Anda di halaman 1dari 19

KOPERASI SIMPAN PINJAM DAN PENGELOLAANYA

Koperasi simpan pinjam dikelola dengan cara yang sama dengan koperasi pada
umumnya hanya saja ada beberapa bagian teknis yang berbeda. Konsep dasar yang
digunakan dalam koperasi harus dipahami terlebih fahulu oleh pengurus anda bisa melihat
posting tentang manajemen koperasi untuk mengetahui lebih jauh tentang konsep dasar
pengelolaan koperasi.

Manajemen Koperasi Simpan Pinjam


Secara umum ruang lingkup kegiatan usaha koperasi simpan pinjam adalah penghimpunan
dan penyaluran dana yang berbetuk penyaluran pinjaman terutama darai dan untuk anggota.
Pada perkembanganya memang koperasi simpan pinjam melayani tidak saja anggota tetapi
juga masyarakat luas. Kegiatan dari Sisi pasiva. Koperasi simpan pinjam dilihat dari aspek
pasiva melakukan kegiatan penghimpunan dana baik dari anggota ataupun masyarakat
umum. Bentuk penghimpunan ini bisa berupa tabungan atau simpanan sedangan dari
masyarakat bisa berbentuk pinjaman modal.

Kegiatan usaha dari aspek aktiva merupakan upaya dari koperasi simpasn pinjam atau ksp
serta usp untuk memperoleh laba dengan cara mengalokasikan dari hasil dari penghimpunan
yang disalukan kepada anggota dalam bentuk pijaman. Lebih jauh jika di kerucupkan maka
kegiatan koperasi simpan pinjma bisa di rinci sebagai berikut.

1. Koperasi simpan pinjam dituntut mampu melayani penyimpanan dan juga penarikan
dana oleh anggota sesuai dengan ketentuan serta kesepakatan.
2. Koperasi simpan pinjam juga menyalurkan dana yang terkumpul kepada anggota yang
dimasa datang akan diterima kembali secara bertahap.

Kedua kegiatan diatas harus dikelola sedemikian rupa sehingga penghimpunan dan
penyaluran berjalan seimbang. Lantas bagaimana praktek dalam pengelolaan sebuah koperasi
simpan pinjam? dalam hal ini anda akan dihadapkan pada 2 kasus yaitu detail kegiatan arus
kas masuk dan arus kas keluar.

Penghimpunan Dana Koperasi Simpan Pinjam

Untuk bisa menjalankan usahanya koperasi simpan pinjam harus melakukan penghimpunan
dana. Dana2 tersebut bisa uang yang masuk kategori hutang atau ekuitas atau kekayaan
bersih. Jika dilihat jenis sumber dana maka dana yang berbentuk hutang berasal dari tabungan
kemudian simpanan berjangka atau pinjaman yang diterima koperasi simpan pinjam
sednagkan yang bersumber dari kekayaan bersin diantaranya berasal dari sumber simpanan
wajib anggota dan simpanan sukerela, cadangan umum serta sehu di tahun berjalan.

Dari keseluruhan sumber dana tersebut, sumber dana utama adalah simpanan, sehingga perlu
diberikan penjelasan yang lebih mendalam tentang simpanan. Menurut PP 9 Tahun 1995
simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh anggota, calon anggota, koperasi lain dan atau
anggotanya kepada KSP/USP dalam bentuk tabungan dan simpanan koperasi berjangka.
Pengertian simpanan sebagaimana dinyatakan dalam PP tersebut adalah simpanan yang
merupakan hutang bagi KSP/USP, sementara itu terdapat jenis simpanan lain dari anggota
yang merupakan kekayaan bersih bagi KSP/USP, yaitu simpanan pokok dan simpanan wajib
(bagi KSP). Pembahasan mengenai simpanan di bawah ini, meliputi simpanan yang
merupakan kekayaan bersih, yaitu simpanan pokok dan simpanan wajib serta simpanan yang
merupakan hutang, Yaitu tabungan dan simpanan berjangka.

Jenis Simpanan Koperasi Simpan Pinjam

1) Simpanan Pokok (KSP)

Simpanan pokok adalah sejumlah uang yang sama banyaknya dan atau sama
nilainya yang wajib dibayarkan oleh anggota kepada koperasi pada saat masuk
menjadi anggota. Simpanan pokok tidak dapat diambil selama yang
bersangkutan menjadi anggota.

2) Simpanan Wajib (KSP)

Simpanan wajib adalah sejumlah simpanan tertentu yang tidak harus sama,
wajib dibayar oleh anggota, kepada koperasi dalam waktu dan kesempatan
tertentu. Simpanan wajib tidak dapat diambil selama yang bersangkutan
menjadi anggota.

3) Tabungan Koperasi

Tabungan koperasi adalah simpanan pada koperasi yang penyetorannya


dilakukan berangsur-angsur dan penarikannya hanya dapat dilakukan oleh
anggota yang bersangkutan atau kuasanya dengan menggunakan Buku
Tabungan Koperasi, setiap saat pada hari kerja Koperasi.

Faktor-faktor yang harus diperhatikan oleh KSP/USP agar anggota berminat menyimpan di
koperasi antara lain adalah:

1. Keamanan dana, dalam arti dapat ditarik kembali oleh pemiliknya sesuai dengan
perjanjian.
2. Menghasilkan nilai tambah dalam bentuk bunga simpanan atau insentif lainnya dan
diterima oleh anggota sesuai dengan perjanjian.
3. Bahwa menabung di KSP/USP merupakan wujud dari partisipasi anggota di dalam
kedudukannya sebagai pengguna jasa, dan karena itu anggota merasakan
adanya kedudukan yang lebih istimewa dibandingkan dengan menabung di tempat
lain. Keistimewaan anggota tersebut antara lain misalnya karena menerima sisa hasil
usaha pada akhir tahun buku, ikut serta mengambil keputusan koperasi dan lain-lain.
Ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan' tabungan dapat meliputi:

Penyetoran dan pengambilan dapat dilakukan setiap saat pada hari kerja;
Jumlah setoran minimal pertama (saat pembukaan tabungan) dan setoran minimal
selanjutnya;
Jumlah saldo minimal yang harus ada dalam tabungan;
Penyetoran dapat dilakukan oleh siapa saja, tidak harus pemilik tabungan;
Pengambilan tabungan hanya dapat dilakukan oleh pemilik tabungan atau yang
diberikan kuasa;
Sebagai imbalan, KSP/USP memberikan bunga tabungan kepada penyimpan;
Bunga tabungan dihitung menggunakan metode tertentu misalnya saldo rata-rata
harian, saldo terkecil atau yang lainnya;
Pembayaran bunga dilakukan setiap akhir bulan dengan menambahkannya ke dalam
saldo tabungan;
Penanggung jawab penghitungan bunga adalah bagian pembukuan.

4) Simpanan Berjangka Koperasi

Simpanan berjangka koperasi adalah simpanan pada koperasi yang


penyetorannya dilakukan satu kali untuk suatu jangka waktu tertentu
sesuai dengan perjanjian antara penyimpan dengan koperasi yang
bersangkutan dan tidak boleh diambil sebelum jangka waktu tersebut
berakhir.
Ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan simpanan berjangka dapat meliputi:

Calon penyimpan pada simpanan berjangka disyaratkan terlebih dulu untuk menjadi
penabung.
Jumlah setoran minimal.
Sebagai imbalan, penyimpanan akan mendapatkan bunga sesuai dengan jangka waktu
dari simpanan berjangka tersebut:
Pembayaran bunga simpanan berjangka dilakukan setiap akhir bulan dengan
menambahkannya ke dalam saldo tabungan.

Koperasi Simpan Pinjam


Koperasi Simpan Pinjam adalah koperasi yang bergerak di bidang simpanan
dan pinjaman. Koperasi sejenis ini didirikan untuk memberi kesempatan kepada
anggotanya memperoleh pinjaman dengan mudah dan bunga ringan. Koperasi simpan
pinjam berusaha untuk mencegah para anggotanya terlibat dalam jeratan kaum lintah
darat pada waktu mereka memerlukan sejumlah uangdengan jalan menggiatkan
tabungan dan mengatur pemberian pinjaman uangdengan bunga yang serendah-
rendahnya.
Koperasi simpan pinjam menghimpun dana dari para anggotanya yang
kemudian menyalurkan kembali dana tersebut kepada para anggotanya. Menurut
Widiyanti dan Sunindhia, koperasi simpan pinjam memiliki tujuan untuk mendidik
anggotanya hidup berhemat dan juga menambah pengetahuan anggotanya terhadap
perkoperasian.
Untuk mencapai tujuannya, berarti koperasi simpan pinjam harus
melaksanakan aturan mengenai peran pengurus, pengawas, manajer dan yang paling
penting, rapat anggota. Pengurus berfungsi sebagai pusat pengambil keputusan tinggi,
pemberi nasehat dan penjaga berkesinambungannya organisasi dan sebagai orang
yang dapat dipercaya. Menurut UU no.25 tahun 1992, pasal 39, pengawas bertugas
melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijaksanaan dan pengelolaan
koperasi dan menulis laporan koperasi, dan berwewenang meneliti catatan yang ada
pada koperasi, mendapatkan segala keterangan yang diperlukan dan seterusnya. Yang
ketiga, manajernya koperasi simpan pinjam, seperti manajer di organisasi apapun,
harus memiliki ketrampilan eksekutif, kepimpinan, jangkauan pandangan jauh ke
depan dan mememukan kompromi dan pandangan berbeda. Akan tetapi, untuk
mencapai tujuan, rapat anggota harus mempunyai kekuasaan tertinggi dalam
organisasi koperasi. Hal ini ditetapkan dalam pasal 22 sampai pasal 27 UU no.25
tahun 1992.

Sumber Modal Koperasi


Seperti halnya bentuk badan usaha yang lain, untuk menjalankan kegiatan usahanya,
koperasi memerlukan modal. Adapun modal koperasi terdiri atas modal sendiri dan modal
pinjaman. Modal sendiri meliputi sumber modal sebagai berikut:

Simpanan pokok adalah sejumlah uang yang wajib dibayarkan oleh anggota kepada
koperasi pada saat masuk menjadi anggota. Simpanan pokok tidak dapat diambil kembali
selama yang bersangkutan masih menjadi anggota koperasi. Simpanan pokok jumlahnya
sama untuk setiap anggota.

Simpanan wajib adalah jumlah simpanan tertentu yang harus dibayarkan oleh anggota
kepada koperasi dalam waktu dan kesempatan tertentu, misalnya tiap bulan dengan jumlah
simpanan yang sama untuk setiap bulannya. Simpanan wajib tidak dapat diambil kembali
selama yang bersangkutan masih menjadi anggota koperasi.

Simpanan khusus/lain-lain misalnya:Simpanan sukarela (simpanan yang dapat diambil


kapan saja), Simpanan Qurba, dan Deposito Berjangka. Dana cadangan adalah sejumlah
uang yang diperoleh dari penyisihan Sisa Hasil usaha, yang dimaksudkan untuk pemupukan
modal sendiri, pembagian kepada anggota yang keluar dari keanggotaan koperasi, dan untuk
menutup kerugian koperasi bila diperlukan. Hibah adalah sejumlah uang atau barang modal
yang dapat dinilai dengan uang yang diterima dari pihak lain yang bersifat hibah/pemberian
dan tidak mengikat.

Adapun modal pinjaman koperasi berasal dari pihak-pihak sebagai berikut:


Anggota dan calon anggota
Koperasi lainnya dan/atau anggotanya yang didasari dengan perjanjian kerjasama
antarkoperasi
Bank dan Lembaga keuangan bukan banklembaga keuangan lainnya yang dilakukan
berdasarkan ketentuan peraturan perudang-undangan yang berlaku
Penerbitan obligasi dan surat utang lainnya yang dilakukan berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku
Sumber lain yang sah
Aplikasi Koperasi Simpan Pinjam dari Segi Operasional
Koperasi Simpan Pinjam Graha Arthamas telah terdaftar di Kantor Wilayah Koperasi
Provinsi Jawa Barat pada tahun 2008 dengan Nomor :
518/05/BH/CAB/XII.25/KPTS/KUKM/1.2/II/2008 serta berdasarkan Surat Keputusan
Departemen Koperasi Wilayah Koperasi Provinsi Jawa Barat Nomor :
688/BH/MENEG.I/XII/2007. Koperasi Simpan Pinjam Graha Arthamas memiliki cabang
yang bertempat di Pulogadung. Hingga saat ini, nasabah dari Koperasi Simpan Pinjam Graha
Arthamas sebanyak kurang lebih 200 ribu orang. Koperasi ini hanya meminjamkan uang
dengan jaminan BPKB motor dan mobil.

Untuk masalah permodalan atau sumber dana dalam hal pendirian Koperasi, diperoleh 60
% dari PT. Pan Surya Kemang dan 40% dari pemilik. Seperti Koperasi lainnya, Koperasi
Simpan Pinjam Graha Arthamas membagi hasilnya berdasarkan SHU (Sisa Hasil Usaha)
yang didapat setiap akhir tahunnya.

Tugas pokok Koperasi Simpan Pinjam Graha Arthamas adalah bertujuan


mengembangkan kesejahteraan anggota pada khususnya dan memajukan daerah kerja pada
umumnya dalam rangka menggalang terlaksananya masyarakat adil dan makmur berdasarkan
pancasila.
Kegiatan usaha Koperasi dalam rangka mencapai tugas pokok termaksud adalah:
1. Membantu masyarakat sekitar dalam hal masalah ekonomi.
2. Mewajibkan anggota atau nasabah untuk menyimpan pada koperasi.
3. Memberikan pinjaman dalam bentuk uang dan barang kepada para anggota dan
masyarakat.
4. Mengadakan dan mengusahakan barang kebutuhan para anggota.

Koperasi Simpan Pinjam Graha Arthamas Depok memiliki 8 orang Karyawan yang
mengurus jalannya manajemen yang terdiri dari :
1. Pimpinan : Memantau kinerja semua karyawan dan mengetahui
perkembangan Koperasi.
2. Pengawas Kredit : Wajib mengetahui Laporan perbulan yang terjadi di
Koperasi.
3. Bagian Administrasi : Mengatur surat menyurat yang ada di Koperasi,
mengarsipkan dokumen dokumen penting Koperasi,
memonitor kebutuhan Rumah Tangga dan ATK koperasi.
4. Kasir : bertanggung jawab atas keluar masuknya uang, membuat
tanda bukti keluar masuknya uang di dalam koperasi.
5. Marketing : Mencari nasabah yang ingin bergabung dengan Koperasi
Simpan Pinjam Graha Arthamas.
6. Surveyor : memeriksa data nasabah yang masuk atau data nasabah
yang ingin meminjam uang.
7. Kolektor : menangani nasabah yang bermasalah / kredit macet.

Syarat Permohonan Kredit Koperasi Graha Arthamas :


1. 2 lembar fotocopy KTP Pemohon
2. 1 lembar fotocopy Kartu Keluarga pemohon
3. 2 lembar fotocopy BPKB, STNK & Lunas pajak
4. 2 lembar gesekan No. Mesin & No. Rangka
5. 3 lembar kwitansi kosongkan atas nama pemohon dan bermatrai Rp.6000,-
6. 1 lembar struk gaji (pegawai)
7. 1 lembar fotocopy buku kir (truck/pick up/box)
8. Surat keterangan RT/RW

Prosedur Nasabah Koperasi Simpan Pinjam Graha Arthamas


1. Untuk nasabah baru, pembukaan rekening minimal Rp.300.000,-
2. Bunga yang diperoleh nasabah sebesar 2,5% dan diperoleh setiap/6bln
3. Untuk mencairkan uang, harus dibawah nominal Rp.2.000.000.000,-.
LEMBAGA PEMBIAYAAN

Perkembangan Lembaga Pembiayaan Di Indonesia

Dalam perkembangannya dewasa ini keberadaan lembaga perbankan tidak mencukupi


kebutuhan akan dana yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Oleh karena itu diperlukan
adanya alternatif pembiayaan lainnya selain bank. Adanya alternatif pembiayaan lainnya
dimaksud dibutuhkan mengingat akses untuk mendapatkan dana dari bank sangat terbatas.
Mengantisipasi hal tersebut, maka pemerintah pada tahun 1988 melalui Kepres Nomor 61
Tahun 1988 membuka peluang bagi berbagai badan usaha untuk melakukan kegiatan-
kegiatan pembiayaan sebagai alternatif lain untuk menyediakan dana guna menunjang
pertumbuhan perekonomian Indonesia.

Kegiatan-kegiatan pembiayaan tersebut dilakukan oleh suatu lembaga yang namanya


lembaga pembiayaan. Melalui lembaga pembiayaan dimaksud para pelaku bisnis bisa
mendapatkan dana atau modal yang dibutuhkan. Keberadaan lembaga pembiayaan ini sangat
penting, karena fungsinya hampir mirip dengan bank. Dalam prakteknya sekarang ini
lembaga pembiayaan banyak dimanfaatkan oleh pelaku bisnis ketika membutuhkan dana atau
barang modal untuk kepentingan perusahaan. Sejalan dengan itu pemerintah sejak tahun
1988 pemerintah telah menempuh berbagai kebijakan untuk lebih memperkuat sistem
lembaga keuangan nasional melalui pengembangan dan perluasan berbagai jenis lembaga
keuangan, diantaranya lembaga pembiayaan, dengan tujuan memperluas penyediaan
pembiayaan alternatif bagi dunia bisnis/usaha sejalan dengan semakin meningkatnya
kebutuhan dana untuk menunjang kegiatan usaha.Dahlan Siamat, Manajemen Lembaga Keuangan,
Edisi Kedua, Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2001, hlm. 281

Dengan dikeluarkannya Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1988, diaturlah ketentuan


tentang lembaga pembiayaan, yang kemudian ditindaklanjuti oleh Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 1251/KMK.013/1988 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan
Lembaga Pembiayaan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 468/KMK. 017/1995. Dalam pasal 1 angka 2 Keppres No. 61 Tahun 1988
tersebut disebutkan
bahwa yang dimaksud dengan lembaga pembiayaan adalah badan usaha yang
melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal dengan
tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat. Berdasarkan pengertian lembaga
pembiayaan sebagaimana dimaksud diatas, maka dalam lembaga pembiayaan terdapat unsur-
unsur sebagai berikut:

1. badan usaha, yaitu perusahaan pembiayaan yang khusus didirikan untuk melakukan
kegiatan yang termasuk dalam bidang usaha lembaga pembiayaan.
2. kegiatan pembiayaan, yaitu melakukan pekerjaan atau aktivitas dengan cara
membiayai pihak-pihak atau sektor usaha yang dibutuhkan.
3. penyediaan dana, yaitu perbuatan penyediaan uang untuk suatu keperluan.
4. barang modal, yaitu barang yang dipakai untuk menghasilkan sesuatu atau barang
lain, seperti mesin-mesin, peralatan pabrik, dan sebagainya.
5. tidak menarik dana secara langsung (non deposit taking) artinya tidak mengambil
uang secara langsung baik dalam bentuk giro, deposito, tabungan dan surat sanggup
bayar kecuali hanya untuk dipakai sebagai jaminan hutang kepada bank yang menjadi
krediturnya.
6. masyarakat, yaitu sejumlah orang yang hidup bersama di suatu tempat, yang terikat
oleh suatu kebudayaan yang mereka anggap sama.Sunaryo, Hukum Lembaga Pembiayaan,
Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hlm. 2

Bila dibandingkan dengan lembaga perbankan, maka lembaga pembiayaan tentunya memiliki
persamaan dan perbedaan diantara keduanya. Adapun perbedaan kedua lembaga tersebut
adalah sebagai berikut:

1. Dilihat dari kegiatannya, lembaga pembiayaan difokuskan pada salah satu kegiatan
keuangan saja. Misalnya perusahaan modal ventura menyalurkan dana dalam bentuk
modal penyertaan pada perusahaan pasangan usaha, perusahaan sewa guna usaha
menyalurkan dana dalam bentuk barang modal kepada perusahaan penyewa,
pegadaian menyalurkan dananya dalam bentuk pinjaman jangka pendek dengan
jaminan benda bergerak. Adapun lembaga perbankan merupakan lembaga keuangan
yang paling lengkap kegiatannya, yaitu menghimpun dana dari masyarakat dan
menyalurkan kembali dana tersebut kepada masyarakat dalam bentuk pinjaman, serta
melaksanakan kegiatan di bidang jasa keuangan lainnya.
2. Dilihat dari cara menghimpun dana, lembaga pembiayaan tidak dapat secara langsung
menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk giro, tabungan, deposito berjangka.
Adapun lembaga perbankan dapat secara langsung menghimpun dana dari masyarakat
dalam bentuk giro, tabungan, dan deposito berjangka.
3. Dilihat dari aspek jaminan, lembaga pembiayaan dalam melakukan pembiayaan tidak
menekankan aspek jaminan (non collateral basis) karena unit yang dibiayai
merupakan objek pembiayaan. Adapun lembaga perbankan dalam pemberian kredit
lebih berorientasi kepada jaminan (collateral basis).
4. Dilihat dari kemampuan menciptakan uang giral, lembaga pembiayaan tidak dapat
menciptakan uang giral. Adapun lembaga perbankan, yaitu
bank umum dapat menciptakan uang giral yang dapat mempengaruhi jumlah
uang yang beredar di masyarakat. Dari simpanan masyarakat berupa giro, di samping
dapat dipergunakan sebagai alat pembayaran dalam suatu transaksi dengan
menggunakan cek atau bilyet giro, bagi bank umum giro juga dapat dipergunakan
untuk menciptakan uang giral.
5. Dilihat dari pengaturan, perizinan, pembinaan, dan pengawasannya, dalam lembaga
pembiayaan dilakukan oleh Departemen Keuangan. Adapun untuk lembaga
perbankan dengan diundangkannya Undang-Undang No.10 Tahun 1998, maka
wewenang dalam hal pengaturan dan perizinan sepenuhnya berada pada Bank
Indonesia. Selanjutnya dengan diundangkannya Undang-Undang No. 23 Tahun 1999,
maka fungsi pengawasan perbankan yang sebelumnya berada dalam kewenangan
Bank Indonesia akan dialihkan kepada suatu lembaga khusus untuk itu, yaitu
Lembaga Pengawas Jasa Keuangan. Lembaga perbankan itu sendiri termasuk
lembaga keuangan. Sementara lembaga keuangan itu terdiri dari lembaga keuangan
bank dan lembaga keuangan non bank, seperti, pasar modal, asuransi, dana pensiun,
dan sebagainya.
Lembaga Penjamin Simpanan

Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) adalah suatu lembaga independen yang berfungsi
menjamin simpanan nasabah perbankan di Indonesia. Badan ini dibentuk berdasarkan
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 tentang Lembaga Penjamin Simpanan. Setiap
bank yang melakukan kegiatan usaha di wilayah Republik Indonesia wajib menjadi peserta
penjaminan LPS.

Dalam perekonomian modern dewasa ini diperlukan suatu sistem penyangga ekonomi yang
kokoh sehingga dapat menumbuhkan kepercayaan para pelaku ekonomi yang bernaung
dibawahnya, dan yang menjadi salah satu tiang penyangganya adalah LPS. Hal itu tercermin
dari salah satu fungsi dari LPS yakni menjamin simpanan nasabah.

Pasal 37B Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang


Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan mengamanatkan untuk mendirikan Lembaga
Penjamin Simpanan (LPS) di Indonesia. Amanat tersebut timbul sebagai jawaban atas krisis
berat yang dialami oleh industri perbankan pada pertengahan tahun 1997. Ketika izin usaha
16 bank dicabut dan dilikuidasi pada 1 November 1997, industri perbankan mangalami rush
sebagai konsekuensi dari runtuhnya kepercayaan masyarakat terhadap perbankan nasional,
dan tidak adanya peraturan yang cukup untuk mengatur perlindungan dana nasabah
penyimpan pada saat bank dilikuidasi, sehingga mengakibatkan hilangnya kepercayaan
masyarakat terhadap industri perbankan.

Pendirian Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) pada dasarnya dilakukan sebagai upaya
memberikan perlindungan terhadap dua risiko, yaitu irrational run terhadap bank dan
systemic risk. Dalam menjalankan usaha, bank biasanya hanya menyisakan seagian kecil dari
simpanan yang diterimanya untuk berjaga-jaga apabila ada penarikan dana oleh nasabah.
Sementara, bagian terbesar dari simpanan yang dialokasikan untuk pemberian kredit.
Keadaan ini menyebabkan perbankan tidak dapat memenuhi permintaan dalam jumlah besar
dengan segera atas simpanan nasabah yang dikelolanya, bila terjadi penarikan seara tiba-tiba
dan dalam jumlah yang besar. Keterbatasan dalam penyediaan dana cash ini ialah karena
bank tidak dapat menarik segera pinjaman yang telah disalurkannya. Sedangkan risiko
sistemik terjadi apabila kebangkrutan satu bank berakibat buruk terhadap bank lain, sehingga
menghancurkan sekmen terbesar dari sistem perbankan itu sendiri.

Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dapat berfungsi untuk mengatur keamanan dan
kesehatan bank secara umum. Di samping itu, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) juga
dapat berfungsi sebagai pengawas yang dilakukan dengan cara memantau neraca, praktik
pemberian penjaminan, dan strategi investasi dengan maksud untuk melihat tanda-tanda
financial distress yang mengarah kepada kebangkrutan bank. Oleh sebab itulah, keberadaan
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sebagai bagian dari sistem perbankan menjadi penting
guna mencegah kepanikan nasabah dengan jalan menyakinkan nasabah tentang keamanan
simpanan-sekalipun kondisi keuangan bank memburuk.

Bank sabagai obyek yang menjadi tanggungjawab Lembaga Penjamin Simapanan. Pengertian
bank dalam LPS adalah sesuai dengan undang-undang
tentang perbankan yaitu Bank Umum dan BPR (Bank Pembiayaan Rakyat).

Setiap bank yang melakukan kegiatan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia wajib
menjadi peserta penjaminan, kecuali Badan Kredit Desa. Setiap bank wajib menyampaikan
persyaratan dan laporan yang ditetapkan oleh LPS termasuk membayar kontribusi
kepesertaan dan premi penjaminan. Apabila tidak dipenuhi, tidak menggugurkan
kepesertaannya namun dikenakan sanksi administrsi, denda, dan pidana.

Pengawasan Atas Lembaga Pembiayaan Di Indonesia

Dilihat dari pengaturan, perizinan, pembinaan, dan pengawasannya, dalam lembaga


pembiayaan dilakukan oleh Departemen Keuangan. Adapun untuk lembaga perbankan
dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor. 10 Tahun 1998, maka wewenang dalam
hal pengaturan dan perizinan sepenuhnya berada pada Bank Indonesia. Selanjutnya dengan
diundangkannya Undang-Undang No. 23 Tahun 1999, maka fungsi pengawasan perbankan
yang sebelumnya berada dalam kewenangan Bank Indonesia akan dialihkan kepada suatu
lembaga khusus untuk itu, yaitu Lembaga Pengawas Jasa Keuangan. Lembaga perbankan itu
sendiri termasuk lembaga keuangan. Sementara lembaga keuangan itu terdiri dari lembaga
keuangan bank dan lembaga keuangan non bank, seperti, pasar modal, asuransi, dana
pensiun, dan sebagainya. Kemudian sejak berlakunya Undang- Undang Nomor 21 Tahun
2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, maka pengawasan atas lembaga pembiayaan di
Indonesia beralih menjadi tanggung jawab Otoritas Jasa Keuangan.

Peranan Hukum Perlindungan Konsumen Atas Dana Simpanan Milik


Nasabah Yang Disimpan Dalam Sistem Perkoperasian

Pengertian perlindungan konsumen yang termaktub dalam undang-undang yakni segala


upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada
konsumen.Pasal 1Angka 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen Kepastian hukum ini ditujukan untuk memberikan perlindungan kepada
konsumen itu antara lain adalah dengan meningkatkan harkat dan martabat konsumen serta
membuka akses informasi tentang barang dan/atau jasa bagi konsumen, dan menumbuh
kembangkan sikap pelaku usaha yang jujur dan bertanggung jawab. Adrian Sutedi, Tanggung
Jawab Produk Dalam Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Penerbit Ghalia Indonesia, 2008), hlm. 8

Az. Nasution berpendapat bahwa hukum perlindungan konsumen adalah bagian dari hukum
konsumen yang memuat asas-asas atau kaidah-kaidah yang bersifat mengatur dan
mengandung sifat yang melindungi kepentingan konsumen, sedangkan hukum konsumen
adalah hukum yang mengatur hubungan dan masalah antara berbagai pihak satu sama lain
berkaitan dengan barang atau jasa konsumen di dalam pergaulan hidup. Az. Nasution, Op. Cit.,
hlm. 11 Namun, ada pula yang berpendapat bahwa hukum perlindungan konsumen merupakan
bagian dari hukum konsumen. Hal ini dapat kita lihat bahwa hukum konsumen memiliki
skala yang lebih luas karena hukum konsumen meliputi berbagai aspek hukum yang
didalamnya terdapat kepentingan pihak konsumen dan salah satu bagian dari hukum
konsumen ini adalah aspek perlindungannya, misalnya bagaimana cara mempertahankan hak-
hak konsumen terhadap gangguan pihak lain. Ibid., hlm. 12

Hukum perlindungan konsumen yang berlaku di Indonesia memiliki dasar hukum yang telah
ditetapkan oleh pemerintah. Dengan adanya dasar hukum yang pasti, perlindungan terhadap
hak-hak konsumen bisa dilakukan dengan penuh optimisme. Pengaturan tentang hukum
perlindungan konsumen telah diatur dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen. Berdasarkan Pasal 1 angka 1 UUPK disebutkan bahwa
Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk
memberi perlindungan kepada konsumen. Kepastian hukum untuk memberi perlindungan
kepada konsumen berupa perlindungan terhadap hak-hak konsumen, yang diperkuat
melalui undang-undang khusus, memberi harapan agar pelaku usaha tidak bertindak
sewenang-wenang yang selalu merugikan hak-hak konsumen. Happy Susanto, Hak-Hak Konsumen
Jika Dirugikan, (Jakarta: Visimedia, 2008), hlm. 4

Dengan adanya Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen beserta
perangkat hukum lainnya, konsumen memiliki hak dan posisi yang berimbang dan mereka
dapat menggugat atau menuntut jika ternyata hak- haknya telah dirugikan atau dilanggar oleh
pelaku usaha. Ibid., hlm. 5

Pada dasarnya undang-undang perlindungan konsumen bertujuan: Pasal 3 Undang-Undang Nomor


8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

1. meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi


diri.
2. mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari
ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa.
3. meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut
hak-haknya sebagai konsumen.
4. menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian
hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi.
5. menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen
sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha.
6. meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha
produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan
konsumen.

Tujuan yang ingin dicapai perlindungan konsumen umumnya dapat dibagi dalam tiga bagian
utama yaitu:

1. memberdayakan konsumen dalam memilih,menentukan barang dan/atau jasa


kebutuhannya, dan menuntut hak-haknya.
2. menciptakan sistem perlindungan konsumen yang memuat unsure-unsur kepastian
hukum, keterbukaan informasi, dan akses untuk mendapatkan informasi.
3. menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen
sehingga tumbuh sikap jujur dan bertanggung jawab.

Dari ketiga tujuan di atas, dapat disimpulkan bahwa sangat penting untuk dapat melindungi
konsumen dari berbagai hal yang dapat mendatangkan kerugian bagi mereka. Konsumen
perlu dilindungi, karena konsumen dianggap memiliki suatu kedudukan yang tidak seimbang
dengan para pelaku usaha, ketidakseimbangan ini menyangkut bidang pendidikan dan posisi
tawar yang dimiliki oleh konsumen. Sering kali konsumen tidak berdaya mengahadapi posisi
yang lebih kuat dari para pelaku usaha.
Berkaitan dengan dana nasabah yang disimpan dalam sistem perkoperasian yakni undang-
undang perlindungan konsumen menjamin bahwa dana yang disimpan anggota koperasi akan
tetap terjaga dengan baik dan aman. Kemudian jika ada perjanjian pinjaman antara anggota
koperasi dengan koperasi maka undang-undang ini juga akan melindungi hak dari anggota
koperasi yang melakukan perjanjian dengan koperasi.

Undang-undang perlindungan konsumen memberikan perlindungan kepada anggota koperasi


karena anggota termasuk juga dalam kategori konsumen jika ia membutuhkan dana pinjaman
dari koperasi, dan koperasi dapat dikategorikan pelaku usaha sebab koperasi menyediakan
jasa atau sarana untuk pinjaman dengan syarat-syarat tertentu. Disinilah diperlukan
peranan perlindungan konsumen agar hak-hak dari konsumen terjaga.

LEMBAGA PEMBIAYAAN

Lembaga Pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam
bentuk penyediaan dana atau barang modal.

Lembaga Pembiayaan meliputi:

1. Perusahaan Pembiayaan, adalah badan usaha yang khusus didirikan untuk melakukan
Sewa Guna Usaha, Anjak Piutang, Pembiayaan Konsumen, dan/atau usaha Kartu Kredit.
2. Perusahaan Modal Ventura, adalah badan usaha yang melakukan usaha
pembiayaan/penyertaan modal ke dalam suatu perusahaan yang menerima bantuan
pembiayaan (investee Company) untuk jangka waktu tertentu dalam bentuk penyertaan
saham, penyertaan melalui pembelian obligasi konversi, dan atau pembiayaan
berdasarkan pembagian atas hasil usaha, dan
3. Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur, adalah badan usaha yang didirikan khusus untuk
melakukan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana pada proyek infrastruktur.

Peranan lembaga pembiayaan


Lembaga pembiayaan mempunyai peranan yang lebih penting, yaitu sebagi salah satu
lembaga sumber pembiayaan alternatif yang potensial untuk menunjang pertumbuhan
perekonomian nasional disamping peran tersebut diatas, lembaga pembiayaan juga
mempunyai peran penting dalam hal pembangunan yaitu menampung dan menyalurkan
aspirasi dan minat masyarakat, berperan aktif dalam pembangunan dimana lembaga
pembiayaan ini diharapkan masyarakat atau pelaku usaha dapat mengatasi salah satu faktor
yang umum dialami yaitu faktor permodalan.
C. Kegiatan Usaha Perusahaan Pembiayaan
Menurut Perpres No. 84/PMK.012/2006, perusahaan pembiayaan adalah badan usaha di
luar Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank yang khusus didirikan untuk melakukan
kegiatan yang termasuk dalam bidang usaha Lembaga Pembiayaan.
Kegiatan usaha perusahaan pembiayaan meliputi :
1. Sewa Guna Usaha (Leasing)
Istilah lain dari Sewa Guna Usaha yaitu leasing, dimana leasing itu berasal dari kata lease
(inggris) yang berarti menyewakan. Menurut Keputusan Menteri Keuangan Republik
Indonesia Nomor 1169/KMK.01/1991 tentang Kegiatan Sewa Guna Usaha (Leasing),
leasing adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara
sewa guna usaha dengan hak opsi (finance lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi
(operating lease) untuk digunakan oleh Lessee selama jangka waktu tertentu berdasarkan
pembayaran secara berkala. Sedangkan Barang modal adalah setiap aktiva tetap berwujud,
termasuk tanah sepanjang di atas tanah tersebut melekat aktiva tetap berupa bangunan (plant),
dan tanah serta aktiva dimaksud merupakan satu kesatuan kepemilikan, yang mempunyai
masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun dan digunakan secara langsung untuk menghasilkan
atau meningkatkan, atau memperlancar produksi dan distribusi barang atau jasa oleh Lessee.
Barang modal pada hal ini berdasarkan pada pasal 11 UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 tentang
Pajak Penghasilan.
Dasar Hukum Leasing :
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1169/KMK.01/1991 tentang Kegiatan Sewa Guna
Usaha (Leasing). Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan, 27 Nopember 1991
dan mempunyai daya laku surut terhitung sejak tanggal 19 Januari 1991. Dengan berlakunya
Keputusan Menteri Keuangan ini, Keputusan Menteri Keuangan Nomor 48/KMK.013/1991
tentang Kegiatan Sewa-guna-usaha, dinyatakan tidak berlaku.
Menurut Mr. A.C. Goudsmit dan Mr. J.A.M.P. Keijser, leasing mempunyai ciri-ciri
sebagai berikut:

1. Leasing merupakan suatu pembiayaan, baik pada finance lease maupun operating
lease,
2. Biasanya ada hubungan jangka waktu lease dan masa kegunaan benda yang di-lease
tersebut,
3. Hak Milik benda yang di-lease ada pada lessor. Hal ini berdampak penting di bidang
akuntansi seperti penyusunan di bidang hukum dalam hal pelaksanaan perjanjian
leasing,
4. Benda yang menjadi objek leasing adalah benda-benda yang digunakan dalam suatu
perusahaan, yakni benda-benda yang diperlukan dalam menjalankan perusahaan.jadi
tidak saja mesin mesin yang hanya dapat digunakan untuk berproduksi akan tetapi
bisa juga untuk komputer, dan kendaraan bermotor.

2. Anjak Piutang (Factoring)


Factoring atau Anjak Piutang menurut Perpres No. 9 Tahun 2009 adalah Anjak kegiatan
pembiayaan dalam bentuk pembelian piutang dagang jangka pendek suatu Perusahaan berikut
pengurusan atas piutang tersebut. Menurut Kasmir dalam "Bank dan Lembaga Keuangan
lainnya" (2002) menjelaskan bahwa anjak piutang atau yang lebih dikenal dengan factoring
adalah perusahaan yang kegiatannya melakukan penagihan atau pembelian atau
pengambilalihan atau pengelolaan hutang piutang suatu perusahaan dengan imbalan atau
pembayaran tertentu dari perusahaan (klien). Kemudian pengertian anjak piutang menurut
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 125/KM.013/1988 tanggal 20 Desember 1988 adalah
badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk pembelian dan atau
pengalihan serta pengurusan piutang atau tagihan jangka pendek suatu perusahaan dari
transaksi perdagangan dalam dan luar negeri.
Dari definisi diatas, setidaknya dapat disimpulkan sebagai berikut:
a) Dalam kegiatan factoring ada tiga pihak yang terkait, yaitu:
Perusahaan Factoring (factoring company), atau disebut dengan factor sebagai suatu badan
usaha yang melakukan kegiatan lembaga pembiayaan dengan bentuk pembelian dan/atau
pengalihan serta pengurusan piutang atau tagihan jangka pendek perusahaan;
Perusahaan penjual piutang atau disebut klien (client), adalah perusahaan yang menjual
atau mengalihkan piutang atau tagihannya kepada factor;
Nasabah (customer), sebagai pihak yang berutang (debitur) kepada klien, dan piutang
tersebut oleh klien dijual atau dialihkan kepada factoring. Istilah klien (client) dan nasabah
(customer) dalam mekanisme anjak piutang memiliki pengertian yang sangat berbeda. Lain
halnya dengan bank yang memiliki nasabah atau customer, sedangkan perusahaan anjak
piutang hanya memiliki klien dalam hal ini supplier. Selanjutnya, klien yang memiliki
nasabah atau customer. Mekanisme anjak piutang ini sebenamya diawali dari adanya
transaksi jual beli barang atau jasa yang pembayarannya secara kredit.
b) Kegiatan factoring hanya berupa suatu kegiatan jual beli atau pengurusan piutang.
c) Piutang atau tagihan itu merupakan tagihan jangka pendek dan berasal dari transaksi
perdagangan, dan umumnya mempunyai ciri-ciri di antaranya:
Piutang yang terdiri dari seluruh tagihan berdasarkan faktur-faktur dari perusahaan yang
belum jatuh tempo;
Piutang yang timbul dari surat-surat berharga yang belum jatuh tempo;
Piutang yang timbul dari suatu proses pengiriman barang.
Beberapa manfaat anjak piutang dalam peningkatan kemampuan usaha sebagai
berikut :
1) Menurunkan biaya produksi perusahaan.
2) Memberikan fasilitas pembiayaan dalam bentuk pembayaran di muka atau advanced
payment sehingga meningkatkan credit standing perusahaan klien.
3) Meningkatkan kemampuan bersaing perusahaan klien, karena klien dapat mengadakan
transaksi dagang secara bebas atas dasar open account baik perdagangan dalam maupun luar
negeri.
4) Meningkatkan kemampuan klien memperoleh laba melalui peningkatan perputaran modal
kerja.
5) Menghilangkan ancaman kerugian akibat terjadinya kredit macet. Risiko kredit macet
dapat diambil alih oleh perusahaan anjak piutang.
6) Mempercepat proses pertumbuhan ekonomi.

3. Usaha Kartu Kredit


Menurut Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009, Usaha Kartu Kredit adalah kegiatan
pembiayaan untuk pembelian barang dan/atau jasa dengan menggunakan kartu kredit,
Sedangkan pengertian kartu kredit sendiri menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor
7/52/PBI/2005, Kartu Kredit adalah Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu yang
dapat digunakan untuk melakukan pembayaran atas kewajiban yang timbul dari suatu
kegiatan ekonomi, termasuk transaksi pembelanjaan dan/atau untuk melakukan penarikan
tunai dimana kewajiban pembayaran pemegang kartu dipenuhi terlebih dahulu oleh acquirer
atau penerbit, dan pemegang kartu berkewajiban melakukan pelunasan kewajiban
pembayaran tersebut pada waktu yang disepakati baik secara sekaligus (charge card) ataupun
secara angsuran.
Dasar Hukum Penggunaan kartu kredit di Indonesia
a) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan Nasional.
Penyelenggaraan kegiatan alat pembayaran dengan menggunakan kartu kredit didasarkan
pada ketentuan Pasal 6 huruf 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan. Pasal 6 huruf 1
Undang-Undang Perbankan menyatakan bahwa usaha kartu kredit merupakan salah satu
bentuk usaha yang dapat dilakukan oleh bank. Dengan demikian, Undnag-Undang Perbankan
dapat dijadikan dasar penyelenggaraan usaha kartu kredit sebagai alat pembayaran oleh bank.
Namun, Undang-Undang Perbankan tidak mengatur secara lebih rinci mengenai penerbitan
dan penggunaan kartu kredit sebagai alat pembayaran.
b) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1251/KMK. 013/1988 Tentang Ketentuan dan Tata
Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1251/KMK.
013/1988 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan (KMK
Lembaga Pembiayaan) mulai berlaku pada tanggal 20 Desember 1988. KMK Lembaga
Pembiayaan ini merupakan peraturan pelaksana dari Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun
1988 Tentang Lembaga Pembiayaan. Di dalam KMK Lembaga Pembiayaan ini dinyatakan
bahwa usaha kartu kredit merupakan salah satu bentuk usaha yang dapat dilaksanakan oleh
Lembaga Pembiayaan.
c) Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/52/PBI/2005 Tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat
Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu Tanggal 28 Desember 2005 yang diperbaharui
dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/8/PBI/2008. Peraturan Bank Indonesia Nomor
7/52/PBI/2005 Tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan
Kartu Tanggal 28 Desember 2005 (PBI APMK) merupakan peraturan dari Bank Indonesia
yang mengatur secara khusus mengenai penyelenggaraan kegiatan pembayaran dengan
menggunakan kartu kredit. Di dalam PBI APMK ini diatur mengenai proses pengajuan ijin
oleh Bank dan Lembaga selain bank untuk menjadi prinsipal, penerbit, maupun
sebagai acquirer. Selain itu PBI APMK ini juga mengatur mengenai penyelenggaraan dan
penghentian kegiatan alat pembayaran dengan menggunakan kartu dan pengawasan terhadap
penyelenggaraan kegiatan tersebut.
d) Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/11/PBI/2009 tanggal 13 April 2009 tentang
Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu.
e) Surat Edaran Bank Indonesia No.11/10/DASP tanggal 13 April 2009 perihal
Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu.
Manfaat Kartu Kredit bagi Pemegang Kartu Kredit (Card Holder)
Memberikan kemudahan dan kecepatan dalam melakukan transaksi transaksi berbelanja
tanpa perlu membawa uang tunai.
Terdapat berbagai penawaran menarik dari penerbit Kartu Kredit, antara lain point
rewards, diskon di pedagang (merchant), dan pembelian barang dengan bunga cicilan 0%.
Resiko Kartu Kredit
Walapun di satu sisi terdapat beberapa manfaat dari Kartu Kredit, tetapi di sisi lain terdapat
resiko yang perlu disikapi dengan kehati-hatian dari para penggunanya, seperti :
Resiko kartu digunakan oleh pihak lain, karena pengguna yang sah melakukan kelalaian
dalam penyimpanan kartu dan PIN. Apalagi untuk saat ini transaksi belanja dengan
menggunakan Kartu Kredit hanya memerlukan tanda tangan yang dapat saja dipalsukan oleh
pihak lain.
Resiko dikenakan biaya keterlambatan dan biaya bunga yang relatif tinggi karena
pemegang kartu tidak mampu membayar kewajibannya pada saat jatuh tempo, sehingga
pembayaran kewajiban baru dapat dilakukan sesudah jatuh tempo.

4. Pembiayaan Konsumen
Menurut Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009, Pembiayaan Konsumen (Consumers
Finance) adalah kegiatan pembiayaan untuk pengadaan barang berdasarkan kebutuhan
konsumen dengan pembayaran secara angsuran. Selain itu pengertian lainnya Pembiayaan
konsumen adalah suatu pinjaman atau kredit yang diberikan oleh suatu perusahaan kepada
debitur untuk pembelian barang dan jasa yang akan langsung dikonsumsikan oleh konsumen,
dan bukan untuk tujuan produksi atau distribusi. Perusahaan yang memberikan pembiayaan
diatas, disebut perusahaan pembiayaan konsumen (Customer Finance
Company). Berdasarkan definisi pembiayaan konsumen di atas, maka dapat dijelaskan
mengenai hal-hal yang menjadi dasar dari kegiatan pembiayaan konsumen, yaitu :
a) Pembiayaan konsumen adalah merupakan salah satu alternatif pembiayaan yang dapat
diberikan kepada konsumen.
b) Obyek pembiayaan dari usaha jasa pembiayaan konsumen adalah barang kebutuhan
konsumen, biasanya kendaraan bermotor, barang-barang kebutuhan rumah tangga ,
komputer, barang-barang elektronika, dan lain-lain.
c) Sistem pembayaran angsuran dilakukan secara angsuran/berkala,
biasanya dilakukan pembayaran setiap bulan dan di tagih langsung kepada konsumen.
d) Jangka waktu pengembalian bersifat fleksibel, tidak terikat dengan ketentuan seperti
financial lease (sewa guna usaha dengan hak opsi).
5. Perusahaan Modal Ventura
Menurut Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009, Perusahaan Modal Ventura (Venture
Capital Company) adalah badan usaha yang melakukan usaha pembiayaan/ penyertaan modal
ke dalam suatu Perusahaan yang menerima bantuan pembiayaan (Investee Company) /
Sebagai pasangan usahanya untuk jangka waktu tertentu dalam bentuk penyertaan saham,
penyertaan melalui pembelian obligasi konversi, dan/atau pembiayaan berdasarkan
pembagian atas hasil usaha. Investasi modal ventura ini biasanya memiliki suatu resiko yang
tinggi, meskipun resiko yang dihadapi tinggi, pihak modal ventura mengharapkan suatu
keuntungan yang tinggi pula dari penyertaan modalnya berupa capital gain atau
deviden. Kapitalis ventura atau dalam bahasa asing disebut venture capitalist (VC), adalah
seorang investor yang berinvestasi pada perusahaan modal ventura, dan Perusahaan yang
pembiayaannya dari modal ventura disebut Perusahaan Pasangan Usaha (PPU) atau investee
company. Dana ventura ini mengelola dana investasi dari pihak ketiga (investor) yang tujuan
utamanya untuk melakukan investasi pada perusahaan yang memiliki resiko tinggi sehingga
tidak memenuhi persyaratan standar sebagai perusahaan terbuka ataupun guna memperoleh
modal pinjaman dari perbankan. Investasi modal ventura ini dapat juga mencakup pemberian
bantuan manajerial dan teknikal. Kebanyakan dana ventura ini adalah berasal dari
sekelompok investor yang mapan keuangannya, bank investasi, dan institusi keuangan
lainnya yang melakukan pengumpulan dana ataupun kemitraan untuk tujuan investasi
tersebut. Penyertaan modal yang dilakukan oleh modal ventura ini kebanyakan dilakukan
terhadap perusahaan-perusahaan baru berdiri sehingga belum memiliki suatu riwayat
operasionil yang dapat menjadi catatan guna memperoleh suatu pinjaman. Sebagai bentuk
kewirausahaan, pemilik modal ventura biasanya memiliki hak suara sebagai penentu arah
kebijakan perusahaan sesuai dengan jumlah saham yang dimilikinya.
Dasar Hukum Modal Ventura
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 469/KMK.017/1995 tanggal 3 Oktober 1995
Tentang Pendirian dan Pembinaan Perusahaan Modal Ventura.
Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1995 tentang Pajak Penghasilan bagi Perusahaan
Modal Ventura.
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 227/KMK.01/1994 tanggal 9 Juni 1994 Tentang
Sektor-sektor Usaha Perusahaan Pasangan Usaha dari Perusahaan Modal Ventura.
Peraturan Pemerintah Nomor 62 tahun 1992 tentang sektor-sektor usaha Perusahaan
Pasangan Usaha (PPU) Perusahaan Modal Ventura.
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1251/KMK.013/1988 tanggal 20 Desember 1988
Tentang ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan.
Kepres Nomor 61 tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan.
Perpres Nomor 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan.
PMK Nomor 18/PMK.010/2012 tanggal 1 Februari 2012 tentang Perusahaan Modal
Ventura.
Tujuan Pendirian Modal Ventura
Secara garis besar maksud dan tujuan pendirian modal ventura antara lain sebagai berikut :
1) Untuk pengembangan suatu proyek tertentu, misalnya proyek penelitian, dimana proyek
ini biasanya tanpa memikirkan keuntungan semata, akan tetapi lebih bersifat pengembangan
ilmu pengetahuan.
2) Pengembangan suatu teknologi baru atau pengembangan produk baru. Pembiayaan
untuk usaha ini baru memperoleh keuntungan dalam jangka panjang.
3) Pengambilalihan kepemilikan suatu perusahaan. Tujuan pembiayaan dengan
mengambilalihkan kepemilikan usaha perusahaan lain lebih banyak diarahkan untuk mencari
keuntungan.
4) Kemitraan dalam rangka pengentasan kemiskinan dengan tujuan untuk membantu para
pengusaha lemah yang kekurangan modal , tetapi tidak punya jaminan materil sehingga sulit
memperoleh jaminan.
5) Ahli teknologi yang dilakukan ke perusahaan yang masih menggunakan teknologi lama
sehingga dapat meningkatkan kapasitas produksi dan mutu produknya.
6) Membantu perusahaan yang sedang kekurangan likuiditas.
7) Membantu pendirian perusahaan baru dimana tingkat resiko kerugiannya sangat besar.

Anda mungkin juga menyukai