Anda di halaman 1dari 33

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI........1
SKENARIO ............................................................................................................ 2
KATA SULIT ......................................................................................................... 3
PERTANYAAN...................................................................................................... 4
JAWABAN ............................................................................................................. 5
HIPOTESA ............................................................................................................. 6
SASARAN BELAJAR ........................................................................................... 7
LI.1. Memahami dan Menjelaskan Defisiensi Imun ........................................... 8
1.1. Definisi ..................................................................................................... 8
LI.2.Memahami dan Menjelaskan HIV ............................................................ 14
2.1 Definisi ...................................................................................................... 14
2.3 Etiologi ...................................................................................................... 17
2.4 Patogenesis ................................................................................................ 18
2.5 Patofisiologi .............................................................................................. 19
2.6 Manifestasi Klinis ..................................................................................... 20
2.7 Diagnosis dan DD ..................................................................................... 21
2.8 Tata laksana............................................................................................... 23
2.9 Pemeriksaan screening dan konfirmasi HIV ............................................. 24
2.10 Komplikasi ................................................................................................ 28
2.11 Prognosis ................................................................................................... 30
LI.3. Memahami dan Memahami Etik kasus HIV ............................................ 31
3.1. Stigma ..................................................................................................... 31
3.2. Undang-undang ...................................................................................... 31
LI.4. Memahami dan Menjelaskan Pandangan Islam tentang HIV .................. 31
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 33

1
SKENARIO

Mencret Berkepanjangan

Seorang laki-laki, 25 tahun, mengeluh diare yang hilang timbul sejak 3 bulan
yang lalu. Selain itu pasien juga mengeluh sering demam, sariawan, tidak nafsu
makan, dan berat badan menurun 10 kg dalam waktu 3 bulan terakhir. Dari
riwayatnya dikatakan pasien sering melakukan hubungan seksual secara bebas.
Pada pemeriksaan fisik pasien terlihat kaheksia, mukosa lidah kering dan
terdapat bercak-bercak putih. Pemeriksaan laboratorium darah rutin LED 50
mm/jam. Pemeriksaan feses terdapat sel ragi. Pada pemeriksaan screening
antibodi HIV didapatkan hasil (+) kemudian dokter menganjurkan pemeriksaan
konfirmasi HIV dan hitung jumlah limfosit T CD4 dan CD8.
Dari data tersebut dokter menyimpulkan bahwa penderita ini mengalami
gangguan defisiensi imun akibat terinfeksi virus HIV. Dokter menganjurkan
pasien untuk datang ke dokter lain dengan alasan yang tidak jelas. Walaupun
demikian dokter menasehati pasien agar tabah dan sabar dalam menghadapi
cobaan penyakit ini.

2
KATA SULIT

1. Defisiensi Imun : Defisiensi respon imun atau gangguan yang ditandai


dengan respon imun yang berkurang.
2. Kaheksia : Salah satu bentuk malnutrisi yang ditandai dengan
perubahan bentuk tubuh menjadi kurus.
3. LED : Laju endap darah, ukuran kecepatan endap eritrosit.
4. CD4 : Sel darah putih untuk melawan sel infeksi.
5. CD8 : Sel yang membantu melaksanakan respon kekebalan
tubuh.
6. Sel Ragi : Indikator infeksi jamur pada sistem pencernaan.
7. Virus HIV : Virus yang dapat menyebabkan AIDS dan menyerang
kekebalan tubuh.
8. Screening Antibodi: Pemeriksaan yang digunakan untuk mengidentifikasi
penyakit yang belum tampak.

3
PERTANYAAN

1. Mengapa pada pemeriksaan feses terdapat sel ragi?


2. Apa yang menyebabkan kaheksia pada pasien?
3. Mengapa pada mukosa lidah pasien terdapat bercak-bercak?
4. Mengapa bisa terjadi gangguan defisiensi imun pada penderita HIV?
5. Mengapa pasien yang merupakan anggota gay dapat terinfeksi HIV?
6. Mengapa dokter menganjurkan pasien untuk datang ke dokter lain?
7. Mengapa dokter mengajurkan untuk menghitung umlah limfosit T CD4 &
CD8?
8. Apa saja transmisi dari HIV?
9. Bagaimana pandangan Islam mengenai HIV?

4
JAWABAN

1. Karena terjadi defisiensi imun, kekebalan tubuh menurun

Patogen mudah masuk (bakteri, virus, jamur)

Terdapat sel ragi sebagai indikator infeksi jamur pada sistem


pencernaan.

2. Karena pasien mengalami penurunan nafsu makan dan diare


berkepanjangan.

3. Terjadi infeksi oleh jamur yang menyerang mukosa lidah.

4. Karena virus HIV menyerang sel T helper yang menyebabkan


penurunan jumlah sel limfosit B. Karena sel limfosit B menurun, maka
sel plasma ikut menurun. Menyebabkan produksi antibodi menurun.

5. Karena pada gay biasanya mngalami disfungsi seksual dan melakukan


seks bebas.

6. Karena di Indonesia, stigma HIV masih dianggap negative. Sehingga,


dokter takut tertular.

7. Virus menyerang sel limfosit T CD4 & CD8, maka dihitung


jumlahnya.

8. Melalui:
a. Transplasenta d. ASI
b. Jarum suntik e. Donor organ
c. Seks bebas

9. Pasien harus sabar, bertawakal dan bertaubat.

5
HIPOTESA

Virus HIV dapat menular melalui hubungan seks bebas, jarum suntik, ASI,
transplasenta dan donor organ. Virus ini dapat menyerang sel limfosit T
sehingga terjadi defisiensi imun yang dapat menyebabkan produksi antibodi
menurun. Akibatnya, patogen secara mudah dapat masuk ke dalam tubuh dan
menimbulkan berbagai manifestasi klinis. Untuk mendeteksi virus ini dapat
dilakukan berbagai pemeriksaan, diantaranya berupa test ELISA dan screening.

6
SASARAN BELAJAR

LI.1. Memahami dan Menjelaskan Defisiensi Imun


1.1 Definisi
1.2 Etiologi
1.3 Klasifikasi dan contoh

LI.2.Memahami dan Menjelaskan HIV


2.1 Definisi
2.2 Epidemiologi
2.3 Etiologi
2.4 Patogenesis
2.5 Patofisiologi
2.6 Manifestasi Klinis
2.7 Diagnosis dan DD
2.8 Tata laksana
2.9 Pemeriksaan screening dan konfirmasi HIV
2.10 Komplikasi
2.11 Prognosis

LI.3. Memahami dan Memahami Etik kasus HIV


3.1. Stigma
3.2. Undang-undang

LI.4. Memahami dan Menjelaskan Pandangan Islam tentang HIV

7
LI.1. Memahami dan Menjelaskan Defisiensi Imun
1.1. Definisi
Penyakit imunodefisiensi adalah defisiensi respon imun akibat
hipoaktivitas atau penurunan jumlah sel limfoid. Defisiensi imun tersebut
merupakan salah satu jenis defisiensi jaringan limfoid yang dapat timbul pada pria
maupun wanita dari berbagai usia dan ditentukan oleh faktor genetik atau timbul
sekunder oleh karena faktor lain. (Bratawidjaja, 2014)

Integritas sistem imun adalah esensial untuk pertahanan terhadap infeksi mikroba
dan produk toksiknya. Defek salah satu komponen sistem imun dapat
menimbulkan penyakit berat bahkan fatal yang secara kolektif disebut penyakit
defisiensi imun. (Immunologi Dasar FKUI)

1.2. Etiologi
A. Defisiensi Imun Nonspesifik
1. Defisiensi komplemen
Berhubungan dengan peningkatan insidens infeksi dan penyakit
autoimun seperti LES.

a. Defisiensi komplemen kongential


Biasanya menimbulkan infeksi yang berulang atau penyakit kompleks
imun seperti LES dan glomerulonefritis.
i. Defisiensi inhibitor esterase C1
ii. Defisiensi C2 dan C4
iii.Defisiensi C3
iv. Defisiensi C5
v. Defisiensi C6, C7, dan C8

b. Defisiensi komplemen fisiologik


Hanya ditemukan pada neonatus yang disebabkan kadar C3, C5, dan
faktor B yang masih rendah.
- Defisiensi komplemen didapat
Disebabkan oleh depresi sintesis, misalnya pada sirosis hati
dan malnutrisi protein/kalori.
i. Defisiensi Clq,r,s
ii. Defisiensi C4
iii. Defisiensi C2
iv. Defisiensi C4
v. Defisiensi C5-C8
vi. Defisiensi C9

a. Defisiensi interferon dan lisozim


a. Defisiensi interferon kongential
Dapat menimbulkan mononukleosis yang fatal.

b. Defisiensi interferon dan lisozim didapat


Dapat ditemukan pada malnutrisi protein/kalori.

8
b. Defisiensi sel NK
1. Defisiensi kongential
Telah ditemukan pada penderita dengan osteoporosis. Kadar
IgG, IgA dan kekerapan autoantibodi biasanya meningkat.

2. Defisiensi didapat
Terjadi akibat imunosupresi atau radiasi.

c. Defisiensi sistem fagosit


Risiko infeksi meningkat bila jumlah fagosit turun sampai di
bawah 500/mm3.
1. Defisiensi kuantitatif
Neutropenia atau granulositopenia dapat disebabkan oleh
penurunan produksi atau peningkatan destruksi. Penurunan
produksi neutrofil dapat disebabkan oleh pemberian depresan
sumsum tulang, leukimia, kondisi genetik. Peningkatan
destruksi neutrofil dapat merupakan fenomena autoimun
akibat pemberian obat tertentu (kuinidin, oksasilin).

2. Defisiensi kualitatif
Dapat mengenai fungsi fagosit seperti kemotaksis,
menelan/memakan dan mem-bunuh mikroba intraselular.
a. Chronic Granulomatous Disease
b. Defisiensi Glucose-6-phosphate dehydrogenase
c. Defisiensi mueloperoksidase
d. Sindrom Chediak-Higashi
e. Sindrom Job
f. Sindrom leukosit malas (lazy leucocyte)
g. Defisiensi adhesi leukosit

B. Defisiensi Imun Spesifik


1. Defisiensi kongential atau primer
Defisiensi sel B ditandai dengan infeksi rekuren oleh bakteri.
Defisiensi sel T ditandai dengan infeksi virus, jamur dan protozoa
yang rekuran. Defisiensi fagosit disertai ketidakmampuan untuk
memakan dan menghancurkan patogen, biasanya timbul dengan
infeksi bakteri rekuren.
c. Defisiensi imun primer sel B
i. X-linked hypogamaglobulinemia
ii. Hipogamaglobulinemia sementara
iii. Common Variable Hypogammaglobulinemia
iv. Defisiensi Imunoglobulin yang selektif
(disgamaglobulinemia).

d. Defisiensi imun primer sel T


i. Aplasi timus kongential (sindrom DiGeorge)
ii. Kandidasis Mukokutan Kronik

9
e. Defisiensi kombinasi sel B dan sel T yang berat
i. Severe Combined Immunodeficiency Disease
ii. Sindrom Nezelof
iii. Sindrom Wiskott-Aldrich
iv. Ataksia telangiektasi
v. Defisiensi adenosin deaminase.

2. Defisiensi imun fisiologik


a. Kehamilan
Disebabkan karena terjadinya peningkatan aktivasi sel Ts
atau efek supresif faktor humoral yang dibentuk trofoblast.
b. Usia tahun pertama
Sistem imun pada anak usia satu tahun sampai usia 5
tahun masih belum matang.
c. Usia lanjut
Hal ini disebabkan karena atrofi timus dengan fungsi yang
menurun. Akibat involusi timus, jumlah sel T naif dan
kualitas respons sel T makin berkurang.

C. Defisiensi didapat atau sekunder


Defisiensi tersebut mengenai fungsi fagosit dan limfosit yang
dapat terjadi akibat infeksi HIV, malnutrisi, terapi sitotoksik dan
lainnya.
1) Malnutrisi
2) Infeksi
3) Obat, trauma, tindakan kateterisasi, dan bedah
4) Penyinaran
5) Penyakit berat
6) Kehilangan Ig/leukosit
7) Stres
8) Agamaglobulinemia dengan timoma
9) AIDS
HIV menekan fungsi sistem imun dengan menginfeksi sel sistem
imun. Transmisinya melalui cairan tubuh yang terinfeksi seperti
hubungan seksual, homoseksual, penggunaan jarum yang
terkontaminasi, transfusi darah atau produk darah seperti hemofili
dan bayi yang dilahirkan ibu dengan HIV.

3.1 Klasifikasi
1. Defisiensi Imun Non-Spesifik
1.1. Komplemen
Dapat berakibat meningkatnya insiden infeksi dan penyakit
autoimun (SLE), defisiensi ini secara genetik.
a. Kongenital
Menimbulkan infeksi berulang /penyakit kompleks imun
(SLE dan glomerulonefritis).

10
b. Fisiologik
Ditemukan pada neonatus disebabkan kadar C3, C5, dan
faktor B yang masih rendah.
c. Didapat
Disebabkan oleh depresi sintesis (sirosis hati dan malnutrisi
protein/kalori)

1.2. Interferon dan lisozim


a. Interferon kongenital
Menimbulkan infeksi mononukleosis fatal
b. Interferon dan lisozim didapat
Pada malnutrisi protein/kalori

1.3. Sel Natural Killer


a. Kongenital
Pada penderita osteopetrosis (defek osteoklas dan monosit),
kadar IgG, IgA, dan kekerapan autoantibodi meningkat.
b. Didapat
Akibat imunosupresi atau radiasi.

1.4. Defisiensi sistem fagosit


Menyebabkan infeksi berulang, kerentanan terhadap infeksi
piogenik berhubungan langsung dengan jumlah neutrofil yang
menurun, resiko meningkat apabila jumlah fagosit turun <
500/mm3. Defek ini juga mengenai sel PMN.

a. Kuantitatif
Terjadi neutropenia/granulositopenia yang disebabkan oleh
menurunnya produksi atau meningkatnya destruksi.
Penurunan produksi diakibatkan pemberian depresan
(kemoterapi pada kanker, leukimia) dan kondisi genetik
(defek perkembangan sel hematopioetik). Peningkatan
destruksi merupakan fenomena autoimun akibat pemberian
obat tertentu (kuinidin, oksasilin).

b. Kualitatif
Mengenai fungsi fagosit seperti kemotaksis, fagositosis, dan
membunuh mikroba intrasel.
1. Chronic Granulomatous Disease (infeksi rekuren
mikroba gram dan +)
2. Defisiensi G6PD (menyebabkan anemia hemolitik)
3. Defisiensi Mieloperoksidase (menganggu kemampuan
membunuh benda asing)

11
4. Chediak-Higashi Syndrome (abnormalitas lisosom
sehingga tidak mampu melepas isinya, penderita
meninggal pada usai anak)
5. Job Syndrome (pilek berulang, abses staphylococcus,
eksim kronis, dan otitis media. Kadar IgE serum sangat
tinggi dan ditemukan eosinofilia).
6. Lazy Leucocyte Syndrome (merupakan kerentanan
infeksi mikroba berat. Jumlah neutrofil menurun, respon
kemotaksis dan inflamasi terganggu)
7. Adhesi Leukosit (defek adhesi endotel, kemotaksis dan
fagositsosis buruk, efeks sitotoksik neutrofil, sel NK, sel
T terganggu. Ditandai infeksi bakteri dan jamur rekuren
dan gangguan penyembuhan luka).

2. Defisiensi Imun Spesifik


2.1. Kongential/primer (sangat jarang terjadi)
a. Sel B
Defisiensi sel B ditandai dengan penyakit rekuren (bakteri)
1. X-linked hypogamaglobulinemia
2. Hipogamaglobulinemia sementara
3. Common variable hypogammaglobulinemia
4. Disgamaglobulinemia

b. Sel T
Defisensi sel T ditandai dengan infeksi virus, jamur, dan
protozoa yang rekuren
1. Sindrom DiGeorge (aplasi timus kongenital)
2. Kandidiasis mukokutan kronik

c. Kombinasi sel T dan sel B


1. Severe combined immunodeficiency disease
2. Sindrom nezelof
3. Sindrom wiskott-aldrich
4. Ataksia telangiektasi
5. Defisiensi adenosin deaminase

2.2. Fisiologik
a. Kehamilan
Defisiensi imun seluler dapat ditemukan pada kehamilan.Hal
ini karena peningkatan aktivitas sel Ts atau efek supresif
faktor humoral yang dibentuk trofoblast. Wanita hamil
memproduksi Ig yang meningkat atas pengaruh estrogen

12
b. Usia tahun pertama
Sistem imun pada anak usia satu tahun pertama sampai usia 5
tahun masih belum matang.

c. Usia lanjut
Golongan usia lanjut sering mendapat infeksi karena terjadi
atrofi timus dengan fungsi yang menurun.

2.3. Defisiensi imun didapat/sekunder


a. Malnutrisi
b. Infeksi
c. Obat, trauma, tindakan, kateterisasi, dan bedah
Obat sitotoksik, gentamisin, amikain, tobramisin dapat
mengganggu kemotaksis neutrofil. Kloramfenikol, tetrasiklin
dapat menekan antibodi sedangkan rifampisin dapat menekan
baik imunitas humoral ataupun selular.
d. Penyinaran
Dosis tinggi menekan seluruh jaringan limfoid, dosis rendah
menekan aktivitas sel Ts secara selektif
e. Penyakit berat
Penyakit yang menyerang jaringan limfoid seperti Hodgkin,
mieloma multipel, leukemia dan limfosarkoma. Uremia dapat
menekan sistem imun dan menimbulkan defisiensi
imun.Gagal ginjal dan diabetes menimbulkan defek fagosit
sekunder yang mekanismenya belum jelas. Imunoglobulin
juga dapat menghilang melalui usus pada diare
f. Kehilangan Ig/leukosit
Sindrom nefrotik penurunan IgG dan IgA, IgM norml.Diare
(linfangiektasi intestinal, protein losing enteropaty) dan luka
bakar akibat kehilangan protein.
g. Stres
h. Agammaglobulinmia dengan timoma
Dengan timoma disertai dengan menghilangnya sel B total
dari sirkulasi. Eosinopenia atau aplasia sel darah merah juga
dapat menyertai.

2.4. AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome)


Berbagai jenis virus dapat menekan fungsi system imun atau
dengan menginfeksi sel system imun. Contoh fenomena ini adalah
AIDS. (Bratawidjaja, 2014)

13
LI.2.Memahami dan Menjelaskan HIV
2.1 Definisi
Human immunodeficiency virus (HIV) merupakan patogen yang menyerang
sistem imun manusia, terutama semua sel yang memiliki penanda CD4+
dipermukaannya seperti makrofag dan limfosit T. (Kapita Selekta Kedokteran, ed
IV)

HIV atau Human Immunodeficiency Virus adalah sejenis virus yang


menyerang/menginfeksi sel darah putih yang menyebabkan turunnya kekebalan
tubuh manusia.(Depkes, 2014)
2.2 Epidemiologi
UNAIDS dan WHO memperkirakan bahwa AIDS telah membunuh
lebih dari 25 juta jiwa sejak pertama kali diakui tahun 1981, membuat
AIDS sebagai salah satu epidemik paling menghancurkan pada sejarah.
Meskipun baru saja, akses perawatan antiretrovirus bertambah baik di
banyak region di dunia, epidemik AIDS diklaim bahwa diperkirakan 2,8
juta (antara 2,4 dan 3,3 juta) hidup di tahun 2005 dan lebih dari setengah
juta (570.000) merupakan anak-anak. Secara global, antara 33,4 dan 46
juta orang kini hidup dengan HIV.[5] Pada tahun 2005, antara 3,4 dan 6,2
juta orang terinfeksi dan antara 2,4 dan 3,3 juta orang dengan AIDS
meninggal dunia, peningkatan dari 2003 dan jumlah terbesar sejak tahun
1981.
Afrika Sub-Sahara tetap merupakan wilayah terburuk yang terinfeksi,
dengan perkiraan 21,6 sampai 27,4 juta jiwa kini hidup dengan HIV. Dua
juta [1,5&-3,0 juta] dari mereka adalah anak-anak yang usianya lebih
rendah dari 15 tahun. Lebih dari 64% dari semua orang yang hidup dengan
HIV ada di Afrika Sub Sahara, lebih dari tiga per empat (76%) dari semua
wanita hidup dengan HIV. Pada tahun 2005, terdapat 12.0 juta [10.6-13.6
juta] anak yatim/piatu AIDS hidup di Afrika Sub Sahara. Asia Selatan dan
Asia Tenggara adalah terburuk kedua yang terinfeksi dengan besar 15%.
500.000 anak-anak mati di region ini karena AIDS. Dua-tiga infeksi
HIV/AIDS di Asia muncul di India, dengan perkiraan 5.7 juta infeksi
(perkiraan 3.4 - 9.4 juta) (0.9% dari populasi), melewati perkiraan di
Afrika Selatan yang sebesar 5.5 juta (4.9-6.1 juta) (11.9% dari populasi)
infeksi, membuat negara ini dengan jumlah terbesar infeksi HIV di
dunia.[97] Di 35 negara di Afrika dengan perataan terbesar, harapan hidup
normal sebesar 48.3 tahun - 6.5 tahun sedikit daripada akan menjadi tanpa
penyakit.

Di Indonesia, HIV AIDS pertama kali ditemukan di provinsi Bali pada


tahun 1987. Hingga saat ini HIV AIDS sudah menyebar di 386
kabupaten/kota di seluruh provinsi di Indonesia.

14
Gambar 1 memperlihatkan adanya kecenderungan peningkatan jumlah
kasus HIV dari tahun ke tahun sejak pertama kali dilaporka (tahun 1987).
Sebaliknya jumlah kasus AIDS menunjukkan kecenderungan meningkat
secara lambat bahkan sejak 2012 jumlah kasus AIDS mulai turun. Jumlah
kumulatif penderita HIV dari tahun 1987 sampai September 2014
sebanyak 150.296 orang, sedangkan total kumulatif kasus AIDS sebanyak
55.799 orang.

15
Berdasarkan laporan provinsi, jumlah (kumulatif) kasus infeksi HIV
yang dilaporkan sejak 1987 sampai September 2014 yang terbanyak
adalah Provinsi DKI Jakarta (32.782 kasus). 10 besar kasus HIV terbanyak
ada di Provinsi DKI Jakarta, Jawa Timur, Papua, Jawa Barat, Bali,
Sumatera Utara, Jawa Tengah, Kalimantan Barat, Kepulauan Riau, dan
Sulawesi Selatan.

16
Kasus AIDS yang dilaporkan sejak 1987 sampai September 2014 terbanyak di
Provinsi Papua, diikuti Jawa Timur, DKI Jakarta, Bali, Jawa Barat, Jawa Tengah,
Papua Barat, Sulawesi Selatan, Kalimantan Barat dan Sumatera Utara.

2.3 Etiologi
Penyakit ini menular melalui berbagai cara, antara lain melalui cairan
tubuh seperti darah, cairan genitalia, dan ASI. Virus juga terdapat dalam
saliva, air mata, dan urin (sangat rendah). HIV tidak dilaporkan terdapat
dalam air mata dan keringat. Pria yang sudah disunat memiliki risiko HIV
yang lebih kecil dibandingkan dengan pria yang tidak disunat. Selain dari
cairan tubuh, HIV juga ditularkan melalui:
a. Ibu hamil
1. Secara intrauterin, intrapartum, dan postpartum (ASI).
2. Angka transmisi mencapai 20-50%.
3. Angka transmisi melalui ASI dilaporkan lebih dari sepertiga.
4. Laporan lain menyatakan risiko penularan melalui ASI adalah 11-
29%.
5. Sebuah studi meta-analisis prospektif yang melibatkan penelitian
pada dua kelompok ibu, yaitu kelompok ibu yang menyusui sejak
awal kelahiran bayi dan kelompok ibu yang menyusui setelah
beberapa waktu usia bayinya, melaporkan bahwa angka penularan
HIV bayi yang belum disusui adalah 14% (yang diperoleh dari
penularan melalui mekanisme kehamilan dan persalinan), dan
angka penularan HIV meningkat menjadi 29% setelah bayinya
disusui. Bayi normal dengan ibu HIV bisa memperoleh antibodi
HIV dari ibunya selama 6-15 bulan.

b. Jarum suntik
1. Prevalensi 5-10%.
2. Penularan HIV pada anak dan remaja biasanya melalui jarum
suntik karena penyalahgunaan obat.

17
3. Diantara tahanan (tersangka atau terdakwa tindak pidana) dewasa,
pengguna obat suntuk di Jakarta sebanyak 40% terinfeksi HIV, di
Bogor 25%, dan di Bali 53%.

c. Transfusi darah
1. Risiko penularan sebesar 90%.
2. Prevalensi 3-5%.

d. Hubungan seksual
1. Prevalensi 70-80%.
2. Kemungkinan tertular adalah 1 dalam 200 kali hubungan intim.
3. Model penularan ini adalah yang tersering di dunia. Akhir-akhir
ini dengan semakin meningkatnya kesadaran masyarakat untuk
menggunakan kondom, maka penularan jalur ini cenderung
menurun dan digantikan oleh penularan melalui jalur penasun
(pengguna narkoba suntik).

2.4 Patogenesis
Awalnya terjadi perlekatan antara gp120 dan reseptor sel CD4, yang
memicu perubahan konformasi pada gp120 sehingga memungkinkan
pengikatan dengan koreseptor kemokin (biasanya CCR5 atau CXCR4).

Setelah itu terjadi penyatuan pori yang dimediasi oleh gp41.

Setelah berada di dalam sel, salinan DNA ditranskripsi dari genom


RNA oleh enzim reverse transcriptase (RT) yang dibawa oleh virus. Ini
merupakan proses yang sangar berpotensi mengalami kesalahan.
Selanjutnya DNA ini ditranspor ke dalam nukleus dan terintegrasi secara
acak di dalam genom sel pejamu.Virus yang terintegrasi diketahui sebagai
DNA provirus.Pada aktivasi sel pejamu, RNA ditranskripsi dari cetakan
DNA ini dan selanjutnya di translasi menyebabkan produksi protein
virus.Poliprotein prekursor dipecah oleh protease virus menjadi enzim
(misalnya reverse transcriptase dan protease) dan protein struktural.Hasil
pecahan ini kemudian digunakan untuk menghasilkan partikel virus
infeksius yang keluar dari permukaan sel dan bersatu dengan membran sel

18
pejamu. Virus infeksius baru (virion) selanjutnya dapat menginfeksi sel
yang belum terinfeksi dan mengulang proses tersebut.

2.5 Patofisiologi
Karena peran penting sel T dalam menyalakan semua kekuatan limfosit dan
makrofag, sel T helper dapat dianggap sebagai tombol utama sistem imun.
Virus AIDS secara selektif menginvasi sel T helper, menghancurkan atau
melumpuhkan sel-sel yang biasanya megatur sebagian besar respon imun. Virus
ini juga menyerang makrofag, yang semakin melumpuhkan sistem imun, dan
kadang-kadang juga masuk ke sel-sel otak, sehingga timbul demensia (gangguan
kapasitas intelektual yang parah) yang dijumpai pada sebagian pasien AIDS
(Sherwood, 2001).
Dalam tubuh ODHA, partikel virus bergabung dengan DNA sel pasien,
sehingga satu kali seseorang terinfeksi HIV, seumur hidup ia akan tetap
terinfeksi. Dari semua orang yang terinfeksi HIV, sebagian berkembang masuk
tahap AIDS pada 3 tahun pertama, 50% berkembang menjadi AIDS sesudah 10
tahun, dan sesudah 13 tahun hampir semua orang yang terinfeksi HIV
menunjukkan gejala AIDS, dan kemudian meninggal. Gejala yang terjadi adalah
demam, nyeri menelan, pembengkakan kelenjar getah bening, ruam, diare, atau
batuk.Setelah infeksi akut, dimulailah infeksi HIV asimptomatik (tanpa
gejala).Masa tanpa gejala ini umumnya berlangsung selama 8-10 tahun.
Pada waktu orang dengan infeksi HIV masih merasa sehat, klinis tidak
menunjukkan gejala, pada waktu itu terjadi replikasi HIV yang tinggi, 10 partikel
setiap hari.Bersamaan dengan replikasi HIV, terjadi kehancuran limfosit CD4
yang tinggi, untungnya tubuh masih bisa mengkompensasi dengan memproduksi
limfosit CD4 sekitar 109 setiap hari.

19
2.6 Manifestasi Klinis
Tanda-tanda gejala-gejala (symptom) secara klinis pada seseorang penderita
AIDS adalah diidentifikasi sulit karena symptomasi yang ditujukan pada
umumnya adalah bermula dari gejala-gejala umum yang lazim didapati pada
berbagai penderita penyakit lain, namun secara umum dapat kiranya dikemukakan
sebagai berikut :

a. Rasa lelah dan lesu


b. Berat badan menurun secara drastis
c. Demam yang sering dan berkeringat diwaktu malam
d. Mencret dan kurang nafsu makan
e. Bercak-bercak putih di lidah dan di dalam mulut
f. Pembengkakan leher dan lipatan paha
g. Radang paru-paru
h. Kanker kulit
Manifestasi klinik utama dari penderita AIDS pada umumnya ada 2 hal antara lain
tumor dan infeksi oportunistik :
1. Manifestasi tumor, diantaranya:
a. Sarkoma kaposi ; kanker pada semua bagian kulit dan organ tubuh.
Frekuensi kejadiannya 36-50% biasanya terjadi pada kelompok
homoseksual, dan jarang terjadi pada heteroseksual serta jarang menjadi
sebab kematian primer.

b. Limfoma ganas ; terjadi setelah sarkoma kaposi dan menyerang syaraf,


dan bertahan kurang lebih 1 tahun.

2. Manifestasi Oportunistik, diantaranya:


a. Manifestasi pada Paru-paru
i. Pneumonia Pneumocystis (PCP)
Pada umumnya 85% infeksi oportunistik pada AIDS merupakan infeksi
paru-paru PCP dengan gejala sesak nafas, batuk kering, sakit bernafas
dalam dan demam.

ii. Cytomegalo Virus (CMV)


Pada manusia virus ini 50% hidup sebagai komensial pada paru-paru
tetapi dapat menyebabkan pneumocystis. CMV merupakan penyebab
kematian pada 30% penderita AIDS.

iii. Mycobacterium Avilum


Menimbulkan pneumoni difus, timbul pada stadium akhir dan sulit
disembuhkan.

20
iv. Mycobacterium Tuberculosis
Biasanya timbul lebih dini, penyakit cepat menjadi miliar dan cepat
menyebar ke organ lain diluar paru.

b. Manifestasi pada Gastroitestinal


Tidak ada nafsu makan, diare khronis, berat badan turun lebih 10% per
bulan.

2.7 Diagnosis dan DD


1. Anamnesis
a. Diare intermiten > 1 bulan
b. Berat badan menurun
c. Demam > 1 bulan
d. Muosa lidah bercak-bercak dan putih
e. Batuk TBC
f. Anoreksia
g. Penurunan kesadaran

2. Pemeriksaan Fisik
a. Tampak kurus
b. Pucat
c. Lemah
d. Bercak putih pada lidah
e. Terdapat benjolan di leher
f. Terdapat pembesaran kelenjar getah bening

3. Pemeriksaan Penunjang
a. CD4
b. Pemeriksaan Ig
c. LED
d. Pemeriksaan Feses sel ragi
e. Pemeriksaan darah rutin
f. ELISA
g. PCR
h. WESTERN BOLT
i. Viral Load Test
j. Pemeriksaan air liur
k. Screening Test
l. Radiologi: Rontgen Paru

Diagnosis infeksi HIV & AIDS dapat ditegakkan berdasarkan klasifikasi


klinis WHO dan atau CDC.Di Indonesia diagnosis AIDS untuk keperluan
surveilans epidemiologi dibuat bila menunjukkan tes HIV positif dan
sekurang-kurangnya didapatkan dua gejala mayor dan satu gejala minor.

21
Derajat berat infeksi HIV dapat ditentukan sesuai ketentuan WHO melalui
stadium klinis pada orang dewasa serta klasifikasi klinis dan CD4 dari CDC.

Terdapat beberapa pemeriksaan laboratorium untuk menentukan adanya


infeksi HIV. Salah satu cara penentuan serologi HIV yang dianjurkan adalah
ELISA, mempunyai sensitivitas 93-98% dengan spesifitas 98-99%.
Pemeriksaan serologi HIV sebaiknya dilakukan dengan 3 metode
berbeda.Dapat dilanjutkan dengan pemeriksaan yang lebih spesifik Western
blot.

22
Tes serologi standar terdiri dari EIA dan diikuti konfirmasi WB.Melalui
WB dapat ditentukan antibodi terhadap komponen protein HIV yang
meliputi inti (p17, p24, p55), polimerase (p31, p51, p66), dan selubung
(envelope) HIV (gp41, gp120, gp160).Bila memungkinkan pemeriksaan
WB selalu dilakukan karena tes penapisan melalui EIA terdapat potensi
false positif 2%. Interpretasi WB meliputi:
a. Negatif: tidak ada bentukan pita
b. Positif: reaktif terhadap gp120/160 dan gp41 atau p24
c. Indeterminate: terdapat berbagai pita tetapi tidak memenuhi kriteria hasil
positif.

Akurasi pemeriksaan serologi standar (EIA dan WB atau


immunoflourescent assay) sensitivitas dan spesifitasnya mencapai > 98%.
Dasar dalam menegakkan diagnosa AIDS adalah :
1. Adanya HIV sebagai etiologi (melalui pemeriksaan laboratorium).
2. Adanya tanda-tanda Immunodeficiency.
3. Adanya gejala infeksi oportunistik.

2.8 Tata laksana


a. Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor (NRTI)
Contoh:
1. Zidovudin
Efek samping: anemia, neutropenia, sakit kepala, mual
2. Didanosin
Efek samping: diare, pankreasitis, neuropati perifer
3. Zalsitabin
Efek samping: Neuropati perifer, stomatitis, ruam dan pankreatitis
4. Stavudin
Efek samping: Neuropati perifer, asidosis laktat (peningkatan enzim
transaminase sementara), sakit kepala, mual, dan ruam
5. Lamivudin
Efek samping: Asidosis laktat, hepatomegali dengan steatosis, sakit
kepala, mual
6. Emtrisitabin
Efek samping: Nyeri abdomen dengan rasa keram, diare,kelemahan
otot,sakit kepala, lipodistrofi, mual, rinitis, pruritus dan ruam, alergi,
asidosis laktat, mimpi buruk, parestesia, pneumonia, steatosis hati
7. Abakavir
Efek samping: Mual, muntah, diaren, reaksi hipersensitif (demam,
malaise, ruam), gangguan gastrointestinal

b. Nucleotide Reverse Transcriptase Inhibitor (NtRTI)


1. Tenofovir Disoproksil
Efek samping: Mual, muntah, flatulens, diare

23
c. Non-Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor (NNRTI)
1. Nevirapin
Efek samping: Ruam, demam, fatigue, sakit kepala, somnolens, mual
dan peningkatan enzim hati
2. Delavirdin
Efek samping: Ruam, peningkatan tes fungsi hati, neutropenia
3. Efavirenz
Efek samping: Sakit kepala, pusing, mimpi buruk, sulit berkonsentrasi
dan ruam

d. Protease Inhibitor
1. Sakuinavir
Efek samping: Diare, mual, nyeri abdomen
2. Ritonavir
Efek samping: Mual, muntah, diaren
3. Indinavir
Efek samping: Mual, hiperbilirubinemia, batu ginjal
4. Nelfinavir
Efek samping: Diare, mual, muntah
5. Amprenavir
Efek samping: Mual, diare, ruam, parestesia perioral/oral
6. Lopinavir
Efek samping: Mual, muntah, peningkatan kadar kolesterol dan
trigliserida, peningkatan alfa-GT

7. Atazanavir
Efek samping: Hiperbilirubinemia, mual, perubahan EKG (jarang)
(Ilmu Penyakit Tropis by Widoyono dan Ilmu Penyakit Dalam by Aru
W. Sudoyo)

2.9 Pemeriksaan screening dan konfirmasi HIV


Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui secara pasti apakah seseorang
terinfeksi HIV sangatlah penting, karena infeksi pada HIV gejala klinisnya dapat
baru terlihat setelah bertahun-tahun lamanya. Terdapat beberapa jenis
pemeriksaan laboratorium untuk memastikan diagnosis infeksi HIV. Secara garis
besar dapat dibagi menjadi pemeriksaan serologik untuk mendeteksi adanya
antibodi terhadap HIV dan pemeriksaan untuk mendeteksi keberadaan virus HIV.
Deteksi adanya virus HIV dalam tubuh dapat dilakukan dengan isolasi dan biakan
virus, deteksi antigen, dan deteksi materi genetik dalam darah pasien.

Pemeriksaan yang lebih mudah dilaksanakan adalah pemeriksaan terhadap


antibodi HIV. Sebagai penyaring, biasanya digunakan teknik ELISA (enzyme-
linked immunosorbent assay), aglutinasi atau dot-blot immunobinding assay.
Metode yang biasanya digunakan di Indonesia adalah dengan ELISA. Hal yang
perlu diperhatikan dalam melakukan tes terhadap antibodi HIV ini yaitu adanya
masa jendela (window period). Masa jendela adalah waktu sejak tubuh terinfeksi
HIV sampai mulai timbulnya antibodi yang dapat dideteksi dengan pemeriksaan.

24
Antibodi mulai terbentuk pada 4-8 minggu setelah infeksi. Jadi pada periode ini
hasil tes HIV pada seseorang yang sebenarnya telah terinfeksi HIV dapat
memberikan hasil yang negatif. Untuk itu jika kecurigaan akan adanya risiko
terinfeksi cukup tinggi, perlu dilakukan pemeriksaan ulangan tiga bulan
kemudian.

World Health Organization (WHO) menganjurkan pemakaian salah satu dari tiga
strategi pemeriksaan antibodi terhadap HIV seperti disajikan pada tabel dan
gambar di bawah ini.

Pemeriksaan Infeksi HIV


a. Strategi I
Hanya dilakukan satu kali pemeriksaan. Bila hasil pemeriksaan reaktif,
maka dianggap sebagai kasus terinfeksi HIV dan bila hasil pemeriksaan
nonreaktif dianggaptidak terinfeksi HIV. Reagensia yang dipakai untuk

25
pemeriksaan pada strategi ini harus memiliki sensitivitas yang tinggi
(>99%).

b. Strategi II
Menggunakan dua kali pemeriksaan jika serum pada pemeriksaan pertama
memberikan hasil reaktif. Jika pada pemeriksaan pertama hasilnya
nonreaktif, maka dilaporkan hasilnya negatif. Pemeriksaan pertama
menggunakan reagensia dengansensitivitas tertinggi dan pada pemeriksaan
kedua dipakai reagensia yang lebih spesifik serta berbeda jenis antigen atau
tekniknya dari yang dipakai pada pemeriksaan pertama. Bila hasil
pemeriksaan kedua juga reaktif, maka disimpulkan sebagai terinfeksi HIV.
Namun jika hasil pemeriksaan yang kedua adalah nonreaktif,maka
pemeriksaan harus diulang dengan kedua metode. Bila hasil tetap tidak
sama,maka dilaporkan sebagai indeterminate.

c. Strategi III
Menggunakan tiga kali pemeriksaan. Bila hasil pemeriksaan pertama,
kedua,dan ketiga reaktif, maka dapat disimpulkan bahwa pasien tersebut
memang terinfeksiHIV. Bila hasil pemeriksaan tidak sama, misalnya hasil
tes pertama reaktif, tes kedua reaktif, dan tes ketiga nonreaktif, atau tes
pertama reaktif, sementara tes kedua danketiga nonreaktif, maka keadaan ini
disebut sebagai equivokal atau indeterminate bila pasien yang diperiksa
memiliki riwayat pemaparan terhadap HIV atau berisiko tinggitertular HIV.
Sedangkan bila hasil seperti yang disebut sebelumnya terjadi pada
orangtanpa riwayat pemaparan terhadap HIV atau tidak berisiko tertular
HIV, maka hasil pemeriksaan dilaporkan sebagai nonreaktif. Perlu
diperhatikan juga bahwa pada pemeriksaan ketiga dipakai reagensia yang
berbeda asal antigen atau tekniknya, sertamemiliki spesifisitas yang lebih
tinggi.
Jika pemeriksaan penyaring menyatakan hasil yang reaktif,
pemeriksaan dapat dilanjutkan dengan pemeriksaan konfirmasi untuk
memastikan adanya infeksi olehHIV, yang paling sering dipakai saat ini
adalah teknik Western Blot (WB).
Seseorang yang ingin menjalani tes HIV untuk keperluan diagnosis
harus mendapatkan konseling pra tes. Hal ini dilakukan agar ia bisa
mendapat informasi yang sejelas-jelasnya mengenai infeksi HIV/AIDS
sehingga dapat mengambilkeputusan yang terbaik untuk dirinya serta lebih
siap menerima apapun hasil tesnya nanti. Untuk keperluan survei tidak
diperlukan konseling pra tes karena orang yang dites tidak akan diberi tahu
hasil tesnya.
Untuk memberi tahu hasil tes juga diperlukan konseling pasca tes, baik
hasiltes positif maupun negatif. Jika hasilnya positif akan diberikan
informasi mengenai pengobatan untuk memperpanjang masa tanpa gejala
serta cara pencegahan penularan. Jika hasilnya negatif, konseling tetap perlu
dilakukan untuk memberikan informasi bagaimana mempertahankan
perilaku yang tidak berisiko. Seseorangdinyatakan terinfeksi HIV apabila
dengan pemeriksaan laboratorium terbuktiterinfeksi HIV, baik dengan

26
metode pemeriksaan antibodi atau pemeriksaan untuk mendeteksi adanya
virus dalam tubuh.

1) Skrining HIV
Mempunyai makna melakukan pemeriksaan HIV pada suatu populasi
tertentu, sementara uji diagnostik HIV berarti melakukan pemeriksaan
HIV pada orang-orang dengan gejala dan tanda yang konsisten dengan
infeksi HIV. CDC menyatakan bahwa infeksi HIV memenuhi seluruh
kriteria untuk dilakukan skrining, karena:
a. Infeksi HIV merupakan penyakit serius yang dapat
didiagnosis sebelum timbulnya gejala.
b. HIV dapat dideteksi dengan uji skrining yang mudah,
murah, dan noninvasif.
c. Pasien yang terinfeksi HIV memiliki harapan untuk lebih
lama hidup bila pengobatan dilakukan sedini mungkin,
sebelum timbulnya gejala.
d. Biaya yang dikeluarkan untuk skrining sebanding dengan
manfaat yang akan diperoleh serta dampak negatif yang
dapat diantisipasi. Di antara wanita hamil,skrining secara
substansial telah terbukti lebih efektif dibandingkan
pemeriksaan berdasarkan risiko untuk mendeteksi infeksi
HIV dan mencegah penularan perinatal.
CDC merekomendasikan untuk melakukan pemeriksaan HIV secara
rutin untuk setiap orang berusia 13-64 tahun yang datang ke sarana
pelayanan kesehatan meskipun tanpa gejala. Selain itu, CDC juga
merekomendasikan agar pemeriksaan HIV dimasukkan dalam
pemeriksaan rutin antenatal bagi wanita hamil. Sementara pemeriksaan
wajib HIV lebih ditekankan untuk dilakukan pada donor darah dan
organ. Pemeriksaan wajib HIV juga dapat dilakukan pada bidang
perekrutan tentara atau tenaga kerja imigran.

Panduan nasional Inggris tahun 2008 tentang pemeriksaan HIV


merekomendasikan pemeriksaan HIV secara rutin kepada orang-orang
berikut:
a. Semua pasien yang datang ke sarana pelayanan kesehatan di
mana HIV,termasuk infeksi primer HIV, menjadi salah satu
diagnosis banding.
b. Semua pasien yang didiagnosis dengan infeksi menular seksual.
c. Semua partner seksual dari laki-laki atau wanita yang diketahui
HIV positif
d. Semua laki-laki dengan riwayat berhubungan seksual dengan
laki-laki
e. Semua wanita partner seksual dari laki-laki yang berhubungan
seks dengan laki-laki
f. Semua pasien dengan riwayat penggunaan narkoba suntik.
g. Semua laki-laki dan wanita yang diketahui berasal dari
negara/daerah dengan prevalensi HIV yang tinggi (>1%).

27
h. Semua laki-laki dan wanita yang berhubungan seksual di luar
atau di dalam Inggris dengan pasangan yang diketahui berasal
dari negara/daerah dengan prevalensi HIV yang tinggi.

2) Uji Konfirmasi HIV


Pemeriksaan Anti-HIV konfirmasi merupakan pemeriksaan tahap kedua
setelah uji saring. Pemeriksaan ini diperlukan ketika hasil uji saring positif
atau positif palsu (hasil uji saring menyatakan positif, namun sebenarnya
tidak terinfeksi HIV).Bila pada pemeriksaan ini menunjukkan hasil positif,
maka hampir dapat dipastikan bahwa seorang individu terinfeksi HIV.

2.10 Komplikasi
Kebanyakan komplikasi HIV terjadi akibat dari surpresi sel T. Karena sel T
yang diserang, kekebalan tubuh menuruh hingga dapat terjadi infeksi
oportunistik. Komplikasi-komplikasi pada pasien yang terjangkit HIV
menyebabkan AIDS. Obat anti-retroviral, yang dikenal sebagai Highly Active
Anti-Retroviral Therapy (ART), sekarang tersedia untuk menghambat
replikasi dari virus HIV. Obat-obat ini membantu untuk memperpanjang
hidup, mengembalikan sistem kekebalan pasien hingga mendekati aktivitas
normal dan mengurangi kemungkinan infeksi oportunistik. Kombinasi dari
tiga atau lebih obat-obatan diberikan untuk mengurangi kemungkinan
resistensi.

28
Komplikasi-komplikasi umum pada pasien HIV/AIDS akibat infeksi
oportunistik:

a. Tuberkulosis (TB)
Di negara-negara miskin, TB merupakan infeksi oportunistik yang paling
umum yang terkait dengan HIV dan menjadi penyebab utama kematian di
antara orang yang hidup dengan AIDS. Jutaan orang saat ini terinfeksi
HIV dan TBC dan banyak ahli menganggap bahwa ini merupakan wabah
dua penyakit kembar.

b. Salmonelosis
Kontak dengan infeksi bakteri ini terjadi dari makanan atau air yang telah
terkontaminasi. Gejalanya termasuk diare berat, demam, menggigil, sakit
perut dan, kadang-kadang, muntah. Meskipun orang terkena bakteri
salmonella dapat menjadi sakit, salmonellosis jauh lebih umum ditemukan
pada orang yang HIV-positif.

c. Cytomegalovirus (CMV)
Virus ini adalah virus herpes yang umum ditularkan melalui cairan tubuh
seperti air liur, darah, urine, semen, dan air susu ibu. Sistem kekebalan
tubuh yang sehat dapat menonaktifkan virus sehingga virus tetap berada
dalam fase dorman (tertidur) di dalam tubuh. Jika sistem kekebalan tubuh
melemah, virus menjadi aktif kembali dan dapat menyebabkan kerusakan
pada mata, saluran pencernaan, paru-paru atau organ tubuh lainnya.

d. Kandidiasis
Kandidiasis adalah infeksi umum yang terkait
HIV. Hal ini menyebabkan peradangan dan
timbulnya lapisan putih tebal pada selaput lendir,
lidah, mulut, kerongkongan atau vagina. Anak-
anak mungkin memiliki gejala parah terutama di
mulut atau kerongkongan sehingga pasien merasa 2.10.1 Kandiasis pada rongga
sakit saat makan. mulut

e. Cryptococcal Meningitis
Meningitis adalah peradangan pada selaput dan cairan yang mengelilingi
otak dan sumsum tulang belakang (meninges). Cryptococcal meningitis
infeksi sistem saraf pusat yang umum terkait dengan HIV. Disebabkan
oleh jamur yang ada dalam tanah dan mungkin berkaitan dengan kotoran
burung atau kelelawar.

f. Toxoplasmolisis
Infeksi yang berpotensi mematikan ini disebabkan oleh Toxoplasma
gondii. Penularan parasit ini disebabkan terutama oleh kucing. Parasit
berada dalam tinja kucing yang terinfeksi kemudian parasit dapat
menyebar ke hewan lain.

29
g. Kriptosporidiosis
Infeksi ini disebabkan oleh parasit usus yang umum ditemukan pada
hewan. Penularan kriptosporidiosis terjadi ketika menelan makanan atau
air yang terkontaminasi. Parasit tumbuh dalam usus dan saluran empedu
yang menyebabkan diare kronis pada orang dengan AIDS.

Kanker yang biasa terjadi pada pasien HIV/AIDS:

a. Sarkoma Kaposi
Sarkoma Kaposi adalah suatu tumor pada dinding pembuluh darah.
Meskipun jarang terjadi pada orang yang tidak terinfeksi HIV, hal ini
menjadi biasa pada orang dengan HIV-positif. Sarkoma Kaposi biasanya
muncul sebagai lesi merah muda, merah atau ungu pada kulit dan mulut.
Pada orang dengan kulit lebih gelap, lesi mungkin terlihat hitam atau
coklat gelap. Sarkoma Kaposi juga dapat mempengaruhi organ-organ
internal, termasuk saluran pencernaan dan paru-paru.

b. Limfoma
Kanker jenis ini berasal dari sel-sel darah putih. Limfoma biasanya berasal
dari kelenjar getah bening. Tanda awal yang paling umum adalah rasa
sakit dan pembengkakan kelenjar getah bening ketiak, leher atau
selangkangan.

Komplikasi lainnya:

a. Wasting Syndrome
Pengobatan agresif telah mengurangi jumlah kasus wasting syndrome,
namun masih tetap mempengaruhi banyak orang dengan AIDS. Hal ini
didefinisikan sebagai penurunan paling sedikit 10 persen dari berat badan
dan sering disertai dengan diare, kelemahan kronis dan demam.

b. Komlikasi Neurologis
Walaupun AIDS tidak muncul untuk menginfeksi sel-sel saraf, tetapi
AIDS bisa menyebabkan gejala neurologis seperti kebingungan, lupa,
depresi, kecemasan dan kesulitan berjalan. Salah satu komplikasi
neurologis yang paling umum adalah demensia AIDS yang kompleks,
yang menyebabkan perubahan perilaku dan fungsi mental berkurang.

2.11 Prognosis
Sebagian besar HIV / AIDS berakibat fatal. Sekitar 75% pasien yang
didiagnosis AIDS meninggal tiga tahun kemudian. Penelitian melaporkan
ada 5 % kasus pasien terinfeksi HIV yang tetap sehat secara klinis dan
imunologis.
(Ilmu Penyakit Tropis by Widoyono)

30
LI.3. Memahami dan Memahami Etik kasus HIV
3.1. Stigma
Stigma adalah stempel yang menimbulkan kesan jijik, kotor, antipati dan
berbagai perasaan negatif lainnya.Dari hasil penelitian yang dilakukan di
Makassar pada tahun 2007 ditemukan bahwa stigma terhadap Orang dengan
HIV/ AIDS (ODHA) :
a. Lingkungan masyarakat (71,4%),
b. Ditempat pelayanan kesehatan (35,5%)
c. Dilingkungan keluarga (18,5%).

3.2. Undang-undang

Menurut KODEKI
Pasal 8
Dalam melakukan pekerjaannya seorang dokter harus memperhatikan
kepentingan masyarakat dan memperhatikan semua aspek pelayanan
kesehatan yang menyeluruh (promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif),
baik fisik maupun psiko-sosial, serta berusaha menjadi pendidik dan pengabdi
masyarakat yang sebenar-benarnya.

KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP PASIEN


Pasal 12
Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang
seorang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.
Pasal 13
Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas
perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu
memberikannya.

Kaidah Dasar Bioetik


a. Prinsip Autonomy, menghormati hak-hak pasien, hak otonomi pasien.
Melahirkan informed consent
b. Prinsip Beneficence, Tindakan untuk kebaikan pasien. Memilih lebih
banyak manfaatnya daripada buruknya.
c. Prinsip Non-maleficence, Melarang tindakan yang memperburuk
kedaan pasien. Primum non nocere atau above all do no harm.
d. Prinsip Justice, mementingkan fairness dan keadilan dalam bersikap
maupun dalam mendistribusikan sumber daya (distributiv justice).

LI.4. Memahami dan Menjelaskan Pandangan Islam tentang HIV


1. Tuntunan hukum Islam bagi penderita HIV/AIDS
Bagi seorang yang sudah terlanjur tertular atau mengidap virus HIV/AIDS, ajaran
Islam memberikan tuntunan umum sebagaimana dianjurkan pada mereka yang
sedang menunggu saat-saat kematian, antara lain :

31
a. Bertaubat
Segera bertaubat dengan bentuk taubat nasucha (tobat yang sungguh-
sungguh), dengan cara menyucikan diri dari kekhilafan, kesalahan dan dosa
yang pernah dilakukannya, baik penularannya akibat dosa-dosanya atau
tertulari bukan akibat kesalahannya, sebagaimana dianjurkan dalam ayat al-
Quran :



Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada allah, hai orang-orang yang
beriman supaya kamu beruntung (Q.s. An-Nur:31)

b. Tawakkal
Terhadap pasien AIDS yang penularannya bukan karena perzinaan,
misalnya melalui jarum suntik, transfusi darah atau pun yang lainnya,
hendaknya bersabar dan bertawakkal kepada Allah dan menerimanya
sebagai cobaan, musibah, ujian atas keimanannya. Sikap demikian
dianjurkan Allah dalam firman-Nya, antara lain :
(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka
mengucapkan, Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun Mereka itulah yang
mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan
mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk (Q.s. al-Baqarah:156-
157)

2. Hukum terkait dengan ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS)

a. Jika ODHA hamil dan melahirkan, seharusnya dibantu dan ditangani


oleh tim medis/paramedis yang terlatih untuk menghindari kemungkinan
penularan. Bantu-membantu dalam kebaikan sangat dianjurkan dalam
Islam.
b. Khitan bagi anak ODHA tetap wajib sepanjanh hal itu tidak
membahayakan dirinya dan proses khitannya seyogyanya dilakukan oleh
tim medis/paramedis yang terlatih untuk menghindari penularan.

3. Perlakuan dan akhlak terhadap ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS)

a. Majlis Majma al-Fiqh al-Islami pada tahun 1995 mengeluarkan fatwa,


sesuai dengan penjelasan para dokter ahli bahwa penularan HIV/AIDS
tidak melalui aktivitas hidup seperti berpakain, bersentuhan kulit, nafas,
makan atau tidak ada alasan menjauhkan mereka dari bersosialisasi dan
bermasyarakat.
b. Masyarakat tetap wajib bergaul dan memperlakukan mereka secara
manusiawi, mereka termasuk manusia yang dimuliakan Allah.
c. ODHA yang mengalami kecelakaan, tetap wajib ditolong dan tetap
mewaspadai kemungkinan adanya penularan dengan mengenakan alat
pencegahan.

32
DAFTAR PUSTAKA

Bratawidjaja, KG dan Iris Rengganis. 2014. Imunologi Dasar. Jakarta: Badan


Penerbit FKUI.

Widoyono. 2011. Ilmu Penyakit Tropis, edisi 2. Jakarta: Erlangga

Sudoyo, AW dkk. 2014. Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Jakarta: Interna Publishing.

Kresno, Siti Boedina. 2010. Imunologi : Diagnosis dan Prosedur Laboratorium.


Jakarta : FKUI

Rosyidah, F. (2011). Kritik Islam Terhadap Strategi Penangulangan HIV-AIDS


Berbasis Paradigma Sekuler-Liberal dan Solusi Islam dalam Menangani
Kompleksitas Problematika HIV-AIDS.

Djoerban Z, Djauzi S. (2006). Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV, vol III Jakarta :
Departemen Penyakit Dalam FKUI.

Price, Sylvia Anderson. (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses


Penyakit. Edisi VI, vol. 1. Huriawati Hartanto. Jakarta : EGC.

http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/Infodatin%20AI
DS.pdf

33

Anda mungkin juga menyukai