A. TUJUAN
1. Mempelajari pengaruh suhu terhadap laju reaksi
2. Menghitung energi aktivasi (Ea) dengan menggunakan persamaan Arrhenius
B. DASAR TEORI
Energi aktivasi adalah energi minimum yang dibutuhkan oleh suatu reaksi kimia
agar dapat berlangsung. Energi aktivasi memiliki simbol Ea dengan E menotasikan energi
dan a yang ditulis subscribe menotasikan aktivasi. Kata aktivasi memiliki makna bahwa
suatu reaksi kimia membutuhkan tambahan energi untuk dapat berlangsung.
Dalam reaksi eksoterm, energi yang diperlukan untuk memutuskan ikatan dan
sebagainya disuplai dari luar sistem. Pada reaksi eksoterm, yang membebaskan energi,
ternyata juga membutuhkan suplai energi dari luarbuntuk mengaktifkan reaksi tersebut.
Dalam kinetika, suatu reaksi berlangsung melalui beberapa tahap. Diawali dengan
tumbukan antar partikel reaktan. Setelah reaktan bertumbukan, maka akan terjadi
penyusunan ulang ikatan dalam senyawa reaktan menjadi susunan ikatan yang berbeda (
membentuk senyawa produk ). Dalam penyusunan ini, akan ada pemutusan ikatan dan
pembentukan ikatan yang baru, yang membutuhkan sejumlah energi. Ketika beberapa
ikatan reaktan putus dan beberapa ikatan baru terbentuk, tercapailah suatu keadaan dimana
dalam sistem terdapat sejumlah reaktan dan produk. Keadaan ini kita sebut sebagai transisi
kompleks.
Dalam keadaan transisi kompleks, memiliki campuran antara produk dan reaktan
yang cenderung kurang stabil, karena produk yang terbentuk dapat membentuk reaktan
kembali. Keadaan ini memiliki energi yang cukup tinggi, karena sistem tidak stabil.
Proses untuk mencapai keadaan transisi kompleks membutuhkan energi yang
disuplai dari luar sistem. Energi inilah yang disebut dengan energi aktivasi. Pada reaksi
endoterm ataupun eksoterm, keduanya memiliki energi aktivasi yang positif, karena
keadaan transisi kompleks memiliki tingkat energi yang lebih tinggi dari reaktan.
Pada tahun 1889 Arrhenius mengusulkan sebuah persamaan empirik yang
menggambarkan pengaruh suhu terhadap konstanta laju reaksi. Persamaan yang diusulkan
adalah :
Persamaan tersebut analog dengan persamaaan garis lurus, yang sering disimbolkan
dengan y = mx +c, maka hubungan antara energi aktivasi suhu dan laju reaksi dapat
dianalisis dalam bentuk grafik ln k vs 1/T dengan gradien (Ea/RT) dan intersep ln A.
Jika suatu reaksi memiliki reaktan dengan konsentrasi awal adalah a, dan pada
konsentrasi pada waktu t adalah a-x, maka dapat ditulis dalam persamaan
Rata
Waktu 1/T
Rerata Suhu K rata K ln K
t= ...dt campuran
Suhu
308 35 8 0,0125 -4,38203 0,00324675
304 31 10 0,01 -4,60517 0,00328947
298,5 25,5 11 0,009090909 -4,70048 0,00335008
293,5 20,5 13 0,007692308 -4,86753 0,00340716
289 16 14 0,007142857 -4,94164 0,00346021
F. HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari persamaan
maka gradiennya m= -Ea/R = -2515
Ea = -(m x R) = -(-2515 x 8,314) = 20909,71 J/mol = 20,909 kJ/mol
Intersep = lnA = 3,7277
A = 41,5833
Energi aktivasi dapat ditentukan dengan mengolah data dari grafik hubungan 1/T
dan ln k berdasar persamaan Arrhenius yang didapat dar dasar teori. Maka praktikan dapat
melakukan percobaan berulang dengan mengukur ln k reaksi dari temperatur yang
bervariasi untuk memperoleh data yang akan diolah dalam persamaan tersebut.
Reaksi yang terjadi :
2H2O2 2H2O + O2
I2 + 2S2O32- 2I- + S4O62-
2H2O2 + 2I- + S4O62- I2 + 2H2S2O3 + O2
Reaksi yang diukur adalah reaksi hidrogen peroksida dengan ion iodida. Dalam hal
ini, hidrogen peroksida dicampurkan bersamaan dengan iodide, ion tiosulfat dan amilum.
Ion iodide dan hidrogen peroksida akan bereaksi membentuk gas I2, gas tersebut
akan bereaksi kembali dengan ion tiosulfat membentuk kembali ion iodide. Namun, dalam
reaksi ini, tidak akan ada yodium yang dibebaskan sampai semua ion tiosulfat habis
bereaksi. Dengan tambahan amilum, ion iodide yang terbentuk kembali akan bereaksi
dengan amilum dan menghasilkan warna biru pada larutan. Amilum yang digunakan
haruslah amilum yang baru dibuat, karena amilum yang telah lama dibuat memiliki
kemungkinan perubahan struktur karena pengaruh luar.
Perubahan warna yang terjadi akan semakin cepat apabila reaksi berlangsung pada
tempera tur yang lebih tinggi. Pada temperatur yang lebih tinggi, ion-ion pereaksi akan
memiliki energi kinetik yang lebih besar. Berdasarkan teori tumbukan, energi kinetik yang
lebih besar akan membuat tumbukan antar partikel akan menjadi lebih sering, sehingga
reaksi akan lebih cepat berlangsung.
Berdasarkan grafik diatas diketahui bahwa grafik yang menunjukkan hubungan
konstanta laju reaksi dan suhu tidak berbentuk garis lurus atau linear. Pada perubaan suhu
yang kecil, faktor frekuensi cenderung konstan. Tetapi pada suhu yang lebih tinggi, faktor
frekuansi pengaruhnya cukup signifikan. Hal inilah yang menyebabkan laju reaksi,
persamaan Arrhenius tidak membentuk garis linear.
J. Lampiran
1. Perhitungan
mgrek H2O2 = M . V . val
= 0,04 x 5 x 2 = 0,4 mgrek
mgrek KI = M . V . val
= 0,1 x 10 x 1 = 1 mgrek
mgrek Na2S2O3 = M . V . val
= 0,001 x 1 x 1 = 0,001 mgrek (pereaksi pembatas)
Mgrek H2O2 bereaksi = mgrek Na2S2O3
2. Menghitung 1/T
4. Menghitung Ea
m= -Ea/R
Intersep = ln A = 3,7277
A = 41,58335637