Anda di halaman 1dari 41

LAPORAN MINI PROJECT

TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP PENDERITA HIPERTENSI


TERHADAP TEKANAN DARAH TINGGI DI PUSKESMAS CEBONGAN

Disusun Oleh:
dr. Ifanemagasaro Mendrofa

Puskesmas Cebongan Kota Salatiga


Periode Jul 2017 Agustus 2017
Program Internsip Dokter Indonesia Kota Salatiga
Periode November 2016 - November 2017
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Usaha Kesehatan Masyarakat (UKM)
Laporan F.7 Mini Project

Topik :
TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP PENDERITA HIPERTENSI
TERHADAP TEKANAN DARAH TINGGI DI PUSKESMAS CEBONGAN

Diajukan dan dipresentasikan dalam rangka praktik klinis dokter internsip


sekaligus sebagai bagian dari persyaratan menyelesaikan program internsip dokter
Indonesia di Puskesmas Cebongan Kota Salatiga

Telah diperiksa dan disetujui pada tanggal November 2017

Mengetahui,
Dokter Internship, Dokter Pendamping

dr. Ifanemagasaro M dr. Galuh Ajeng Hendrasti


NIP. 19821014 201001 2 017

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Seiring dengan terjadinya transisi epidemiologi saat ini, terjadi perubahan
pola penyakit dari penyakit infeksi menjadi non infeksi (penyakit degeneratif)
seperti penyakit jantung, hipertensi, ginjal dan stroke yang akhir-akhir ini banyak
terjadi di masyarakat. Penyakit-penyakit diatas digolongkan kedalam penyakit
tidak menular yang frekuensi kejadiannya mulai meningkat seiring dengan
perkembangan teknologi, perubahan pola makan, gaya hidup serta kemajuan
ekonomi bangsa 1,2,3.
Hipertensi merupakan penyebab kematian dan kesakitan yang tinggi. Darah
tinggi sering diberi gelar The Silent Killer karena hipertensi merupakan pembunuh
tersembunyi yang penyebab awalnya tidak diketahui atau tanpa gejala sama sekali,
hipertensi bisa menyebabkan berbagai komplikasi terhadap beberapa penyakit lain,
bahkan penyebab timbulnya penyakit jantung, stroke dan ginjal. Data WHO (2011)
menunjukkan, di seluruh dunia, sekitar 972 juta orang atau 26,4 % penghuni bumi
mengidap hipertensi. Angka ini kemungkinan akan meningkat menjadi 29,2 % di
tahun 2025. Dari 972 juta pengidap hipertensi, 333 juta berada di negara maju dan
639 sisanya berada di Negara berkembang, termasuk Indonesia.1
Menurut WHO (2011), hipertensi membunuh hampir 8 juta orang setiap
tahun, dimana hampir 1,5 juta adalah penduduk wilayah Asia Tenggara.
Diperkirakan 1 dan 3 orang dewasa di Asia Tenggara menderita hipertensi. Menurut
data Departemen Kesehatan, hipertensi dan penyakit jantung lain meliputi lebih dari
sepertiga penyebab kematian, dimana hipertensi menjadi penyebab kematian kedua
setelah stroke. Berdasarkan data World Health Organization (WHO) dari 70%
penderita hipertensi yang di ketahui hanya 25% yang mendapat pengobatan, dan
hanya 12,5% yang diobati dengan baik (adequately treated cases) diperkirakan
sampai tahun 2025 tingkat terjadinya tekanan darah tinggi akan bertambah 60%. 1,2
Menurut Hamid (2011), dalam Seminar The S Scientific Meeting on
Hypertension 2011, tingkat prevalensi hipertensi di Indonesia mencapai 31,7 persen

3
dari total penduduk dewasa. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013,
prevalensi hipertensi di Indonesia berdasarkan hasil pengukuran pada umur 18
tahun sebesar 25,8 persen. Jadi cakupan nakes hanya 36,8 persen, sebagian besar
(63,2%) kasus hipertensi di masyarakat tidak terdiagnosis. Data secara nasional
yang belum lengkap, sebagian besar penderita hipertensi di Indonesia tidak
terdeteksi, sementara mereka yang terdeteksi umumnya tidak menyadari kondisi
penyakitnya.1,2,3
Berdasarkan data dari rekapan kunjungan pasien Puskesmas Cebongan
selama tahun 2017, kasus hipertensi sebanyak 2243 kasus, dan hipertensi
menduduki peringkat 2 dari 10 penyakit terbanyak di Puskesmas Cebongan pada
tahun 2017 (sampai bulan September 2017).4
Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian terhadap penderita hipertensi dengan judul Gambaran Pengetahuan dan
Perilaku Penderita Hipertensi dalam Upaya Mencapai Tekanan Darah Terkontrol
di wilayah Puskesmas Kelurahan Kebon Baru, Kecamatan Tebet, Jakarta Selatan.
Responden yang diambil pada mini project ini dari prolanis Puskesmas
Cebongan. Sehingga sebagian responden adalah berusia lanjut.

B. PERUMUSAN MASALAH
Bagaimana tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku penderita hipertensi
mengenai tekanan darah tinggi di Puskesmas Cebongan?

C. TUJUAN

Tujuan Penelitian

1.Tujuan Umum

Untuk mengetahui tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku penderita


hipertensi mengenai tekanan darah tinggi.

2. Tujuan Khusus

4
Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui jumlah penderita hipertensi yang datang berobat di
Puskesmas Amplas.
2. Untuk mengetahui dari mana sumber informasi penderita hipertensi di
Puskesmas Amplas tentang tekanan darah tinggi.
3. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan penderita hipertensi di Puskesmas
Amplas tentang tekanan darah tinggi.
4. Untuk mengetahui sikap penderita hipertensi di Puskesmas Amplas tentang
tekanan darah tinggi.
5. Untuk mengetahui perilaku penderita hipertensi di Puskesmas Amplas
tentang tekanan darah tinggi.
6. Untuk mengetahui tingkat kepatuhan penderita hipertensi dalam
mengonsumsi obat darah tinggi.

D. MANFAAT
a. Manfaat Bagi Peneliti
Merupakan bentuk dari pengaplikasian ilmu yang telah diperoleh
selama menjalankan internsip di Puskesmas Cebongan Kota Salatiga dan
mengetahui tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku penderita hipertensi
mengenai tekanan darah tinggi
b. Manfaat Bagi Instansi Pendidikan
Sebagai salah satu media pembelajaran, sumber informasi, wacana
kepustakaan terkait tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku penderita
hipertensi mengenai tekanan darah tinggi
c. Manfaat Bagi Instansi Kesehatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan yang
dapat digunakan untuk mengidentifikasi tingkat pengetahuan, sikap dan
perilaku penderita hipertensi mengenai tekanan darah tinggi. Penelitian ini
juga dapat menjadi bahan pertimbangan untuk penyusunan program
penyuluhan atau promosi kesehatan terkait hipertensi.
d. Manfaat Bagi Masyarakat

5
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan
wawasan mengenai tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku penderita
hipertensi mengenai tekanan darah tinggi

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca
indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba.
Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga
(Notoatmodjo,2007). Pengetahuan bisa diperoleh secara alami maupun secara
terencana, yaitu melalui proses pendidikan. Pengetahuan merupakan ranah yang
sangat penting untuk terbentuknya perilaku (Budiharto,2010).

Tingkatan pengetahuan dibagi menjadi 6, yaitu:

a. Tahu (know)
b. Memahami (comprehension)
c. Aplikasi (application)
d. Analisis (analysis)
e. Sintesis (synthesis)
f. Evaluasi (evaluation)
Apabila materi atau objek yang ditangkap pancaindera adalah tentang gigi,
penyakit mulut, serta kesehatan gigi dan mulut, maka pengetahuan yang diperoleh
adalah mengenai gigi, penyakit mulut, serta kesehatan gigi dan mulut
(Budiharto,2010).

Pengukuran pengetahuan dilakukan menggunakan kuesioner dengan


menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian. Kedalaman
pengetahuan yang ingin diketahui atau diukur dapat disesuaikan dengan tingkatan
pengetahuan (Notoatmodjo,2007).

7
2.2. Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang
terhadap suatu stimulus atau objek. Dari batasan-batasan di atas dapat disimpulkan
bahwa manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat
ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup (Notoatmodjo,2007). Ciri
sikap yang terutama adalah memiliki arah, dan dengan arah ini sikap dapat bersifat
positif dan negatif. Sikap positif mendekatkan diri seseorang terhadap objek,
sedangkan sikap negatif menjauhkan dari objek (Budiharto,2010).

Menurut Newcomb, salah seorang ahli psikologi sosial, menyatakan bahwa


sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan pelaksanaan
motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi
merupakan predisposisi dari suatu perilaku. Sikap merupakan kesiapan untuk
bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap
objek (Notoatmodjo,2007).

Sikap terdiri dari berbagai tingkatan, yaitu:

1. Menerima (Receiving)

2. Merespon (Responding)

3. Menghargai (Valuing)

4. Bertanggung jawab (Responsible)

Pengukuran sikap dilakukan menggunakan kuesioner dengan membuat


suatu pernyataan tentang bagaimana pendapat subjek terhadap kesehatan mulut.
Sikap yang baik akan dipengaruhi oleh pengetahuan mahasiswa terhadap kesehatan
mulut. Misalnya, mahasiswa yang selalu mencari pengetahuan mengenai
pemeliharaan kesehatan mulut atau mendiskusikan mengenai kesehatan mulut
dengan dokter gigi, ini adalah bukti bahwa mahasiswa tersebut telah mempunyai
sikap positif terhadap kesehatan mulut (Notoatmodjo,2007).

8
2.3. Perilaku

Perilaku kesehatan adalah respon seseorang terhadap stimulus yang


berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, serta
lingkungan. Masyarakat memiliki beberapa macam perilaku terhadap kesehatan.
Perilaku tersebut dibagi menjadi dua, yaitu perilaku sehat dan perilaku sakit
(Ramadhan,2012).

a. Perilaku sehat yang dimaksud yaitu perilaku seseorang yang sehat dan
meningkatkan kesehatannya tersebut. Perilaku sehat mencakup perilaku-
perilaku dalam mencegah atau menghindari penyakit dan penyebab
penyakit atau masalah dan penyebab masalah (perilaku preventif). Contoh
perilaku sehat antara lain makan makanan dengan gizi seimbang, olah raga
secara teratur, dan menggosok gigi sebelum tidur.
b. Perilaku sakit adalah perilaku seseorang yang sakit atau telah terkena
masalah kesehatan untuk memperoleh penyembuhan atau pemecahan
masalah kesehatannya. Perilaku ini disebut perilaku pencarian pelayanan
kesehatan. Perilaku ini mencakup tindakan-tindakan yang diambil
seseorang bila terkena masalah kesehatan untuk memperoleh kesembuhan
melalui sarana pelayanan kesehatan, seperti puskesmas dan rumah sakit.

Menurut Rogers (1974), sebelum seseorang mengadopsi perilaku baru


(berperilaku baru), di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni
:
a. Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti
mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).
b. Interest, dimana orang mulai tertarik kepada stimulus.
c. Evaluation, (menimbang-nimbang terhadap baik dan tidaknya stimulus
tersebut bagi dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
d. Trial, dimana orang telah mulai mencoba perilaku baru.
e. Adoption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,
kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.

9
Menurut Rogers, apabila penerimaan perilaku didasari oleh pengetahuan,
kesadaran, dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan langgeng (long
lasting). Sebaliknya, apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan
kesadaran maka tidak akan berlangsung lama (Notoatmodjo,2007).

Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek kesehatan, kemudian


mengadakan penilaian atau berpendapat (sikap), proses selanjutnya adalah
diharapkan ia akan melaksanakan atau mempraktikkan apa yang diketahuinya dan
disikapinya (dinilai baik). Dalam memutuskan perilaku tertentu akan dibentuk atau
tidak, seseorang selain mempertimbangkan informasi dan keyakinan tentang
keuntungan atau kerugian yang akan didapat, juga akan mempertimbangkan sejauh
mana dia dapat mengatur perilaku tersebut. Menurut Bandura, pengaturan diri
dalam hal berperilaku secara efektif tidak akan dicapai hanya dengan kehendak atau
sikap saja akan tetapi dituntut juga memiliki pengetahuan yang baik (Smet,1994).

Kebersihan mulut merupakan hal mendasar untuk pemeliharan kesehatan


mulut. Orang yang memiliki pengetahuan tentang kesehatan mulut akan lebih
cenderung mengadopsi perilaku perawatan diri (Budiharto,2010).

2.4. Hipertensi

2.4.1. Pengertian dan Klasifikasi Hipertensi

Tekanan darah adalah tekanan yang dihasilkan oleh darah terhadap


pembuluh darah. Tekanan darah dipengaruhi volume darah dan elastisitas
pembuluh darah. Peningkatan tekanan darah disebabkan peningkatan volume darah
atau elastisitas pembuluh darah. Sebaliknya, penurunan volume darah akan
menurunkan tekanan darah (Ronny et al, 2010).

Pada tahun 2003, National Institutes of Health Amerika telah mengeluarkan


suatu laporan lengkap berkenaan hipertensi yang dikenali sebagai The Seventh
Report of Joint National Committee on Detection, Evaluation, and Treatment for
High Blood Pressure (JNC-7). Berdasarkan rekomendasi (Joint National

10
Committee 7 (JNC-7), tekanan darah yang normal seharusnya berkisar di bawah
120 mmHg sistolik dan di bawah 80 mmHg diastolik. Tekanan darah sistolik di
antara 120 dan 139 mmHg dan tekanan darah diastolik di antara 80 dan 89 mmHg
dianggap pre-hipertensi.

Diagnosa hipertensi hanya akan dibuat apabila tekanan darah sistolik


melebihi 140 mmHg dan tekanan darah diastolik melebihi 90 mmHg. Untuk orang
dewasa dengan Diabetes Mellitus, tekanan darah individu tersebut haruslah berada
di bawah 130/80 mmHg. Hipertensi kemudiannya dibagikan lagi kepada hipertensi
derajat 1 dan 2 berdasarkan tekanan darah sistolik dan diastoliknya. Pembagian
hipertensi berdasarkan Joint National Committee 7 seperti yang tercantum dalam
tabel di bawah:

Tabel 2.1. Definisi dan Klasifikasi Tekanan Darah berdasarkan JNC-VII 2003

Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)


Normal < 120 dan < 80
Prehipertensi 120-139 atau 80-89
Hipertensi
Derajat 1 140-159 atau 90-99
Derajat 2 160 atau 100

Hipertensi, atau tekanan darah tinggi, dianggap merupakan masalah paling


utama yang dihadapi oleh orang dewasa di seluruh dunia dan merupakan salah satu
faktor resiko utama terjadinya penyakit kardiovaskuler. Hipertensi lebih sering
dijumpai pada laki-laki muda berbanding wanita muda (Grim, 1995), pada orang
berkulit gelap berbanding orang berkulit cerah, pada orang dengan sosioekonomi
rendah dan pada orang tua (Gillum, 1996). Laki-laki mempunyai tekanan darah
yang lebih tinggi berbanding perempuan sehingga menopause, di mana perempuan
akan mempunyai tekanan darah yang lebih tinggi (Carol, 2005). Berdasarkan satu
kajian dari Framingham study mengusulkan bahawa individu yang memiliki tensi
yang normal (normotensive) sehingga umur 55 tahun 90% cenderung untuk
menghidapi hipertensi pada waktu yang akan datang (Vassan, 2001).

11
2.4.2. Penyebab Hipertensi

Sembilan puluh persen sampai 95% hipertensi bersifat idiopatik (hipertensi


esensial), yaitu suatu peningkatan persisten tekanan arteri yang dihasilkan oleh
ketidakteraturan mekanisme kontrol homeostatik normal tanpa penyebab sekunder
yang jelas (Mervin, 1995). Hipertensi esensial dipengaruhi oleh beberapa faktor
seperti umur, jenis kelamin, ras, faktor genetik atau keturunan serta faktor
lingkungan yang meliputi obesitas, stres, konsumsi garam berlebih dan sebagainya
(Depkes, 2007).

Selain itu terdapat pula jenis hipertensi lainnya yang disebut dengan
hipertensi sekunder, yaitu hipertensi yang sudah diketahui penyebabnya, meliputi
kurang lebih 5% dari total enderita hipertensi. Timbulnya penyakit hipertensi
sekunder sebagai akibat dari suatu penyakit, kondisi atau kebiasaan seseorang (
Astawan, 2010). Gangguan ginjal yang dapat menimbulkan hipertensi yaitu,
glomerulonefritis akut, penyakit ginjal kronis, penyakit polikistik, stenosis arteria
renalis, vaskulitis ginjal, dan tumor penghasil renin. Gangguan pada sistem
endokrin juga dapat menyebabkan hipertensi, dintaranya seperti hiperfungsi
adrenokorteks (sindrom Cushing, aldosteronisme primer, hiperplasia adrenal
kongenital, ingesti licorice), hormon eksogen (glukokortikoid, estrogen, makanan
yang mengandung tiramin dan simpatomimetik, inhibitor monoamin oksidase),
feokromositoma, akromegali, hipotiroidisme, dan akibat kehamilan. Gangguan
pada sistem kardiovaskular seperti koarktasio aorta, poliarteritis nodosa,
peningkatan volume intravaskular, peningkatan curah jantung, dan rigiditas aorta
juga dapat menyebabkan hipertensi, begitu pula dengan gangguan neurologik
seperti psikogenik, peningkatan intrakranium, apnea tidur, dan stres akut (Cohen,
2008).

2.4.3. Faktor Risiko Hipertensi

Hipertensi esensial adalah penyakit multifaktorial yang timbul terutama


karena interaksi faktor-faktor risiko tertentu. Faktor-faktor risiko yang mendorong
timbulnya kenaikan tekanan darah tersebut adalah faktor risiko seperti diet dan

12
asupan garam, stres, ras, obesitas, merokok, genetis, sistem saraf simpatis (tonus
simpatis dan variasi diurnal), keseimbangan modulator vasodilatasi dan
vasokontriksi, serta pengaruh sistem otokrin setempat yang berperan pada sistem
renin, angiotensin dan aldosteron. Pasien prehipertensi beresiko mengalami
peningkatan tekanan darah menjadi hipertensi; mereka yang tekanan darahnya
berkisar antara 130-139/80-89 mmHg dalam sepanjang hidupnya akan memiliki
dua kali risiko menjadi hipertensi dan mengalami penyakit kardiovaskular daripada
yang tekanan darahnya lebih rendah. Pada orang yang berumur lebih dari 50 tahun,
tekanan darah sistolik >140 mmHg yang merupakan faktor risiko yang lebih
penting untuk terjadinya penyakit kardiovaskular dari pada tekanan darah diastolik.
Risiko penyakit kardiovaskular dimulai pada tekanan darah 115/75 mmHg,
meningkat dua kali dengan tiap kenaikan 20/10 mmHg. Risiko penyakit
kardiovaskular ini bersifat kontinyu, konsisten, dan independen dari faktor risiko
lainnya, serta individu berumur 55 tahun memiliki 90% risiko untuk mengalami
hipertensi (Yogiantoro, 2006).

Tabel 2.2. Faktor Risiko Kardiovaskular

Dapat Dimodifikasi Tidak dapat Dimodifikasi


Hipertensi Umur (pria > 55 tahun, wanita > 65
Merokok tahun)
Obesitas (BMI 30) Riwayat keluarga dengan penyakit
Physical Inactivity kardiovaskular prematur (pria < 55
Dislipidemia tahun, wanita < 65 tahun)

Diabetes mellitus
Mikroalbuminemia atau GFR < 60
ml/min
Sumber : Yogiantoro, 2006.

13
2.4.4. Mekanisme Hipertensi

Tekanan darah merupakan suatu sifat kompleks yang ditentukan oleh


interaksi berbagai faktor genetik, lingkungan dan demografik yang mempengaruhi
dua variabel hemodinamik: curah jantung dan resistansi perifer. Total curah jantung
dipengaruhi oleh volume darah, sementara volume darah sangat bergantung pada
homeostasis natrium. Resistansi perifer total terutama ditentukan di tingkat arteriol
dan bergantung pada efek pengaruh saraf dan hormon. Tonus vaskular normal
mencerminkan keseimbangan antara pengaruh vasokontriksi humoral (termasuk
angiotensin II dan katekolamin) dan vasodilator (termasuk kinin, prostaglandin, dan
oksida nitrat). Resistensi pembuluh juga memperlihatkan autoregulasi;
peningkatan aliran darah memicu vasokonstriksi agar tidak terjadi hiperperfusi
jaringan. Faktor lokal lain seperti pH dan hipoksia, serta interaksi saraf (sistem
adrenergik - dan -), mungkin penting. Ginjal berperan penting dalam
pengendalian tekanan darah, melalui sistem renin-angiotensin, ginjal
mempengaruhi resistensi perifer dan homeostasis natrium. Angiontensin II
meningkatkan tekanan darah dengan meningkatkan resitensi perifer (efek langsung
pada sel otot polos vaskular) dan volume darah (stimulasi sekresi aldosteron,
peningkatan reabsorbsi natrium dalam tubulus distal). Ginjal juga mengasilkan
berbagai zat vasodepresor atau antihipertensi yang mungkin melawan efek
vasopresor angiotensin. Bila volime darah berkurang, laju filtrasi glomerulus
(glomerular filtration rate) turun sehingga terjadi peningkatan reabsorbsi natrium
oleh tubulus proksimal sehingga natrium ditahan dan volume darah meningkat
(Kumar, et al, 2007).

Sembilan puluh persen sampai 95% hipertensi bersifat idiopatik (hipertensi


esensial). Beberapa faktor diduga berperan dalam defek primer pada hipertensi
esensial, dan mencakup, baik pengaruh genetik maupun lingkungan. Penurunan
ekskresi natrium pada tekanan arteri normal mungkin merupakan peristiwa awal
dalam hipertensi esensial. Penurunan ekskresi natrium kemudian dapat
menyebabkan meningkatnya volume cairan, curah jantung, dan vasokonstriksi
perifer sehingga tekanan darah meningkat. Pada keadaan tekanan darah yang lebih

14
banyak natrium untuk mengimbangi asupan dan mencegah retensi cairan. Oleh
karena itu, ekskresi natrium akan berubah, tetapi tetap steady state (penyetelan
ulang natriuresis tekanan). Namun, hal ini menyebabkan peningkatan stabil
tekanan darah. Hipotesis alternatif menyarankan bahwa pengaruh vasokonstriktif
(faktor yang memicu perubahan struktural langsung di dinding pembuluh sehingga
resistensi perifer meningkat) merupakan penyebab primer hipertensi. Selain itu,
pengaruh vasikonstriktif yang kronis atau berulang dapat menyebabkan penebalan
struktural pembuluh resistensi. Faktor lingkungan mungkin memodifikasi ekspresi
gen pada peningkatan tekanan. Stres, kegemukan, merokok, aktifitas fisik
berkurang, dan konsumsi garam dalam jumlah besar dianggap sebagai faktor
eksogen dalam hipertensi (Kumar, et al, 2007).

2.4.5. Gejala Klinis Hipertensi

Secara umum gejala yang dikeluhkan oleh penderita hipertensi yaitu sakit
kepala, rasa pegal dan tidak nyaman pada tengkuk, perasaan berputar serasa ingin
jatuh, berdebar atau detak jantung terasa cepat, dan telinga berdengung (Kaplan,
1991).

Pada survei hipertensi di Indonesia oleh Sugiri,dkk (1995), tercatat gejala-


gejala sebagai berikut : pusing, mudah marah, telinga berdengung, sesak nafas, rasa
berat di tengkuk, mudah lelah dan mata berkunang-kunang serta sukar tidur
merupakan gejala yang banyak dijumpai (Riyadina, 2002).

Gejala lain akibat komplikasi hipertensi seperti gangguan penglihatan,


gangguan saraf, gejala gagal jantung, dan gejala lain akibat gangguan fungsi ginjal
sering di jumpai. Gagal jantung dan gangguan penglihatan banyak dijumpai pada
hipertensi maligna, yang umumnya disertai pula dengan gangguan pada ginjal
bahkan sampai gagal ginjal. Gangguan cerebral akibat hipertensi dapat merupakan
kejang atau gejala-gejala akibat pendarahan pembuluh darah otak yang
mengakibatkan kelumpuhan, gangguan kesadaran bahkan sampai koma (Riyadina,
2002).

15
2.4.6. Komplikasi Hipertensi

Hipertensi menimbulkan stres pada jantung dan pembuluh darah. Jantung


mengalami peningkatan beban kerja karena harus memompa melawan resistensi
perifer yang meningkat, sementara dinding pembuluh darah akan melemah akibat
proses degeneratif arteriosklerosis. Penyulit hipertensi antara lain adalah gagal
jantung kongestif akibat ketidakmampuan jantung memompa darah melawan
peningkatan tekanan arteri, stroke akibat rupturnya pembuluh di otak, atau serangan
jantung akibat ruptur pembuluh koroner. Perdarahan spontan akibat pecahnya
pembuluh-pembuluh kecil di bagian tubuh lain juga dapat terjadi, tetapi dengan
akibat yang relatif lebih ringan, misalnya ruptur pembuluh darah di hidung
mengakibatkan mimisan. Penyulit serius lainnya pada hipertensi adalah gagal ginjal
akibat gangguan progresif aliran darah melalui pembuluh-pembuluh ginjal yang
rusak. Selain itu, kerusakan retina yang disebabkan oleh perubahan pembuluh yang
memperdarahi mata dapat menyebabkan gangguan penglihatan progresif. Sampai
terjadi penyulit, hipertensi tidak menimbulkan gejala karena jaringan mendapat
pasokan darah yang adekuat. Dengan demikian, kecuali apabila dilakukan
pengukuran tekanan darah secara berkala, hipertensi dapat berlangsung tanpa
terdeteksi sampai timbul penyulit. Jika seseorang menyadari penyulit yang
mungkin terjadi pada hipertensi dan mempertimbangkan bahwa 25 % orang dewasa
di Amerika Serikat diperkirakan mengidap hipertensi kronik, ia dapat
membayangkan besarnya masalah kesehatan masyarakat yang ditimbulkan
penyakit ini (Sherwood, 2001).
2.4.7. Diagnosis Hipertensi
Pemeriksaan pasien hipertensi memiliki tujuan, yaitu untuk menilai gaya
hidup dan faktor risiko kardiovaskular lainnya atau bersamaan gangguan yang
mungkin mempengaruhi prognosis dan pedoman pengobatan, untuk mengetahui
penyebab tekanan darah tinggi, untuk menilai ada atau tidaknya kerusakan target
organ dan penyakit kardiovaskular (National Institutes of Health, 2003).
Pemeriksaan pada hipertensi menurut PERKI (Perhimpunan Dokter
Spesialis Kardiovaskular Indonesia) (2003), terdiri atas:

16
1. Riwayat penyakit

a. Lama dan klasifikasi hipertensi

b. Pola hidup

c. Faktor-faktor risiko kelainan kardiovaskular (Tabel 2.2)

d. Riwayat penyakit kardiovaskular

e. Gejala-gejala yang menyertai hipertensi

f. Target organ yang rusak

g. Obat-obatan yang sedang atau pernah digunakan

2. Pemeriksaan fisik
a. Tekanan darah minimal 2 kali selang dua menit
b. Periksa tekanan darah lengan kontra lateral
c. Tinggi badan dan berat badan
d. Pemeriksaan funduskopi
e. Pemeriksaan leher, jantung, abdomen dan ekstemitas
f. Refleks saraf
3. Pemeriksaan laboratorium
a. Urinalisa
b. Darah : platelet, fibrinogen
c. Biokimia : potassium, sodium, creatinin, GDS, lipid profil, asam urat
4. Pemeriksaan tambahan
a. Foto rontgen dada
b. EKG 12 lead
c. Mikroalbuminuria
d. Ekokardiografi

Tekanan darah setiap orang sangat bervariasi. Pengukuran tunggal yang


akurat adalah awal yang baik tetapi tidak cukup: ukur tekanan darah dua kali dan
ambil rata-ratanya. Hipertensi didiagnosis jika rata-rata sekurang-kurangnya 2
pembacaan per kunjungan diperoleh dari masing-masing 3 kali pertemuan selama
2 sampai 4 minggu diperoleh tekanan darah sistolik 140 mmHg atau 90 mmHg

17
untuk diastolik. Menurut JNC 7, tekanan darah normal adalah 120/80 mmHg atau
kurang. Prehipertensi bila tekanan darah 120/80 samapi 139/89 mmHg. Hipertensi
stadium 1 bila tekanan darah sistolik 140 sampai 159 mmHg atau tekanan darah
diastolik 90 sampai 99 mmHg. Serta hipertensi stadium 2 bila tekanan darah sistolik
160 mmHg atau tekanan darah diastolik 100 mmHg (Cohen, 2008).

2.4.8. Penatalaksanaan Hipertensi

2.4.8.1. Target Tekanan Darah

Menurut Joint National Commission (JNC) 7, rekomendasi target tekanan


darah yang harus dicapai adalah < 140/90 mmHg dan target tekanan darah untuk
pasien penyakit ginjal kronik dan diabetes adalah 130/80 mmHg. American Heart
Association (AHA) merekomendasikan target tekanan darah yang harus dicapai,
yaitu 140/90 mmHg, 130/80 mmHg untuk pasien dengan penyakit ginjal kronik,
penyakit arteri kronik atau ekuivalen penyakit arteri kronik, dan 120/80 mmHg
untuk pasien dengan gagal jantung. Sedangkan menurut National Kidney
Foundation (NKF), target tekanan darah yang harus dicapai adalah 130/80 mmHg
untuk pasien dengan penyakit ginjal kronik dan diabetes, dan < 125/75 mmHg
untuk pasien dengan > 1 g proteinuria (Cohen, 2008).

2.4.8.2. Algoritme Penanganan Hipertensi

Algoritme penanganan hipertensi menurut JNC 7 (2003), dijelaskan pada


skema dibawah ini:

18
Gambar 2.1. (Sumber : National Institutes of Health, 2003)

2.4.8.3. Modifikasi Gaya Hidup

19
Pelaksanaan gaya hidup yang positif mempengaruhi tekanan darah memiliki
implikasi baik untuk pencegahan dan pengobatan hipertensi. Promosi kesehatan
modifikasi gaya hidup direkomendasikan untuk individu dengan pra-hipertensi dan
sebagai tambahan terhadap terapi obat pada individu hipertensi. Intervensi ini untuk
risiko penyakit jantung secara keseluruhan. Meskipun dampak intervensi gaya
hidup pada tekanan darah akan lebih terlihat pada orang dengan hipertensi, dalam
percobaan jangka pendek, penurunan berat badan dan pengurangan NaCl diet juga
telah ditunjukkan untuk mencegah perkembangan hipertensi. Pada penderita
hipertensi, bahkan jika intervensi tersebut tidak menghasilkan penurunan tekanan
darah yang cukup untuk menghindari terapi obat, jumlah obat atau dosis yang
dibutuhkan untuk mengontrol tekanan darah dapat dikurangi. Modifikasi diet yang
efektif menurunkan tekanan darah adalah mengurangi berat badan, mengurangi
asupan NaCl, meningkatkan asupan kalium, mengurangi konsumsi alkohol, dan
pola diet yang sehat secara keseluruhan (Kotchen, 2008).

Mencegah dan mengatasi obesitas sangat penting untuk menurunkan


tekanan darah dan risiko penyakit kardiovaskular. Rata-rata penurunan tekanan
darah 6,3/3,1 mmHg diobseravsi setelah penurunan berat badan sebanyak 9,2 kg.
Berolah raga teratur selama 30 menit seperti berjalan, 6-7 perhari dalam seminggu,
dapat menurunkan tekanan darah. Ada variabilitas individu dalam hal sensitivitas
tekanan darah terhadap NaCl, dan variabilitas ini mungkin memiliki dasar genetik.
Berdasarkan hasil meta-analisis, menurunkan tekanan darah dengan membatasi
asupan setiap hari untuk 4,4-7,4 g NaCl (75-125 meq) menyebabkan penurunan
tekanan darah 3.7-4.9/0.9-2.9 mmHg pada hipertensi dan penurunan lebih rendah
pada orang darah normal. Konsumsi alkohol pada orang yang mengkonsumsi tiga
atau lebih minuman per hari (minuman standar berisi ~ 14 g etanol) berhubungan
dengan tekanan darah tinggi, dan penurunan konsumsi alkohol dikaitkan dengan
penurunan tekanan darah. Begitu pula dengan DASH (Dietary Approaches to Stop
Hypertension) meliputi diet kaya akan buah-buahan, sayuran, dan makanan rendah
lemak efektif dalam menurunkan tekanan darah (Kotchen, 2008).

Tabel 2.3. Modifikasi gaya hidup untuk mencegah dan mengatasi hipertensi

20
Modifikasi Rekomendasi Penurunan
potensial TD
sistolik
Diet natrium Membatasi diet natrium tidak lebih 2-8 mmHg
dari 2400 mg/hari atau 100 meq/hari
Penurunan Berat Menjaga berat badan normal; BMI = 5-20 mmHg per 10
Badan 18,5-24,9 kg/ kg penururnan berat
badan
Olahraga aerobik Olahraga aerobik secara teratur, 4-9 mmHg
bertujuan untuk melakukan aerobik 30
menit
Latihan sehari-hari dalam seminggu.
Disarankan pasien berjalan-jalan 1 mil
per hari di atas tingkat aktivitas saat
ini
Diet DASH Diet yang kaya akan buah-buahan, 4-14 mmHg
sayuran, dan mengurangi jumlah
lemak jenuh dan total
Membatasi Pria 2 minum per hari, wanita 1 2-4 mmHg
konsumsi alkohol minum per hari

Jadi, modifikasi gaya hidup merupakan upaya untuk mengurangi tekanan


darah, mencegah atau memperlambat insiden dari hipertensi, meningkatkan efikasi
obat antihipertensi, dan mengurangi risiko penyakit kardiovaskular (National
Institutes of Health, 2003).

2.4.8.4. Terapi Farmakologi

Jenis-jenis obat antihipertensi untuk terapi farmakologis hipertensi yang dianjurkan


oleh JNC 7 adalah:

a. Diuretika, terutama jenis Thiazide (Thiaz) atau Aldosteron Antagonist


b. Beta Blocker (BB)

21
c. Calcium Chanel Blocker atau Calcium antagonist (CCB)
d. Angiotensin Converting Enzym Inhibitor (ACEI)
e. Angiotensin II Receptor Blocker atau Areceptor antagonist/blocker (ARB)

Untuk sebagian besar pasien hipertensi, terapi dimulai secara bertahap, dan
target tekanan darah tercapai secara progresif dalam beberapa minggu. Dianjurkan
untuk menggunakan obat antihipertensi dengan masa kerja panjang atau yang
memberikan efikasi 24 jam dengan pemberian sekali sehari. Pilihan apakah
memulai terapi dengan satu jenis obat antihipertensi atau dengan kombinasi
tergantung pada tekanan darah awal dan ada tidaknya komplikasi. Jika terapi
dimulai dengan satu jenis obat dan dalam dosis rendah, dan kemudian tekanan darah
belum mencapai target, maka langkah selanjutnya adalah meningkatkan dosis obat
tersebut, atau berpindah ke antihipertensif lain dengan dosis rendah. Tatalaksana,
indikasi dan kontraindikasi pemberian obat antihipertensi dapat dilihat pada tabel
2.4. dan 2.5.

Efek samping umumnya bisa dihindari dengan menggunakan dosis rendah,


baik tunggal maupun kombinasi. Sebagian besar pasien memerlukan kombinasi
obat antihipertensi untuk mencapai target tekanan darah, tetapi terapi kombinasi
dapat meningkatkan biaya pengobatan dan menurunkan kepatuhan pasien karena
jumlah obat yang harus diminum bertambah (Yogiantoro, 2006).

Kombinasi obat yang telah terbukti efektif dan dapat ditoleransi pasien adalah:
a. CCB dan BB

b. CCB dan ACEI atau ARB

c. CCB dan diuretika

d. AB dan BB

e. Kadang diperlukan tiga atau empat kombinasi obat

Tabel 2.4. Indikasi dan Kontraindikasi Kelas-kelas Utama Obat Antihipertensi


Menurut ESH (European Society of Hypertension) (2003).

22
Kelas Obat Indikasi Kontraindikasi
Mutlak Tidak Mutlak
Diuretika Gagal jantung kongestif, Gout Kehamilan
(Thiazide) usia lanjut, isolated systolic
hypertension, ras Afrika
Diuretika Insufisiensi ginjal, gagal
(Loop) jantung kongestif
Diuretika (anti Gagal jantung kongestif, Gagal ginjal,
aldosteron) pasca infark miokardium hiperkalemia
Penyekat Angina pektoris, pasca Asma, penyakit Penyakit
infark miokardium, gagal paru obstruktif pembuluh darah
jantung kongestif, menahun, A-V perifer,
kehamilan, takiaritmia block (derajat 2 intoleransi
atau 3) glukosa, atlit
atau pasien yang
aktif secara fisik
Calcium Usia lanjut, isolated systolic Takiaritmia,
Antagonist hypertension, angina gagal jantung
(dihydropiridi pektoris, penyakit pembuluh kongestif
ne) darah perifer, aterosklerosis
karotis, kehamilan
Calcium Angina pektoris, A-V block
Antigonist aterosklerotis karotis, (derajat 2 atau
(verapamil, takikardia supraventrikuler 3), gagal
diltiazem) jantung
kongestif
Pengahambat Gagal jantung kongestif, Kehamilan,
ACE disfungsi ventrikel kiri, hiperkalemia,
pasca infark miokardium, stenosis arteri
non-diabetik nefropati renalis bilateral

23
Angiotensin II Nefropati DM tipe 2, Kehamilan,
receptor mikroalbuminuria diabetik, hiperkalemia,
antagonist proteinuria, hipertropi stenosis arteri
(AT1-blocker) ventrikel kiri, batuk karena renalis bilateral
ACEI
-Blocker Hiperplasia prostat (BPH), Hipotensi Gagal jantung
hiperlipidemia ortostatis kongestif

Tabel 2.5. Tatalaksana Hipertensi Menurut JNC 7

Klasifikasi Perbaikan Terapi Obat Awal


Tekanan Pola Tanpa Indikasi yang Dengan Indikasi yang
Darah (mmHg) Hidup Memaksa Memaksa
Normal Dianjurkan
(TDS < 120 ya
dan TDD < 80)
Prehipertensi Ya Tidak indikasi obat Obat-obatan untuk
(TDS 120-139 indikasi yang memaksa
atau TDD 80-
89)
Hipertensi Ya Diuretika jenis Obat-obatan untuk
derajat 1 Thiazide untuk indikasi yang memaksa
(TDS 140-159 sebagian besar kasus obat antihipertensi lain
atau TDD 90- dapat (diuretika, ACEI, ARB,
99) dipertimbangkan BB, CCB) sesuai
ACEI, ARB, BB, kebutuhan
CCB, atau kombinasi
Hipertensi Ya Kombinasi 2 obat
derajat 2 untuk sebagian besar
(TDS 160 kasus umumnya
atau TDD diuretika jenis
100 Thiazide dan ACEI
atau ARB atau BB
atau CCB

24
BAB III
METODOLOGI

3.1 Desain Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang bertujuan untuk
menggambarkan pengetahuan dan sikap penderita hipertensi dalam upaya
mencapai tekanan darah terkontrol di Wilayah Puskesmasa Cebongan, Salatiga
Tahun 2017. Penelitian ini disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi terhadap
variabel yang diteliti yaiu variabel pengetahuan dan variabel sikap.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian


3.2.1. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini dilakukan di kegiatan prolanis Puskesmas Cebongan
pada tanggal 14 September 2017

3.2.2. Waktu Penelitian


Penelitian dilakukan tanggal 14 September 2017

3.3 Populasi dan Subjek Penelitian


3.3.1 Populasi Penelitian
Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai maka populasi dalam penelitian ini
adalah semua penderita hipertensi yang datang ke Prolanis Puskesmas Cebongan
pada tanggal 14 September 2017 berjumlah 25 orang.
3.3.2 Subjek Penelitian
Subjek Penelitian adalah populasi target yang masuk dalam kriteria inklusi

3.4. Kriteria Pemilihan Subjek Penelitian

3.4.1. Kriteria Inklusi

Penderita Hipertensi yang datang ke Prolanis Puskesmas Cebongan

25
3.4.2. Kriteria Eksklusi

Penderita Hipertensi yang tidak kooperatif


3.5 Kerangka Konsep Dan Definis Operasional

3.5.1. Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat


pengetahuan, sikap dan perilaku penderita hipertensi mengenai tekanan
darah tinggi di Puskesmas Cebongan

Pengetahuan

Sikap Hipertensi

Perilaku

Gambar 3.1 : Kerangka Konsep Penelitian

3.5.2. Definisi Operasional

Definisi operasional bermanfaat untuk membatasi ruang lingkup


atau pengertian variabel-variabel tersebut diberi batasan yang bermanfaat
untuk mengarahkan kepada pengukuran atau pengamatan terhadap variabel-
variabel yang bersangkutan serta pengembangan instrumen atau alat ukur
(Notoatmodjo, 2007).

26
3.2.1 Pengetahuan

Pengetahuan mencakup bagaimana tingkat pengetahuan responden


tentang hipertensi yang mencakup pengertian hipertensi, faktor resiko
hipertensi, gejala hipertensi, komplikasi hipertensi, penanganan dan
pencegahan hipertensi.

Cara ukur : Pengetahuan diukur dengan skala Guttman

Alat ukur : Pengetahuan diukur dengan kuesioner, pertanyaan yang


diajukan sebanyak 10 pertanyaan dengan 2 pilihan jawaban.

- Jawaban yang benar diberi skor 1

- Jawaban yang salah atau tidak tahu diberi skor 0

Kategori : Kategori penelitian dinilai dengan menggunakan metode


presentasi scoring menurut Pratomo (1990) sebagai berikut:

- Pengetahuan Baik bila >70 % pertanyaan dijawab benar oleh


responden atau total nilai > 7.

- Pengetahuan Cukup bila 40-70 % pertanyaan dijawab benar


oleh responden atau total nilai 4 - 7.

- Pengetahuan Kurang bila <40 % pertanyaan dijawab benar


oleh responden atau total nilai < 4.

Skala pengukuran : Ordinal

3.2.2 Sikap
Sikap adalah suatu bentuk reaksi atau respon masyarakat yang
masih tertutup terhadap hipertensi.

Cara ukur : Sikap diukur dengan skala Likert

27
Alat ukur : Sikap diukur dengan kuesioner, pertanyaan yang diajukan
sebanyak 10 pertanyaan dengan 3 pilihan jawaban

a. Untuk pernyataan positif (favorable) diberi skor :

3 : Jawaban sangat setuju (SS)

2 : Jawaban setuju (S)

1 : Jawaban tidak setuju (TS)

b. Untuk pernyataan negatif (Unfavorable) diberi skor :

1 : Jawaban sangat setuju (SS)

2 : Jawaban setuju (S)

3 : Jawaban tidak setuju (TS)

Kategori : Kategori penelitian dinilai dengan menggunakan metode


presentasi scoring menurut Pratomo (1990) sebagai berikut :

Kategori baik, apabila nilai total jawaban responden >70% dari


nilai tertinggi yaitu > 21

Kategori sedang, apabila nilai total jawaban responden 40-70%


dari nilai tertinggi yaitu 12-21

Kategori kurang, apabila nilai total jawaban responden <40% dari


nilai tertinggi yaitu < 12

Skala pengukuran : Ordinal

3.2.3 Perilaku

Perilaku adalah respon masyarakat dalam menghadapi masalah


hipertensi yang dialaminya.

28
Cara ukur : Perilaku diukur dengan skala Likert

Alat ukur : Perilaku diukur dengan kuesioner, pertanyaan yang diajukan


sebanyak 10 pertanyaan dengan 5 pilihan jawaban.

Pemberian skor adalah seperti berikut :

- Tidak pernah : Skor 1

- Jarang : Skor 2

- Kadang-kadang : Skor 3

- Sering : Skor 4

- Selalu : Skor 5

Kategori : Kategori penelitian dinilai dengan menggunakan metode


presentasi scoring menurut Pratomo (1990) sebagai berikut :

Kategori baik, apabila nilai total jawaban responden >70% dari


nilai tertinggi yaitu > 35

Kategori sedang, apabila nilai total jawaban responden 40-75%


dari nilai tertinggi yaitu 20-35

Kategori kurang, apabila nilai total jawaban responden <40% dari


nilai tertinggi yaitu < 20

Skala pengukuran : Ordinal

3.6 Teknik Pengolahan dan Analisa Data


3.6.1 Teknik Pengolahan Data
a. Pengolahan Data (editing)

29
Meneliti kembali apakah lembar kuesioner sudah cukup baik sehingga dapat
di proses lebih lanjut. Editing dapat dilakukan di tempat pengumpulan data
sehingga jika terjadi kesalahan maka upaya perbaikan dapat segera
dilaksanakan.
b. Pengkodean (Coding)
Usaha mengklarifikasi jawaban-jawaban yang ada menurut macamnya,
menjadi bentuk yang lebih ringkas dengan menggunakan kode.
c. Pemasukan Data (Entry)
Memasukan data ke dalam perangkat komputer sesuai dengan kriteria.
d. Pembersihan Data (Cleaning data)
Data yang telah di masukan kedalam komputer diperiksa kembali untuk
mengkoreksi kemungkinan kesalahan.

3.6.2 Tehnik Analisis Data


Pada penelitian ini digunakan analisa univariat yaitu analisa yang dilakukan
terhadap setiap variabel dari hasil penelitian dalam analisa ini hanya menghasilkan
distribusi dan persentase dari tiap variabel yang diteliti yaitu variabel pengetahuan,
variable sikap dan variable perilaku.

30
BAB IV
HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Puskesmas Cebongan


1. DATA WILAYAH
Puskesmas Cebongan merupakan Puskesmas yang terletak paling
selatan dari Kota Salatiga.Lokasi bertempat di Kelurahan Cebongan,
Kecamatan Argomulyo Kota Salatiga. Batas wilayah Puskesmas Cebongan
adalah :
Utara : Kelurahan Gendongan Kota Salatiga
Timur : Ds. Bener, Ds. Tegal Waton, Kabupaten Semarang
Selatan : Desa Patemon, Desa Karang Duren Kabupaten
Semarang
Barat : Kelurahan Randuacir dan Kelurahan Tegalrejo Kota
Salatiga
Puskesmas Cebongan pada Tahun 1994 bergabung dengan Kota
Salatiga setelah sebelumnya merupakan bagian dari Puskesmas di
Kabupaten Semarang. Puskesmas Cebongan Terdiri dari 4 wilayah, yaitu
kelurahan Tingkir Tengah, Kelurahan Tingkir Lor, Kelurahan Cebongan
& Kelurahan Noborejo.
Pada Tahun 2005 dilakukan pelayanan tambahan di Puskesmas
Cebongan yaitu IGD 24 Jam . Pada tahun 2007 ditambah layanan rawat
inap dan dilakukan rewilayah kerja Puskesmas menjadi 3 wilayah, yaitu
Kelurahan Cebongan, Kelurahan Noborejo & Kelurahan Ledok.
Wilayah kerja Puskesmas Cebongan terletak daerah bergelombang
( kelurahan Ledok ), daerah miring 25 % (Kelurahan Cebongan) dan
Daerah datar 10 % (kelurahan Noborejo ). Dengan ketinggian 450 825
diatas permukaan laut dan beriklim tropis berhawa sejuk dan udara segar .
2. JUMLAH DESA/KELURAHAN

31
Memiliki 3 wilayah yaitu :
Kelurahan Cebongan
Kelurahan Noborejo
Kelurahan Ledok

3. PETA WILAYAH

4. DATA PENDUDUK
Jumlah Penduduk wilayah kerja Puskesmas Cebongan 22.607 jiwa terdiri
dari :
Kelurahan Cebongan : 5.140 Jiwa
Kelurahan Noborejo : 2.034 Jiwa
Kelurahan Ledok : 11.065 Jiwa
Jumlah KK wilayah Puskesmas Cebongan 6.916 KK, terdiri dari :
Kelurahan Cebongan : 1.460 KK
Kelurahan Noborejo : 2.034 KK
Kelurahan Ledok : 3.422 KK

32
5. DATA PENYAKIT
Sepuluh besar kasus kunjungan di Puskesmas Cebongan selama Januari -
September 2017 adalah sebagai berikut:
No Penyakit Jumlah
1. Nasofaringitis Akut (Common Cold) 3448
2. Hipertensi Essential 2431
3. Infeksi Saluran Pernafasan Akut Berulang 1808
4. Dyspepsia 1575
5. Myalgia 998
6. Infeksi Saluran Pernapasan Atas, Unspecified 925
7. Febris 836
8. Gastritis dan duodenitis 635
9. Pre employment examination 498
10. Diare dan GEA 448

Dari table diatas diketahui bahwa jumlah penderita Hipertensi di wilayah


kerja Puskesmas Cebongan masih tinggi. Hipertensi menduduki peringkat 2 dari
10 kasus kunjungan pasien di Puskesmas Cebongan.

2. Hasil Penelitian

2.1 Gambaran Tingkat Pengetahuan Penderita Hipertensi

Tabel 2.1.1 Pengetahuan Responden Mengenai Hipertensi

Status Pengetahuan Jumlah Persentase


Baik 22 88
Cukup 2 8
Kurang 1 4

33
Tabel diatas memperlihatkan bahwa sebagian besar responden memiliki
pengetahuan baik sejumlah 22 responden (88 %), cukup baik sejumlah 2
responden ( 8%), dan sisanya berpengetahuan kurang sejumlah 1 orang (4%).

Tabel 2.1.2 Distribusi Jawaban Pada Pertanyaan Mengenai Pengetahuan

Soal Benar Salah


(Nomor)*
1 23 responden 2 responden
2 25 responden 0 responden
3 25 responden 0 responden
4 23 responden 2 responden
5 23 responden 2 responden
6 22 responden 3 responden
7 23 responden 2 responden
8 24 responden 1 responden
9 25 responden 0 responden
10 24 responden 1 responden
*soal terlampir

Dari tabel diatas didapatkan, yaitu sebanyak 3 orang yang salah menjawab
di nomor 6 yaitu mengenai merokok dan alcohol merupakan factor resiko dari
penyakit hipertensi

2.2 Gambaran Sikap Penderita Hipertensi dalam Upaya Mencapai Tekanan


Darah Terkontrol

Tabel 2.2.1 Sikap Responden dalam Mencapai Tekanan Darah Terkontrol

Status Pengetahuan Jumlah Persentase


Baik 13 52
Cukup 12 48
Kurang 1 4

34
Tabel diatas memperlihatkan bahwa sebagian besar responden memiliki
pengetahuan baik sejumlah 13 responden (52 %), cukup baik sejumlah 12
responden (48 %), dan sisanya berpengetahuan kurang sejumlah 1 orang (4%).

Tabel 4.8 Distribusi Jawaban Pada Pertanyaan Mengenai Perilaku

Soal Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju


(Nomor)
1 12 responden 13 responden 0 responden
2 18 responden 7 responde 0 responden
3 13 responden 12 responden 0 responden
4 10 responden 12 responden 3 responden
5 9 responden 10 responden 6 responden
6 12 responden 8 responden 5 responden
7 11 responden 12 responden 2 responden
8 5 responden 18 responden 2 responden
9 13 responden 12 responden 1 responden
10 18 responden 4 responden 1 responden
*soal terlampir

Dari tabel di atas terlihat bahwa dari 25 responden didapatkan 6 responden


yang sangat setuju dengan sikap menurunkan berat badan bisa mengurangi resiko
tekanan darah.

2.4 Hasil Intervensi


Intervensi yang dilakukan adalah launching POSBINDU di kelurahan
Cebongan dan kelurahan Noborejo guna untuk mendeteksi faktor - faktor resiko
dan menanggulangi Hipertensi sejak dini di Masyarakat. Sebelumnya kader kader
Posbindu dilatih untuk melakukan pemeriksaan seperti pemeriksaan tekanan darah,
berat badan, tinggi badan, IMT, dan pemeriksaan kolesterol, asam urat serta gula
darah. Kader juga diajak untuk mengedukasi masyarakat tentang mengatur pola
makan dan beraktivitas guna mencegah penyakit degeneratif seperti Hipertensi.

35
BAB V
DISKUSI DAN PEMBAHASAN
Setelah dilakukan penelitian pada 25 penderita Hipertensi di Prolanis
Puskesmas Cebongan, kami melakukan analisis data dan didapatkan bahwa
pengetahuan, sikap dan perilaku koresponden mengenai pencegahan, pengendalian
dan pengobatan Hipertensi sebenarnya sudah baik. Akan tetapi jumlah penderita
masih cukup tinggi. Hal ini mengindikasikan bahwa diperlukan pelaksanaan
Posbindu. Posbindu sendiri adalah salah satu program pemerintah dalam hal ini
Kementrian Kesehatan dalam mengendalikan penyakit tidak menular, salah satunya
Hipertensi.
Sebelum dilakukan pelaksanaan Posbindu, dilakukan pembinaan dan
pelatihan kepada kader kader posbindu dalam melakukan tugasnya. Selain
memberikan pelatihan mngenai pemeriksaan, kader juga dilatih untuk memberikan
edukasi mengenai makanan, aktivitas dan pola hidup yang benar untuk mencegah
dan mengendalikan penyakit tidak menular.
Launching posbindu dilakukan di kelurahan Cebongan dan Kelurahan
Noborejo. Masyarakat sekitar sangat antusias dengan dilakukannya kegiatan
posbindu ini. Pelaksanaan pobindu untuk pertama kalinya, para kader masih
didampingi oleh pihak Puskesmas Cebongan dan dokter internship. Acara
berlangsung dari jam 07.00 11.00.

Kelebihan dan kekurangan Mini Project


Kelebihan
Pada mini project ini didapatkan data mengenai jumlah kasus
Hipertensi di Puskesmas Cebongan. Penelitian ini juga cukup
menggambarkan bagaiman tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku pasien
dalam mengendalikan Hipertensi. Hal ini juga mendorong dalam
pelaksanaan posbindu di wilayah kerja Puskesmas Cebongan

36
Kekurangan dan Tantangan dalam Penelitia
Ada nya kesulitan dalam pengambilan data penelitian ini disebabkan beberapa
koresponden penelitian yang sudah lansia sehingga ada kesulitan dalam membaca,
menulis dan memahami pertanyaan dalam kuesioner. Jumlah koresponden yang
dirasa masih kurang, sehingga butuh penelitian yang lebih lanjut dalam
mengendalikan serta mengurangi jumlah penderita Hipertensi di lingkungan kerja
Puskesmas Cebongan

37
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pengetahuan


penderita hipertensi tentang upaya menciptakan tekanan darah terkontrol baik, dan
perilaku penderita sikap dalam upaya menciptakan tekanan darah terkontrol juga
sudah cukup baik.

6.2 Saran

Perlu ditingkatkan sosialisasi tentang penyakit tekanan darah tinggi dan


penyuluhan mengenai upaya mencapai tekanan darah terkontrol dan
tindakan apa saja yang harus dilakukan jika tekanan darah meningkat serta
menjelaskan pentingnya memeriksakan tekanan darah secara teatur ke
pelayanan kesehatan terdekat.
Ditingkatkan kegiatan seperti posbindu atau pos lansia untuk menjaring
penderita hipertensi dan memberikan penyuluhan atau motivasi untuk
kontrol rutin tekanan darah ke puskesmas atau fasilitas kesehatan terdekat.

38
DAFTAR PUSTAKA

1. Hanid, Seminar the 5th scientific meeting on hypertension 2011. Available


from: http://www.to-
day.co.id/read/2011/02/26/13140/astagaprevalensi_hipertensi_di_indonesi
a_sangat_tinggi.
2. Depkes RI. 2007. Pedoman Surveilans Epidemiologi Penyakit Jantung dan
Pembuluh Darah. Depkes, Jakarta : ii + 52 hlm.
3. Riskesda. 2013. Riset Kesehatan Dasar. Depkes RI. Jakarta.
4. Salwati S. Laporan Tahunan Puskesmas Kelurahan Kebon Baru 2013.
Jakarta.2014
5. Notoatmodjo, S. 2007.Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka
Cipta
6. Smeltzer, C. Suzanne, Bare G. Brenda., 2002. Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah. Alih Bahasa: dr. H. Y. Kuncara. Jakarta: EGC
7. Potter & Perry. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : konsep,
proses, dan praktik edisi 4. Jakarta : EGC
8. Gray, et al. (2005). Lecture Notes Kardiologi edisi 4. Jakarta: Erlangga
Medical Series.
9. Kumar, P., and Clark, M., 2005. Clinical Medicine 6th ed. London, UK:
Elseveir Saunders.
10. Beevers, D. G. 2002. Tekanan Darah. Jakarta : Dian Rakyat.
11. Hariwijaya, M., & Sutanto. (2007). Pencegahan Dan Pengobatan Penyakit
Kronis. Jakarta : Edsa Mahkota.
12. Gardner, D.S. Hypertension and impaired renal function accompany
juvenileobesity: the effect of prenatal diet. Kidney International. 2007
13. Soemantri, Djoko, Nugroho, J. 2006. Standar Diagnosis dan Terapi
Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah. Edisi 4. Surabaya: Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga.

39
14. Dipiro, J.T., et al. 2005. Pharmacotherapy Handbook. Sixth edition. The
Mc. Graw Hill Company. USA.
15. Macnair, Trisha. 2001. Tekanan Darah Tinggi. Jakarta : Erlangga
16. Shankie, Susan. 2001. Hypertension In Focus. Pharmaceutical Pr. USA.
17. Padmawinata, Kosasih. (2001). Pengendalian Hipertensi, Bandung: ITB
18. Cohen, L.D., Townsend, R.R., 2008. In the Clinic Hypertension. Available
from: www.annals.org/intheclinic/
19. Joint National Comitte on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment
of High Blood Pressure. 2003. Seventh Report of The Joint National
Committe on Prevention,Detection,Evaluation,and Treatment of High
Blood Pressure JNC Express(NIH Publication No.03-5233). Bethesda,
MD:U.S.Department of Helath and Human Services.
20. Yogiantoro Mohammad, 2006. Hipertensi Esensial. In: Sudoyo, Aru.w., ed.
Ilmu Penyakit Dalam Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FKUI,
.

40
5 : Pelaksanaan Posbindu

41

Anda mungkin juga menyukai