Minyak atsiri merupakan minyak mudah menguap, atau minyak terbang merupakan
campuran senyawa yang berwujud cairan atau padatan yang memiliki komposisi maupun titik
didih yang beragam, penyulingan dapat didefinisikan sebagai proses pemisahan komponen-
komponen suatu campuran yang terdiri atas dua cairan atau lebih berdasarkan perbedaan tekanan
uap atau berdasarkan perbedaan titik didih komponen-komponen senyawa tersebut
(Sastrohamidjojo, 2004).
Sering timbul pertanyaan mengapa minyak atsiri dari satu tumbuhan memiliki aroma yang
berbeda dengan minyak atsiri dari tumbuhan lainnya. Bahkan kebanyakan minyak atsiri memiliki
aroma sangat spesifik. Hal ini tidak lain karena setiap minyak atsiri memiliki komponen kimia
yang berbeda. Komposisi atau kandungan masing-masing komponen kimia tersebut adalah hal
yang paling mendasar dalam menentukan aroma maupun kegunaannya sebagai bahan kosmetik,
obat, dll. Jadi, penentuan komposisi masing-masing komponen tersebut merupakan hal yang
sangat penting dalam menentukan kegunaannya, kualitas, ataupun mutu dari suatu minyak atsiri (
Agusta, 2000).
Kegunaan minyak atsiri sangat luas dan spesifik, khususnya dalam berbagai bidang
industri. Banyak contoh kegunaan minyak atsiri, antara lain dalam industri kosmetik (sabun, pasta
gigi, sampo, lotion). Dalam industry makanan digunakan sebagai bahan penyedap atau
penambahan cita rasa. Dalam industri parfum sebagai pewangi dalam berbagai produk minyak
wangi, dalam industri farmasi atau obat-obatan (antinyeri, antiinfeksi, pembunuh bakteri). Dalam
industri bahan pengawet, bahkan digunakan pula sebagai insektisida. Oleh karena itu, tidak heran
jika minyak atsiri banyak diburu berbagai negara (Lutony, 1994).
Komponen kimia minyak atsiri banyak jenisnya tetapi biasanya tidak melebihi 300
senyawa, yang menentukan aroma minyak atsiri biasanya komponen yang persentasenya tinggi.
Karena berbagai jenis komponen minyak atsiri menyebabkan bau, aroma, dan berguna sebagai
obat, maka klasifikasi kimia minyak atsiri harus didasarkan pada komponen yang paling dominan
dalam menentukan sifat minyak tersebut.
Jika minyak atsiri memiliki kandungan hidrokarbon tidak beroksigen dalam jumlah besar
dan stearoptena dalam porsi kecil, maka kegunaannya sebagai pemberi bau yang spesifik atau
perancah (flavoring), sedangkan jika minyak atsiri mengandung lebih banyak senyawa dari
golongan hidrokarbon, alkohol, keton, fenol, ester dari fenol, oksida, dan ester, lebih
memungkinkan untuk digunakan sebagai obat, karena secara teori diketahui bahwa semua
senyawa itu memiliki gugus aktif yang berfungsi melawan suatu jenis penyakit. Oleoptena
merupakan bagian hidrokarbon didalam minyak atsiri dan berwujud cairan, sedangkan stearoptena
adalah senyawa hidrokarbon teroksigenasi yang umumnya berwujud padat (Agusta, 2000).
Pada minyak atsiri yang bagian utamanya terpenoid, biasanya terpenoid itu terdapat pada
fraksi minyak atsiri yang tersuling uap. Zat inilah penyebab wangi, harum atau bau yang khas pada
banyak tumbuhan. Secara ekonomi senyawa tersebut penting sebagai dasar wewangian alam dan
juga untuk rempah rempah serta sebagai senyawa citarasa dalam industri makanan.
Klasifikasi Terpenoid
Monoterpen Sesquiterpen
Asiklik Ocimene, Myrcene, Asiklik Farnesol, Nerolidol
Geranial, Neral,
Geraniol, Nerol,
Linalool
Monosiklik Limonene, Menthol, Monosiklik -Bisabolene
Phellandral,
Perillaldehyde,
-Terpinene,
-Phellandrene,
-Terpineol, Carvone
Bisiklik -Thujene, Sabinol, Bisiklik -Cyperone,
Carone, Myrtenol, -Selinene
Camphor, Camphene
Harborne, 1973
Minyak atsiri diklasifikan berdasarkan komponen utama yang terdapat dalam presentasi
yang paling tinggi dan merupakan isi yang penting untuk penggunaan dalam farmasi. Klasifikasi
minyak atsiri antara lain: Minyak atsiri hidrokarbon, alkohol, fenol, eter fenolik, oksida, dan ester.
Sifat kimia
1. Bilangan Asam Bilangan asam pada minyak atsiri menandakan adanya kandungan asam
organik pada minyak tersebut. Asam organik pada minyak atsiri bisa terdapat secara
alamiah. Nilai bilangan asam dapat digunakan untuk menentukan kualitas minyak
(Kataren, 1985)
2. Bilangan Ester Bilang ester merupakan banyaknya jumlah alkali yang diperlukan untuk
penyabunan ester. Adanya bilangan ester pada minyak dapat menandakan bahwa minyak
tersebut mempunyai aroma yang baik. Minyak atsiri yang kita kenal selama ini, memiliki
sifat mudah menguap dan mudah teroksidasi. Hal itulah yang menyebabkan perubahan
secara fisika maupun kimia pada minyak atsiri. Perubahan sifat kimia minyak atsiri dapat
terjadi saat :
1) Penyimpanan bahan
Penyimpanan bahan sebelum dilakukan pengecilan ukuran bahan mempengaruhi
jumlah minyak atsiri, terutama dengan adanya penguapan secara bertahap yang
sebagian besar disebabkan oleh udara yang bersuhu cukup tinggi. Oleh karena itu,
bahan disimpan pada udara kering bersuhu rendah.
2) Proses ekstraksi
Proses ekstraksi dibagi menjadi beberapa proses, yaitu:
1) Proses ekstraksi: perubahan sifat kimia dapat disebabkan karena suhu
ekstraksi terlalu tinggi.
2) Proses distilasi: perubahan sifat kimia pada proses ini terutama disebabkan
karena adanya air, uap air, dan suhu tinggi.
3) Proses pengepresan: perubahan sifat kimia pada proses ini terutama
disebabkan karena minyak atsiri berkontak dengan udara.
Komponen minyak atsiri dalam tumbuhan terdapat dalam jumlah yang sangat kecil,
sehingga diperlukan bahan awal yang besar jumlahnya untuk memperoleh minyak atsiri yang
memadai jumlahnya untuk diteliti. Ada beberapa metode untuk mendapatkan minyak atsiri antara
lain :
4) Distilas Vakum
Destilasi atau penyulingan adalah suatu metode pemisahan bahan kimia
berdasarkan perbedaan kecepatan atau kemudahan menguap (volatilitas)
bahan. Penyulingan yaitu mencampurkan zat lalu didihkan sehingga menguap
dan uap ini kemudian didinginkan kembali ke dalam bentuk cairan. Zat yang
memiliki titik didih lebih rendah akan menguap lebih dulu. Metode ini merupakan
termasuk unit operasi kimia jenis perpindahan massa. Penerapan proses ini
didasarkan pada teori bahwa pada suatu larutan, masing-masing komponen
akan menguap pada titik didihnya.
Jika dibandingkan dengan mutu minyak bunga hasil penyulingan, maka minyak
hasil ekstraksi dengan menggunakan pelarut lebih mendekati aroma bunga alamiah, namun
demikian metode ini juga mempunyai kelemahan yaitu kesulitan penghilang residu pelarut
dari ekstrak (Pino, dkk, 1997).
4. Ekstraksi dengan Karbon Dioksida ( CO2 ) Superkritis
Ekstraksi dengan karbon dioksida superkritis pada prinsipnya didasarkan pada
kelarutan senyawa-senyawa aromatik dari bahan nabati dalam CO2. Bahan nabati dan CO2
dimasukkan kedalam ekstraktor berupa labu yang diberi tekanan dan temperatur yang telah
diatur, kemudian CO2 dipompa kedalam separator pada tekanan dan temperatur yang
rendah, yang kemudian masuk kedalam tangki ekstraksi. Kelebihan CO2 dimurnikan
kembali didalam bejana terisi arang (charcoal trap). Keuntungan dari metode ini adalah
tidak menggunakan pelarut yang beracun, biaya murah, mampu mengisolasi senyawa
termolabil tanpa diikuti denaturasi karena dilakukan pada temperatur rendah, juga
kemungkinan untuk memperoleh produk baru dengan komposisi yang biasanya diperoleh
dengan teknik distilasi (Pino, dkk, 1997). Namun demikian metode ini juga mempunyai
kekurangan yaitu dalam hal penentuan kondisi untuk ekstraksi dari minyak atsiri dari
tumbuhan tertentu (Boelens dan Boelens, 1997).
Tanaman penghasil minyak atsiri diperkirakan berjumlah 150 200 spesies tanaman yang
termasuk famili Pinaceae, Labiateae, Compositae, Lauraceae, Myrtaceae, dan Umbelliferaceae.
Minyak atsiri dapat bersumber pada setiap bagian tanaman yaitu dari daun, bunga, buah, biji,
batang atau kulit dan akar atau rhizome.