Anda di halaman 1dari 10

Tugas Individu

Fisiologi Pascapanen
PENGARUH HASIL
PRA PANEN dengan PENANGANAN PASCA PANEN

SHOFLYAH DWI CAHYANI


G11113075
KELAS D

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015
I. PENDAHULUAN
Pada dasarnya jeruk siam mepunyai satu nenek moyang yang berasal dari Siam (Muangthai).
Orang Siam menyebut jenis jeruk ini dengan nama som kin wan. Mungkin karena lidah orang
Indonesia sulit untuk menyebutkan nama tersebut sehingga terbiasa menyebutnya dengan nama
Siam. Kelatahan ini terus berlanjut sampai sekarang. Jeruk siam di Indonesia mempunyai banyak
jenis tergantung dari daerah asalnya seperti: jeruk siam Pontianak, siam Simadu, siam Garut,
siam Palembang, siam Jati Barang dan lain-lain. Dari berbagai nama tersebut, jeruk siam
Pontianak dan siam Simadu merupakan jenis jeruk siam yang paling dikenal.
Macam-macam jeruk siam tersebut tidak jauh berbeda satu dengan lainnya. Perbedaannya
biasanya dalam hal warna kulit, keharuman dan rasa yang sedikit berbeda. Perbedaan ini
biasanya timbul karena berbeda daerah penanamannya. Tempat penanaman yang berbeda
tentunya mempunyai karakteristik faktor alam yang berbeda sehingga berpengaruh terhadap
karakteristik buahnya.
Pada umumnya batang pohon jeruk siam yang dibudidayakan secara komersial mempunyai
tinggi antara 2.5-3.0 m. Pohon tersebut biasanya berasal dari perbanyakan vegetatif (cangkokan
atau okulasi). Untuk pohon yang berasal dari okulasi, tingginya ditentukan oleh jenis batang
bawah yang digunakan. Jeruk siam yang menggunakan batang bawah JC (Japanese citroen)
biasanya memiliki tinggi sekitar 272.5 cm, lingkaran batang 16.8 cm, dan lebar tajuk sekitar
197.5 cm. Sedangkan tanaman jeruk siam yang menggunakan RL (Rough lemon) biasanya
memiliki tinggi sekitar 267.5 lingkar batang 31.9 cm, dan lebar tajuk 217.5 cm.
Kebanyakan varietas jeruk siam memiliki bentuk dan ukuran daun yang bisa di bedakan dari
jenis jeruk lainnya. Bentuk daunnya oval dan berukuran sedikit lebih besar dari jeruk keprok
Garut. Ukuran daunnya sekitar 7.5 cm x 3.9 cm dan memiliki sayap daun kecil yang berukuran
0.8 x 0.2 cm. Ujung daunnya agak terbelah, sedangkan bagian pangkalnya meruncing. Urat
daunnya menyebar sekitar 0,1 cm dari tepi daun. Antara batang dengan daun dihubungkan oleh
tangkai daun dengan panjang sekitar 1.3 cm. Tanaman jeruk siam biasanya berbunga sekitar
bulan September Nopember. Bentuk dan warna bunganya cukup menarik. Ukuran bunga kecil
dan mungil dengan warna putih segar seperti bunga melati. Bentuk buahnya bulat dengan ukuran
idealnya sekitar 5.5 cm x 5.9 cm.
Jeruk siam memiliki ciri khas yang tidak dimiliki jeruk keprok lainnya karena mempunyai
kulit yang tipis sekitar 2 mm, permukaannya halus dan licin, mengkilap serta kulit menempel
lebih lekat dengan dagingnya. Dasar buahnya berleher pendek dengan puncak berlekuk. Tangkai
buahnya pendek, dengan panjang sekitar 3 cm dan berdiameter 2.6 mm. Biji buahnya berbentuk
ovoid, warnanya putih kekuningan dengan ukuran sekitar 20 biji. Daging buahnya lunak dengan
rasa manis dan harum. Produksi buah cukup berat dengan bobot berat perbuah sekitar 75.6 g.
Satu pohon rata-rata menghasilkan sekitar 7.3 kg buah. Panen biasanya dapat dilakukan pada
bulan Mei Agustus (Deptan 1994).
Untuk pertumbuhan yang baik, jeruk siam memerlukan iklim dan kondisi lingkungan yang
sesuai untuk pertumbuhannya. Jeruk siam dapat tumbuh dengan baik di dataran rendah pada
ketinggian kurang dari 700 m dpl (di atas permukaan laut) sesuai dengan daerah asalnya di
Muangthai. Ketinggian tempat penanaman berpengaruh jelas terhadap rasa. Penanaman di atas
900 dpl menyebabkan rasa buah jeruk siam menjadi sedikit asam (Deptan 1994).
Jeruk siam merupakan jenis jeruk yang paling banyak dibudidayakan di indonesia. Dominasi
pertanaman jeruk siam adalah sekitar 85% dari seluruh pertanaman jeruk yang ada di indonesia.
Kemudian diikuti oleh jeruk keprok sebesar 8%, jeruk pamelo 55% dan jenis jeruk lainnya
sebesar 3% . Produksi jeruk siam Indonesia merupakan yang ke 3 terbesar di dunis setelah China
dan Spanyol, sedang jeruk pamelo adalah urutan nomor 9 di dunia
Meskipun kualitas buah dan sayuran hanya dapat dipertahankan (tidak ditingkatkan)
setelah panen, banyak penelitian yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh factor-faktor pra
panen terhadap kualitas buah setelah panen. Disamping itu, karena sayuran pada umumnya
dibudidayakan secara intensif dan dalam waktu yang relatif singkat, maka peran factor-faktor pra
panen terhadap kualitas dan potensi lama hidup sayuran setelah panen telah banyak dipelajari
dan diteliti secara lebih dalam (detail). Secara umum, pengelolaan faktor-faktor pra panen harus
dilakukan untuk mengoptimalkan dampaknya terhadap kualitas pasca panen.
Faktor-faktor pra panen seringkali berinteraksi secara kompleks yang sangat tergantung pada
sifat-sifat cultivar dan tahap pertumbuhan atau perkembangannya. Besarnya diversitas buah dan
sayuran yang diproduksi secara komersial dan kurangnya penelitian mengenai peran factor pra
panen terhadap kualitas pasca panen menghasilkan generalisasi perlakuan-perlakuan pra panen
pada semua jenis buah dan sayuran. Padahal kualitas pasca panen maksimum untuk setiap jenis
atau kultivar hanya dapat dicapai melalui pemahaman dan pengelolaan berbagai peran faktor pra
panen dalam kualitas pasca panen.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Kualitas buah jeruk, selain ditentukan oleh ukuran buah (grade) juga ditentukan oleh
kandungan komponen kimia buah (kadar gula/TPT). Perbedaan kandungan komponen kimia
tersebut juga dipengaruhi oleh umur buah dan tingkat kematangan buah, selain faktor lingkungan
tumbuhnya.Buah yang dipanen terlalu cepat, akan memiliki kandungan TPT yang rendah dan
tidak memenuhi kadar TPT yang dipersyaratkan. Oleh sebab itu untuk mengantisipasi
peningkatan produksi jeruk siam akibat perluasan areal tanam di Kalimantan Selatan, dan terkait
dengan perluasan pasar jeruk siam dari Kalimantan Selatan terutama untuk ekspor, maka kualitas
jeruk yang dihasilkan harus yang bermutu atau memenuhi standar sehingga disukai konsumen
dan mudah dipasarkan. Sebab dari hasil karakterisasi buah jeruk siam yang ditanam di beberapa
lokasi lahan pasang surut Kalimantan Selatan oleh Antarlina et al. (2006a), menunjukkan
karakteristik fisik buah dan rasa yang berbeda. Untuk mendapatkan buah jeruk berkualitas sesuai
persyaratan ekspor dan mengantisipasi perluasan pasar, serta dan anjloknya harga jeruk siam
segar karena kualitasnya rendah di Kalimantan Selatan, maka dilakukan kajian pra panen jeruk
siam untuk memenuhi standar kualitas ekspor.
Untuk mendapatkan mutu buah jeruk siam yang baik, selain ditentukan oleh teknik budidaya
juga ditentukan oleh penanganan panen dan pascapanen . penanganan panen dan pasca panen
yang kurang baik dapat menurunkan mutu dan jumlah yang dihasilkan sebelum panen . jadi
untuk mendapatkan hasil yang optimal , penanganan pra panen yang baik harus diimbangi
dengan penanganan panen dan pasca panen yang baik.
Dalam proses produksi pertanian , kegiatan panen dan pascapanen meruakan rangkaian
kegiatan akhir sehingga sangat berpengaruh terhadap mutu akhir buah jeruk siam dan jumlah
yang dapat dihasilkan . Penyusutan yang besar , baik dalam hal kualitas dan kuantitas dapat
terjadi jika panen dan psca panen tidak dilakukan secara benar penanganan panen yang baik
dapat membawa jeruk siam ke mancanegara dengan dilakukannya ekspor buah jeruk siam yang
dimana proses ini juga memiliki standar nasional Indonesia yang dimana buah jeruk siam harus
melalui pra penen yang baik
Buah jeruk siam yang dipanen berdasarkan umur petik tersebut dianalisa untuk mengukur
kadar TPT-nya dengan alat hand refractometer, dilakukan pengukuran diameter buah dan
saribuah, penimbangan berat buah, serta uji preferensi konsumen terhadap rasa dan fisik buah.
Sebab salah satu persyaratan kualitas ekspor buah jeruk adalah kandungan atau kadar TPT (total
padatan terlarut/kadar gula) minimal 100Brix (Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran
Hasil Pertanian 2004).Kriteria atau tingkat kematangan buah jeruk yang dipanen oleh petani
diKalimantan Selatan bervariasi. Menurut Hidayat Djumhara Noor et al.(2006), buah jeruk ada
yang dipanen setelah matang fisiologi (kulit buahmasih hijau mengkilat) sampai benar-benar
matang (kulit buah seluruhnya kuning).Jika kulit buah jeruk siam berwarna hijau
seluruhnya/matang muda termasuk dalam kreteria tingkat kematangan I, jika warna kulit buah
kuning kehijauan/matang termasuk dalam kreteria tingkat kematangan II, dan jika warna kulit
buah kuning seluruhnya/benar-benar matang termasuk dalam kreteria tingkat kematangan
III.selanjutnya buah jeruk siam tersebut dilakukan uji TPT dan uji preferensi konsumen untuk
menentukan tingkat kematangan buah yang disukai konsumen.
Perlakuan cara petikbuah jeruk siam yang diamati adalah (1) cara petik secara
manual/langsung dengan tangan, (2) cara petik menggunakan alat/gunting pangkas dan
menyisakan sedikit tangkai.Data yang dikumpulkan adalah waktu yang diperlukan oleh
pekerja/petani menggunakan kedua cara petik buah tersebut dan perubahan fisik dan kimia buah
jeruk yang dipetik dengan kedua cara tersebut (tingkat kematangan/warna kulit, berat buah,
diameter dan kadar TPT). Selain itu juga dilengkapi dengan data kecenderungan petani setempat
dalam memetik jeruk.Data-data yang terkumpul dianalisa dengan analisa sidik ragam tingkat
kepercayaan 95% serta dilanjutkan dengan uji beda Duncan.

1. Umur petik buah Jeruk Siam


Umur petik buah jeruk berdasarkan diameter Pada Tabel 2 di atas diameter buah jeruk yang
dipetik pada umur 32 MSB berbeda nyata dengan diameter buah umur 24, 26 dan 28 MSB.
Diameter buah terus meningkat seiring dengan bertambahnya umur buah. Namun demikian,
buah jeruk yang dipanen di lokasi pengkajianberada pada klasifikasi buah klas C (diameter
antara 5,1 6,0 cm) sehingga belum memungkinkan untuk dijual ke pasar ekspor.Kecilnya
diameter buah jeruk antara lain disebabkan karena petani tidak melakukan penjarangan buah atau
mempertahankan semua buah yang ada di pohon. Sebab menurut petani jeruk, pasar tetap
menyerap buah yang berukuran kecil dan tidak Selain itu alasannya karena petani jeruk tidak ada
waktu untuk mengerjakannya atau tenaga kerja terbatas, dan jika mereka mengupahkan untuk
melakukan penjarangan buah maka akan mengeluarkan biaya lagi.
2. Tingkat kematangan buah
Panen buah jeruk siam Banjar untuk dipasarkan ke luar daerah atau ekspor selambatnya
dilakukan pada umur buah 28 MSB, sehingga ketika sampai kekonsumen buah tetap
memperlihatkan tampilan fisik yang menarik dengan rasa manis yang menyegarkan.Sebab pada
umur buah 30 MSB rasa manisnya sudah berkurang atau terasa hambar.
3. Cara petik buah
Buah jeruk siam yang dipetik dengan kedua cara tersebut (menggunakan gunting pangkas
dansecara manual)buah jeruk siam Banjaryang dipetik secara manual/langsung menggunakan
tangan menyebabkan perubahan fisik dan kimia ataupenurunan kualitas buah pada hari ke-6
setelah dipetik, sedangkan buah yang dipetik. Sehingga cara petik yang paling banyak dilakukan
oleh petani jeruk di lokasi penelitian adalah dengan memetik buah jeruk siam secara
manual/langsung menggunakan tangan meskipun mereka tahu bahwa buah akan lebih cepat
menurun kualitasnya dibanding yang dipetik dengan alat/gunting pangkas. Cara ini dilakukan
karena dinilai lebih cepat (hemat waktu) dengan hasil pemetikan lebih banyak. Dari 10 petani
jeruk setempat yang ditanya, semuanya menjawab selalu panen menggunakan tangan. Tetapi
meskipun demikian, cara petik yang terbaik adalah cara petik buah jeruk siam dengan
menggunakan alat/gunting pangkas dan menyisakan sedikit tangkaiagar kualitas buah tidak cepat
menurun.
Adapun faktor-faktor pra panen serta pengaruhnya terhadap kualitas dan fisiologi pasca panen:
Pengaruh iklim
Suhu
Untuk kebanyakan buah-buahan dan sayur-sayuran, makin tinggi suhu selama masa
pertumbuhan, makin dini pula waktu panennya. Bagi buah-buahan diperlukan hari-hari panas
dan malam-malam dingin selama pertumbuhan untuk perkembangan warna yang penuh pada
saat masak.
Metabolisme dan komposisi buah dipengaruhi oeh suhu. Tomat yang ditanam pada suhu
malam 670C mempunyai laju respirasi lebih tinggi daripada yang ditanam pada suhu 570C atau
620C. Jadi makin tinggi suhu pad musim panas, makin rendah kandungan TZT buah tomat (Total
Zat terlarut).
Cahaya
Lama penyinaran, intensitas dan mutu cahya mempengaruhi mutu buah pada waktu
pemanenan. Pada buah-buahan yang terlindung oleh dedaunan pada mas pemasakan
menghasilkan wrna merah yang lebih intensif dari pada buah yang terkena sinar matahari
langsung di lapangan. Buah-buahan yang terkena sinar matahari langsung mempunyai bobot
lebih kecil, asam-asam serta cairan buah lebih sedikit daripada buah yang keteduhan.
Variasi jarak tanam mempengaruhi mutu buah dan sayuran yang berupa buah, antara lain
makin rapat penanaman makin kurang rasa manis buahnya. Begitu pula pada sayuran yang
berupa daun, daunnya lebih lebar dan lebih tipis.
Perbedaan panjang hari dan mutu sinar mempengaruhi fisiologi hasi, misalnya bawang
merah beriklim hari pendek tidak akan menghasilkan umbi yang besar bila ditanam pada daerah
beriklim hari panjang.
Faktor Lingkungan Lainnya
Faktor lingkungan lainnya yang dominan mempengaruhi hasil dan mutunya yaitu kecukupan air
dan dingin.
Cara bercocok tanam yang mempengaruhi fisiologi pasca panen antara lain :
Nutisi Mineral
Nutrisi tanaman baik dari ingkat kesuburan tanah yang sudah ada maupun berupa pupuk
yang diberikan merupakan faktor yang paling menentukan terhadap hasil. Misalnya ukuran bobot
dan kandungan asam askorbat pada jeruk dapat dinaikkan melalui pemupukan K, Mg dan Zn
dengan dosis tinggi dan dapat diturunkan dengan dosisi N dan P yang tinggi.
Pemupukan dengan unsur utama seperti N, P, K dan Ca mempengaruhi mutu internal buah,
seperti pada buah tomat (umur simpan, kesegran, keasaman, dan zat padat). Pemberian N, P dan
K yang secara maksimal, nyata menaikkan asam askorbat buah acerola. Penambahan N yang
makin tinggi, meningkatkan pula kandungan tiamin, riboflavin dan karotin pad bayam,
sedangkan kandungan vitamin C-nya berkurang. Contoh lain terjadinya retak pada ubi jalar
bertambah banyak oleh tingginya N dan Ca.
Gangguan umum lainnya yang disebabkan oleh kekurangan nutrisi antara lain penyakit
garis pada seledri, mutu simpan tomat, penyakit busuk pada wortel, penyakit kulit jeruk
(axanthema atau dieback atau amoniated) yang disebabkan kekurangan Ca ata dengan
pemupukan N dan P dosis tinggi.
Gangguan morfologi lainnya akibat kekurangan unsur B terdapat pada sayuran seperti
kubis, kubis bunga, seledri, brokoli, dan sebagainya.Respirasi buah-buahan yang dipanen juga
dipengaruhi oleh pemupukan. Mangga yang dipupuk bahan organik dengan dosis rendah
mempunyai laju respirasi yang lebih tinggi, serta pemupukan N dan K yang tinggi meningkatkan
laju respirasi buah tomat.
Penyemprotan dengan bahan kimia
Asam giberelat : menghasilkan arbei berbentuk silinder sedang NOA menghasilkan buah tomat
bermutu baik, CCC menghasilkan buah semangka yang paling manis dan menaikkan kadar TZT.
Pemberian etherel sebelum pemungutan buah tomat, menambah daya retak dan pembusukan
serta mempercepat pemasakan. MH mencegah pertunasan Telone (1,3-dikloropropena) dan
Nemagon (1-dibromo-3-kloropropena) menikan karoten, yang mencolok dalam wortel serta
meningkatkan kandungan gula total.
III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa untuk mendapatkan Buah jeruk siam yang
memenuhi standar kualitas ekspor,maka teknologi pra panenyang harus dilakukan adalah:
Waktu petiknya pada umur buah 28 minggu setelah berbunga (MSB) dengan diameter
buah lebih dari 6 cm, dan kandungan TPT-nya sudah melebihi 100Brix.
Tingkat kematangan fisiologinya (warna kulit)pada tingkat kematangan I (hijau) dan II
(hijau kekuningan), sebab rasanya manis segar.
Cara petiknya dengan menggunakan alat (gunting pangkas) dan menyisakan tingkai
sedikit untuk memperlambat penurunan kualitas buah secara fisik maupun kimia
IV. DAFTAR PUSTAKA
Antarlina, SS. dan Noor I. 2006a. Penanganan Pasca Panen dan Pengolahan Buah Jeruk Siam
dalam Monograf Jeruk Siam di Lahan Pasang Surut Pengelolaan dan
Pengembangannya. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya
Lahan Pertanian. Balittra. Banjarbaru
Balai Penelitian Buah. 1996. Peningkatan Efisiensi Teknologi Usahatani. Monografi Jeruk.
Balitbu. Solok. Sumbar.
Deptan, 1994. Jeruk Siam. Departemen Pertanian, Jakarta

Noor, Hidayat Dj. 2006. Penataan Lahan untuk Tanaman Jeruk dalam Laporan Akhir Penelitian
TA.2005. Banjarbaru

Anda mungkin juga menyukai