DAFTAR ISI........1
SKENARIO ............................................................................................................ 2
KATA SULIT ......................................................................................................... 3
PERTANYAAN...................................................................................................... 4
JAWABAN ............................................................................................................. 5
HIPOTESA ............................................................................................................. 6
SASARAN BELAJAR ........................................................................................... 7
LI.1. Memahami dan Menjelaskan Defisiensi Imun ........................................... 8
1.1. Definisi ..................................................................................................... 8
LI.2.Memahami dan Menjelaskan HIV ............................................................ 14
2.1 Definisi ...................................................................................................... 14
2.3 Etiologi ...................................................................................................... 17
2.4 Patogenesis ................................................................................................ 18
2.5 Patofisiologi .............................................................................................. 19
2.6 Manifestasi Klinis ..................................................................................... 20
2.7 Diagnosis dan DD ..................................................................................... 21
2.8 Tata laksana............................................................................................... 23
2.9 Pemeriksaan screening dan konfirmasi HIV ............................................. 24
2.10 Komplikasi ................................................................................................ 28
2.11 Prognosis ................................................................................................... 30
LI.3. Memahami dan Memahami Etik kasus HIV ............................................ 31
3.1. Stigma ..................................................................................................... 31
3.2. Undang-undang ...................................................................................... 31
LI.4. Memahami dan Menjelaskan Pandangan Islam tentang HIV .................. 31
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 33
1
SKENARIO
Mencret Berkepanjangan
Seorang laki-laki, 25 tahun, mengeluh diare yang hilang timbul sejak 3 bulan
yang lalu. Selain itu pasien juga mengeluh sering demam, sariawan, tidak nafsu
makan, dan berat badan menurun 10 kg dalam waktu 3 bulan terakhir. Dari
riwayatnya dikatakan pasien sering melakukan hubungan seksual secara bebas.
Pada pemeriksaan fisik pasien terlihat kaheksia, mukosa lidah kering dan
terdapat bercak-bercak putih. Pemeriksaan laboratorium darah rutin LED 50
mm/jam. Pemeriksaan feses terdapat sel ragi. Pada pemeriksaan screening
antibodi HIV didapatkan hasil (+) kemudian dokter menganjurkan pemeriksaan
konfirmasi HIV dan hitung jumlah limfosit T CD4 dan CD8.
Dari data tersebut dokter menyimpulkan bahwa penderita ini mengalami
gangguan defisiensi imun akibat terinfeksi virus HIV. Dokter menganjurkan
pasien untuk datang ke dokter lain dengan alasan yang tidak jelas. Walaupun
demikian dokter menasehati pasien agar tabah dan sabar dalam menghadapi
cobaan penyakit ini.
2
KATA SULIT
3
PERTANYAAN
4
JAWABAN
8. Melalui:
a. Transplasenta d. ASI
b. Jarum suntik e. Donor organ
c. Seks bebas
5
HIPOTESA
Virus HIV dapat menular melalui hubungan seks bebas, jarum suntik, ASI,
transplasenta dan donor organ. Virus ini dapat menyerang sel limfosit T
sehingga terjadi defisiensi imun yang dapat menyebabkan produksi antibodi
menurun. Akibatnya, patogen secara mudah dapat masuk ke dalam tubuh dan
menimbulkan berbagai manifestasi klinis. Untuk mendeteksi virus ini dapat
dilakukan berbagai pemeriksaan, diantaranya berupa test ELISA dan screening.
6
SASARAN BELAJAR
7
LI.1. Memahami dan Menjelaskan Defisiensi Imun
1.1. Definisi
Penyakit imunodefisiensi adalah defisiensi respon imun akibat
hipoaktivitas atau penurunan jumlah sel limfoid. Defisiensi imun tersebut
merupakan salah satu jenis defisiensi jaringan limfoid yang dapat timbul pada pria
maupun wanita dari berbagai usia dan ditentukan oleh faktor genetik atau timbul
sekunder oleh karena faktor lain. (Bratawidjaja, 2014)
Integritas sistem imun adalah esensial untuk pertahanan terhadap infeksi mikroba
dan produk toksiknya. Defek salah satu komponen sistem imun dapat
menimbulkan penyakit berat bahkan fatal yang secara kolektif disebut penyakit
defisiensi imun. (Immunologi Dasar FKUI)
1.2. Etiologi
A. Defisiensi Imun Nonspesifik
1. Defisiensi komplemen
Berhubungan dengan peningkatan insidens infeksi dan penyakit
autoimun seperti LES.
8
b. Defisiensi sel NK
1. Defisiensi kongential
Telah ditemukan pada penderita dengan osteoporosis. Kadar
IgG, IgA dan kekerapan autoantibodi biasanya meningkat.
2. Defisiensi didapat
Terjadi akibat imunosupresi atau radiasi.
2. Defisiensi kualitatif
Dapat mengenai fungsi fagosit seperti kemotaksis,
menelan/memakan dan mem-bunuh mikroba intraselular.
a. Chronic Granulomatous Disease
b. Defisiensi Glucose-6-phosphate dehydrogenase
c. Defisiensi mueloperoksidase
d. Sindrom Chediak-Higashi
e. Sindrom Job
f. Sindrom leukosit malas (lazy leucocyte)
g. Defisiensi adhesi leukosit
9
e. Defisiensi kombinasi sel B dan sel T yang berat
i. Severe Combined Immunodeficiency Disease
ii. Sindrom Nezelof
iii. Sindrom Wiskott-Aldrich
iv. Ataksia telangiektasi
v. Defisiensi adenosin deaminase.
3.1 Klasifikasi
1. Defisiensi Imun Non-Spesifik
1.1. Komplemen
Dapat berakibat meningkatnya insiden infeksi dan penyakit
autoimun (SLE), defisiensi ini secara genetik.
a. Kongenital
Menimbulkan infeksi berulang /penyakit kompleks imun
(SLE dan glomerulonefritis).
10
b. Fisiologik
Ditemukan pada neonatus disebabkan kadar C3, C5, dan
faktor B yang masih rendah.
c. Didapat
Disebabkan oleh depresi sintesis (sirosis hati dan malnutrisi
protein/kalori)
a. Kuantitatif
Terjadi neutropenia/granulositopenia yang disebabkan oleh
menurunnya produksi atau meningkatnya destruksi.
Penurunan produksi diakibatkan pemberian depresan
(kemoterapi pada kanker, leukimia) dan kondisi genetik
(defek perkembangan sel hematopioetik). Peningkatan
destruksi merupakan fenomena autoimun akibat pemberian
obat tertentu (kuinidin, oksasilin).
b. Kualitatif
Mengenai fungsi fagosit seperti kemotaksis, fagositosis, dan
membunuh mikroba intrasel.
1. Chronic Granulomatous Disease (infeksi rekuren
mikroba gram dan +)
2. Defisiensi G6PD (menyebabkan anemia hemolitik)
3. Defisiensi Mieloperoksidase (menganggu kemampuan
membunuh benda asing)
11
4. Chediak-Higashi Syndrome (abnormalitas lisosom
sehingga tidak mampu melepas isinya, penderita
meninggal pada usai anak)
5. Job Syndrome (pilek berulang, abses staphylococcus,
eksim kronis, dan otitis media. Kadar IgE serum sangat
tinggi dan ditemukan eosinofilia).
6. Lazy Leucocyte Syndrome (merupakan kerentanan
infeksi mikroba berat. Jumlah neutrofil menurun, respon
kemotaksis dan inflamasi terganggu)
7. Adhesi Leukosit (defek adhesi endotel, kemotaksis dan
fagositsosis buruk, efeks sitotoksik neutrofil, sel NK, sel
T terganggu. Ditandai infeksi bakteri dan jamur rekuren
dan gangguan penyembuhan luka).
b. Sel T
Defisensi sel T ditandai dengan infeksi virus, jamur, dan
protozoa yang rekuren
1. Sindrom DiGeorge (aplasi timus kongenital)
2. Kandidiasis mukokutan kronik
2.2. Fisiologik
a. Kehamilan
Defisiensi imun seluler dapat ditemukan pada kehamilan.Hal
ini karena peningkatan aktivitas sel Ts atau efek supresif
faktor humoral yang dibentuk trofoblast. Wanita hamil
memproduksi Ig yang meningkat atas pengaruh estrogen
12
b. Usia tahun pertama
Sistem imun pada anak usia satu tahun pertama sampai usia 5
tahun masih belum matang.
c. Usia lanjut
Golongan usia lanjut sering mendapat infeksi karena terjadi
atrofi timus dengan fungsi yang menurun.
13
LI.2.Memahami dan Menjelaskan HIV
2.1 Definisi
Human immunodeficiency virus (HIV) merupakan patogen yang menyerang
sistem imun manusia, terutama semua sel yang memiliki penanda CD4+
dipermukaannya seperti makrofag dan limfosit T. (Kapita Selekta Kedokteran, ed
IV)
14
Gambar 1 memperlihatkan adanya kecenderungan peningkatan jumlah
kasus HIV dari tahun ke tahun sejak pertama kali dilaporka (tahun 1987).
Sebaliknya jumlah kasus AIDS menunjukkan kecenderungan meningkat
secara lambat bahkan sejak 2012 jumlah kasus AIDS mulai turun. Jumlah
kumulatif penderita HIV dari tahun 1987 sampai September 2014
sebanyak 150.296 orang, sedangkan total kumulatif kasus AIDS sebanyak
55.799 orang.
15
Berdasarkan laporan provinsi, jumlah (kumulatif) kasus infeksi HIV
yang dilaporkan sejak 1987 sampai September 2014 yang terbanyak
adalah Provinsi DKI Jakarta (32.782 kasus). 10 besar kasus HIV terbanyak
ada di Provinsi DKI Jakarta, Jawa Timur, Papua, Jawa Barat, Bali,
Sumatera Utara, Jawa Tengah, Kalimantan Barat, Kepulauan Riau, dan
Sulawesi Selatan.
16
Kasus AIDS yang dilaporkan sejak 1987 sampai September 2014 terbanyak di
Provinsi Papua, diikuti Jawa Timur, DKI Jakarta, Bali, Jawa Barat, Jawa Tengah,
Papua Barat, Sulawesi Selatan, Kalimantan Barat dan Sumatera Utara.
2.3 Etiologi
Penyakit ini menular melalui berbagai cara, antara lain melalui cairan
tubuh seperti darah, cairan genitalia, dan ASI. Virus juga terdapat dalam
saliva, air mata, dan urin (sangat rendah). HIV tidak dilaporkan terdapat
dalam air mata dan keringat. Pria yang sudah disunat memiliki risiko HIV
yang lebih kecil dibandingkan dengan pria yang tidak disunat. Selain dari
cairan tubuh, HIV juga ditularkan melalui:
a. Ibu hamil
1. Secara intrauterin, intrapartum, dan postpartum (ASI).
2. Angka transmisi mencapai 20-50%.
3. Angka transmisi melalui ASI dilaporkan lebih dari sepertiga.
4. Laporan lain menyatakan risiko penularan melalui ASI adalah 11-
29%.
5. Sebuah studi meta-analisis prospektif yang melibatkan penelitian
pada dua kelompok ibu, yaitu kelompok ibu yang menyusui sejak
awal kelahiran bayi dan kelompok ibu yang menyusui setelah
beberapa waktu usia bayinya, melaporkan bahwa angka penularan
HIV bayi yang belum disusui adalah 14% (yang diperoleh dari
penularan melalui mekanisme kehamilan dan persalinan), dan
angka penularan HIV meningkat menjadi 29% setelah bayinya
disusui. Bayi normal dengan ibu HIV bisa memperoleh antibodi
HIV dari ibunya selama 6-15 bulan.
b. Jarum suntik
1. Prevalensi 5-10%.
2. Penularan HIV pada anak dan remaja biasanya melalui jarum
suntik karena penyalahgunaan obat.
17
3. Diantara tahanan (tersangka atau terdakwa tindak pidana) dewasa,
pengguna obat suntuk di Jakarta sebanyak 40% terinfeksi HIV, di
Bogor 25%, dan di Bali 53%.
c. Transfusi darah
1. Risiko penularan sebesar 90%.
2. Prevalensi 3-5%.
d. Hubungan seksual
1. Prevalensi 70-80%.
2. Kemungkinan tertular adalah 1 dalam 200 kali hubungan intim.
3. Model penularan ini adalah yang tersering di dunia. Akhir-akhir
ini dengan semakin meningkatnya kesadaran masyarakat untuk
menggunakan kondom, maka penularan jalur ini cenderung
menurun dan digantikan oleh penularan melalui jalur penasun
(pengguna narkoba suntik).
2.4 Patogenesis
Awalnya terjadi perlekatan antara gp120 dan reseptor sel CD4, yang
memicu perubahan konformasi pada gp120 sehingga memungkinkan
pengikatan dengan koreseptor kemokin (biasanya CCR5 atau CXCR4).
18
pejamu. Virus infeksius baru (virion) selanjutnya dapat menginfeksi sel
yang belum terinfeksi dan mengulang proses tersebut.
2.5 Patofisiologi
Karena peran penting sel T dalam menyalakan semua kekuatan limfosit dan
makrofag, sel T helper dapat dianggap sebagai tombol utama sistem imun.
Virus AIDS secara selektif menginvasi sel T helper, menghancurkan atau
melumpuhkan sel-sel yang biasanya megatur sebagian besar respon imun. Virus
ini juga menyerang makrofag, yang semakin melumpuhkan sistem imun, dan
kadang-kadang juga masuk ke sel-sel otak, sehingga timbul demensia (gangguan
kapasitas intelektual yang parah) yang dijumpai pada sebagian pasien AIDS
(Sherwood, 2001).
Dalam tubuh ODHA, partikel virus bergabung dengan DNA sel pasien,
sehingga satu kali seseorang terinfeksi HIV, seumur hidup ia akan tetap
terinfeksi. Dari semua orang yang terinfeksi HIV, sebagian berkembang masuk
tahap AIDS pada 3 tahun pertama, 50% berkembang menjadi AIDS sesudah 10
tahun, dan sesudah 13 tahun hampir semua orang yang terinfeksi HIV
menunjukkan gejala AIDS, dan kemudian meninggal. Gejala yang terjadi adalah
demam, nyeri menelan, pembengkakan kelenjar getah bening, ruam, diare, atau
batuk.Setelah infeksi akut, dimulailah infeksi HIV asimptomatik (tanpa
gejala).Masa tanpa gejala ini umumnya berlangsung selama 8-10 tahun.
Pada waktu orang dengan infeksi HIV masih merasa sehat, klinis tidak
menunjukkan gejala, pada waktu itu terjadi replikasi HIV yang tinggi, 10 partikel
setiap hari.Bersamaan dengan replikasi HIV, terjadi kehancuran limfosit CD4
yang tinggi, untungnya tubuh masih bisa mengkompensasi dengan memproduksi
limfosit CD4 sekitar 109 setiap hari.
19
2.6 Manifestasi Klinis
Tanda-tanda gejala-gejala (symptom) secara klinis pada seseorang penderita
AIDS adalah diidentifikasi sulit karena symptomasi yang ditujukan pada
umumnya adalah bermula dari gejala-gejala umum yang lazim didapati pada
berbagai penderita penyakit lain, namun secara umum dapat kiranya dikemukakan
sebagai berikut :
20
iv. Mycobacterium Tuberculosis
Biasanya timbul lebih dini, penyakit cepat menjadi miliar dan cepat
menyebar ke organ lain diluar paru.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Tampak kurus
b. Pucat
c. Lemah
d. Bercak putih pada lidah
e. Terdapat benjolan di leher
f. Terdapat pembesaran kelenjar getah bening
3. Pemeriksaan Penunjang
a. CD4
b. Pemeriksaan Ig
c. LED
d. Pemeriksaan Feses sel ragi
e. Pemeriksaan darah rutin
f. ELISA
g. PCR
h. WESTERN BOLT
i. Viral Load Test
j. Pemeriksaan air liur
k. Screening Test
l. Radiologi: Rontgen Paru
21
Derajat berat infeksi HIV dapat ditentukan sesuai ketentuan WHO melalui
stadium klinis pada orang dewasa serta klasifikasi klinis dan CD4 dari CDC.
22
Tes serologi standar terdiri dari EIA dan diikuti konfirmasi WB.Melalui
WB dapat ditentukan antibodi terhadap komponen protein HIV yang
meliputi inti (p17, p24, p55), polimerase (p31, p51, p66), dan selubung
(envelope) HIV (gp41, gp120, gp160).Bila memungkinkan pemeriksaan
WB selalu dilakukan karena tes penapisan melalui EIA terdapat potensi
false positif 2%. Interpretasi WB meliputi:
a. Negatif: tidak ada bentukan pita
b. Positif: reaktif terhadap gp120/160 dan gp41 atau p24
c. Indeterminate: terdapat berbagai pita tetapi tidak memenuhi kriteria hasil
positif.
23
c. Non-Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor (NNRTI)
1. Nevirapin
Efek samping: Ruam, demam, fatigue, sakit kepala, somnolens, mual
dan peningkatan enzim hati
2. Delavirdin
Efek samping: Ruam, peningkatan tes fungsi hati, neutropenia
3. Efavirenz
Efek samping: Sakit kepala, pusing, mimpi buruk, sulit berkonsentrasi
dan ruam
d. Protease Inhibitor
1. Sakuinavir
Efek samping: Diare, mual, nyeri abdomen
2. Ritonavir
Efek samping: Mual, muntah, diaren
3. Indinavir
Efek samping: Mual, hiperbilirubinemia, batu ginjal
4. Nelfinavir
Efek samping: Diare, mual, muntah
5. Amprenavir
Efek samping: Mual, diare, ruam, parestesia perioral/oral
6. Lopinavir
Efek samping: Mual, muntah, peningkatan kadar kolesterol dan
trigliserida, peningkatan alfa-GT
7. Atazanavir
Efek samping: Hiperbilirubinemia, mual, perubahan EKG (jarang)
(Ilmu Penyakit Tropis by Widoyono dan Ilmu Penyakit Dalam by Aru
W. Sudoyo)
24
Antibodi mulai terbentuk pada 4-8 minggu setelah infeksi. Jadi pada periode ini
hasil tes HIV pada seseorang yang sebenarnya telah terinfeksi HIV dapat
memberikan hasil yang negatif. Untuk itu jika kecurigaan akan adanya risiko
terinfeksi cukup tinggi, perlu dilakukan pemeriksaan ulangan tiga bulan
kemudian.
World Health Organization (WHO) menganjurkan pemakaian salah satu dari tiga
strategi pemeriksaan antibodi terhadap HIV seperti disajikan pada tabel dan
gambar di bawah ini.
25
pemeriksaan pada strategi ini harus memiliki sensitivitas yang tinggi
(>99%).
b. Strategi II
Menggunakan dua kali pemeriksaan jika serum pada pemeriksaan pertama
memberikan hasil reaktif. Jika pada pemeriksaan pertama hasilnya
nonreaktif, maka dilaporkan hasilnya negatif. Pemeriksaan pertama
menggunakan reagensia dengansensitivitas tertinggi dan pada pemeriksaan
kedua dipakai reagensia yang lebih spesifik serta berbeda jenis antigen atau
tekniknya dari yang dipakai pada pemeriksaan pertama. Bila hasil
pemeriksaan kedua juga reaktif, maka disimpulkan sebagai terinfeksi HIV.
Namun jika hasil pemeriksaan yang kedua adalah nonreaktif,maka
pemeriksaan harus diulang dengan kedua metode. Bila hasil tetap tidak
sama,maka dilaporkan sebagai indeterminate.
c. Strategi III
Menggunakan tiga kali pemeriksaan. Bila hasil pemeriksaan pertama,
kedua,dan ketiga reaktif, maka dapat disimpulkan bahwa pasien tersebut
memang terinfeksiHIV. Bila hasil pemeriksaan tidak sama, misalnya hasil
tes pertama reaktif, tes kedua reaktif, dan tes ketiga nonreaktif, atau tes
pertama reaktif, sementara tes kedua danketiga nonreaktif, maka keadaan ini
disebut sebagai equivokal atau indeterminate bila pasien yang diperiksa
memiliki riwayat pemaparan terhadap HIV atau berisiko tinggitertular HIV.
Sedangkan bila hasil seperti yang disebut sebelumnya terjadi pada
orangtanpa riwayat pemaparan terhadap HIV atau tidak berisiko tertular
HIV, maka hasil pemeriksaan dilaporkan sebagai nonreaktif. Perlu
diperhatikan juga bahwa pada pemeriksaan ketiga dipakai reagensia yang
berbeda asal antigen atau tekniknya, sertamemiliki spesifisitas yang lebih
tinggi.
Jika pemeriksaan penyaring menyatakan hasil yang reaktif,
pemeriksaan dapat dilanjutkan dengan pemeriksaan konfirmasi untuk
memastikan adanya infeksi olehHIV, yang paling sering dipakai saat ini
adalah teknik Western Blot (WB).
Seseorang yang ingin menjalani tes HIV untuk keperluan diagnosis
harus mendapatkan konseling pra tes. Hal ini dilakukan agar ia bisa
mendapat informasi yang sejelas-jelasnya mengenai infeksi HIV/AIDS
sehingga dapat mengambilkeputusan yang terbaik untuk dirinya serta lebih
siap menerima apapun hasil tesnya nanti. Untuk keperluan survei tidak
diperlukan konseling pra tes karena orang yang dites tidak akan diberi tahu
hasil tesnya.
Untuk memberi tahu hasil tes juga diperlukan konseling pasca tes, baik
hasiltes positif maupun negatif. Jika hasilnya positif akan diberikan
informasi mengenai pengobatan untuk memperpanjang masa tanpa gejala
serta cara pencegahan penularan. Jika hasilnya negatif, konseling tetap perlu
dilakukan untuk memberikan informasi bagaimana mempertahankan
perilaku yang tidak berisiko. Seseorangdinyatakan terinfeksi HIV apabila
dengan pemeriksaan laboratorium terbuktiterinfeksi HIV, baik dengan
26
metode pemeriksaan antibodi atau pemeriksaan untuk mendeteksi adanya
virus dalam tubuh.
1) Skrining HIV
Mempunyai makna melakukan pemeriksaan HIV pada suatu populasi
tertentu, sementara uji diagnostik HIV berarti melakukan pemeriksaan
HIV pada orang-orang dengan gejala dan tanda yang konsisten dengan
infeksi HIV. CDC menyatakan bahwa infeksi HIV memenuhi seluruh
kriteria untuk dilakukan skrining, karena:
a. Infeksi HIV merupakan penyakit serius yang dapat
didiagnosis sebelum timbulnya gejala.
b. HIV dapat dideteksi dengan uji skrining yang mudah,
murah, dan noninvasif.
c. Pasien yang terinfeksi HIV memiliki harapan untuk lebih
lama hidup bila pengobatan dilakukan sedini mungkin,
sebelum timbulnya gejala.
d. Biaya yang dikeluarkan untuk skrining sebanding dengan
manfaat yang akan diperoleh serta dampak negatif yang
dapat diantisipasi. Di antara wanita hamil,skrining secara
substansial telah terbukti lebih efektif dibandingkan
pemeriksaan berdasarkan risiko untuk mendeteksi infeksi
HIV dan mencegah penularan perinatal.
CDC merekomendasikan untuk melakukan pemeriksaan HIV secara
rutin untuk setiap orang berusia 13-64 tahun yang datang ke sarana
pelayanan kesehatan meskipun tanpa gejala. Selain itu, CDC juga
merekomendasikan agar pemeriksaan HIV dimasukkan dalam
pemeriksaan rutin antenatal bagi wanita hamil. Sementara pemeriksaan
wajib HIV lebih ditekankan untuk dilakukan pada donor darah dan
organ. Pemeriksaan wajib HIV juga dapat dilakukan pada bidang
perekrutan tentara atau tenaga kerja imigran.
27
h. Semua laki-laki dan wanita yang berhubungan seksual di luar
atau di dalam Inggris dengan pasangan yang diketahui berasal
dari negara/daerah dengan prevalensi HIV yang tinggi.
2.10 Komplikasi
Kebanyakan komplikasi HIV terjadi akibat dari surpresi sel T. Karena sel T
yang diserang, kekebalan tubuh menuruh hingga dapat terjadi infeksi
oportunistik. Komplikasi-komplikasi pada pasien yang terjangkit HIV
menyebabkan AIDS. Obat anti-retroviral, yang dikenal sebagai Highly Active
Anti-Retroviral Therapy (ART), sekarang tersedia untuk menghambat
replikasi dari virus HIV. Obat-obat ini membantu untuk memperpanjang
hidup, mengembalikan sistem kekebalan pasien hingga mendekati aktivitas
normal dan mengurangi kemungkinan infeksi oportunistik. Kombinasi dari
tiga atau lebih obat-obatan diberikan untuk mengurangi kemungkinan
resistensi.
28
Komplikasi-komplikasi umum pada pasien HIV/AIDS akibat infeksi
oportunistik:
a. Tuberkulosis (TB)
Di negara-negara miskin, TB merupakan infeksi oportunistik yang paling
umum yang terkait dengan HIV dan menjadi penyebab utama kematian di
antara orang yang hidup dengan AIDS. Jutaan orang saat ini terinfeksi
HIV dan TBC dan banyak ahli menganggap bahwa ini merupakan wabah
dua penyakit kembar.
b. Salmonelosis
Kontak dengan infeksi bakteri ini terjadi dari makanan atau air yang telah
terkontaminasi. Gejalanya termasuk diare berat, demam, menggigil, sakit
perut dan, kadang-kadang, muntah. Meskipun orang terkena bakteri
salmonella dapat menjadi sakit, salmonellosis jauh lebih umum ditemukan
pada orang yang HIV-positif.
c. Cytomegalovirus (CMV)
Virus ini adalah virus herpes yang umum ditularkan melalui cairan tubuh
seperti air liur, darah, urine, semen, dan air susu ibu. Sistem kekebalan
tubuh yang sehat dapat menonaktifkan virus sehingga virus tetap berada
dalam fase dorman (tertidur) di dalam tubuh. Jika sistem kekebalan tubuh
melemah, virus menjadi aktif kembali dan dapat menyebabkan kerusakan
pada mata, saluran pencernaan, paru-paru atau organ tubuh lainnya.
d. Kandidiasis
Kandidiasis adalah infeksi umum yang terkait
HIV. Hal ini menyebabkan peradangan dan
timbulnya lapisan putih tebal pada selaput lendir,
lidah, mulut, kerongkongan atau vagina. Anak-
anak mungkin memiliki gejala parah terutama di
mulut atau kerongkongan sehingga pasien merasa 2.10.1 Kandiasis pada rongga
sakit saat makan. mulut
e. Cryptococcal Meningitis
Meningitis adalah peradangan pada selaput dan cairan yang mengelilingi
otak dan sumsum tulang belakang (meninges). Cryptococcal meningitis
infeksi sistem saraf pusat yang umum terkait dengan HIV. Disebabkan
oleh jamur yang ada dalam tanah dan mungkin berkaitan dengan kotoran
burung atau kelelawar.
f. Toxoplasmolisis
Infeksi yang berpotensi mematikan ini disebabkan oleh Toxoplasma
gondii. Penularan parasit ini disebabkan terutama oleh kucing. Parasit
berada dalam tinja kucing yang terinfeksi kemudian parasit dapat
menyebar ke hewan lain.
29
g. Kriptosporidiosis
Infeksi ini disebabkan oleh parasit usus yang umum ditemukan pada
hewan. Penularan kriptosporidiosis terjadi ketika menelan makanan atau
air yang terkontaminasi. Parasit tumbuh dalam usus dan saluran empedu
yang menyebabkan diare kronis pada orang dengan AIDS.
a. Sarkoma Kaposi
Sarkoma Kaposi adalah suatu tumor pada dinding pembuluh darah.
Meskipun jarang terjadi pada orang yang tidak terinfeksi HIV, hal ini
menjadi biasa pada orang dengan HIV-positif. Sarkoma Kaposi biasanya
muncul sebagai lesi merah muda, merah atau ungu pada kulit dan mulut.
Pada orang dengan kulit lebih gelap, lesi mungkin terlihat hitam atau
coklat gelap. Sarkoma Kaposi juga dapat mempengaruhi organ-organ
internal, termasuk saluran pencernaan dan paru-paru.
b. Limfoma
Kanker jenis ini berasal dari sel-sel darah putih. Limfoma biasanya berasal
dari kelenjar getah bening. Tanda awal yang paling umum adalah rasa
sakit dan pembengkakan kelenjar getah bening ketiak, leher atau
selangkangan.
Komplikasi lainnya:
a. Wasting Syndrome
Pengobatan agresif telah mengurangi jumlah kasus wasting syndrome,
namun masih tetap mempengaruhi banyak orang dengan AIDS. Hal ini
didefinisikan sebagai penurunan paling sedikit 10 persen dari berat badan
dan sering disertai dengan diare, kelemahan kronis dan demam.
b. Komlikasi Neurologis
Walaupun AIDS tidak muncul untuk menginfeksi sel-sel saraf, tetapi
AIDS bisa menyebabkan gejala neurologis seperti kebingungan, lupa,
depresi, kecemasan dan kesulitan berjalan. Salah satu komplikasi
neurologis yang paling umum adalah demensia AIDS yang kompleks,
yang menyebabkan perubahan perilaku dan fungsi mental berkurang.
2.11 Prognosis
Sebagian besar HIV / AIDS berakibat fatal. Sekitar 75% pasien yang
didiagnosis AIDS meninggal tiga tahun kemudian. Penelitian melaporkan
ada 5 % kasus pasien terinfeksi HIV yang tetap sehat secara klinis dan
imunologis.
(Ilmu Penyakit Tropis by Widoyono)
30
LI.3. Memahami dan Memahami Etik kasus HIV
3.1. Stigma
Stigma adalah stempel yang menimbulkan kesan jijik, kotor, antipati dan
berbagai perasaan negatif lainnya.Dari hasil penelitian yang dilakukan di
Makassar pada tahun 2007 ditemukan bahwa stigma terhadap Orang dengan
HIV/ AIDS (ODHA) :
a. Lingkungan masyarakat (71,4%),
b. Ditempat pelayanan kesehatan (35,5%)
c. Dilingkungan keluarga (18,5%).
3.2. Undang-undang
Menurut KODEKI
Pasal 8
Dalam melakukan pekerjaannya seorang dokter harus memperhatikan
kepentingan masyarakat dan memperhatikan semua aspek pelayanan
kesehatan yang menyeluruh (promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif),
baik fisik maupun psiko-sosial, serta berusaha menjadi pendidik dan pengabdi
masyarakat yang sebenar-benarnya.
31
a. Bertaubat
Segera bertaubat dengan bentuk taubat nasucha (tobat yang sungguh-
sungguh), dengan cara menyucikan diri dari kekhilafan, kesalahan dan dosa
yang pernah dilakukannya, baik penularannya akibat dosa-dosanya atau
tertulari bukan akibat kesalahannya, sebagaimana dianjurkan dalam ayat al-
Quran :
Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada allah, hai orang-orang yang
beriman supaya kamu beruntung (Q.s. An-Nur:31)
b. Tawakkal
Terhadap pasien AIDS yang penularannya bukan karena perzinaan,
misalnya melalui jarum suntik, transfusi darah atau pun yang lainnya,
hendaknya bersabar dan bertawakkal kepada Allah dan menerimanya
sebagai cobaan, musibah, ujian atas keimanannya. Sikap demikian
dianjurkan Allah dalam firman-Nya, antara lain :
(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka
mengucapkan, Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun Mereka itulah yang
mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan
mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk (Q.s. al-Baqarah:156-
157)
32
DAFTAR PUSTAKA
Sudoyo, AW dkk. 2014. Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Jakarta: Interna Publishing.
Djoerban Z, Djauzi S. (2006). Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV, vol III Jakarta :
Departemen Penyakit Dalam FKUI.
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/Infodatin%20AI
DS.pdf
33