Anda di halaman 1dari 9

Digoxin

Indeks terapi sempit


Digoxin Tablet digunakan untuk menangani permasalahan pada jantung. Pada umumnya, obat ini
sering digunakan untuk mengatasi gagal jantung.
Dengan mengonsumsi obat ini, aktivitas seperti olahraga dapat tetap dilakukan karena obat ini
mampu meningkatkan kekuatan pada jantung. Obat ini juga digunakan untuk mengobati denyut
jantung yang tidak teratur serta menjaga denyut jantung tetap normal dan teratur.

dosis: 0.125 0.5 mg/ hari atau sesuai dengan anjuran dokter
cara penggunaan: saat perut kosong

1. efek samping: Segeralah hubungi dokter kalau


mengalami gejala-gejala seperti berikut:
o Denyut jantung menjadi tidak stabil,
kadang cepat, lambat, atau tidak teraba
sama sekali.
o Feses berdarah, berwarna hitam atau
warna gelap
o Penglihatan menjadi kabur dan keadaan
sekitar berwarna kuning
o Pasien menjadi bingung, berhalusinasi,
dan perilaku tidak terkontrol
2. Efek samping lain yang dapat terjadi
adalah:
o Lemas atau pusing
o Cemas dan depresi
o Mual, muntah, diare, serta nafsu makan
hilang

Mengatasi keadaan hipoglikemia

gejala:
gejala-gejala seperti berikut ini:
Lelah
Pusing
Pucat
Bibir kesemutan
Gemetar
Berkeringat
Merasa lapar
Jantung berdebar-debar
Sulit berkonsentrasi
Mudah marah
Penderita hipoglikemia yang kondisinya makin memburuk akan mengalami gejala-gejala seperti:
Mengantuk
Gangguan penglihatan
Seperti kebingungan
Gerakan menjadi canggung, bahkan berperilaku seperti orang mabuk
Kejang
Hilang kesadaran

Ketika gejala hipoglikemia muncul, segera konsumsi makanan-makanan yang mengandung


kadar gula tinggi, seperti jus buah, permen, atau minuman ringan,. Selain itu, Anda juga dapat
mengonsumsi makanan yang kandungan karbohidratnya bisa diubah menjadi gula dengan cepat
oleh tubuh, seperti roti lapis, sereal, atau biskuit.
jika sampai ilang kesadaran bawa segera ke rumah sakit.

K+ dan digoxin bersaing menjadi toksik


Penggunaan furosemid didampingi dengan suplemen kalsium (Spironolactone)
Muntah/Diare
Gejala toksik gangguan pencernaan, takikardia bradikardia
nadi <60 stop digoxin

Phenitoin
Phenytoin adalah obat yang digunakan untuk mencegah
serangan epilepsi. Terjadinya kejang pada penderita
epilepsi disebabkan oleh gangguan pada aktivitas elektrik di
dalam otak. Fenitonin bekerja dengan cara menstabilkan
aktivitas elektrik tersebut sehingga kejang dapat dicegah.

Peringatan:
Bagi wanita hamil, sesuaikan dosis dengan anjuran dokter.
Sedangkan bagi wanita yang sedang menyusui, disarankan
untuk tidak mengonsumsi phenytoin.

Harap berhati-hati bagi penderita gangguan hati dan


penderita suatu jenis gangguan darah yang disebut porfiria.

Jika terjadi reaksi alergi atau overdosis, segera temui


dokter.

Dosis Phenytoin
Berikut ini tabel mengenai dosis penggunaan phenytoin:

Kategori umur Dosis

Dosis akan diberikan dokter berdasarkan hasil tes


laboratorium. Untuk dosis awal, phenytoin biasany
sebesar 3 hingga 4 miligram perkilogram berat bad
untuk dosis perawatan, dosis yang diberikan biasa
mg perhari. Dosis sewaktu-waktu dapat diubah ole
Dewasa diperlukan.

Anak-anak Dosis akan diberikan dokter berdasarkan tes darah


Untuk dosis awal, phenytoin biasanya diberikan tia
miligram perkilogram berat badan, sedangkan untu
adalah 4 hingga 8 miligram perkilogram berat bada
diberikan tiap harinya tidak boleh melebihi 300 mil

Mengonsumsi Phenytoin dengan Benar


Ikuti anjuran dokter dan baca informasi yang tertera pada
kemasan phenytoin sebelum mulai mengonsumsinya.

Phenytoin dapat dikonsumsi sebelum makan. Namun agar


dapat memberikan hasil yang lebih maksimal, sebaiknya
konsumsi ketika atau sesudah makan.

Pastikan ada jarak waktu yang cukup antara satu dosis


dengan dosis berikutnya. Usahakan untuk mengonsumsi
phenytoin pada jam yang sama tiap hari untuk
memaksimalisasi efeknya.

Bagi pasien yang lupa mengonsumsi phenytoin, disarankan


segera meminumnya begitu teringat jika jadwal dosis
berikutnya tidak terlalu dekat. Jangan menggandakan dosis
phenytoin pada jadwal berikutnya untuk mengganti dosis
yang terlewat.

Jauhi minuman keras atau makanan yang mengandung


alkohol selama menjalani pengobatan dengan phenytoin
karena dapat mengubah kadar obat ini di dalam tubuh
Anda.

Selain alkohol, beberapa jenis obat-obatan juga dapat


mengubah kadar phenytoin di dalam tubuh jika dikonsumsi
secara bersamaan, terutama obat pencernaan. Karena itu,
konsultasikan terlebih dahulu kepada dokter sebelum
mengonsumsi obat lain.

Jika Anda menderita epilepsi, sebaiknya jauhi aktivitas yang


dapat membahayakan keselamatan jiwa, misalnya
mengemudi. Anda boleh melakukan aktivitas tersebut jika
sudah diberikan izin oleh dokter, biasanya jika Anda tidak
lagi mengalami kejang dalam waktu satu tahun terakhir.

Saat menjalani pengobatan dengan phenytoin, jangan lupa


untuk tetap rutin memeriksakan diri ke dokter agar mereka
dapat memonitor perkembangan kondisi Anda. Selain itu,
dokter juga perlu melakukan pengecekan darah secara
berkala untuk menentukan dosis yang tepat sesuai dengan
perkembangan kondisi Anda tersebut.

Obat-obatan antiepilepsi sedikit berisiko menyebabkan


perubahan suasana hati pada penggunanya. Segera temui
dokter jika Anda mengalami depresi atau bahkan perasaan
ingin melukai diri sendiri setelah mengonsumsi obat ini.

Pengobatan dengan phenytoin biasanya berlangsung


secara jangka panjang. Jangan menghentikan penggunaan
obat ini atau mengubah dosisnya tanpa bertanya terlebih
dahulu pada dokter untuk menghindari efek samping yang
tidak diinginkan.

Kenali Efek Samping dan Bahaya Phenytoin


Penggunaan phenytoin berpotensi menyebabkan efek
samping. Beberapa efek samping yang umum terjadi
setelah mengonsumsi obat antiepilepsi ini adalah:

Sakit kepala
Pusing
Penglihatan ganda
Mengantuk
Konstipasi
Gemetar
Konsentrasi berkurang
Kurang nafsu makan
Sulit tidur
Temui dokter jika Anda mengalami reaksi alergi atau efek
samping yang berkepanjangan.
tidak boleh makan obat sembarangan
harus tepat dan teratur
terapi 2 tahun, tanpa gejala stop
1 tahun, kemudian kejang ulang
hepatototksik: gejala kuning
Obat KB, interaksi hamil

Aspirin + Clopidogrel

PENGGUNAAN DAPT DAN KAITANNYA DENGAN PENGGUNAAN STENT


Yang dimaksud dengan DAPT (Dual Antiplatelet Therapy) adalah kombinasi 2 antiplatelet yaitu
aspirin dan P2Y12 Inhibitor (clopidogrel, prasugrel dan ticagrelor). Rekomendasi yang
disampaikan mengacu pada 2016 ACC/AHA Guideline Focused Update on Duration of Dual
Antiplatelet Therapy in Patients With Coronary Artery Disease, yang menggunakan data dari
11 studi RCT pada pasien post PCI dengan DAPT setelah 1-3 tahun mengalami infark miokard
dibandingkan dengan monoterapi aspirin. Rekomendasi durasi DAPT ini digunakan terkait
dengan perkembangan stent terbaru dan hanya untuk pasien yang tidak diterapi menggunakan
antikoagulan oral.
Stent merupakan baja antikarat yang terus berkembang hingga saat ini. Berikut ini adalah
perkembangan stent yang terjadi dan rekomendasi penggunaan DAPT :
1. Generasi pertama stent adalah Bare Metal Stent (BMS), stent ini terbuat dari stainless steel atau
bahan cobalt chromium. Pada stent jenis ini belum dilapisi dengan jenis obat apapun sehingga
dipercaya masih dapat menyebabkan restenosis atau sumbatan kembali setelah kurang lebih 6
bulan. Penggunaan DAPT pada pasien dengan impantansi stent koroner dapat mengurangi
resiko stent thrombosis dan kejadian iskemik, hal ini disampaikan oleh Leon et all (1998).
Resiko stent thrombosis pada pasien yang menggunakan BMS lebih sering terjadi pada hari-hari
dan minggu-minggu pertama setelah implantansi, maka penggunaan DAPT diperlukan dalam
kurun waktu 1 bulan tersebut.
2. Pada masa selanjutnya berkembang Drug Eluting Stent (DES), yaitu stent yang dilapisi oleh obat
seperti misalnya Sirolimus, Zotarolimus, Everolimus, dan Paclitaxel. Dengan
dilapisinya stent dengan obat seperti golongan rapamycin (sirolimus, biolimus, everolimus) yang
diketahui bersifat immunosuppresif, rapamycin menunjukkan penghambatan pada semua fase
pembentukan restenosis. Pada beberapa penelitian yang dilakukan pada sirolimus eluting stent,
inflamasi pada tempat pemasangan stent dapat berkurang dibandingkan pada penggunaan BMS
sehingga mampu menghambat pembentukan hiperplasia neointimal sehingga penebalan lapisan
pembuluh darah dapat dikurangi.

Sirolimus,
Paclitaxel dan Zotarolimus eluting stent diketahui dapat menurunkan kejadian revaskularisasi
dan tidak ditemukan kenaikan angka kematian maupun infark miokard dibandingkan dengan
BMS pada 4 tahun berikutnya.
Walaupun begitu penggunaan DES diketahui menyebabkan stent thrombosisyang lebih besar
daripada BMS. Penelitian terbaru menyebutkan bahwa setelah implantansi DES penggunaan
DAPT selama 12 bulan diperlukan untuk menghindari late stent thrombosis. Pada akhirnya
disimpulkan bahwa terapi menggunakan DES lebih mahal dibandingkan BMS. Tetapi
analisis cost effective menunjukkan pengurangan biaya pada total pembiayaan penggunaan DES
dikarenakan menghindari prosedur berulang pada BMS.
3. Drug Coating Stent (DCS), merupakan stent golongan terbaru yang mengklaim bahwa dapat
memperpendek penggunaan DAPT hanya selama 1 bulan. Penggunaan DCS ini kompatibel
untuk pasien dengan high bleeding risk.
4. Saat ini sedang berkembang BVS (Bioabsorbable Vascular Scaffold) merupakan teknologi
terkini semacam stent tetapi bukan merupakan ring metal yang dapat menopang pembuluh darah
agar tetap terbuka dan akhirnya akan terserap kedalam pembuluh darah.
Berikut ini adalah hal-hal yang menjadi perhatian dalam penggunaan DAPT bagi pasien dengan
PCI menurut American College of Cardiology dan American Heart Association :
1. PCI dengan stent (BMS maupun DES) tidak dapat dilakukan bila pasien intoleransi dan
bermasalah terkait kepatuhan terhadap waktu penggunaan DAPT sesuai dengan jenis stent yang
dipasang.
2. Terapi antiplatelet diintensifkan dengan penambahan P2Y12 Inhibitor dalam monoterapi aspirin
dan perpanjangan waktu penggunaan DAPT, hal ini ditujukan untuk menurunkan resiko iskemik
namun berefek pada peningkatan resiko perdarahan. Sehingga terapi menggunakan DAPT dan
durasinya dibutuhkan pertimbangan rasio keuntungan dan kerugiannya.
3. Penurunan dosis aspirin, termasuk pada pasien yang menjalani terapi DAPT, berhubungan
dengan penurunan komplikasi perdarahan dibandingkan dengan proteksi terhadap kemungkinan
iskemik pada aspirin dosis tinggi. Dosis harian aspirin yang direkomendasikan untuk pasien
dengan DAPT adalah 81 mg.
4. Resiko stent thrombosis akan meningkat secara dramatis pada pasien yang tidak patuh terhadap
penggunaan DAPT, dan stent thrombosis ini berhubungan dengan tingkat mortalitas sekitar 20%
45%. Dikarenakan resiko stentthrombosis pada penggunaan BMS lebih besar pada 14 30
hari pertama, maka direkomendasikan minimal penggunaan DAPT selama 1 bulan.
5. Dalam penggunaan DES pasien diwajibkan menggunakan DAPT setidaknya selama 12 bulan
untuk menghindari stent thrombosis yang dijumpai setelah 30 hari penggunaan stent. Bagi pasien
yang tidak dapat mentoleransi DAPT dengan baik tanpa resiko perdarahan, penggunaan DAPT
lebih dari waktu minimal tersebut di atas dapat dilakukan.
6. Pada pasien dengan ACS (Non STEMI atau STEMI) yang diterapi menggunakan DAPT setelah
PCI dengan stent dan pada pasien dengan ACS Non STEMI yang mendapatkan monoterapi
(tanpa revaskularisasi), disarankan menggunakan Ticagrelor dibandingkan Clopidogrel. Dalam
studi PLATO (Platelet Inhibition and Patient Ouetcomes) yang dilakukan oleh James SK, et al.,
2011, pasien dengan ACS diterapi menggunakan obat saja atau menggunakan obat dan dilakukan
PCI. Terapi menggunakan Ticagrelor 90 mg 2 kali sehari dibandingkan Clopidogrel sehari
sekali, memberi hasil pada komplikasi iskemik yang lebih kecil, 12% dengan Ticagrelor
dibandingkan 14,3% dengan Clopidogrel.
7. Operasi elektif nonkardiologi harus dibatalkan setidaknya 30 hari sesudah implantasi BMS dan 6
bulan sesudah implantansi DES. Pada pasien post implantansi BMS atau DES yang tetap harus
menjalankan prosedur operasi, diharuskan menghentikan terapi P2Y12 Inhibitor dan dapat
melanjutkan penggunaan aspirin bila mungkin. Segera setelah operasi selesai
penggunaan P2Y12 Inhibitor dapat dimulai kembali.
Dengan adanya stent, maka angina berulang dan kebutuhan tindakan revaskularisasi ulangan
juga menurun. Stent juga akan menurunkan resiko tindakan pada pasien dengan APTS, termasuk
menurunkan risiko oklusi akut, infark jantung, kebutuhan CABG darurat dan mengurangi
restenosis jangka panjang. Dengan penggunaan DAPT maka thrombosis akut dan sub akut dapat
ditekan sekitar <1%. Terkait dengan banyaiknya pilihan stent yang ada saat ini, apoteker
hendaknya dapat berperan dalam melakukan edukasi dan monitoring dalam penggunaan
DAPT (Dual Anti Platelet Therapy = aspirin dan P2Y12Inhibitor) yang sangat dibutuhkan pada
pasien post PCI.
Dikutip dengan perubahan dari :
1. 2011 ACCF/AHA/SCAI Guideline for Pecutaneous Coronary Intervention
2. 2016 ACC/AHA Guideline Update on Duration of Dual Antiplatelet Therapy in CAD Patients
3. Leon MB, Baim DS, Popma JJ, et al. A clinical trial comparing three antithrombotic-drug
regimens after coronary-artery stenting. StentAnticoagulation Restenosis Study Investigators. N
Engl J Med. 1998;339:1665-71.
4. James SK, Roe MT, Cannon CP, et al. Ticagrelor versus clopidogrel in patients with acute
coronary syndromes intended for non-invasive management: substudy from prospective
randomised PLATelet inhibition and patient Outcomes (PLATO) trial.BMJ. 2011;342:d3527.

Kenapa pesan penting


Apa isi pesan
Bagaimana caranya
Ajakan mendorong

Anda mungkin juga menyukai