Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Dermatitis seboroik merupakan kelainan kulit berupa peradangan superfisial dengan


papuloskuamosa yang kronik dengan tempat predileksi di daerah-daerah seboroik yakni
daerah yang kaya akan kelenjar sebasea, seperti pada kulit kepala, alis, kelopak mata, naso
labial, bibir, telinga, dada, axilla, umbilikus, selangkangan dan glutea. Pada dermatitis
seboroik didapatkan kelainan kulit yang berupa eritem, edema, serta skuama yang kering atau
berminyak dan berwarna kuning kecoklatan dalam berbagai ukuran disertai adanya krusta.

Dermatitis seboroik disebabkan oleh adanya peningkatan produksi sebum pada daerah kulit
kepala dan daerah wajah yang terdapat banyak folikel sebasea.Meskipun, demikian,
penyebab pasti dari dermatitis seborik belum diketahui tetapi seringkali dihubungkan antara
reaksi inflamasi pada kulit dengan Pityrosporum ovale. Beberapa faktor lain turut menjadi
predisposisi sebagai pemicu dermatitis seboroik seperti faktor genetik dan lingkungan,
hormonal, kelainan imun dan neurologik.

Dermatitis seboroik paling sering terjadi pada dua puncak umur yakni pada kelompok
anak dan dewasa. Pada kelompok anak sering didapatkan pada 3 bulan pertama kehidupan
dan kelompok dewasa dalam dekade keempat hingga ke tujuh. Dematitis seboroik pada anak
khususnya pada kelompok bayi, dapat sembuh spontan dalam usia 6 hingga 12 bulan,
sementara dermatitis seboroik pada orang dewasa dapat bersifat kronik dan membutuhkan
perawatan seumur hidup.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi

Dermatitis seboroik adalah penyakit inflamatoir kulit yang biasanya dimulai pada
kulit kepala, dan kemudian menjalar ke muka, kuduk, leher dan badan.1 Istilah dermatitis
seboroik (D.S.) dipakai untuk segolongan kelainan kulit yang didasari oleh faktor konstitusi
dan bertempat predileksi di tempat-tempat seboroik. 2 Penyakit ini sering kali dihubungkan
dengan peningkatan produksi sebum (seborrhea) dari kulit kepala dan daerah muka serta
batang tubuh yang kaya akan folikel sebaceous. Dermatitis seboroik sering ditemukan dan
biasanya mudah dikenali. Kulit yang terkena biasanya berwarna merah muda (eritema),
membengkak, ditutupi dengan sisik berwarna kuning kecoklatan dan berkerak. 3,4 Penyakit ini
dapat mengenai semua golongan umur, tetapi lebih dominan pada orang dewasa. Pada orang
dewasa penyakit ini cenderung berulang, tetapi biasanya dengan mudah dikendalikan.
Kelainan ini pada kulit kepala umumnya dikenal sebagai ketombe pada orang dewasa dan
keluar saraf (cradle cap) pada bayi.5

Insidens dan Prevalensi

Tidak ada data pasti yang tersedia pada insiden dan prevalensi, tetapi penyakit ini
diyakini lebih banyak ditemukan daripada psoriasis, misalnya, mempengaruhi minimal 2-5 %
dari populasi. Dermatitis seboroik sedikit lebih sering terjadi pada laki-laki dan berusia
kepala dua, satu di bayi dalam 3 bulan pertama kehidupan dan yang kedua sekitar dekade
keempat sampai ketujuh kehidupan. Prevalensinya 40-80 % pada pasien dengan acquired
immunodeficiency syndrome.3 Sedangkan di Amerika Serikat prevalensi dari Dermatitis
seboroik adalah sekitar 1-3% dari jumlah populasi umum, dan 3-5% terjadi pada dewasa
muda.4

Etiopatogenesis

Penyebabnya belum diketahui pasti. Faktor presdiposisinya ialah kelainan konstitusi


berupa status seboroik (seborrhoic state) yang rupanya diturunkan, bagaimana caranya belum
dipastikan. Penderita pada hakekatnya mempunyai kulit yang berminyak (seborrhoea), tetapi
mengenai hubungan antara kelenjar minyak dan penyakit ini belum jelas sama sekali. Ada
yang mengatakan kambuhnya penyakit ini (yang sering menjadi chronis-recidivans)

2
disebabkan oleh makanan yang berlemak, tinggi kalori, akibat minum alkohol dan gangguan
emosi.1,2

Penyakit ini berhubungan dengan kulit yang berminyak (seborrhea), meskipun


peningkatan produksi sebum tidak selalu dapat di deteksi pada pasien ini. Seborrhea
merupakan faktor predisposisi terjadinya dermatitis seboroik, namun dermatitis seboroik
bukanlah penyakit yang terjadi pada kelenjar sebasea. Kelenjar sebasea tersebut aktif pada
bayi baru lahir, kemudian menjadi tidak aktif selama 9-12 tahun akibat stimulasi hormone
androgen dari ibu berhenti. Dermatitis seboroik pada bayi terjadi pada umur bulan-bulan
pertama, kemudian jarang pada usia sebelum akil balik dan insidensinya mencapai puncaknya
pada umur 18 40 tahun, dan kadang-kadang pada umur tua. Tingginya insiden dermatitis
seboroik pada bayi baru lahir setara dengan ukuran dan aktivitas kelenjar sebasea pada usia
tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa bayi yang baru lahir memiliki kelenjar sebasea dengan
tingkat sekresi sebum yang tinggi. Pada masa kecil, terdapat hubungan yang erat antara
dermatitis seboroik dengan peningkatan produksi sebum. Kondisi ini dikenal sebagai
dermatitis seboroik pada bayi, hal tersebut normal ditemukan pada bulan pertama kehidupan,
berbeda dengan kondisi dermatitis seboroik yang terjadi pada masa remaja dan dewasa. Pada
dewasa sebaliknya, tidak ada hubungan yang erat antara peningkatan produksi sebum dengan
dermatitis seboroik, jika terjadi puncak aktivitas kelenjar sebasea pada masa awal pubertas,
dermatitis seboroik mungkin terjadi pada waktu kemudian. Meskipun kematangan kelenjar
sebasea rupanya merupakan faktor predisposisi timbulnya Dermatitis seboroik, tetapi tidak
ada hubungan langsung secara kuantitatif antara keaktifan kelenjar tersebut dengan
sukseptibilitas untuk memperoleh Dermatitis seboroik.2, 3, 4

Tempat terjadinya dermatitis seboroik memiliki kecenderungan pada daerah wajah,


telinga, kulit kepala dan batang tubuh bagian atas yang sangat kaya akan kelenjar sebasea.
Dua penyakit yang memiliki tempat predileksi yang sama di daerah ini yaitu dermatitis
seboroik dan Acne.3

Banyak percobaan telah dilakukan untuk menghubungkan penyakit ini dengan infeksi
oleh bakteri atau Pityrosporum ovale yang merupakan flora normal kulit manusia.
Pertumbuhan P.ovale yang berlebihan dapat mengakibatkan reaksi inflamasi, baik akibat
produk metabolitnya yang masuk ke dalam epidermis maupun karena sel jamur itu sendiri,
melalui aktivasi sel limfosit T dan sel Langerhans. Penelitian di Rosenberg telah
menunjukkan bahwa 2% ketokonazole kream dapat mengurangi jumlah dari organism yang

3
terdapat pada lesi di kulit kepala atau kulit yang berminyak, pada saat yang bersamaan juga
dapat menghilangkan gejala dermatitis seboroik. Penjelasan ini dimana jamur yang menjadi
penyebabnya dapat dilkakukan pencegahannya. Akan tetapi, penelitian lain menunjukkan
bahwa P. ovale dapat terjadi pada kulit kepala yang tidak menunjukkan gejala klinis dari
penyakit ini. Status seboroik sering berasosiasi dengan meningginya sukseptibilitas terhadap
infeksi piogenik, tetapi tidak terbukti bahwa mikroorganisme inilah yang menyebabkan
dermatitis seboroik.2,3

Dermatitis seboroik dapat diakibatkan oleh proliferasi epidermis yang meningkat


seperti psoariasis. Hal ini dapat menerangkan mengapa terapi dengan sitostatik dapat
memperbaikinya. Pada orang yang telah mempunyai factor predisposisi, timbulnya D.S.
dapat disebabkan oleh faktor kelelahan, stress, emosional, infeksi, atau defisiensi imun.2

Kondisi ini dapat diperburuk dengan meningkatnya keringat. Stress emosional dapat
mempengaruhi penyakit ini juga. Dermatitis seboroik dapat juga menjadi komplikasi dari
Parkinsonisme, yang berhubungan dengan seborrhoea. Pengobatan dari parkinson dengan
levodopa mengurangi ekskresi sebum sejak seborrhea pertama kali ditemukan, tetapi tidak
ada efeknya pada kecepatan ekskresi sebum yang normal. Obat neuroleptik yang digunakan
untuk menginduksi parkinsonsnisme, salah satunya haloperidol, dapat juga menginduksi
terjadinya dermatitis seboroik.

Histopatologis

Gambaran histologi bermacam-macam sesuai dengan stadium penyakitnya. Pada


dermatitis seboroik akut dan subakut, tersebar superficial infiltrat perivascular dari limfosit
dan histiosit, dari spongiosis yang ringan sampai yang berat, hiperplasia bentuk psoriasis
ringan, Pinkuss spurting papilla hampir sering terlihat sebgai cirri khas dari dermatitis
seboroik sama seperti psoariasis, tetapi abses Munro tidak ada. Penyumbatan folikel oleh
karena orthokeratosis dan parakeratosis dan kerak-kerak yang mengandung neutrofil. Pada
dermatitis seboroik yang kronis terdapat dilatasi pembuluh darah kapiler dan vena pada
plexus superficial.3

Pemeriksaan histologis pada dermatitis seboroik tidak spesifik. Dapat ditemukan


hiperkeratosis, akantosis, spongiosis fokal dan paraketatosis12.

Biopsi kulit dapat efektif membedakan dermatitis seboroik dengan penyakit sejenis.
Pada dermatitis seboroik terdapat neutrofil dalam skuama krusta pada sisi ostia follicular.

4
AIDS berkaitan dengan dermatitis seboroik tampak sebagai parakeratosis, nekrotik
keratinosites dalam epidermis dan sel plasma dalam dermis. Ragi kadang tampak dalam
keratinosites dengan pengecatan khusus. 11

Gejala klinis

Kelainan kulit terdiri atas eritema dan skuama yang berminyak dan agak kekuningan,
batasnya agak kurang tegas. Dermatitis seboroik yang ringan hanya mengenai kulit kepala
berupa skuama-skuama yang halus, mulai sebagai bercak kecil yang kemudian mengenai
seluruh kulit kepala dengan skuama-skuama yang halus dan kasar. Kelaianan tersebut
pitiriasis sika (ketombe, dandruff). Bentuk yang berminyak disebut pitiriasis steatoides yang
dapat disertai eritema dan krusta-krusta yang tebal. Rambut pada tempat tersebut mempunyai
kecenderungan rontok, mulai di bagian vertex dan frontal.

Dermatitis seboroik mempunyai kecenderungan menyebabkan rambut rontok,


meskipun jarang ditemui, mulai dibagian vertex dan frontal. Rambut rontok dapat disebabkan
banyak faktor termasuk produksi minyak berlebih dari ketidakseimbangan hormon, stres,
cuaca panas atau cuaca dingin yang ekstrim, daerah yang lembab, imunodefisiensi, penyakit
parkinson, kondisi neurologis tertentu dan kebersihan kulit kepala.1,9

Bentuk yang berat ditandai dengan adanya bercak-bercak yang berskuama dan
berminyak disertai eksudasi dan krusta tebal. Sering meluas ke dahi, glabela, telinga
postaurikular dan leher. Pada daerah dahi tersebut, batasnya sering cembung.

Pada bentuk yang lebih berat lagi, seluruh kepala tertutup oleh krusta-krusta yang
kotor, dan berbau tidak sedap. Pada bayi, skuama-skuama yang kekuningan dan kumpulan
debris-debris epitel yang lekat pada kulit kepala disebut cradle cap.

5
Gambar 1. Dermatitis seboroik yang
berat pada wajah

Pada daerah supraorbital, skuama-


skuama halus dapat terlihat di alis mata,
kulit di bawahnya eritematosa dan gatal,
disertai bercak-bercak skuama kekuningan,
dapat terjadi pula blefaritis, yakni pinggir
kelopak mata merah disertai skuama-
skuama halus. Pada tepi bibir bias kemerahan dan berbintik-bintik (marginal blefaritis).
Daerah konjungtiva pada saat bersamaan juga dapat terkena. Lipatannya dapat berwarna
kekuningan, dengan kerak, dengan batas yang tidak jelas. Pruritus juga bias terlihat. Jika area
glabela juga terkena, disana juga mungkin terdapat kerak pada kerutan mata yang berwarna
kemerahan. Pada lipatan bibir mungkin terdapat perubahan warna berupa kerak yang
kekuningan atau kemerahan, kadang-kadang dengan lubang-lubang. Pada pria, radang folikel
rambut pada kumis juga bisa terjadi.

Selain tempat-tempat tersebut dermatitis seboroik juga dapat mengenai liang telinga
luar, lipatan nasolabial, daerah sterna, areola mamae, lipatan di bawah mamae pada wanita,
interskapular, umbilicus, lipat paha, dan daerah anogenital. Pada daerah pipi, hidung, dan
dahi, kelainan dapat berupa papul-papul.

Pada telinga, dermatitis seboroik sering disalahartikan dengan radang daun telinga
ayng disebabkan oleh jamur (otomikosis). Disana terdapat kulit terkelupas pada lubang
telinga, dan disekitar meatus auditivus, dan depan daun telinga. Pada daerah ini kulit biasanya
berubah menjadi kemerahan, dengan lubang-lubang dan bengkak. Eksudasi serosa,
pembengkakan pada telinga dan daerah sekitarnya. Pemberian tetes cortipsorin otic, berisi
polymyxin B-hydrocortisone, 4 tetes pada saluran telinga, biasanya untuk membersihkan.
Tridesilon Otic lotion, 0,5 persen desonide dan 2 persen asam asetat, juga efektif.

6
Dermatitis seboroik pada wajah juga bisa berbentuk erupsi popular pada pipi, hidung
dan dahi. Kemerahan yang tampakpada area alar-malar disebut dyssebacea. Sodium
sulfacetamide, bisa digunakan pada 10% krim yang cocok diantaranya desonide (Tridesilon),
hamper menajdi pengobatan yang spesifik untuk dyssebacea.

Pada bibir dan mukosa tidak biasanya terkena, tapi kadang-kadang terdapat perubahan
pada bibir, yang disebut cheilits exfoliativa. Tampak bibir berwarna merha terang, kering,
terkelupas, dan berlobang.

Dermatitis seboroik biasa pada lipat paha dan bokong, dimana terlihat seperti kurap,
psoariasis, atau jamuran. Garinya terlihat seperti kulit terkelupas pada keduanya dan simetris.
Pada lokasi ini lobang-lobang dapat ditemukan dan mungkin juga terdapat garis psoariformis
dengan kulit kering pada beberapa kasus.

Dermatitis seboroik dapat bersama-sama dengan akne yang berat. Jika meluas dapat
menjadi eritroderma, pada bayi disebut penyakit Leiner.

Gambaran klinis dan perjalanan penyakit dari dermatitis seboroik berbeda pada bayi dan
orang dewasa.

A. Dermatitis seboroik pada bayi (usia 2 minggu 10 minggu)3


Penyakit ini terjadi pada bayi didominasi pada bulan-bulan pertama kehidupan
sebagai penyakit inflamasi yang terutama mempengaruhi rambut dan kulit kepala
dengan lipatan intertriginosa berminyak yang disertai sisik dan kerak. Daerah lainnya
seperti wajah, dada, dan leher juga dapat terpengaruh.

1. Pada kepala (kulit kepala daerah frontal dan parietal) khas disebut cradle crap,
dengan krusta tebal, pecah-pecah dan berminyak tanpa ada dasar kemerahan dan
kurang / tidak gatal

2. Pada lokasi lain seperti lipatan belakang telinga, pinna telinga, dan leher, lesi
tampak kemerahan atau merah kekuningan yang tertutup dengan skuama yang
berminyak, kurang / tidak gatal.

Perjalanan penyakit ini pada bayi biasanya berlanjut mingguan sampai bulanan.
Kekambuhan jarang terjadi. Dan prognosis penyakit ini pada bayi adalah baik.

7
Differensial diagnosis dari dermatitis seboroik pada bayi termasuk didalamnya
dermatitis atopik (yang biasanya dimulai setelah bulan ketiga kehidupan), psoriasis
pada bayi baru lahir, penyakit yang jarang seperti skabies dan histiositosis X. Yang
paling baik untuk membedakan ciri antara dermatitis atopik dengan dermatitis
seboroik adalah

Erythroderma desquamativum (Leiners disease)3

Komplikasi dari dermatitis pada bayi ini pertama kali dijelaskan oleh Leiner pada
tahun 1908 dimana waktu itu penyakit ini ditemukan pada bayi yang baru lahir dan
pada saat perwatan di rumah sakit dari umur bayi 6 sapai 20 minggu yang terlihat
sebagai dermatitis exfoliativa pada seluruh tubuh dengan tanda kemerahan dan kulit
yang terkelupas, biasanya sama seperti beberapa type dari dermatitis seboroik.

Penyakit ini biasanya dimulai dari bagian sekitar anus dan daerah ketiak, lalu terlihat
kulit terkelupas, area intertriginosa, leher, dan ekstremitas. Awal mulanya ditemukan
infalmasi kemerahan yang menyebar, yang meliputi seluruh tubuh. Semakin lama
kulit akan diliputi tumpukan kulit kering yang berwarna putih keabu-abuan. Pada
faktanya, dalam proses yang terjadi akan terjadi exfoliasi umum, dan penipisan dari
kulit. Kulit kepala selalu terlihat krusta tipis dan kulit yang hancur. Terdapat
pembesaran kelenjar.

Menyerang pada bayi yang baru lahir yang kebanyakan ditemukan pada masyarakat
yang miskin. Diare, muntah, dan infeksi berkelanjutan pasti akan terjadi.

Gambar 2. Erythroderma desquamativum pada neonatus berusia 6 minggu.

8
B. Dermatitis seboroik pada dewasa (pada usia pubertas, rata-rata pada usia 18-40
tahun, dapat pada usia tua)3

Gambaran klinis dan perjalanan dari penyakit ini berbeda antara remaja dan bayi.

1. Umumnya gatal

2. Pada area seboroik berupa makula atau plakat, folikular, perifolikular, atau
papulae,

kemerahan atau kekuningan, dengan derajat ringan sampai berat, inflamasi,


skuama

dan krusta tipis sampai tebal yang kering, basah atau berminyak.

3. Bersifat kronis dan mudah kambuh, sering berkaitan dengan kelelahanm stress,
atau

paparan sinar matahari.

Perjalanan penyakit biasanya berlangsung dalam waktu yang lama. Periode perbaikan
pada musim panas dan kambuh kembali pada musim dingin. Pembesaran lesi dapat
terjadi sebagai akibat dari perubahan musim terutama efek dari paparan sinar
matahari.

Diagnosis banding

Gambaran klinis yang khas pada dermatitis seboroik ialah skuama yang berminyak
dan kekuningan dan berlokasi di tempat-tempat seboroik. Diagnosis banding dermatitis
seboroik tergantung pada lokasi dari kelainan dan umur dari pasien. Pada anak, diferensial
diagnosisnya adalah dermatitis atopik, tinea kapitis dan psoriasis.

1. Psoriasis Vulgaris

Psoriasis vulgaris meskipun jarang pada bayi, memiliki ciri yang mirip dengan dermatitis
seboroik. Bedanya terdapat skuama yang tebal, kasar, dan berlapis-lapis, disertai tanda
tetesan lilin, Kobner dan Auspitz. Tempat predileksinya juga berbeda, psoriasis sering
terdapat di ekstremitas bagian ekstensor terutama siku, lutut, kuku dan daerah lumbosakral.

9
Jika psoriasis mengenai scalp, maka sukar dibedakan dengan DS. Perbedaannya ialah
skuamanya lebih tebal dan putih, seperti mika. Psoriasis inversa yang mengenai daerah
fleksor juga dapat menyerupai DS. Selain itu, pada pemeriksan histopatologis terdapat
papilomatosis.

2. Pitiriasis Rosea

Pitiriasis rosea ialah penyakit kulit yang belum diketahui penyebabnya, dimulai dengan lesi
inisial berbentuk eritema dan skuama halus. Lesi awal berupa herald patch, umumnya di
badan, soliter, bentuk oval dan terdiri atas eritema serta skuama halus dan tidak berminyak di
pinggir. Lesi berikutnya lebih khas yang dapat dibedakan dengan DS, yaitu lesi yang
menyerupai pohon cemara terbalik. Tempat predileksinya juga berbeda, lebih sering pada
badan, lengan atas bagian proksimal dan paha atas, jarang pada kulit kepala.

3. Tinea kapitis

Tinea kapitis adalah kelainan pada kulit dan rambut kepala yang disebabkan oleh spesies
dermatofit dan biasanya menyerang anakanak. Kelainan pada tinea kapitis dapat ditandai
dengan lesi bersisik, kemerahan, alopesia dan kadang-kadang terjadi gambaran klinis yang
lebih berat, yaitu kerion. Bercak-bercak seboroik pada kulit kepala yang berambut kadang-
kadang membingungkan. Biasanya lesi DS pada kulit kepala lebih merata dan mempunyai
lesi kulit yang simetris distribusinya. Pada tinea kapitis dan tinea kruris, eritema lebih
menonjol di pinggir dan pinggirannya lebih aktif dibandingkan di tengahnya. Pada
pemeriksaan didapatkan KOH positif dimana terlihat hifa yang bersekat, bercabang, serta
spora. Untuk menyingkirkan tinea kapitis dapat dilakukan pemeriksaan kerokan kulit pada
kultur jamur.

4. Liken Simpleks Kronikus

Liken simpleks kronikus adalah peradangan kulit kronis yang gatal, sirkumskrip ditandai
dengan kulit tebal dan garis kulit tampak lebih menonjol (likenfikasi). Tidak biasa terjadi
pada anak tetapi pada usia ke atas, berbeda dengan DS yang sering juga terjadi pada bayi dan
anak-anak. Timbul sebagai lesi tunggal pada daerah kulit kepala bagian posterior atau sekitar
telinga. Tempat predileksi di kulit kepala dan tengkuk, sehingga kadang sukar dibedakan
dengan DS. Yang membedakannya ialah adanya likensifikasi pada penyakit ini.

10
5. Dermatitis Atopik

Dermatitis Atopik adalah keadaan peradangan kulit kronis dan residif, disertai gatal. Biasanya
terjadi pada bayi atau anak-anak. Skuama kering dan difus, berbeda dengan DS yang
skuamanya berminyak dan kekuningan. Selain itu, pada dermatitis atopik dapat terjadi
likenfikasi. Ciri khas yang paling berguna sebagai pembeda dermatitis seboroik dari
dermatitis atopik adalah adanya lesi yang makin meningkat jumlahnya di daerah dahi dan
dagu pada tahap awal, dan di axilla pada tahap lebih lanjut. Selain itu dermatitis seboroik
biasanya hilang spontan dalam usia 6-12 bulan. Tes-tes dengan bahan-bahan allergen dan
pemeriksaan kadar IgE merupakan tanda khas dermatitis atopik.

6. Systemic Lupus Erythematosus

SLE adalah penyakit yang basanya bersifat akut, multisistemik dan menyerang jaringan
konektif dan vaskular. SLE sulit dibedakan dengan DS, oleh karena pada SLE juga dapat
dijumpai skuama. Yang dapat membedakan ialah lesi SLE berbentuk seperti kupu-kupu,
tersering di area molar dan nasal dengan sedikit edema, eritema dan atrofi. Terdapat gejala
demam, malaise, serta tes antibodi-antinuklear (+).

7. Rosasea

Rosasea adalah penyakit kulit kronis pada derah sentral wajah (yang menonjol/ cembung).
Gambaran histopatologi terdapat daerah ektasia vaskular, edema dermis dan diorganisasi
jaringan konektif dermis. Ditandai dengan kemerahan pada kulit dan talangiektasis, disertai
episode peradangan yang memunculkan erupsi, papul, pustul dan edema.

8. Kandidosis

Kandidiasis adalah penyakit jamur yang disebabkan oleh spesies Candida, biasanya oleh
Candida albicans. Kandidosis kadang sulit dibedakan dengan DS jika mengenai lipatan paha
dan perianal. Lesi dapat berupa bercak yang berbatas tegas, bersisik dan basah. Perbedaannya
ialah pada kandidiasis terdapat eritema berwarna merah cerah berbatas tegas dengan satelit-
satelit di sekitarnya. Predileksinya juga bukan pada daerah-daerah yang berminyak, tetapi
lebih sering pada daerah yang lembab. Selain itu, pada pemeriksaan dengan larutan KOH 10
%, terlihat sel ragi, blastospora atau hifa semu.

Pemeriksaan Penunjang

11
Pemeriksaan yang dapat dilakukan pada pasien dermatitis seboroik adalah
pemeriksaan histopatologi walaupun gambarannya kadang juga ditemukan pada penyakit
lain, seperti pada dermatitis atopik atau psoriasis. Gambaran histopatologi tergantung dari
stadium penyakit.

Gambaran histopatologis dermatitis seboroik tidak spesifik berupa hiperkeratosis,


akantosis, fokal spongiosis dan parakeratosis. Dibedakan dengan psoriasis yang memiliki
akantosis yang regular, rete ridges yang tipis, eksositosis, parakeratosis dan tidak dijumpai
spongiosis. Neutrofil dapat dijumpai pada kedua jenis penyakit.

Secara umum terbagi atas tiga tingkat : akut, sub akut dan kronik. Pada akut dan sub
akut, terdapat sedikit infiltrat perivaskuler berupa limfosit dan histiosit, ada spongiosis dan
hiperplasia psoriasiformis. Dapat pula ditemukan folikel yang tersumbat oleh proses
ortokeratosis dan parakeratosis ataupun oleh krusta-skuama yang mengandung neutropil yang
menutupi ostium folikularis.

Pada bagian epidermis. Dijumpai parakeratosis dan akantosis. Pada korium, dijumpai
pembuluh darah melebar dan sebukan perivaskuler. Pada DS akut dan subakut, epidermisnya
ekonthoik, terdapat infiltrat limfosit dan histiosit dalam jumlah sedikit pada perivaskuler
superfisial, spongiosis ringan hingga sedang, hiperplasia psoriasiform ringan, ortokeratosis
dan parakeratosis yang menyumbat folikuler, serta adanya skuama dan krusta yang
mengandung netrofil pada ostium folikuler. Gambaran ini merupakan gambaran yang khas.
Pada dermis bagian atas, dijumpai sebukan ringan limfohistiosit perivaskular. Pada DS
kronik, terjadi dilatasi kapiler dan vena pada pleksus superfisial selain dari gambaran yang
telah disebutkan di atas yang hamper sama dengan gambaran psoriasis. 10

Pemeriksaan penunjang lainnya yang dapat dilakukan antara lain:

Kultur jamur dan kerokan kulit amat bermanfaat untuk menyingkirkan tinea kapitis maupun
infeksi yang disebabkan kuman lainnya.

Pemeriksaan serologis untuk menyingkirkan dermatitis atopik.

Pemeriksaan komposisi lemak pada permukaan kulit dimana memiliki karakteristik yang
khas yakni menigkatnya kadar kolesterol, trigliserida dan parafin disertai penurunan kadar
squalene, asam lemak bebas dan wax ester.

Pengobatan

12
Kasus-kasus yang telah mempunyai faktor konstitusi agak sukar disembuhkan,
meskipun penyakitnya dapat terkontrol. Faktor predisposisi hendaknya diperhatikan,
misalnya stres emosional dan kurang tidur. Mengenai diet, dianjurkan miskin lemak.

Pada Bayi3

1. Kulit kepala

Pengobatan terdiri dari 3-5% asam salisilat dalam minyak zaitun atau air, diaplikasikan
emollientngan glukokortikosteroid dalam cream atau lotion selama beberapa hari, sampo
bayi, perawatan kulit yang teratur dengan emollient, cream, dan pasta.

2. Area intertriginosa

Pengobatan meliputi lotion pengering, seperti 0,2-0,5 % clioquinol dalam zinc lotion atau
zinc oil. Pada kandidiasis lotion atau cream nistatin atau amphotericin B dapat dicampur
dengan pasta lembut.

Pada dewasa

1. kulit kepala

Dianjurkan sampo yang mengandung selenium sulfide, imidazoles, zinc pyrithion, benzoyl
peroxide, asam salisilat, tar atau deterjen. Keraknya dapat diperbaiki dengan pemberian
glucocorticosteroid pada malam hari, atau asam salisilat dalam larutan air. Tinctura, larutan
alkohol, tonik rambut, dan produk sejenis biasanya memicu terjadinya inflamasi dan harus
dihindari.3

2. Wajah dan badan

Pasien harus menghindari salep berminyak dan mengurangi penggunaan sabun. Larutan
alkohol, penggunaan lotion sebelum dan sesudah cukur tidak dianjurkan. Glucocorticosteroid
dosis rendah (hydrocortison) cepat membantu pengobatan penyakit ini, penggunaan yang
tidak terkontrol akan menyebabkan dermatitis steroid, rebound phenomenon steroid, steroid
rosacea dan dermatitis perioral.3

Dermatitis seboroik adalah salah satu manifestasi klinis yang sering terjadi pada pasien
dengan AIDS. Sehingga merupakan salah satu lesi tanda dan harus lebih hati-hati dalam
menangani pasien dengan resiko tinggi.

13
3. Antifungal

Pengobatan antifungal seperti imidazole dapat memberikan hasil yang baik. Biasanya
digunakan 2 % dalam sampo dan cream. Dalam pengujian yang berbeda menunjukkan 75-95
% terdapat perbaikan. Dalam percobaan ini hanya ketokonazol dan itakonazol yang
dipelajari, imidazole yang lain seperti econazole, clotrimazol, miconazol, oksikonazol,
isokonazol, siklopiroxolamin mungkin juga efektif. Imidazol seperti obat antifungal lainnya,
memiliki spektrum yang luas, anti inflamasi dan menghambat sintesis dari sel lemak.3

4. Metronidazole

Metronidazol topikal dapat berguna sebagai pengobatan alternatif untuk dermatitis seboroik.
Metronidazol telah berhasil digunakan pada pasien dengan rosacea. Tidak ada studi yang
formal, dan obat ini hanya terdaftar sebagai pengobatan untuk rosacea. Rekomendasi ini
berdasarkan pengalaman pribadi.3

Pengobatan sistemik

Kortikosteroid digunakan pada bentuk yang berat, dosis prednisone 20-30 mg sehari.
Jika telah ada perbaiakn, dosis diturunkan perlahan-lahan. Kalau disertai infeksi sekunder
diberi antibiotic.

Isotretinoin dapat digunakan pada kasus yang rekalsitran. Efeknya mengurangi


aktivitas kelenjar sebasea. Ukuran kelenjar tersebut dapat dikurangi sampai 90%, akibatnya
terjadi pengurangan produksi sebum. Dosinya 0,1-0,3 mg per kg berat badan per hari,
perbaikan tapmak setelah 4 minggu. Sesudah itu diberikan dosis pemeliharaan 5-10 mg per
hari selama beberapa tahun yang ternayta efektif untuk mengontrol penyakitnya.

Pada D.S. yang parah juga dapat diobati dengan narrow band UVB (TL-01) yang
cukup aman dan efektif. Setelah pemberian terapi 3 x seminggu selama 8 minggu, sebagian
besar penderita mengalami perbaikan.

Bila pada sediaan langsung terdapat P. ovale yang banyak dapat diberikan
ketokonazol, dosisnya 200 mg per hari.

Pengobatan topical

14
Pada pitiriasis sika dan oleosa, seminggu 2 3 kali scalp dikeramasi selama 5 15
menit, misalnya dengan selenium sufida (selsun). Jika terdapat skuama dan krusta diberi
emolien, misalnya krim urea 10%. Obat lain yang dapat dipakai untuk D.S. ialah :

- ter, misalnya likuor karbonas detergens 2-5% atau krim pragmatar


- resorsin 1-3%
- sulfur praesipitatum 4 20%, dapat digabung dengan asam salisilat 3 - 6%
- Kortikostreroid, misalnya krim hidrokortison 2 %. Pada kasus dengan inflamasi
yang berat dapat dipakai kostikosteroid yang lebih kuat, misalnya betametason
valerat, asalkan jangan dipakai terlalu lama karena efek sampingnya.
- Krim ketokonasol 2% dapat diaplikasikan, bila pada sediaan langsung terdapat
banyak P. ovale.
Obat-obat tersebut sebaiknya diapakai dalam krim.

Prognosis

Seperti telah dijelaskan pada sebagian kasus yang mempunyai factor konstitusi
penyakit ini agak sukar disembuhkan, meskipun terkontrol.2

Edukasi Pasien

1. Ajari pasien tentang pengendalian daripada pengobatan dermatitis seboroik

2. Tekankan tentang pentingnya membiarkan sampo medikasi sedikitnya 5-10 menit


sebelum membilas

3. Ajarib tentang menggunakan kortikosteroid topikal seperlunya untuk mengendalikan


eritema, skuama, atau rasa gatal.

15
BAB III

DESKRIPSI KASUS

I. Anamnesis
A. Identitas
Nama : An. B

Umur : 1,5 bulan

Berat Badan : 4,4 kg

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Druju RT 01 RW 03 Sidorejo Kidul

Tanggal Periksa : 5 Maret 2017

B. Keluhan Utama
Sisik tebal pada kulit, terutama kulit kepala.

C. Riwayat Penyakit Sekarang


Pada kulit pasien timbul sisik terutama paling tebal pada daerah kulit kepala.
Keluhan ini timbul pertama kali pada saat pasien berusia 1 bulan. Oleh orang tua
pasien, anak dibawa berobat ke Puskesmas Sidorejo Kidul, kemudian pasien dirujuk
untuk berobat ke poli Kulit dan Kelamin RSUD Salatiga. Pasien kemudian berobat
rutin dengan dokter Spesialis Kulit, dikatakan bahwa sakit anak akibat aktivitas
kelenjar keringat yang berlebih dan mendapatkan terapi berupa gentamicin krim dan

16
mometason furoat 0.1 % krim. Pada saat kunjungan rumah tanggal 5 Maret 2017,
kondisi kulit pasien sudah mengalami perbaikan, namun sisik pada kulit kepala
tampak masih tebal.

D. Riwayat Penyakit Dahulu


1.1.1. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat kehamilan
Pasien adalah anak ke-2, selama kehamilan ibu pasien menderita penyakit
herpes genital. Ibu pasien rutin melakukan pemeriksaan kehamilan di
puskesmas. Ibu pasien tidak pernah mengalami keguguran sebelumnya.

Riwayat persalinan
Ibu bersalin secara spontan pada usia kehamilan + 39 minggu di RS DKT
Salatiga. Tidak ada kelainan pada saat persalinan. Anak lahir dengan berat
badan 3250 gram, panjang 47 cm dan menangis kuat.

Riwayat Imunisasi dan Posyandu


Pasien baru mendapatkan imunisasi HB O saat dirumah sakit, dan belum
mendapatkan imunisasi BCG dan polio 1. Ibu pasien juga rutin datang ke
posyandu balita untuk menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan.

Riwayat ASI dan MP ASI


Pasien mendapatkan ASI eksklusif selama 1,5 bulan ini.

E. Riwayat Penyakit Lain


R. penyakit serupa : disangkal

R. alergi : disangkal

F. Riwayat Keluarga
R. sakit serupa : disangkal

17
R. alergi : (+) karet pakaian pada ibu pasien

G. Riwayat Kebiasaan
Pasien tinggal di rumah bersama orangtuanya. Pasien mandi 2x sehari.

II. PEMERIKSAAN FISIK


A. Status Generalis
Keadaan umum : baik, compos mentis, gizi kesan cukup

Berat Badan : 4.4 kg

Tinggi Badan : 54 cm

Vital Sign :T : 36,5oC Rr : 48 x/menit

N : 110 x/menit

Wajah dan kulit kepala : lihat status dermatologis

Thorax : lihat status dermatologis

Abdomen : lihat status dermatologis

Ekstremitas Atas : dalam batas normal

Ekstremitas Bawah : dalam batas normal

B. Status Dermatologis
Regio kulit kepala : tampak sisik tebal memenuhi kulit kepala.

Regio perut dan punggung: tampak sisik tipis pada perut dan punggung pasien,
disertai dengan multiple makula hipopigmentasi berbatas tegas.

III. DIAGNOSIS KERJA


Dermatitis Seboroik
IV. TERAPI

18
Non medikamentosa

Penjelasan mengenai penyakit dan terapinya pada orangtua pasien.


Menjaga kulit anak agar tidak lembab, dengan rajin mengganti pakaian pasien bila
anak tampak berkeringat atau pakaian mulai basah.
Memberikan edukasi kepada ibu untuk tetap memberikan ASI eksklusif.

Medikamentosa

Mometason furoat 1 % cream


Gentamicin cream

V. PROGNOSIS
Ad vitam : bonam

Ad sanam : bonam

Ad fungsionam : bonam

19
BAB IV

PEMBAHASAN KASUS

Keluhan yang dialami oleh pasien diakibatkan oleh penyakit Dermatitis Seboroik.
Penyakit ini sering kali dihubungkan dengan peningkatan produksi sebum (seborrhea)
dari kulit kepala dan daerah muka serta batang tubuh yang kaya akan folikel sebaceous.
Dermatitis seboroik sering ditemukan dan biasanya mudah dikenali. Kulit yang terkena
biasanya berwarna merah muda (eritema), membengkak, ditutupi dengan sisik berwarna
kuning kecoklatan dan berkerak. Hal ini serupa dengan yang dialami oleh pasien, yaitu
pada kulit pasien timbul sisik terutama paling tebal pada daerah kulit kepala.

Pada anak sering dimulai dengan skuama eritem yang non eksematous pada kulit
kepala (cradle cap) atau di daerah selangkangan yang bermanifestasi sebagai skuama
kering atau bercak bulat/oval berbatas tegas dengan ukuran bermacam-macam yang
ditutupi oleh krusta berminyak berwarna coklat kekuningan. Dimana di daerah frontal
dan parietal tanpa disertai kemerahan. Cradle Cap ini biasanya muncul dalam 3 sampai 4
minggu setelah kelahiran, dan dapat meluas disertai eritema ke daerah wajah, dada,
selangkangan dan daerah-daerah flexural. Meskipun dermatitis seboroik pada anak
memiliki ciri yang mirip dengan dermatitis seboroik pada orang dewasa tapi jarang
dengan lesi folikular.

Dermatitis seboroik pada anak biasanya sembuh sendiri secara spontan dalam 6
hingga 12 bulan dan cenderung tidak rekuren hingga mencapai usia pubertas. Secara
umum, terapi bekerja dengan prinsip mengkontrol, bukan menyembuhkan, yakni dengan
membersihkan dan menghilangkan skuama dan krusta, menghambat kolonisasi jamur,
mengkontrol infeksi sekunder dan mengurangi eritema dan gatal. Khusus untuk
perawatan kulit kepala dapat dilakukan berbagai terapi: skuama dihilangkan
menggunakan sisir yang lembut khusus untuk bayi, pembersihan krusta menggunakan
larutan asam salisilat 3-5% dalam minyak zaitun ataupun pelarut air, pengkompresan

20
kulit kepala dengan minyak zaitun hangat (untuk skuama yang tebal), pengolesan
kortikosteroid berpotensi rendah (hidrokortison 1%) dalam bentuk krim atau lotion
dalam beberapa hari, penggunaan sampo ringan khusus untuk bayi, dan perawatan kulit
kepala bayi lainnya yang cocok menggunakan emolien, krim ataupun pasta lembut. Bila
ada infeksi sekunder khususnya yang disebabkan oleh staphylococcus, dapat diberikan
anti biotik oral.

Terapi yang diberikan pada pasien sudah sesuai dengan literatur yaitu pemberian
kortikosteroid topikal untuk mengurangi sisik atau krusta pada kulit terutama kulit
kepala, dan antibiotik oral untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder.

21
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan status lokalis pasien didiagnosis dengan
Dermatitis Seboroik.
2. Dermatitis seboroik merupakan kelainan kulit berupa peradangan superfisial
dengan papuloskuamosa yang kronik dengan tempat predileksi di daerah-daerah
seboroik yakni daerah yang kaya akan kelenjar sebasea, seperti pada kulit kepala,
alis, kelopak mata, naso labial, bibir, telinga, dada, axilla, umbilikus,
selangkangan dan glutea.
3. Dermatitis seboroik paling sering terjadi pada dua puncak umur yakni pada
kelompok anak dan dewasa. Pada kelompok anak sering didapatkan pada 3 bulan
pertama kehidupan dan kelompok dewasa dalam dekade keempat hingga ke
tujuh. Dematitis seboroik pada anak khususnya pada kelompok bayi, dapat
sembuh spontan dalam 6-12 bulan.

B. Saran
1. Anak sebaiknya dilakukan pemeriksaan sederhana dengan lampu Wood, untuk
mengetahui apakah anak juga terserang Pitiriasis versikolor, mengingat anak
memiliki kecenderungan produksi sebum yang berlebih.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Juanda A, Dermatosis eritroskuamosa. Dalam Juanda A, Hamzah M, Aisah S, Ilmu


penyakit kulit dan kelamin. Edisi keempat. Cetakan kedua. Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia ; 2005 : 200-2

2. Plewig G. Seborrheic dermatitis. In Fitzpatrick TB, Eisen AZ, Wolff K, Freedberg IM,
Austen KF. Dermatology in general medicine. Volume 1. Fourth edition. United States
of America : Mc Grow Hill ; 1993 : 1569-73

3. Champion RH, Burton JL, Ebling FJG. Seborrhoic dermatitis. Textbook of


dermatology. Volume 1. Fifth edition. Oxford : Blackwell Scientific Publications ;
1992 : 545-51

4. Goldstein BG, Goldstein AO. Dalam Dematologi praktis. Cetakan pertama. Jakarta :
Hipokrates ; 1998 : 188-90

5. Barakbah J, Pohan SS, Sukanto H, Martodihardjo S, Agusni I, Lumintang H, et al.


Dermatitis seboroik. Atlas penyakit kulit dan kelamin. Cetakan ketiga. Surabaya :
Airlangga University Press ; 2007 : 112-6

6. Arnold HL, Odom RB, James WD. Seborrheic dermatitis. Diseases of the skin. Eighth
edition. Philadelphia : WB Saunders Company ; 1990 : 194-98

7. Reeves JRT, Maibach H. Dermatitis seboroika. Atlas dermatologi klinik. Cetakan


pertama. Jakarta : Hipokrates ; 1990 : 1-3

8. Clark AF, Hopkins TT. Dermatitis seboroik. In Moscella SL, Hurley HJ, Dermatology,
third edition. Fourth edition. United states of america : WB Saunders Company ; 1992
: 465-72

23
9. Gawkrodger DJ. Eczema in Disease Eruption. 2007. Dermatology. 3th Edition. New
York. P 34-5.

10. Siregar, R., S., Dermatitis Seboroika, dalam Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit,
Edisi Kedua, Hal 104-106, Balai Penerbit EGC, Jakarta, 2002.

11. Schwartz, R. A., Janusz, C. A., Janniger, C. K., 2006, Seborrheic Dermatitis: An
Overview, University of Medicine and Dentistry at New Jersey-New Jersey Medical
School, Newark, New Jersey, American Family Physician, Volume 74, Number 10
July 1, 2006

12. Selden, S., 2005, Seborrheic Dermatitis, http://www.emedicine.com

24
LAMPIRAN

25

Anda mungkin juga menyukai