setelah
mendapat pengaruh hormon testosteron yang dihasilkan oleh sel-sel
interstisial Leydig dalam testis.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan reproduksi remaja
Kesehatan reproduksi remaja dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu:
kebersihan alat-alat genital, akses terhadap pendidikan kesehatan, hubungan
seksual pranikah, penyakit menular seksual (PMS), pengaruh media massa,
akses terhadap pelayanan kesehatan reproduksi yang terjangkau, dan
hubungan yang harmonis antara remaja dengan keluarganya.
a. Kebersihan organ-organ genital
Kesehatan reproduksi remaja ditentukan dengan bagaimana remaja
tersebut dalam merawat dan menjaga kebersihan alat-alat genitalnya. Bila
alat reproduksi lembab dan basah, maka keasaman akan meningkat dan itu
memudahkan pertumbuhan jamur. Remaja perempuan lebih mudah terkena
infeksi genital bila tidak menjaga kebersihan alat-alat genitalnya karena
organ vagina yang letaknya dekat dengan anus.
b. Akses terhadap pendidikan kesehatan
Remaja perlu mendapatkan informasi yang benar tentang kesehatan
reproduksi sehingga remaja mengetahui hal-hal yang seharusnya dilakukan
dan hal-hal yang seharusnya dihindari. Remaja mempunyai hak untuk
mendapatkan informasi yang benar tentang kesehatan reproduksi dan
informasi tersebut harus berasal dari sumber yang terpercaya. Agar remaja
mendapatkan informasi yang tepat, kesehatan reproduksi remaja hendaknya
diajarkan di sekolah dan di dalam lingkungan keluarga. Hal-hal yang
diajarkan di dalam kurikulum pendidikan kesehatan reproduksi remaja
mencakup tentang tumbuh kembang remaja, organorgan reproduksi,
perilaku berisiko, Penyakit Menular Seksual (PMS), dan abstinesia sebagai
upaya pencegahan kehamilan, Dengan mengetahui tentang kesehatan
reproduksi remaja secara benar, kita dapat menghindari dilakukannya hal-
hal negatif oleh remaja. Pendidikan tentang kesehatan reproduksi remaja
tersebut berguna untuk kesehatan remaja tersebut, khususnya untuk
mencegah dilakukannya perilaku seks pranikah, penularan penyakit
menular seksual, aborsi, kanker mulut rahim, kehamilan diluar nikah,
gradasi moral bangsa, dan masa depan yang suram dari remaja tersebut.
c. Hubungan seksual pranikah
Kehamilan dan persalinan membawa risiko morbiditas dan
mortalitas yang lebih besar pada remaja dibandingkan pada wanita yang
berusia lebih dari 20 tahun. Remaja putri yang berusia kurang dari 18 tahun
mempunyai 2 sampai 5 kali risiko kematian dibandingkan dengan wanita
yang berusia 18-25 tahun akibat persalinan yang lama dan macet,
perdarahan, dan faktor lain. Kegawatdaruratan yang berhubungan dengan
kehamilan juga sering terjadi pada remaja yang sedang hamil misalnya,
hipertensi dan anemia yang berdampak buruk pada kesehatan tubuhnya
secara umum.
Kehamilan yang tidak diinginkan pada remaja seringkali berakhir
dengan aborsi. Banyak survey yang telah dilakukan di negara berkembang
menunjukkan bahwa hampir 60% kehamilan pada wanita berusia di bawah
20 tahun adalah kehamilan yang tidak diinginkan atau salah waktu
(mistimed). Aborsi yang disengaja seringkali berisiko lebih besar pada
remaja putri dibandingkan pada mereka yang lebih tua. Banyak studi yang
telah dilakukan juga menunjukkan bahwa kematian dan kesakitan sering
terjadi akibat komplikasi aborsi yang tidak aman. Komplikasi dari aborsi
yang tidak aman itu antara lain seperti yang dijelaskan dalam buku Facts of
Life yaitu:
Kematian mendadak karena pendarahan hebat
Kematian mendadak karena pembiusan yang gagal
Kematian secara lambat akibat infeksi serius disekitar kandungan
Rahim yang sobek (Uterine Perforation)
Kerusakan leher rahim (Cervical Lacerations) yang akan menyebabkan
cacat pada anak berikutnya
Kanker payudara (karena ketidakseimbangan hormon estrogen pada
wanita)
Kanker indung telur (Ovarian Cancer)
Kanker leher rahim (Cervical Cancer)
Kanker hati (Liver Cancer)
Kelainan pada placenta/ ari-ari (Placenta Previa) yang akan
menyebabkan cacat pada anak berikutnya dan pendarahan hebat pada
saat kehamilan berikutnya
Menjadi mandul/tidak mampu memiliki keturunan lagi (Ectopic
Pregnancy)
Infeksi rongga panggul (Pelvic Inflammatory Disease)
Infeksi pada lapisan rahim (Endometriosis)
Selain itu aborsi juga dapat menyebabkan gangguan mental pada
remaja yaitu adanya rasa bersalah, merasa kehilangan harga diri, gangguan
kepribadian seperti berteriak-teriak histeris, mimpi buruk berkali-kali,
bahkan dapat menyebabkan perilaku pencobaan bunuh diri.

BAB III

METODOLOGI

A. KERANGKA ACUAN
INPUT
1. Man
1) Narasumber
Penduduk RW 05, RT 03, Kelurahan Cebongan, Kecamatan Argomulyo,
Kota Salatiga
Koordinator Kesling Puskesmas Cebongan
Kepala Puskesmas Cebongan
2) Sasaran :
Seluruh warga RW 05, RT 03, Kelurahan Cebongan, Kecamatan
Argomulyo, Kota Salatiga
3) Pelaksana :
Dokter Internsip Salatiga Periode April-Juli
2. Money : Swadana Dokter Internsip
3. Material
Surat tugas Kepala Puskesmas Cebongan untuk mengadakan kegiatan
Survey PHBS dan Kesehatan Reproduksi Remaja
Kuesioner PHBS terkait dengan DBD, ISPA, dan Diare
Kuesioner Kesehatan Reproduksi Remaja
Indikator Rumah sehat
Referensi tentang PHBS rumah tangga dan kesehatan reproduksi remaja
(Pedoman penyelenggaraan PHBS rumah tangga dan kesehatan reproduksi
remaja)
Data jumlah penduduk dan Kepala keluarga di RW 05, RT 03, Kelurahan
Cebongan, Kecamatan Argomulyo, Kota Salatiga
Powerpoint materi Penyuluhan PHBS
Lembar kesepakatan komitmen melaksanakan PHBS di wilayah RW 05, RT
03, Kelurahan Cebongan, Kecamatan Argomulyo, Kota Salatiga
4. Method
Pelaksaan survey dan pengisian kuesioner, Analisis hasil survey dan
kuesioner, penyampaian hasil survey PHBS pada masyarakat disertai
penyuluhan PHBS, pembentukan komitmen pelaksanaan PHBS
5. Machine : Alat tulis (pulpen, kertas)
Alat presentasi (laptop, LCD)
Alat dokumentasi (kamera digital/kamera handphone)
Kursi/tikar, meja
Alat tranportasi
Sound system dan microphone
PROSES
1. P1 (Perencanaan)
1) Membuat rencana pelaksanaan kegiatan
2) Menemui pembina (koordinator program kesehatan Llingkungan) untuk
mendiskusikan metode pelaksanaan kegiatan survey PHBS dan Kesehatan
Reproduksi Remaja
3) Mengumpulkan data penduduk di RW 05, RT 03, Kelurahan Cebongan,
Kecamatan Argomulyo, Kota Salatiga
4) Mempersiapkan tempat dan sarana pelaksanaan survey PHBS
5) Mencari referensi tentang PHBS dan Kesehatan Reproduksi Remaja
6) Mempersiapkan materi dan peralatan untuk pelaksanaan survey PHBS dan
Kesehatan Reproduksi Remaja
2. P2
Penggerakan
1) Mengajukan izin kepada Kepala Puskesmas Cebongan Salatiga sehubungan
dengan kegiatan survey PHBS dan Kesehatan Reproduksi Remaja
OUTPUT
7) Menemui bapak RW 05 Dukuh Jagalan dan Bapak RT 03 Dukuh Jagalan,
1. Data tentang keadaan rumah penduduk dan perilaku sesuai PHBS
serta Kader kesehatan Kelurahan Cebongan, Salatiga
2. Terbentuknya Komitmen bersama bagi masyarakat RW 05, RT 03,
2) Berkoordinasi dengan petugas Kesehatan Lingkungan Puskesmas
Kelurahan Cebongan, Kecamatan Argomulyo untuk bersama-sama
Cebongan mengenai data dan tinjauan tempat survey
3) melaksanakan
Berkoordinasi PHBS
dengan Kader kesehatan Kelurahan Cebongan, Salatiga
3. Data jumlah peserta yang menghadiri kegiatan survwy PHBS
mengenai jadwal pelaksanaan

Pelaksanaan
1) Menyiapkan perlengkapan pelaksanaan kegiatan.
Lembar kuesioner PHBS dan Kesehatan Reproduksi Remaja, serta
indikator rumah sehat
Alat tulis (pulpen, kertas)
Alat dokumentasi (kamera digital/kamera handphone)
Senter
2) Melakukan survey ke rumah penduduk RW 05, RT 03 Kelurahan
Cebongan,
3) Melakukan wawancara terhadap kuesioner PHBS dan Kesehatan
Reproduksi Remaja serta observasi keadaan rumah responden
4) Mencatat hasil wawancara dan mengisi indicator rumah sehat untuk
masing-masing rumah
5) Memberikan materi tentang PHBS kepada masyarakat Cebongan
menggunakan media slide presentasi pada saat pertemuan RW
6) Diskusi tentang materi yang telah disampaikan
7) Membuat komitmen bersama untuk melaksanakan PHBS di lingkungan
Kelurahan cebongan, khususnya bagi warga RW 05/RT03
8) Mendokumentasikan acara pelaksanaan
3. P3
Pengawasan
Mengawasi pelaksanaan kegiatan survey PHBS sesuai dengan rencana yang
telah disusun, baik sasaran, waktu, maupun hasil yang dicapai
B. METODE PENGAMATAN TERLIBAT
Metode pengamatan terlibat yang dilakukan dalam pengumpulan data
adalah dengan wawancara (interview) dan pengamatan langsung (direct interview)
pada Penduduk RW 05, RT 03, Kelurahan Cebongan, Kecamatan Argomulyo
sesuai kuesioner PHBS, Kespro dan Indikator rumah sehat, pengukuran
menggunakan instrumen yang sesuai, dan pencatatan hasil.

BAB IV

RENCANA HASIL MINI PROJECT

A. PROFIL KOMUNITAS UMUM


1. Kelurahan Cebongan

Kelurahan Cebongan semula adalah Desa Cebongan yang termasuk


dalam wilayah Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang. Akibat
pemekaran Kota salatiga Desa Cebongan masuk menjadi wilayah Kota
salatiga dan menjadi Kelurahan di wilayah kecamatan Argomulyo.
Kelurahan Cebongan terdiri dari dukuh, antara lain : Jagalan, Sukosari,
Cebongan, Isep-isep dan Sukoharjo.

Batas-batas Wilayah cebongan adalah :


Sebelah utara: kelurahan ledok
Sebelah timur : kelurahan tingkir dan Bener
Sebelah selatan : kelurahan Noborejo
Sebelah Barat : kelurahan Tetep Wates.

Gambar 1. Peta wilayah Kelurahan Cebongan


Kelurahan Cebongan memiliki 6 RW dan 22 RT. Jumlah penduduk
total di Kelurahan Cebongan adalah 5.247 jiwa, dengan jumlah total 1.655
KK. Jumlah penduduk laki-laki adalah sebanyak 2.612 jiwa dan 2.635
penduduk perempuan.
Pada Mini project ini kami melakukan Survey di lingkungan RW 05,
Kelurahan Cebongan, Salatiga. RW 05 memiliki total 3 RT. Jumlah
penduduk di RW 05 dipaparkan pada tabel berikut:
Tabel 3.1. Jumlah penduduk di RW 05, Kelurahan Cebongan, Kecamatan
Argomulyo, Salatiga
RT Jumlah KK Laki-Laki Perempuan Total
01 72 113 115 228
02 58 86 89 175
03 93 156 151 307
Total 223 355 355 710

Berdasarkan tabel tersebut, kami


memutuskan untuk mengambil
sampel di RT 03, RW 05,
Kelurahan Cebongan, Kecamatan
Argomulyo, Salatiga karena RT
tersebut yang memiliki jumlah
RT3 KK dan penduduk terbanyak
dibandingkan RT lainnya.

Gambar 2. Peta wilayar RT 03, RW 05 Kel. Cebongan Salatiga

2. Puskesmas Cebongan
a. Gambaran Umum Puskesmas
Puskesmas Cebongan merupakan Puskesmas yang terletak
paling selatan dari Kota Salatiga.Lokasi bertempat di Kelurahan
Cebongan, Kecamatan Argomulyo Kota Salatiga.
Puskesmas Cebongan pada Tahun 1994 bergabung dengan Kota
Salatiga setelah sebelumnya merupakan bagian dari Puskesmas di
Kabupaten Semarang. Puskesmas Cebongan Terdiri dari 4 wilayah,
yaitu kelurahan Tingkir Tengah, Kelurahan Tingkir Lor, Kelurahan
Cebongan & Kelurahan Noborejo.
Pada Tahun 2005 dilakukan pelayanan tambahan di Puskesmas
Cebongan yaitu IGD 24 Jam .Pada tahun 2007 ditambah layanan
rawat inap dan dilakukan rewilayah kerja Puskesmas menjadi 3
wilayah, yaitu Kelurahan Cebongan, Kelurahan Noborejo & Kelurahan
Ledok.
Wilayah kerja Puskesmas Cebongan terletak daerah
bergelombang ( kelurahan Ledok ), daerah miring 25 % (Kelurahan
Cebongan) dan Daerah datar 10 % (kelurahan Noborejo ).Dengan
ketinggian 450 825 diatas permukaan laut dan beriklim tropis
berhawa sejuk dan udara segar .
Di dalam gedung Puskesmas Cebongan ini sendiri terdapat
beberapa program yaitu: Poli Rawat Jalan (KIA, Gigi, Obat, Loket),
Ruang MTBS, Ruang DDTK, UGD 24 jam, Rawat Inap 24 jam, Ruang
Bersalin 24 jam, Klinik (Sanitasi, Gizi).

B. DATA GEOGRAFIS
1. Data Wilayah

Batas wilayah Puskesmas Cebongan adalah :


Utara : Kelurahan Gendongan Kota Salatiga
Timur : Ds. Bener, Ds. Tegal Waton, Kabupaten Semarang
Selatan : Desa Patemon, Desa Karang Duren Kabupaten Semarang
Barat : Kelurahan Randuacir dan Kelurahan Tegalrejo Kota Salatiga
Terletak di daerah cekungan kaki gunung Merbabu dengan :
Batas Wilayah
Utara : Kelurahan Gendongan
Timur : Ds. Bener, Ds Tegalwaton, Kelurahan Sidorejo Kidul
Selatan : Ds. Patemon, Ds. Karang Duren
Barat: Ds. Tetep, Kelurahan Tegalrejo
Relief
Daerah Bergelombang : Kelurahan Ledok
Daerah Miring 25 % : Kelurahan Cebongan
Daerah Datar 10 % : Kelurhan Noborejo
Ketinggian
Terdapat pada ketinggian 450-825 dpl
Iklim
Tropis dan berhawa segar

C. DATA DEMOGRAFI
1. Jumlah Penduduk
Jumlah Penduduk wilayah kerja Puskesmas Cebongan 22.607 jiwa terdiri dari:
Kelurahan Cebongan : 5.140 Jiwa
Kelurahan Noborejo : 2.034 Jiwa
Kelurahan Ledok : 11.065 Jiwa
Jumlah KK wilayah Puskesmas Cebongan 6.916 KK, terdiri dari :
Kelurahan Cebongan : 1.460 KK
Kelurahan Noborejo : 2.034 KK
Kelurahan Ledok : 3.422 KK

2. Denah dan Siteplan Puskessmas Cebongan


D. STRUKTUR ORGANISASI PUSKESMAS
ST R U K T U R O R G AN I SASI
U P T P U SK E SM AS CE B O N G AN
K E P AL A P USK E SM AS
dr. N ur W ahyuni

U R U SAN T AT A USAH A UR USAN D AT A D AN I N F O R M ASI U M UM D AN K E P E G AW AI AN K E P AL A R U M AH T AN G GA


B E N D AH AR A
Siti M ar diah Sinta D wi H I smainiwati Sapto W ahyudi

B E N D AH AR A R UT I N B E N D AH AR A SE T O R AN
Sarmo Slamet
J AR I N GAN P E L AYAN AN
P U SK E SM AS & J E J AR I N G U K P , K E F AR M ASI AN &
F ASI L I T AS P E L AYAN AN K E SE H AT AN L AB O R AT O R I UM
B E N D AH AR A J K N B E N D AH AR A B O P dr. R atih K usuma D wiyanti
dr. E irene M egawati Saap
D ewi Anggraheni SK , SST E ko E ndang P alupi

B E N D AH AR A B O K B E N D AH AR A B AR AN G P ON E D
J AR I N GAN P E L AY AN AN J E J AR I N G F ASI L I T AS N urul H usna Ardiani P E M E R I K SAAN UM U M
Sr i R ahayu, Skep, N s dr. E ir ene M egawati Saap
P USK E SM AS P E L AYAN AN K E SE H AT AN dr. W ahyu D wi S
Sinta D wi H andayani
Agus Shocheh drg. L istia D harmawidiati

K E SE H AT AN G I G I & M UL UT R AW AT I N AP
dr g. L ista D har mawidiati dr. W ahyu D wi Saptono
P U ST U L E D O K
L astanto
U K M E SE N SI AL & K E P E R AW AT AN K E SE H AT AN I B U D AN K B
K E SE H AT AN M ASYAR AK AT K E F AR M ASI AN
L ayly K ur niasari
P UST U N O B O R E J O dr.G aluh Ajeng H endrasti E stiningsih Sri W,S.F ar m, Apt
W idodo
K E SE H AT AN AN AK & I M UN I SASI L AB O R AT O R I UM
N urul Aini Sapto W ahyudi
P U ST U R I N G I N AW E
Suwar P r iyono UK M E SE N SI AL UK M P E N G E M B AN G AN
dr. G aluh Ajeng H endrasti dr. G aluh Ajeng H endrasti
GAW AT D AR UR AT SAN I T ASI
T B P AR U dr. W ahyu D wi Saptono Chabib M aeda
P USK E SM AS K E L I L I N G
P R O M K E S D AN UK S Sri R ahayu, S.K ep,N ers
N i K adek Y udiwianti
drg. D esi R achmayanti K E SE H AT AN K E R J A
dr. G aluh Ajeng H endrasti GI ZI R AD I O L O G I
D I AR E
P 3K Sr i H ar yati N urul H usna Ardiani
Susilo W ardoyo
E rsan K E SE H AT AN L I N G K U N GAN
M ujiatun

H I V/AI D S, I M S, VCT
P E N CE G AH AN & P E N G E N D AL I AN dr. R atih Vitha
P E N Y AK I T M ASYAR AK AT
N ovi Adr iani
K U ST A
N ovi Adriani
K I A-K B
W iwik Setyowati
DBD
M ujiatun
K E P E R AW AT AN K E SE H AT AN
M ASY AR AK AT
Agus Shocheh I SP A/P N E U M O N I A
U mdatun Anisak
G I Z I M ASY AR AK AT
Sri H aryati
E. PROGRAM PUSKESMAS
1. Visi
Masyarakat Puskesmas Cebongan yang sehat, Mandiri dan Berkeadilan
2. Misi
a. Memelihara dan meningkatkan kesehatan ibu, bayi, balita, keluarga dan
lingkungan secara optimal
b. Mendorong pembangunan yang berwawasan kesehatan
c. Meningkatkan status gizi masyarakat
d. Pemberdayaan masyarakat, swasta/LSM dan dunia usaha dalam bidang
kesehatan
e. Melindungi kesehatan masyarakat yang paripurna, merata, bermutu dan
berkeadilan
Dalam menjalankan fungsinya, Puskesmas Cebongan melaksanakan
Program Upaya Kesehatan Wajib dan Upaya Pengembangan. Upaya
Kesehatan wajib meliputi :
a. Promosi Kesehatan
b. Upaya Penyehatan Lingkungan
c. Upaya Perbaikan Gizi
d. Kesehatan Ibu dan Anak
e. Pelayanan KB
f. Pengobatan
Dan melaksanakan upaya pengembangan, meliputi :
a. UKS/UKGS
b. Usaha Kesehatan Jiwa
c. Usaha Kesehatan Gigi dan Mulut
d. PHN
e. Upaya Kesehatan Usia lanjut
f. Upaya Kesehatan Olahraga
F. DATA KESEHATAN MASYARAKAT
Pada warga RW 05 RT 03 Kelurahan Cebongan, didapatkan terdapat 2 KK
yang pernah terjangkit DBD, sedangkan 38 KK tidak. Untuk kejadian Diare,
terdapat 29 KK yang tidak mengalami diare, sedangkan 8 KK terdapat 1-2
anggota yang terkena diare, dan 3 KK memiliki >2 anggota keluarga yang
menderita diare. Kejadian ISPA di lingkungan ini didapatkan terdapat 7 KK yang
tidak pernah terkena ISPA, sedangkan 15 KK pernah mengalami ISPA pda 1-2
anggota keluarganya, dan 18 KK mengalami ISPA pada >2 anggota keluarganya.
Tabel 3.2. Jumlah Kejadian DBD, Diare dan ISPA pada Warga RW
05 RT 03 Kelurahan Cebongan dalam 1 Tahun Terakhir

Pernah
Tidak 1-2 Anggota > 2 Anggota

DBD 2 KK 38 KK

Diare 29 KK 8 KK 3 KK

ISPA 7 KK 15 KK 18 KK

Dari survey yang telah dilakukan, kami menilai 7 dari 10 indikator


berdasarkan Indikator PHBS Rumah tangga. Indikator-indikator ini kami pilih
karena berhubungan dengan kejadian penyakit DBD, Diare dan ISPA di
lingkungan RW 05, RT 03, Kelurahan Cebongan:
1. Balita diberi ASI eksklusif
Kesadaran masyarakat untuk memberikan ASI eksklusif pada anak
balita masih kurang baik pada lingkungan ini. Dari 12 KK yang memiliki
Balita, 6 diantaranya tidak memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan.
Sebagian besar warga yang tidak dapat memberikan ASI eksklusif selama 6
bulan adaah karena Ibu pasien harus bekerja sehingga ASI dibantu dengan
susu formula, dan sebagian kecil lain mengatakan bahwa ASI mereka tidak
lancar sehingga harus dibantu dengan susu formula.
Tabel 3.3. Kesadaran masyarakat untuk memberikan ASI Eksklusif
pada Balita di RW 05 RT 03 Kelurahan Cebongan
ASI Eksklusif Tidak ASI Eksklusif
Mempunyai Balita 6 KK 6 KK
Tidak Mempunyai
28 KK
Balita

2. Penggunaan Air Bersih


Kualitas air bersih yang digunakan di Lingkungan RT 03, RW 05
Kelurahan Cebongan sudah sesuai dengan syarat air bersih secara fisik, kimia,
dan biologis. 38 KK menggunakan air yang bersih (tidak berasa, tidak
berwarna, tidak berbau), sebagian besar menggunakan sumber air sumur (37
KK), diikuti dengan PAM (3 KK). Sedangkan ada 2 KK yang masih
menggunakan air tidak bersih yang berasal dari sumur yang kurang bersih.
Secara kuantitas ketersediaan air di lingkungan RT 03, RW 05 Kelurahan
Cebongan cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Tabel 3.4. Keadaan Air dan Sumber Air yang digunakan oleh Warga
RW 05 RT 03 Kelurahan Cebongan

Sumber Air
Sumur PAM
Keadaan Air
Bersih 35 KK 3 KK
Kurang Bersih 2 KK -

3. Penggunaan Cuci tangan dengan air bersih dan sabun


Kebiasaan mencuci tangan di lingkungan RT 03, RW 05 Kelurahan
Cebongan masih kurang. Sebanyak 10 KK melakukan cuci tangan cukup
sering, sedangkan 30 KK lainnya melakukan kurang sering. Sebagian besar
warga sebenarnya sudah melakukan cuci tangan, namun terkadang masih
tidak menggunakan sabun. Dan waktu mencuci tangan sebagian besar masih
berkisar antara sebelum makan, sesudah makan, setelah buang air kecil dan
setelah buang air besar.
4. Menggunakan jamban sehat
Pada lingkungan RT 03, RW 05 Kelurahan Cebongan, penggunaan
jamban sudah sangat baik. Sebagian besar penduduk sudah menggunakan
jamban leher angsa 36 KK, 3 KK menggunakan jemblung, dan 1 KK
menggunakan blumbang. Keseluruh responden juga sudah menggunakan
septic tank sebagai tempat pembuangan tinja. Meskipun demikian, kesadaran
untuk jarak septic tank dengan air minum yang baik (>5m) perlu
ditingkatkan karena masih terdapat 8 KK yang memiliki septic tank dengan
jarak <5 m, sedangkan 10 KK memiliki jarak septic tank 5-9 m, 15 KK
memiliki jarak septic tank 10-13 m dan 7 KK memiliki jarak septic tank >13
m.
Tabel 3.5. Tipe Jamban yang Digunakan oleh Warga RW 05 RT 03
Kelurahan Cebongan
Tipe Jamban yang digunakan Jumlah KK
Leher Angsa 36 KK
Jemblung 3 KK
Blumbang 1 KK
Tabel 3.6. Jarak Septic Tank dengan Sumber Air Minum di RW 05
RT 03 Kelurahan Cebongan
Jarak Septic Tank dengan Sumber
Jumlah KK
Air Minum
<5m 8 KK
5-9 m 10 KK
10-13m 15 KK
>13m 7 KK

5. Memberantas jentik di rumah


Kesadaran akan pemberantasan jentik di lingkungan RT 03, RW 05
Kelurahan Cebongan belum cukup baik. Hal ini didasarkan pada masih
terdapat 24 KK yang tidak menaburkan bubuk abate di tempat penampungan
air, masih terdapat 32 KK yang tidak memelihara ikan pemakan jentik.
Namun, kesadaran mengenai kebiasaan menutup tempat penampungan air
sudah cukup baik (20 KK selalu menutup tempat penampungan air) dan
terdapat 37 KK yang setidaknya menguras tempat penampungan air sebulan
sekali.
Tabel 3.7. Kesadaran akan pemberantasan jentik di RW 05 RT 03
Kelurahan Cebongan
Ya Tidak
Menggunakan Abate 16 KK 24 KK
Memelihara Ikan Pemakan Jentik 8 KK 32 KK
Menutup Penampungan air 20 KK 20 KK
Menguras Tempat Penampungan 37 KK 3 KK
Air Sebulan Sekali atau Kurang

6. Melakukan Aktivitas fisik setiap hari


Kesadaran untuk melakukan aktivitas fisik di lingkungan RT 03, RW
05 Kelurahan Cebongan dalam bentuk olahraga masih kurang. Sebanyak 22
KK mengaku tidak pernah berolahraga. Sedangkan 9 KK berolahraga tiap
seminggu sekali, 5 KK berolahraga sebanyak 2-3 kali seminggu, dan 4 KK
berolahraga setiap hari.

Tabel 3.8. Kesadaran untuk melakukan aktivitas fisik di RW 05 RT


03 Kelurahan Cebongan
Jumlah KK
Tidak Pernah 22 KK
Seminggu Sekali 9 KK
2-3x dalam Seminggu 5 KK
Setiap Hari 4 KK

7. Tidak merokok di dalam rumah


Tingkat aktivitas merokok dalam keluarga di lingkungan RT 03, RW
05 Kelurahan Cebongan masih cukup tinggi. Sebanyak 29 KK memiliki
anggota keluarga yang masih merokok. Namun, kesadaran untuk tidak
merokok di dalam rumah sudah cukup baik. Sebanyak 19 KK tidak merokok
di dalam rumah, sedangkan 10 KK mengaku jarang merokok di dalam
rumah dan 11 KK mengaku sering merokok di dalam rumah
Tabel 3.9. Aktivitas Merokok di dalam Rumah oleh Anggota
Keluarga di Lingkungan RW 05 RT 03 Kelurahan Cebongan

Frekuensi Merokok
Merokok Tidak Merokok
di dalam Rumah
Tidak Pernah 8 KK
Jarang 10 KK 11 KK
Sering 11K
G. HASIL KUESIONER PENILAIAN RUMAH SEHAT
Rumah sehat adalah tempat berlindung atau bernaung dan tempat untuk
beristirahat sehingga menumbuhkan kehidupan yang sempurna baik fisik, rohani
maupun sosial budaya. Beberapa indicator rumah sehat yang dinilai pada
penelitian mini project kali ini adalah: ventilasi dan pencahayaan yang cukup,
tidak padat menghuni, tersedianya kamar mandi dan jamban serta air bersih, dan
pengelolaan sampah yang baik. Dari indikator-indikator tersebut didapatkan:
a. Ventilasi dan pencahayaan
Tabel 3.10. Ventilasi dan pencahayaan pada rumah warga di Lingkungan
RW 05 RT 03 Kelurahan Cebongan disesuaikan dengan kriteria rumah sehat
Sesuai Tidak Sesuai
Luas Jendela : Luas
23 KK 17 KK
Lantai
Luas Lubang
Ventilasi Tetap : Luas 9 KK 31 KK
Lantai Ruangan
Aliran Udara Cross
8 KK 32 KK
Ventilation
Jarak Lubang
Ventilasi dengan 33 KK 7 KK
Langit-Langit
Jarak Tinggi Jendela
16 KK 24 KK
dari Lantai
Jarak Jendela dari
27 KK 13 KK
Langit-Langit

b. Kepadatan penghuni
Tabel 3.11-3.12. Kepadatan Penghuni pada rumah warga di Lingkungan RW
05 RT 03 Kelurahan Cebongan disesuaikan dengan kriteria rumah sehat
Sesuai Tidak Sesuai
Jumlah Kamar :
11 KK 29 KK
Jumlah Penghuni
Luas Lantai Kamar : 11 KK 29 KK
Jumlah Penghuni

Kepadatan Kamar Tidur dengan


Jumlah KK
Penghuni

Kurang 19 KK

Cukup 14 KK

Baik 7 KK

c. Tersedianya kamar mandi, jamban dan air bersih


Tabel 3.13. Keadaan Kamar Mandi di Rumah Warga RW 05 RT 03
Kelurahan Cebongan disesuaikan dengan kriteria rumah sehat
Ya Tidak
Bersih 15 KK 25 KK
Mudah dibersihkan 22 KK 18 KK
Cukup Cahaya 23 KK 17 KK
Cukup Ventilasi 19 KK 21 KK

d. Pengelolaan sampah
Tabel 3.14-3.15. Pengelolaan Sampah dan Kebersihan Lingkungan di
Rumah Warga RW 05 RT 03 Kelurahan Cebongan disesuaikan dengan kriteria
rumah sehat

Sesuai Tidak Sesuai

Dibedakan 16 KK 6 KK

Tidak Dibedakan 18 KK

Ya Tidak
Membiarkan sampah
> 24 jam di tempat 25 KK 15 KK
terbuka
Menemukan Tikus
Kecoa dan atau Lalat 24 KK 16 KK
pada sat survey

H. HASIL KUESIONER KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA


Tabel 3.16. Distribusi Responden Kesehatan Reproduksi Remaja
Jumlah (n) Persentase (%)

Laki-Laki 12 60

Perempuan 8 40

Total 20 100

Berdasarkan tabel tersebut, terdapat 12 orang (60%) responden remaja laki-


laki dan 8 orang (40%) responden remaja perempuan di lingkungan RW 05, RT 03,
Kelurahan Cebongan, Argomulyo, Salatiga.

KATEGORI PENGETAHUAN PERILAKU

Jumlah (n) Persentase (%) Jumlah (n) Persentase (%)

BAIK 5 25 8 40

CUKUP 13 65 10 50

BURUK 2 10 2 10

Jumlah 20 100 20 100

Tabel 3.17. Hasil Pengisian Kuisioner Kesehatan Reproduksi Remaja

Dari data tersebut, didapatkan bahwa mayoritas Remaja di lingkungan


RW 05, RT 03, Kelurahan Cebongan, Argomulyo, Salatiga memiliki pengetahuan
dan perilaku seputar kesehatan reproduksi .(Kespro) yang cukup (65% dan 50%
responden). Sedangkan responden yang memiliki pengetahuan kespro baik
adalah sebanyak 5 orang (25%) dan yang berperilaku kespro baik adalah
sebanyak 8 orang (40%). Responden yang berpengetahuan dan berperilaku
Kespro buruk ditemukan pada masing-masing 2 orang (10%).

BAB V
DISKUSI

Setelah dilakukan penelitian ke 40 KK di RT 03 RW 05, kami melakukan


pemaparan hasil penelitian mini project di acara pertemuan perangkan desa di
kediaman bapak RT 01 RW 05, Kelurahan Cebongan. Pertemuan tersebut diadakan
tanggal 14 Mei 2016 dan dihadiri oleh sebanyak 11 orang perangkat desa. Dari
pertemuan tersebut, kami berkesempatan memaparkan hasil mini project di hadapan
bapak ketua RW 05, ketua-ketua RT di RW 05, perwakilan dari kelurahan dan
perangkat desa lainnya. Pertemuan berlangsung mulai pukul 20.00-23.00. Pada
pemaparan hasil, para perangkat desa menyambut dengan antusias dan bersama-sama
memberikan kritik dan saran akan apa yang sebaiknya dilakukan untuk memperbaikia
perilaku hidup bersih sehat di kalangan warga RT 03 RW 05 pada khususnya, dan di
wilayan Jagalan pada umumnya. Setelah melakukan pemaparan, dilanjutkan dengan
pembuatan dan penandatanganan komitmen bersama oleh para perangkat desa untuk
melaksanakan perilaku hidup bersih sehat di lingkungannya.

No Alternatif Pemecahan Masalah Penggabungan Alternatif Pemecahan


1. Menambah jumlah petugas kesehatan Optimalisasi petugas PromKes dan kader
(kader) untuk meningkatkan promosi di lingkungan untuk meningkatkan
PHBS institusi dan promosi lainnya. promosi PHBS dan promosi lainnya.

Koordinasi dengan petugas KesLing


puskesmas Cebingan dan petugas terkait
2. Melakukan penyuluhan kepada warga
RW05 RT 03 Kelurahan Cebongan
tentang pentingnya PHBS.
3. Melakukan penyuluhan kepada remaja Melakukan penyuluhan kepada
di wilayah RW05 RT 03 Kelurahan masyarakat tentang pentingnya rumah
Cebongan tentang kesehatan tangga sehat dan penandatanganan
reproduksi remaja komitmen bersama pelaksaan PHBS di
tingkat rumah tangga
4. Membentuk komitmen bersama untuk
melaksanakan PHBS di tatanan rumah
tangga
Hasil penggabungan alternatif pemecahan masalah adalah:
1. Optimalisasi petugas PromKes dan kader untuk meningkatkan promosi PHBS
institusi dan promosi lainnya, dan melakukan koordinasi dengan petugas
KesLing.
2. Melakukan penyuluhan kepada wRG tentang pentingnya rumah tangga sehat
dan kesadaran untuk melaksanakan komitmen bersama penerapan PHBS di
rumah tangga
3. Mengadakan dana untuk membantu warga yang masih belum memiliki
jamban leher angsa, dan lantai yang belum keramik.
Kelebihan dan kekurangan Mini Project
Kelebihan
Pada mini project ini didapatkan data mengenai PHBS di lingkungan
RW 05 RT 03 Kelurahan Cebongan Salatiga serta data mengenai pengetahuan
dan perilaku Kesehatan Reproduksi. Mini project ini nmemberikan cukup
banyak gambaran mengenai perilaku warganya antara lain mengenai
kebiasaan cuci tangan, pengelolaan sampah, kebersihan rumah, menguras
kamar mandi, adanya jentik, adanya keluarga yang merokok, dan kondisi
jamban dan septic tank. Mini project ini memberikan gambaran keadaan
jumlah rumah sehat di RW 05 RT 05 kelurahan cebongan. Mini project ini
juga memberikan gambaran mengenai perilaku kesehatan reproduksi remaja.
Mini project ini dapat dijadikan dasar / acuan untuk menentukan program
lanjutan oleh puskesmas untuk meningkatkan kesadaran akan PHBS dan
Kesehatan Reproduksi Remaja
Kekurangan
Pada mini project ini kami hanya menilai 7 dari 10 indikator PHBS rumah
tangga, sehingga kami tidak bisa mengkategorikan rumah tangga ke dalam
kategori sehat pratama, madya, utama dan paripurna.
Pada mini project ini, kami hanya memberikan kuesioner seputar
kesehatan remaja namun kami tidak melakukan penyuluhan pada
kelompok karang taruna sehingga output untuk kesehatan reproduksi
remaja mejadi kurang optimal

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN
Dari hasil penelitian di RT 03 RW 05 dusun Jagalan Kelurahan Cebongan dapat
ditarik kesimpulan berupa :
1. Dengan latar belakang di atas, maka dapat dilihat gambaran PHBS di RT 03
RW 05 dusun Jagalan Kelurahan Cebongan, Salatiga mempunyai perilaku
dan pengetahuan yang cukup terhadap PHBS, hal ini harus ditingkatkan
terus dan harus berkesinambungan sehingga tingkat kesadaran terhadap
kesehatan diri sendiri, keluarga dan lingkungan sekitar dapat terus
ditingkatkan untuk mencapai lingkungan yang nyaman di wilayah dusun
Jagalan RT 03 RW 05 dusun Jagalan Kelurahan Cebongan
2. Gambaran mengenai kesehatan reproduksi remaja di dusun Jagalan RT.03
Rw.05 Kelurahan Cebongan, Salatiga mempunyai perilaku dan pengetahuan
yang cukup. Hal ini sebaiknya ditingkatkan karena apabila remaja dibekali
pegetahuan kesehatan reproduksi yang komprehensif, maka remaja dapat
lebih bertanggung jawab dalam berbuat dan mengambil keputusan
sehubungan dengan kesehatan reproduksinya. Peran keluarga, sekolah
maupun lingkungan terkait sangat penting agar tercipta generasi remaja
yang berkualitas.

B. SARAN
1. Menggalakkan penyuluhan mengenai PHBS oleh Nakes terutama oleh
dokter dalam bentuk ceramah dan tanya jawab 1 bulan sekali
2. Melakukan pelatihan terhadap para kader, juru imunisasi, bidan, mantri,
tokoh masyarakat yang terjun langsung ke lapangan untuk memantau PHBS
3. Menggalakkan pengeolaan dan pemilahan sampah di Lingkungan RW 05,
RT 03, Kelurahan Cebongan, Salatiga
4. Mengadakan lomba rumah PHBS serta desa PHBS setahun sekali untuk
memacu masyarakat secara umum dan rumah tangga miskin secara khusus
untuk menjalankan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat.
5. Pembentukan kader dari anggota karang taruna RT 03 RW 05 Dusun Jagalan
untuk meningkatkan pengetahuan menganai kesehatan reproduksi remaja

DAFTAR PUSTAKA

Azwar, F. 2005. Sikap Manusia dan Pengaturanny aedisi ke 2. Yogyakarta: Pustaka


Keluarga

Badan Pusat Statistik (BPS). 2003. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia
(SDKI) 2002-2003
Boyle, J.T., 2000. Diare Kronis. In : Behrman, Kliegman & Alvin, Nelson, ed. Ilmu
Kesehatan Anak Vol.2 Edisi 15. Jakarta : EGC, 1354-1361

Depkes. RI, Ditjen P3M 1981, "Demam Berdarah Diagnosa dan Pengelolaan
Penderita

Depkes RI, 2003. Indikator Indonesia Sehat 2010 dan Pedoman Penetapan Indikator
Provinsi Sehat dan Kabupaten/Kota Sehat. Jakarta

Depkes RI, 2003, Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Demam Dengue dan
Demam Berdarah Dengue, Ditjen PPM & PLP, Jakarta.

Depkes, 2004 Kebijaksanaan Program P2DBD dan Situasi Terkini DBD di Indonesia

Depkes RI. 2006. Pedoman Pelatihan Pembinaan PHBS di Rumah Tangga. Pusat
Promosi Kesehatan Depkes RI. Jakarta

Departemen Kesehatan Repubik Indonesia, 2006. Pedoman Tatalaksana Diare.


Available from: http://dinkessulsel.go.id/new/images/pdf/pedoman/pedoman
%20tatalaksana%20diare.pdf

Depkes RI, 2007. Pedoman Strategi KIE Keluarga Sadar Gizi (KADARZI).
Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat, Direktorat Bina Gizi
Masyarakat.

Depkes RI, 2008. Pedoman Pengelolaan Promosi Kesehatan : Dalam Pencapaian


PHBS. Jakarta

Dinkes. 2006. Profil Kesehatan Sumatera Utara. http://www.depkes. go. id.

Dinkes Lampung. 2003. Pengembangan PHBS di 5 tatanan. Lampung. http://dinkes-


lampung.go.id/blogspot.com.

DinKes, 2009. Perbaikan Gizi Masyarakat. Pemda Kabupaten Luwu Utara. Available
from: http://www.luwuutara.go.id/index.php?
option=com_content&task=view&i d=784&Itemid=229

Direktorat Jenderal PPM dan PLP Departemen Kesehatan RI dan Indonesia,


Pedoman Teknis Penilaian Rumah sehat. Jakarta,2002.

Erlien. (2008). Penyakit Saluran Pernapasan. Jakarta: Sunda Kelapa Pustaka


Fauzi, Y. 2008. Kelapa Sawit Budidaya, Pemanfaatan Hasil Limbah, Analisa Usaha
dan Pemasaran. Edisi Revisi. Jakarta : Penebar Swadaya

Hadinegoro et al. (2001). Tatalaksana Demam Berdarah Dengue Di Indonesia.


Jakarta: Depkes RI

Hasan, Bisri. (1995). Remaja Berkualitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Hurlock, E. B. (1993). Perkembangan Anak Jilid 2. Terjemahan oleh Thandrasa.


Jakarta: PT. Erlangga

Juffrie, M., et al, 2010. Buku Ajar Gastroenterologi - Hepatologi Jilid 1. Jakarta :
Balai Penerbit IDAI.

Kartasasmita, B. (2003). Catatan Pengembangan e-learning dalam Budaya Belajar


Kini. Makalah Seminar pada tanggal 8 Desember 2003 di ITB Bandung

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011. Situasi Diare di Indonesia. Buletin


Jendela, Data dan Informasi Kesehatan

Lubis Pandapotan. Perumahan Sehat, Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan Depkes


RI.Jakarta,1999

Notoatmodjo, s, 2005, Promosi kesehatan teori dan Aplikasi, Jakarta : PT Rineka


Cipta

Simadibrata, M., Daldiyono. 2006. Diare Akut. In: Sudoyo, Aru W, et al, ed. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi VI. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 408-413

Suraatmaja, S., 2007. Kapita Selekta Gastroenterologi Anak. Jakarta : Sagung Seto.

Thomas Suroso. 2003. Pencegahan Dan Penanggulangan Penyakit Demam Dengue


Dan Demam Berdarah Dengue. Jakarta : Diterbitkan atas kerjasama Word
Health Organization Dan Departemen Kesehatan Republik Indonesia

Undang Undang Republik Indonesia No. : 4 Tahun 1992, Tentang Perumahan dan
Pemukiman

Widoyono. 2005. Penyakit Tropis: Epidemiologi, Penularan, Pencegahan &


Pemberantasannya. Erlangga Medical Series (EMS). Semarang

Anda mungkin juga menyukai