Anda di halaman 1dari 7

Nama : Tiara Dewi Andani

NPM : 14021014001
Kelas : A
TUGAS : KROMATOGRAFI

1. A. Open Turbular Columns

Jenis kolom ini berbeda dengan kolom terpaking, dalam hal adanya rongga pada bagian dalam
kolom yang menyerupai pipa (tube), oleh sebab itu disebut open tubular coloumns. Kolom terbuka
berukuran panjang 10-50m, diameter 0,2-1,2mm).
Fase diam melekat mengelilingi dinding dalam kolom dan dikenal empat macam jenis lapisan yaitu :

- WCOT (Wall Coated Open Tube): Melapisi langsung dinding bagian dalam tabung
dengan fase diam berbentuk cairan. Bergaris tengah 0,25mm dan panjang 50- 150mm
dengan ketebalan lapisan fase diam 1pm.
- SCOT (Support Coated Open Tube): Melapisi dinding bagian dalam tabung dengan sluri
campuran bahan penyangga dengan fase diam. Bergaris tengah rata-rata 0,5mm, panjang
16m, jumlah lapisan teoritis 600.000 (rata-rata 1000-4000/ 1 m).
- PLOT (Porous Layer Open Tube): Partikel zat padat yang ditempelkan pada dinding
kolom bertindak sebagai fasa diam.
- FSOT ( Fused Silica Open Tube): jenis kolom kapiler yang terbaru dan mulai masuk
dalam perdagangan mulai tahun 1979. Makin tipis lapisan penyalut sebagai fase diam,
maka makin tinggi temperature operasionalnya. Untuk lapisan solute < 1m temperature
operasional dapat mencapai 4600C, sedangkan temperature minimal dapat mencapai
600C.
B. Packed Columns
Jenis kolom ini terbuat dari gelas atau logam yang tahan karat atau dari tembaga dan aluminium,
nikel. Panjang kolom jenis ini adalah 2-3 meter dengan diameter dalam 1,5 - 9,5 mm. Kolom jenis ini
dibuat melingkar dengan diameter sekitar 15 cm. Garis tengah kolom sangat menentukan
kapasitas/kemampuannya. Kolom tertutup umumnya mempunyai lapisan teoritis kurang daripada 10.000
(rata-rata 1000- 3000/ 1m). Padatan pendukung kolom ini dikenal dua macam yaitu Chromosorb P dan
chromosorb W dibuat dari tanah diatome dengan kehalusan 4 m2/g setelah dipanaskan 9000C dalam
proses pembuatannya dan Chromosorb W atau G dibuat dari tanah diatome dan dicampur dengan natrium
karbonat kemudian dipanaskan 9000C, kehalusan 1 m2/g.
Efisiensi kolom ini akan meningkat dengan makin bertambah halusnya partikel fase diam ini.
Ukuran pertikel fase diam biasanya berkisar antara mesh 60-80 (250-170 m). Dikenal juga padatan
pendukung pada jenis kolom ini adalah terbuat dari teflon dengan mesh 40-60, partikel gelas dengan mesh
60-80, atau bisa juga dipakai polimer berpori sebagai padatan pendukung.
Untuk KGC dipakai lapisan tipis pada padatan pendukung dengan ketebalan 1-10 m dan
maksimum 10% fase diam cair dari padatan pendukung. Pemilihan fase diam cair yang umum dipakai
sebagai fase diam adalah golongan silanol atau silyleter. Fase diam cair didasarkan atas :
- Tidak mudah menguap
- Stabil pada pemanasan
- Lembam
- Tetapan fisik diketahui

Sumber: Ni Ketut Sari. 2010. ANALISA INSTRUMENTASI. Yayasan Humaniora. Klaten

2. Fase Diam
Syarat :
- harus innert terhadap sampel, bahan penyangga, dan bahan tabung
- tidak mudah menguap (nonvolatile)
- stabil pada suhu operasi kromatografi
- mempunyai kemurnian tinggi
- tidak tercampur oleh bahan lain
- mempunyai sifat kimiawi mirip dengan komponen-komponen yang dipisahkan
Berbagai jenis fase diam untuk kromatografi gas

Sumber: elisa.ugm.ac.id/user/archive/download/28090

3. Prinsip Kerja Detektor


- Mass Spectrometer (MS) sebagai detector
Prinsip kerjanya: molekul-molekul yang dibombardir dengan elektron akan menghasilkan fragmen-
fragmen ion. Fragmen-fragmen ion ini akan melalui filter massa spektrometer, dan akan difiltrasi
berdasarkan rasio massa / muatan. Mengukur perbedaan mass-to-charge ratio (m/e)
dari ionisasi atom atau molekul untuk menentukan kuantitasi atom atau molekul
tersebut.
Sumber ion: Setelah analit melalui kolom kapiler, ia akan diionisasi. Ionisasi pada
spektroskopi massa yang terintegrasi dengan GC ada dua, yakni Electron Impact
ionization (EI) atau Chemical Ionization (CI), yang lebih jauh lagi terbagi menjadi negatif
(NCI) dan positif (PCI). Ketika analit keluar dari kolom kapiler, ia akan diionisasi oleh
elektron dari filamen tungsten yang diberi tegangan listrik. Ionisasi terjadi bukan karena
tumbukan elektron dan molekul, tapi karena interaksi medan elektron dan molekul, ketika
berdekatan. Hal tersebut menyebabkan satu elektron lepas, sehingga terbetuk ion molekular
M+, yang memiliki massa sama dengan molekul netral, tetapi bermuatan lebih positif.
Adapun perbandingan massa fragmen tersebut dengan muatannya disebut mass to charge
ratio yang disimbolkan M/Z. Ion yang terbentuk akan didorong ke quadrupoles atau mass
filter. Quadrupoles berupa empat elektromagnet.
Filter: Pada quadrupoles, ion-ion dikelompokkan menurut M/Z dengan kombinasi
frekuensi radio yang bergantian dan tegangan DC. Hanya ion dengan M/Z tertentu yang
dilewatkan oleh quadrupoles menuju ke detektor.
Detector: Detektor terdiri atas High Energy Dynodes (HED) dan Electron
Multiplier (EM) detector. Ion positif menuju HED, menyebabkan elektron terlepas.
Elektron kemudian menuju kutub yang lebih positif, yakni ujung tanduk EM. Ketika
elektron menyinggung sisi EM, maka akan lebih banyak lagi elektron yang terlepas,
menyebabkan sebuah arus/aliran. Kemudian sinyal arus dibuat oleh detektor proporsional
terhadap jumlah ion yang menuju detektor.
- FTIR
Pada dasarnya Spektrofotometer Fourier Transform Infra Red (FTIR) adalah sama dengan
Spektrofotometer Infra Red dispersi, yang membedakannya adalah pengembangan pada sistem optiknya
sebelum berkas sinar infra merah melewati.

Sistem optik FTIR dilengkapi dengan cermin yang bergerak tegak lurus dan cermin yang diam.
Dengan demikian radiasi infra merah akan menimbulkan perbedaan jarak yang ditempuh menuju cermin
yang bergerak ( M ) dan jarak cermin yang diam ( F ). Perbedaan jarak tempuh radiasi tersebut adalah 2
yang selanjutnya disebut sebagai retardasi (). Hubungan antara intensitas radiasi IR yang diterima
detektor terhadap retardasi disebut sebagai interferogram. Pada sistem optik FTIR
digunakan radiasi LASER (Light Amplification by Stimulated Emmission of Radiation) yang berfungsi
sebagai radiasi yang diinterferensikan dengan radiasi infra merah agar sinyal radiasi infra merah yang
diterima oleh detektor secara utuh dan lebih baik.

Detektor yang digunakan dalam FTIR adalah Tetra Glycerine Sulphate (disingkat TGS) atau
Mercury Cadmium Telluride (disingkat MCT). Detektor MCT lebih banyak digunakan karena memiliki
beberapa kelebihan dibandingkan detektor TGS, yaitu memberikan respon yang lebih baik
pada frekuensimodulasi tinggi, lebih sensitif, lebih cepat, tidak dipengaruhi oleh temperatur, sangat
selektif terhadap energi vibrasi yang diterima dari radiasi infra merah.

- Atomic Emission
Spektorkopi emisi atom atau Atomic Emission Spectroscopy (AES) adalah suatu alat yang dapat
digunakan untuk analisa logam secara kualitatip maupun kuantitatip yang didasarkan pada pemancaran
atau emisi sinar dengan panjang gelombang yang karakteristik untuk unsur yang dianalisa. Sumber dari
pengeksitasi dari Atomic Emission Spectroscopy bisa didapat dari nyala api gas atau Busur listrik.
Sumber eksitasi dari nyala gas biasanya disebut ICP (Inductively Couple Plasma) sedangkan sumber
eksitasi dari busur listrik biasa disebut ARC atau SPARK, sedangkan alat detector sinarnya adalah
Tabung Penggandaan Foton atau Photo Multiplier Tube (PMT)
Prinsip kerjanya: campuran sample-gas yang keluar dari column molekul-molekul diberi tambahan
energy dengan menggunakan microwave sehingga atom-atomnya bereksitasi; sinar eksitasi ini kemudian
diuraikan oleh diffraction grating dan diukur oleh photodiode array; kehadiran komponen dalam sample
dapat ditentukan dari adanya panjang gelombang eksitasi komponen tersebut yang diukur oleh photodiode
array. Pada waktu elektron kembali ke keadaannya yang stabil, elektron-elektron tersebut akan
memancarkan cahaya, di mana cahaya ini spesifik untuk masing-masing unsur.

Sumber:
https://chemenguad.files.wordpress.com/2016/04/5-kromatografi.pdf

http://ashadisasongko.staff.ipb.ac.id/2012/03/04/gc-dalam-pandangan-instrument-engineer/

digilib.itb.ac.id/files/disk1/622/jbptitbpp-gdl-febrinaldo-31070-3-2008ta-2.pdf

4. Analisis Kualitatif dan Kuantitatif untuk GC


- Analisis Kualitatif

Tujuan dari analisa pada kromatografi gas adalah indentifikasi dari suatu komponen atau lebih dari
suatu cuplikan. Hal ini terutama dilakukan dengan membandingkan dengan senyawa-senyawa referensi
standar. Pada dasarnya kita dapat menyatakan satu hal secara absolut dalam analisa kualitatif dalam GLC.
Mengidentifikasi tiap peak dalam kromatogram dapat dilakukan dengan berbagai macam cara, antara lain:
a. Membandingkan waktu retensi analit dengan waktu retensi standar. Waktu retensi standar
diperoleh melalui pengukuran senyawa yang diketahui pada kondisi pengukuran yang
sama dengan sampel.
b. Melakukan ko-kromatografi, yaitu dengan cara menambahkan larutan standar kepada
cuplikan untuk kemudian diukur dengan menggunakan kromatografi gas. Bila luas area
salah satu peak bertambah, maka dapat dipastikan bahwa analit tersebut identik dengan
standar.
c. Menghubungkan GC dengan detektor spektrometer massa atau IR. Dengan
menghubungkan GC dengan spektra dari setiap peak dapat direkam secara menyeluruh.
d. Setiap komponen yang telah keluar dari kolom kemudian dikondensasikan dan
selanjutnya dilakukan analisis lebih lanjut dengan menggunakan spektrometri NMR. Cara
ini dapat dilakukan apabila detektor yang digunakan pada GC tidak bersifat dekstruktif,
misalnya TCD.
- Analisis Kuantitatif
Didasarkan pada dua pendekatan, yaitu luas area dan tinggi puncak pada kromatogram. Pendekatan
tinggi peak kromatogram dilakukan dengan cara membuat base line pada suatu peak dan mengukur tinggi
garis tegak lurus yang menghubungkan base line dengan peak. Pendekatan ini berlaku jika lebar peak
larutan standar dan analit tidak berbeda. Pendekatan luas area peak memperhitungkan lebar peak
sehingga perbedaan lebar peak antara standar dengan analit tidak lagi menjadi masalah. Biasanya,
kromatografi gas modern telah dilengkapi dengan piranti untuk menghitung luas area peak secara
otomatis. Secara manual, luas area peak dihitung dengan menggambarkan segitiga pada peak tersebut,
kemudian luas segitiga dihitung. Pendekatan luas area: A = tinggi dan pendekatan tinggi puncak.
Analisis kuantitatif dengan kedua pendekatan tersebut masih sangat kasar, sehingga diperlukan koreksi
terhadap hubungan anatar luas/ tinggi area puncak dengan jumlah analit yang menghasilkan puncak
tersebut, yang biasanya dinyatakan sebagai faktor respon detektor. Faktor respon detektor berhubungan
dengan kemampuan detektor untuk mendeteksi setiap komponen yang terelusi dari kolom.

Sumber :
http://serbamurni.blogspot.co.id/2012/11/laporan-praktikun-kromotografi-gas-gc.html
http://rachmakimhunter.blogspot.co.id/p/kimia-analitik.html

5. Interface

Interface gabungan antara kromatografi gas dan spektrometer massa (GC-MS), dimana kedua alat
dihubungkan dengan satu interfase. interface yang digunakan antara lain EI (electron ionisation) dan
chemical ionisation. Kromatografi gas disini berfungsi sebagai alat pemisah berbagai komponen
campuran dalam sampel, sedangkan spektrometer massa berfungsi untuk mendeteksi masing-masing
molekul komponen yang telah dipisahkan pada sistem kromatografi gas. Dari kromatografi GC-MS akan
diperoleh informasi massa senyawa yang terdeteksi yang selanjutnya dapat terkuantisasi konsentrasinya
dengan analisa peerbandingan menggunakan standard baik standar tunggal atau deret standar.

Analisis GC-MS merupakan metode yang cepat dan akurat untuk memisahkan campuran dalam jumlah
yang kecil, dan bersama NMR serta FTIR menghasilkan data yang berguna mengenai struktur serta
identitas senyawa organik. Aplikasi GC MS luas terutama untuk senyawa organik dengan massa kurang
dari 1000. banyak senyawa yang dapat dianalisis mneggunakan GCMS. dapat diambil contoh seperti
ftalat, pestisida non polar dan semi polar, bahkan yang terbaru organologam juga dapat dianalisa dengan
alat ini seperti organotin, organomerkuri,dll.

Sumber: http://zaidanalrazi.blogspot.co.id/2012/04/gc-ms.html

Anda mungkin juga menyukai