Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

Eklampsia merupakan masalah serius pada masa kehamilan akhir yang ditandai
dengan kejang atau bahkan koma. Istilah eklampsia digunakan bila sindrom preeklampsia
melibatkan sistem saraf pusat dan mengakibatkan kejang. Eklampsia merupakan akibat yang
ditimbulkan oleh preeklampsia dengan persentase kemunculan antara 0,3% sampai 0,7%
pada negara berkembang.1

Telah dilaporkan bahwa angka kematian ibu karna preeklampsia maupun eklampsia
mencapai 1,5 kematian pada 100.000 kelahiran.4 Sindrom preeklampsia yang dimaksud
dimana terjadinya kejang maupun koma, disertai dengan hipertensi, proteinuria, maupun
edema, yang terjadi pada ibu hamil di usia kehamilan ke 20 minggu dan 48 jam setelah
kelahiran tanpa ada gangguan neurologis.1 Penyebab kematian terbanyak pada eklampsia
yaitu edema pulmonum dan lesi pada otak. Perdarahan intraserebral terjadi lebih dari 60%,
dan hanya meyebabkan kematian pada 50% pasien.2

Pada eklampsia dapat terjadi komplikasi salah satunya yaitu ensefalopathy syndrom.
Ensefalopathy syndrom ini merupakan keadaan neurologis yang parah dari sistem saraf pusat
yang akan berkembang menjadi berbagai gejala klinis seperti nyeri kepala hebat, perubahan
kesadaran, gangguan visual ataupun kejang.5 Ensefalopathy sindrom biasanya sering terjadi
pada otak bagian posterior, dimana terjadi kerusakan endotel dalam pengaturan hipertensi dan
kegagalan autoregulasi serebrovaskuler dan kemudian akan menyebabkan edem vasogenik.5

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Eklampsia

Eklampsia adalah terjadinya kejang pada seorang wanita dengan preklampsia yang
tidak dapat disebabkan oleh hal lain. Kejang bersifat grand mal dan mungkin timbul sebelum,
selama, atau setelah persalinan. Pada laporan lain didapatkan bahwa hingga 10 persen wanita
dengan eklampsia, khususnya pada nulipara, tidak akan mendapat kejang setelah 48 jam post
partum. Namun, laporan lain menyebutkan bahwa terdapat kemungkinan hingga empat kali
lipat dimana kejang akan terjadi setelah 48 jam post partum.2

Mayoritas kematian akibat eklampsia adalah edema pulmonum sedangkan lesi pada otak
merupakan ko-insiden.2 Perdarahan intraserebral lebih dari 60%, hanya menyebabkan
kematian pada 50% pasien eklampsia. Kehamilan memicu perubahan pada sistim
kardiovaskuler, sedangkan autoregulasi otak tetap terjaga. Walaupun demikian, perubahan
hemodinamik serebrovaskuler yang dipicu oleh kehamilan belum banyak diteliti, sehingga
patogenesis manifestasi serebral pada preeklampsia juga belum jelas. Beberapa dekade
terakhir, temuan patologis dan neuroimaging menuju pada 2 teori umum yang menjelaskan
abnormalitas serebral yang berkaitan dengan eklampsia. Yang terpenting adalah disfungsi sel
endotel pada sindrom preeklampsia berperan dalam 2 teori, yaitu:
1. Disfungsi sel endotel sebagai respon terhadap hipertensi berat akut, sehingga regulasi
berlebihan serebrovaskuler memicu terjadinya vasospasme. Asumsi ini didasari oleh
tampilan angiografi difus atau segmental multifokal sempit diduga vasospasme pada
serebrovaskuler wanita hamil dengan preeklampsia berat dan eklampsia. Dari sudut ini,
hilangnya aliran darah otak (ADO) dihipotesakan akibat iskemia, edema sitotoksik, dan
bahkan infark jaringan otak.
2. Peningkatan mendadak tekanan darah sistemik melebihi kapasitas autoregulasi
serebrovaskuler normal. Pada tingkat kapiler, kerusakan tekanan kapiler akhir (end-
capillary pressure) menyebabkan kenaikan tekanan hidrostatik, hiperperfusi, dan
ekstravasasi plasma dan sel darah merah melalui endothelial tight junctions yang terbuka,
sehingga terjadi akumulasi edema vasogenik.2

2
Kejang eklampsi diasumsikan sebagai akibat vasospasme serebral dan iskemia, kejang
juga akan merusak sawar darah otak dan aliran darah otak yang berlebihan dan tidak
terkontrol. Aktivitas reseptor glutamat pada otot polos vasa dan endotel dapat
menyebabkan vasodilatasi serebral yang poten, kegagalan autoregulasi, dan hilangnya
resistensi serebrovaskuler. Kejang juga bisa meningkatkan resiko terjadinya komplikasi
perdarahan serebral, edema, perdarahan, dan ensefalopati hipertensif berpengaruh pada
patogenesis kejang eklamptik.4
Gejala klinis pada eklampsia antara lain3 :

Hamil lebih dari 20 minggu


Tanda-tanda preeclampsia (Proteinuria, dan hipetensi)
Kejang dan atau koma saat hamil, persalinan, atau sampai 10 hari masa nifas
Kadang disertai gangguan fungsi organ

Pada umumnya kejang didahului oleh makin memburuknya preeklampsia dan


terjadinya gejala-gejala nyeri kepala di daerah frontal. gangguan penglihatan, mual,
nyeri di epigastrium dan hiperrefleksia. Konvulsi eklampsia dibagi dalam 4 tingkatan,
yaitu:2

a. Stadium Aura
Keadaan ini berlangsung kira-kira 30 detik. Mata penderita terbuka tanpa
melihat, kelopak mata bergetar demikian pula tangannya, dan kepala terasa
berputar
b. Stadium Kejang Tonik
Kejang-kejang dimulai dengan kejang tonik. Tanda-tanda kejang tonik ialah
dengan dimulainya gerakan kejang berupa twitching dari otot-otot muka
khususnya sekitar mulut, yang beberapa detik kemudian disusul kontraksi otot-
otot tubuh yang menegang, sehingga seluruh tubuh menjadi kaku. Pada keadaan
ini wajah penderita mengalami distorsi, bola mata menonjol, kedua lengan fleksi,
tangan menggenggam,kedua tungkai dalam posisi inverse. Semua otot tubuh
pada saat ini dalam keadaan kontraksi tonik. Keadaan ini berlangsung 15 - 30
detik.
c. Stadium Kejang Klonik
Stadium ini kemudian disusul oleh tingkatan kejang klonik. Spasme tonik
menghilang, kejang klonik dimulai dengan terbukanya rahang secara tiba-tiba
dan tertutup kembali dengan kuat disertai pula dengan terbuka dan tertutupnya

3
kelopak mata. Kemudian disusul dengan kontraksi intermiten pada otot-otot
muka dan otot-otot seluruh tubuh. Begitu kuat kontraksi otot-otot tubuh ini
sehingga seringkali penderita terlempar dari tempat tidur. Seringkali pula lidah
tergigit akibat kontraksi otot rahang yang terbuka dan tertutup dengan kuat. Dari
mulut keluar liur berbusa yang kadang-kadang disertai bercak-bercak darah.
Wajah tampak membengkak karena kongesti dan pada konjungtiva mata
dijumpai bintik-bintik perdarahan. Pada waktu timbul kejang, diafragma terfiksir,
sehingga pernapasan tertahan, tekanan darah dengan cepat meningkat, penderita
mengalami inkontinensia disertai dengan oliguria atau anuria dan kadang-kadang
terjadi aspirasi. Kejang klonik berlangsung kurang lebih 1 menit, setelah itu
berangsur-angsur kejang melemah, dan akhirnya penderita diam tidak bergerak
(stadium koma).
d. Stadium Koma
Koma yang terjadi setelah kejang, berlangsung sangat bervariasi dan bila tidak
segera diberi obat-obat anti kejang akan segera disusul dengan episode kejang
berikutnya. Setelah berakhirnya kejang, frekuensi pernapasan meningkat, dapat
mencapai 50 kali per menit akibat terjadinya hiperkardia, atau hipoksia. Pada
beberapa kasus bahkan dapat menimbulkan sianosis. Penderita yang sadar
kembali dari koma, umumnya mengalami disorientasi dan sedikit gelisah.3
- Faktor resiko ekalampsia9
o Paritas usia
Karna ibu hamil < 20 tahun mudah mengalami kenaikan tekanan darah dan
lebih cepat menimbulkan kejang sedangkan umur lebih 35 tahun juga
merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya preeclampsia.
o Obesitas
Obesitas akan menyebabkan kolesterol tinggi dalam darah yang akan
menyebabkan kerja jantung lebih berat, oleh karena jumlah darah yang berada
dalam badan sekitar 15% dari berat badan, dan nyebabkan kerja jantung lebih
berat.
o Riwayat hipertensi
o Primigravida
Pada kehamilan pertama terjadi bolcking antigen maupun antibodi terhadap
plasenta belum sempurna.

4
- Pemeriksaan MRI eklampsia
Temuan yang umum pada eklampsia adalah lesi hiperintens T2 pada regio korteks dan
subkorteks pada lobus parietal dan oksipital dengan kadang-kadang ganglia basalis
dan atau batang otak. Diasumsikan tampak pada ibu hamil dengan sakit berat atau
yang muncul gejala neurologis. Walaupun biasanya reversibel, lesi hiperintens tampak
sebagai infark dan persisten.2
- Tatalaksana eklampsia :

Perawatan dasar eklampsia yang utama ialah terapi suportif untuk stabilisasi fungsi
vital, yang harus selalu diingat Airway, Breathing, Circulation (ABC), mengatasi dan
mencegah kejang, mengatasi hipoksemia dan mencegah trauma pada pasien pada waktu
kejang, mengendalikan tekanan darah, khususnya pada waktu krisis hipertensi, melahirkan
janin pada waktu yang tepat dan dengan cara yang tepat.10

Tatalaksana medikamentosa dan tatalaksana obstetrik eklampsia merupakan


perawatan yang sangat penting. Tujuan utama tetalaksana medikamentosa eklampsia ialah
menghentikan kejang, mencegah dan mengatasi penyulit, khususnya hipertensi krisis,
mencapai stabilisasi ibu seoptimal mungkin sehingga dapat melahirkan janin pada saat dan
dengan cara yang tepat.10

1. Tatalaksana medikamentosa
a. Obat antikejang
Obat antikejang yang menjadi pilihan pertama ialah magnesium sulfat.
Bila dengan jenis obat ini kejang masih sukar diatasi, dapat dipakai obat jenis
lain, misalnya tiopental. Diazepam dapat dipakai sebagai alternatif pilihan,
namun mengingatdosis yang diperlukan sangat tinggi, pemberian diazepam
hanya dilakukan oleh mereka yang telah berpengalaman. Pemberian
diuretikum hendaknya selalu disertai dengan memonitor plasma elektrolit.
Obat kardiotonika araupun obat-obatanti hipertensi hendaknya selalu
disiapkan dan diberikan benar-benar atas indikasi.3

b. Magnesium sulfat (MgSO4)


Pemberian magnesium sulfat pada dasarnya sama seperti pemberian
magnesium sulfat pada preeklampsia berat. Magnesium sulfat menghambat
atau menurunkan kadar asetilkolin pada rangsangan serat saraf dengan
menghambat transmisi neuromuskular. Transmisi neuromuskular

5
membutuhkan kalsium pada sinaps. Pada pemberian magnesium
sulfat,magnesium akan menggeser kalsium, sehingga aliran rangsangan tidak
terjadi (terjadi kompetitif inhibition antara ion kalsium dan ion magnesium).3
- Pencegahan Eklampsia
Pencegahan dapat dilakukan apabila mengetahui faktor-faktor risiko
preeklampsia/eklampsia. Terdapat beberapa faktor risiko yang meningkatkan
terjadinya preeklampsia dan perdarahan, di antaranya yaitu faktor risiko umur dan
gravida. Pengelompokan umur dan status gravida merupakan salah satu faktor penting
dalam deteksi dini komplikasi pada program Kesehatan Ibu dan Anak di Indonesia.10
2.2. Ensefalopathy Sindrom pada Eklampsia

Pada kejang eklampsia selalu didahului oleh preeklampsia dimana didapatkan manifestasi
yang sering timbul pada susunan saraf pusat yaitu pada edem serebri yang luas, gambaran
utamanya adalah pandangan berkabut dan kebingungan. Gejala untuk edem serebri selain
memberikan gangguan pada mata, dapat juga menyebabkan penurunan kesadaran.

Pada aliran darah otak, eklampsia memberikan efek hilangnya autoregulasi aliran darah
otak yang bermanifestasi sebagai penurunan resistensi vaskular, terjadi hiperperfusi serebri.
Gejala untuk ensefalopati pada pasien eklampsia dia dapatkan nyeri kepala berat cendrung
mengalami peningkatan perfusi serebri. Pada pasien dengan eklampsia seolah-olah
mengalami kehilangan transien autoregulasi vaskular pada otak, hiperperfusi mungkin
menyebabkan edema vasogenik.2,3

Mekanisme primer terjadinya edema otak pada eklampsia adalah peningkatan


permeabilitas sawar darah otak akibat peningkatan tekanan hidrostatik darah yang patologis,
pembentukan edema vasogenik-edema otak hidrostatik. Endotel serebral yang membentuk
sawar darah otak adalah unik; tidak terpengaruh ion atau yang terlarut. Struktur unik ini
menyebabkan efek tekanan hidrostatik pada filtrasi kapiler minimal dan merupakan proteksi
melawan edema vasogenik. Peningkatan tekanan darah akut yang menurunkan CVR tetap
meningkatkan tekanan hidrostatik tinggi pada mikrosirkulasi, menyebabkan kerusakan sawar
darah otak dan edema otak hidrostatik.2

Pada ensefalopathy terjadi kerusakan endotel dalam pengaturan hipertensi dan


kegagalan autoregulasi serebrovaskular dan terjadinya edema vasogenik. Sirkulasi pada
posterior serebri lebih sensitif terhadap efek dari hipertensi, tingkat kenaikan tekanan darah

6
merupakan merupakan faktor penting terjadinya ensefalopthy, dimana terjadi edem otak
vasogenik sebagian besar dalam sirkulasi akibat kerusakan sawar darah otak.5

Meningkatnya tekanan darah secara akut selama periode singkat menyebabkan


kegagalan mekanisme autoregulasi normal yang biasanya mengontrol aliran darah ke otak
dalam keadaan hipertensi. Teori lain menunjukkan bahwa kenaikan tekanan darah secara akut
akan menyebabkan kerusakan endotel terhadap hipoksia dan edem sitotoksik.

- Gejala klinis ensefalopathy sindrom

Gejala klinis dari ensefalopathy sindrom yaitu terjadinya kejang umum, yang merupakan
manifestasi paling umum , sakit kepala, gangguan visual, misalnya terjadi penglihatan kabur,
atau bahkan terjadi kebutaan kortikal. Selain itu juga didapatkan edema papil maupun
hemoragik yang didapatkan dari pemeriksaan fundus. Pada pemeriksaan MRI didapatkan
edem, dan iskemik terutama didaerah-daerah perfusi oleh sirkulasi otak posterior, yaitu
daerah parietooksipital.5

- Penegakan diagnosis Ensefalophaty


Untuk menegakan ensefalopthy didapatkan gejala klinis dan hasil pemeriksaan
radiologi yang khas, yaitu didapatkan udem serebri terutama pada bagian
parietoksipital pada pemeriksaan radiologis yang disertai dengan gejala klinis seperti
nyeri kepala hebat, kejang, dan tidak sadarkan diri. Untuk pemeriksaan radiologi perlu
dilakukan ST-SCAN dan MRI.
- Tatalaksana ensefalopathy pada pasien eklampsia

Pengobatan ensefalopathy sama dengan pengobatan eklampsia karna prinsip


pengobatannya sama yaitu mengurangi resistensi pembuluh darah perifer, dan mencegah
terjadinya vasokonstriksi.8 Pada eklampsia harus dimulai dari mencegah terjadinya kejang
dengan memberikan MgSO4 dengan dosis mulai dari 6 g selama 15 sampai 20 menit,
dilanjutkan dengan 2 g perjam secara IV. Pengobatan harus dilanjutkan setidaknya 24 jam
setelah kejang terakhir. Selain mencegah kejang, pengontrolan tekanan darah harus dilakukan
untuk menjaga tekanan darah dalam kisaran yang stabil, untuk mempertahankan tekanan
perfusi serebral. Pemberian labetolol IV atay hydralazine dapat diberikan. Menurut Sibai
2005, pencegahan terjadinya eklampsia dan berlanjut ke ensefalopathy yaitu perlu
mempertahankan tekanan darah tidak melebihi 140/90. Jika tekanan darah mencapai 140/90,
perlu diberikan obat antihipertensi.

7
- Komplikasi Ensefalopathy
Komplikasi skunder yang bisa terjadi pada ensefalopathy yaitu terjadinya status
epileptikus, koma, dan perdarahan serebral.8

BAB III

8
KESIMPULAN

Ensefalopathy sindrom ini merupakan keadaan neurologis yang parah dari sistem
saraf pusat yang akan berkembang menjadi berbagai gejala klinis seperti nyeri kepala hebat,
perubahan kesadaran, gangguan visual ataupun kejang. Ensefalopaty ini juga merupakan
salah satu komplikasi yang ditimbulkan oleh eklampsia. Ensefalopathy sindrom biasanya
sering terjadi pada otak bagian posterior, dimana terjadi kerusakan endotel dalam pengaturan
hipertensi dan kegagalan autoregulasi serebrovaskuler dan kemudian akan menyebabkan
edem vasogenik

DAFTAR PUSTAKA

9
1. Rita, Minhas, Suresh. Postpartum Eclampsia with Posterior Reversible
Encephalopathy Sindrom (PRES) A Case Report.2015
2. Rafidya, Yusmein, Bambang. Patofisiologi Serebrovaskuler dan Implikasi Anestesi
pada Preeklampsi/Eklampsi. 2015
3. Sarwono Prawirohardjo. Ilmu Kebidanan. P.T. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo,
Jakarta. 2014.
4. Nurhadi, Ery, Uripno. Pengaruh Anestesi Regional dan General pada Sectio Cesaria
pada Ibu dengan Pre Eklampsia Berat tehadap Apgar Score. Bagian Anestesiologi
RSU Bhyangkara Sartika Asih Bandung. Vol. IV, No.2, 2012
5. Shobha, Vishal, Shruthi. A Study of Eclampsia Cases Associated with Posterior
Reversibleencephalopthy Syndrome. Journal of Clinical and Diagnosis Researsch.
2016. Vol -9(7)
6. Jamie, Sherwin. Late Postpartum Eclampsia with Posterior Reversible Encephalopthy
Syndrome. Hospital Physician 2007.
7. Baha, Sibai. Diagnosis, Preventif, and Management of Eclampsia. Vol 105, No.2.
2015
8. Mehtap, Aytac, Eyup. Posterior Reversible Encephalopthy Syndrome in Eclamptic
Patient After Cardiac Arrest; Case Report and Literature Review. Turk J Anaesth
Reanim. 2014. Vol.42. No.50-3
9. Huda, Faridah, Faktor Risiko Yang Berhubungan dengan Kejadian Preeklampsia
Pada Ibu Bersalin Di RSUP Dr. M. Jamil. Padang pada Tahun 2013. 2013
10. Dhora, Rachmat. Faktor Risiko Kematian Ibu dengan Preeklampsia/Eklampsia dan
Perdarahan di Provinsi Jawa Timur. Departemen Biostatika dan Kependudukan FKM
UNAIR.

10

Anda mungkin juga menyukai