Anda di halaman 1dari 8

Kualitas Hidup Pasien Pascaintervensi Koroner Perkutan

Remita Ully Hutagalung1, F. Sri Susilaningsih2, Ai Mardiyah2


1
Fakultas Keperawatan Dirgahayu Samarinda, 2Fakultas Keperawatan Universitas Padjadjaran
E-mail: itanauli@yahoo.ca

Abstrak

Penyakit jantung koroner adalah penyakit yang dapat mengancam kehidupan seseorang. Pelaksanaan tindakan
non bedah intervensi koroner perkutan pasien masih memiliki risiko terjadinya serangan berulang, stenosis dan
ancaman kematian. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi kualitas hidup pasien pascatindakan intervensi
koroner perkutan. Desain penelitian ini adalah potong lintang. Pengambilan sampel secara consecutive sampling
didapatkan 50 responden yaitu pasien yang sedang kontrol pascaintervensi coroner per kutan di Poliklinik Spesialis
Jantung RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung, penelitian ini dilakukan pada 1-14 November 2013. Kualitas hidup
diukur dengan instrumen WHOQOL-BREF dengan empat domain kualitas hidup yaitu domain fisik, psikologis,
sosial, dan lingkungan. Analisis menggunakan statistik deskripsi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden
memiliki kualitas hidup baik sebesar 50%. Perawat memiliki peran dalam membantu pasien mencapai kualitas
hidup yang optimal, diantaranya melalui peningkatan efikasi diri pasien melalui pendampingan dan pemberian
informasi dalam usaha mencapai kualitas hidup.

Kata kunci: Intervensi koroner perkutan, kualitas hidup, WHOQOL-BREF.

The Quality of Life of Patient with Post Percutaneous Coronary


Intervention

Abstract

Coronary heart disease is a disease that can threaten persons life, and can lead to the change of the quality of life.
This coronary heart disease can be solved with non-surgical called percutaneous coronary intervention. This action
will be normalized the quality of perfusion in the coronary arteries, which would certainly have an impact on the
quality of life of patients. The research objective was to observe the patient of quality of life after treatment on
intervention percutaneous coronary. The research design was cross sectional. There were 50 respondents taken
by consecutive sampling. Data were collected in outpatient room in RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung, who have
came with treatment routine schedule after percutaneous coronary intervention during November 1st14th 2013.
The questionnaire use WHOQOL-BREF format with 26 questions that consisting of 4 domains of quality of life:
physical domain, psychological domain, social domain, and environment domain. Majority of patients were male
(74 %), with the range of age mostly 56-66 years ( 34 % ), married ( 96 % ), college education was the highest ( 66
% ), the majority had not a primary job like as housewife , retired, student, etc. ( 26 % ). Data were collected using
the questionnaire WHOQOL BREF. The result have shown that rates of quality of life was good ( 50 % ) and
health condition after percutaneous coronary intervention neither satisfied nor dissatisfied ( 44 % ). Nurses have a
role in helping patients achieve optimal quality of life like giving information to patient correctly

Key words: Percutaneous coronary intervention, quality of life, WHOQOL BREF.

10 Volume 2 Nomor 1 April 2014


Remita Ully Hutagalung: Kualitas Hidup Pasien Pascaintervensi Koroner Perkutan

Pendahuluan penyakit kritis karena pasien berada dalam


kondisi adanya ancaman kematian.
Profil Kesehatan Indonesia pada tahun 2008 Penanganan nonbedah untuk mengatasi
menunjukan adanya pergeseran pola penyakit PJK adalah dengan pemberian terapi
di Indonesia dalam 12 tahun terakhir (1995- fibrinolitik dan tindakan intervensi koroner
2007). Proporsi penyakit menular menurun perkutan (IKP). Penelitian yang lainnya
dari 44% menjadi 28%, sedangkan proporsi menyebutkan bahwa penanganan dengan
penyakit tidak menular yang termasuk di terapi fibrinolitik merupakan cara tercepat
dalamnya adalah penyakit jantung koroner untuk mengatasi aterosklerotik pada pasien
(PJK) mengalami peningkatan dari 42% penyakit PJK sebelum dilakukan tindakan
menjadi 60%. Data penyakit penyebab lebih lanjut, akan tetapi publikasi ilmiah yang
kematian menurut golongan sebab akibat lain menyatakan bahwa tindakan intervensi
di rumah sakit di Indonesia pada tahun koroner perkutan adalah penanganan terbaik
2007 adalah penyakit pada sistem sirkulasi bagi pasien yang mengalami serangan jantung
darah termasuk penyakit jantung koroner dengan ST elevasi yang sering dialami
yang berada di urutan pertama. Gambaran pasien jantung koroner. Perbandingan angka
profil kesehatan Indonesia ini mendukung keberhasilan tindakan terapi fibrinolitik dan
pernyataan yang telah dikeluarkan WHO IKP berdasarkan hasil penelitian melalui
(Depkes RI, 2009). Gusto II menyatakan bahwa risiko terjadinya
Penyakit jantung koroner adalah penyakit kematian dan serangan jantung berulang
jantung yang disebabkan oleh adanya setelah dilakukan intervensi koroner
penyempitan pembuluh darah arteri koroner perkutan sebesar 9,6%. Perbandingan antara
akibat proses aterosklerosis atau spasme fibrinolitik dan IKP menunjukan bahwa terapi
atau keduanya. Penyakit jantung koroner fibrinolitik memeliki angka kematian dan
menyebabkan masalah pada organ jantung serangan jantung berulang sebesar 13,7%.
dan terutama di bagian pembuluh darah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa intervensi
Sindrom koroner akut (SKA) merupakan koroner perkutan dapat menurunkan risiko
penyakit jantung koroner serius yang kematian dan serangan berulang (Keeley &
mengancam kehidupan karena dapat Hillis, 2007).
menyebabkan kematian secara mendadak Intervensi koroner perkutan adalah
(Depkes RI, 2009). terminologi yang sering digunakan untuk
Penyakit jantung koroner pada tahun 2008 menerangkan berbagai prosedur yang secara
telah menyebabkan kematian sebanyak 17,3 mekanik berfungsi untuk meningkatkan aliran
juta orang ( 30%). Diperkirakan pada tahun ke miokard. PJK adalah kondisi penyakit
2030, sebanyak 23,3 juta penduduk dunia dimana terganggunya perfusi ke miokard.
akan meninggal akibat berbagai penyakit Tindakan intervensi koroner perkutan telah
kardiovaskular (WHO, 2013). Jumlah hasil menjadi solusi dibandingkan tindakan
penelitian ini akan terus meningkat di daerah pembedahan seperti CABG (Coronary Artery
Asia, termasuk Indonesia (Sasayama, 2013 ). Bypass Graft), karena intervensi koroner
Masalah utama dari PJK adalah terjadinya perkutan adalah intervensi tanpa melakukan
penyempitan di pembuluh darah yang terjadi tindakan pembedahan. Intervensi koroner
akibat proses aterosklerosis atau spasme arteri perkutan juga dapat digunakan sebagai alat
atau keduanya. Aterosklerostik terjadi akibat prosedur diagnostik inpassive dimana satu
adanya timbunan kolesterol dan jaringan atau lebih kateter dimasukkan ke jantung dan
ikat pada dinding pembuluh darah secara pembuluh darah tertentu untuk mengukur
perlahan-lahan (Price & Wilson, 2010). tekanan dalam berbagai kamar jantung dan
Kondisi tersebut menyebabkan miokard atau untuk menentukan saturasi oksigen dalam
otot jantung tidak mendapatkan suplai oksigen darah (Smeltzer & Bare, 2002). Jenis IKP
dan darah, maka perburukan mengarah dari atau tindakan kateterisasi jantung koroner
iskemia sampai dengan kematian jaringan pada pasien jantung meliputi angiografi
di jantung (Corwin, 2008). Penyakit jantung koroner dan IKP (Huynh, dkk., 2009).
koroner tersebut dikategorikan sebagai Kehadiran IKP dinilai merupakan tindakan

Volume 2 Nomor 1 April 2014 11


Remita Ully Hutagalung: Kualitas Hidup Pasien Pascaintervensi Koroner Perkutan

yang efektif untuk mengatasi masalah yang terkait dengan nilai-nilai yang mereka
pada pembuluh darah koroner. Intervensi pahami sebagai keyakinan. Kualitas hidup
koroner perkutan adalah tindakan intervensi merupakan rasa kesejahteraan setiap orang
jantung yang paling sering digunakan terkait dengan kehidupannnya. Kualitas hidup
sebagai intervensi untuk mengatasi masalah pasien yang optimal menjadi isu penting
pembuluh darah (Zhao, 2008). Intervensi yang harus diperhatikan dalam memberikan
koroner perkutan merupakan suatu tindakan pelayanan keperawatan yang komprehensif
angioplasty (dengan atau tanpa pemberian (Ibrahim, 2009).
stent) yang bertujuan untuk membuka
pembuluh darah koroner yang bermasalah
yang dapat menimbulkan infark, diikuti atau Metode Penelitian
tanpa ST elevasi (Keeley & Hillis, 2007).
Menurut Turkish society of Cardiology Penelitian ini menggunakan metode deskriptif
pada tahun 2007, bentuk-bentuk IKP terdiri dan penentuan sampel diambil dengan teknik
dari percutaneous transluminal coronary non probability sampling. Responden yang
angioplasty (PTCA), percutaneous coronary menjadi sampel adalah pasien pascaintervensi
atherectomy percutaneous coronary laser koroner perkutan yang datang ke poliklinik
angioplasty, placement of percutaneous spesialis jantung RSUP Dr. Hasan Sadikin
coronary stent, dan brachytherapy. koroner Bandung pada Bulan November 2013
perkutan bertujuan untuk meningkatkan berjumlah 50 orang. Karekteristik yang
harapan hidup dan kualitas hidup pasien, dikaji meliputi jenis kelamin, usia, pekerjaan,
tetapi ternyata beberapa literatur dan hasil pendidikan, status pernikahan, dan lama
penelitian menunjukkan bahwa IKP masih waktu pasca-IKP. Kualitas hidup dikaji
meninggalkan beberapa masalah yang terkait melalui kuesioner WHOQOL-BREF yang
dalam kualitas hidup pasien, diantaranya berisi 26 pertanyaan terdiri dari domain fisik,
depresi dan cemas (Zhao, 2008; Rachmayanti, psikologis, sosial, dan lingkungan. Data
2013), peningkatan mortalitas oleh karena dianalisis secara deskriptif dan disajikan
adanya restenosis (Gunal, dkk., 2008; dalam bentuk tabulasi (Skevington, Lotfy, &
Moonen, Vant Veer, & Pijls, 2010), mudah OConnell, 2004).
letih, irritable, ekshausi, disfungsi seksual
(Blankenship, dkk., 2012), embolisasi,
dan peningkatan penggunaan beta bloker. Hasil Penelitian
Belum ada hasil penelitian yang secara jelas
menyatakan bahwa IKP dapat memberikan Rentang waktu pasca-IKP menunjukkan hasil
perbaikan terhadap kualitas hidup pasien yang bervariasi. Keseluruhan pasien berasal
secara optimal (Weintraub, dkk., 2008). dari Provinsi Jawa Barat. Distribusi pasien
Konsep kualitas hidup yang didefinisikan berdasarkan jenis kelamin didapatkan pasien
oleh World Health Organization (WHO) laki-laki lebih banyak (74%) dibanding pasien
melalui WHOQOL (World Health Organization perempuan (26%). Usia paling banyak pada
Quality of Life) adalah sebagai persepsi rentang 5665 tahun (34%). Status pernikahan
individu tentang keberadaannya dalam hidup mayoritas menikah (96%). Pendidikan formal
yang terkait dengan budaya dan sistem nilai sampai dengan perguruan tinggi terbanyak
di lingkungan dia berada dalam hubungannya (66%). Penilaian kualitas hidup mayoritas
dengan tujuan, harapan, standar, dan hal hal pasien mengalami kualitas rendah di domain
menarik lainnya (Lucas, 2012). Kualitas sosial (70%) dan lingkungan (70%). Pasien
hidup dipengaruhi oleh persepsi individu pasca-IKP menyatakan bahwa kualitas hidup
mengenai keadaan mereka dalam kehidupan mereka baik ( 25%) dengan status kesehatan
dalam konteks budaya dan sistem nilai biasa saja ( 22%).
dimana mereka hidup. Pemahaman ini
berhubungan dengan tujuan hidup, harapan,
dan standar yang menjadi keyakinan individu Pembahasan
itu sendiri (Lucas, 2012). Kualitas hidup
adalah pengalaman unik setiap individu Hasil penelitian ini menunjukkan jenis

12 Volume 2 Nomor 1 April 2014


Remita Ully Hutagalung: Kualitas Hidup Pasien Pascaintervensi Koroner Perkutan

kelamin pasca-IKP yang datang kontrol pada Tindakan IKP adalah tindakan yang ditujukan
tanggal 1-14 November 2013 lebih banyak untuk memperbaiki aliran pembuluh darah
laki-laki dari pada pasien perempuan. arteri koroner pada pasien dengan PJK
Tabel 1 Karekteristik Pasien Pasca-IKP di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung
Keterangan Jumlah (%)
Jenis Kelamin
Laki laki 37 (74)
Perempuan 13 (26)
Usia
1725 tahun 1 (2)
2635 tahun 2 (4)
3645 tahun 4 (8)
4655 tahun 15 (30)
5665 tahun 17 (34)
66 tahun 11 (22)
Status Menikah
Menikah 48 (96)
Tidak menikah 2 (4)
Pendidikan
SD 2 (4)
SLTP 2 (4)
SLTA 13 (26)
Perguruan tinggi 33 (66)
Pekerjaan
Bekerja 24 (48)
Tidak bekerja 26 (52)
Lama Waktu pasca-IKP
1 tahun 25 (50)
1 tahun 25 (50)
Kualitas Hidup menurut Responden Pasca-IKP
Buruk 4 (8)
Biasa biasa saja 16 (32)
Baik 25 (50)
Sangat baik 5 (10)
Kepuasan terhadap Kesehatan Pasca-IKP
Tidak memuaskan 9 (18)
Biasa biasa saja 22 (44)
Memuaskan 15 (30)
Sangat Memuaskan 4 (8)
Kualitas hidup fisik
Rendah 18 (36)
Tinggi 32 (64)

Volume 2 Nomor 1 April 2014 13


Remita Ully Hutagalung: Kualitas Hidup Pasien Pascaintervensi Koroner Perkutan

Keterangan Jumlah (%)


Kualitas Hidup Psikologis
Rendah 24 (48)
Tinggi 26 (52)
Kualitas Hidup Sosial
Rendah 35 (70)
Tinggi 15 (30)
Kualitas Hidup Lingkungan
Rendah 35 (70)
Tinggi 15 (30)

(Turkish Society of Cardiologi, 2007). Steigelman (2006) yang menyatakan rentang


Penelitian yang lainnya menyatakan laki-laki usia risiko mengalami PJK adalah 3664
berpotensi besar untuk mengalami penyakit tahun. Rata-rata usia pasien di Amerika
jantung (Huynh, dkk., 2009; NHLBI, 2012; yang mengalami aterosklerotik berada pada
World Heart Federation, 2014). Pernyataan rentang 54-72 tahun dan 75% adalah laki laki
tersebut didukung dengan teori bahwa (Espinola dkk, 2001).
wanita mempunyai risiko yang lebih rendah Status perkawinan dalam penelitian
mengalami PJK sebelum masa menopause, ini menghasilkan data jumlah responden
karena adanya kerja hormon estrogen yang terbesar memiliki status menikah (96%).
meningkatkan kerja HDL dan menekan kerja Pernikahan dapat meningkatkan support
LDL (lemak jahat). Perubahan nilai HDL dan system untuk meningkatkan kualitas hidup
LDL merupakan lemak yang berkontribusi pasien. Penelitian yang dilakukan Panthee,
dalam terjadinya penyakit gangguan pada dan Kritpracha (2011) menyatakan bahwa
pembuluh darah (Guyton & Hall, 2000). individu yang tidak memiliki pasangan
Pembuluh darah koroner akan mengalami menunjukkan kecemasan yang lebih besar
gangguan elastisitas (terjadinya spasme dibandingkan yang memiliki pasangan.
karena aterosklerotik) jika mengalami Kecemasan merupakan faktor risiko terjadinya
kondisi seperti adanya aterosklerotis, diabetes penyakit jantung dan memengaruhi kualitas
melitus, hiperkolesterol, dan hipertensi. hidup secara psikologis (Rachmayanti,
Kondisi tersebut menyebabkan penurunan 2013). Adanya masalah pada pembuluh
aliran darah ke jantung dan akhirnya darah koroner dan masalah psikologis akibat
memperberat kondisi kerja jantung (Smeltzer kecemasan akan memengaruhi kualitas
& Bare, 2002). aktivitas hubungan seksual pada individu
Rentang usia 5666 tahun adalah jumlah yang menikah (Panthee & Kritpracha, 2011).
terbesar pasien pasca-IKP dalam penelitian Penelitian ini mendapatkan data mengenai
ini. Rentang usia ini adalah rentang usia jenjang pendidikan tertinggi yaitu berada
yang dikategorikan lanjut usia. Lanjut pada tingkat perguruan tinggi (66%). Hasil
usia merupakan usia yang memiliki risiko penelitian tersebut berbeda dengan hasil
mengalami masalah pada pembuluh darah. penelitian yang dilakukan Chan, Chau, dan
Sejalan dengan penelitian yang dilakukan Chang (2005) bahwa jenjang pendidikan
oleh Chan, Chau dan Chang (2005) bahwa terbanyak dalam penelitian mereka adalah
rata rata usia mengalami jantung koroner pendidikan dasar. Jenjang pendidikan tidak
adalah pada usia 3387 tahun. Sejalan menjadi kontribusi dalam risiko PJK, namun
dengan penelitian Baas (2004) rentang usia akan memengaruhi pengetahuan dan perilaku
yang mengalami masalah di pembuluh darah dalam kesehatan. Semakin tinggi jenjang
koroner adalah 3681 tahun. Hasil penelitian pendidikan akan memengaruhi jenis
yang berbeda terdapat pada penelitian. pekerjaan dan memengaruhi gaya hidup

14 Volume 2 Nomor 1 April 2014


Remita Ully Hutagalung: Kualitas Hidup Pasien Pasca Intervensi Koroner Perkutan

individu dan kemampuan untuk mengelola adanya penyakit lain yang menyertai. Faktor
diri sesuai dengan pengetahuan yang didapat lain yang memengaruhi kualitas hidup adalah
(Rochmayanti, 2013). lingkungan dan kesehatan sosial. Penelitian
Karakterisitik pekerjaan dalam penelitian yang lain menyebutkan bahwa terjadi
ini, sebagian besar (26%) memiliki peningkatan masalah sosial pada pasien
pekerjaan. Hasil penelitian ini sejalan dengan pascaintervensi jantung, dimana mereka
penelitian yang dilakukan oleh National tidak mendapatkan pendampingan walaupun
Heart, Lung, and Blood (2012) dimana dalam telah mendapatkan perbaikan fisik melalui
penelitiannya responden terbesar memiliki IKP dan adanya masalah fungsi sosial yang
pekerjaan (45,5%). Pekerjaan sampai saat ini tidak tercapai (Gunal, dkk., 2008). Depresi
tidak memengaruhi risiko PJK, hal ini berarti dan masalah sosial masih terjadi pada pasien
memiliki pekerjaan atau tidak memiliki pasca-IKP pada dua minggu sampai dengan
pekerjaan bukan merupakan faktor terjadinya satu tahun pertama. Hal ini terjadi akibat
PJK. Kondisi memiliki pekerjaan dapat masih adanya ancaman serangan jantung
menggambarkan jenis dan jumlah aktivitas berulang, cemas, dan ketakutan (Wang, dkk.,
yang dilakukan yang akan memengaruhi 2013).
risiko PJK. Depresi yang dialami pasien pasti akan
Jumlah responden yang telah melewati memengaruhi fungsi sosial pasien pasca-
tindakan IKP lebih dari satu tahun dan kurang IKP. Jumlah penderita yang besar pasca-
dari satu tahun memiliki proporsi yang IKP akibat penyakit PJK yang berada di
sama (50%). Keadaan ini menggambarkan usia lanjut diakibatkan perubahan aliran
rentang waktu proses penerimaan pasien darah akibat penyempitan lumen ateri dan
terhadap perubahan kondisi pasca-IKP dan terjadinya penyumbatan aliran darah menuju
memengaruhi efikasi diri pasien dalam jantung. Sumbatan tersebut berlangsung
menjalani aktivitas sehari-hari yang berubah progresif dan tidak adekuatnya suplai darah
pasca-IKP terkait pengobatan, diet, dan sehingga menimbulkan iskemia pada sel otot
aktivitas. yang dibutuhkan dalam aktivitas kehidupan
Gambaran kualitas hidup pasien pasca- (Smeltzer & Bare, 2002). Pada penelitian
IKP dalam penelitian ini (25%) mengatakan ini, usia responden yang telah menjalani
baik dalam keadaan kesehatan, dan setelah IKP berada pada rentang usia 46-66 tahun.
IKP (22%) biasa-biasa saja. Penelitian di Data tersebut menunjukan usia lanjut juga
Finlandia tahun 1998 dalam Journal Nursing memengaruhi kualitas hidup pasien, semakin
Researcher didapatkan hasil bahwa kualitas lanjut usia maka akan semakin memengaruhi
hidup pasien Coronary Artery Disease yang kualitas hidup (Kristofferzon, Lofmark, &
menjalani IKP memiliki kualitas hidup Carlsson, 2005).
lebih baik setelah setahun dibandingkan
dengan pasien yang melakukan pengobatan
farmakologi saja (terapi fibrinolitik). Pada Simpulan
penelitian ini responden menyatakan terjadi
perbaikan kualitas hidup di setiap dimensi Hasil penelitian ini dapat disimpulkan
kualitas hidup sebanyak 30%. Penelitian bahwa kualitas hidup pasien pasca-IKP
tersebut sejalan dengan penelitian lain yang berada dalam rentang biasa-biasa saja.
menyebutkan IKP memperbaiki kualitas Intervensi keperawatan dibutuhkan untuk
hidup pada semua dimensi kualitas hidup mengembalikan kualitas hidup secara utuh
(Blankenship, dkk., 2012). dari segi mind dan spirit. Hasil penelitian ini
Domain kualitas hidup yang paling diharapkan dapat menjadi saran bagi perawat
bermasalah ditemukan data yang berada pada dalam meningkatkan peran dalam membantu
domain sosial rendah (70%) dan domain pasien mencapai kualitas hidup yang optimal.
lingkungan (70%). Penelitian ini sangat Hal ini dapat dilakukan melalui peningkatan
menunjang hasil penelitian di Finlandia, efikasi diri pasien melalui pendampingan dan
bahwa faktor yang memengaruhi kualitas pemberian informasi dalam usaha mencapai
hidup pasien antara lain depresi, cemas, dan kualitas hidup yang optimal.

Volume 2 Nomor 1 April 2014 15


Remita Ully Hutagalung: Kualitas Hidup Pasien Pascaintervensi Koroner Perkutan

Daftar Pustaka Elevation Myocardial Infarction: Bayesian


hierarchical meta analyses of randomized
Baas, T.A. (2004). Left main coronary artery : controlled trials and observasional
We are getting closer. Journal Catheterization studies. Journal of The American Heart
and Cardiovascular Interventions, 46, 482 Association, 119, 3101-3109. doi: 10.1161/
483. doi: 10.1002/ccd.20014. CIRCULATIONAHA.108.793745
Blankenship, J. C., Marshall, J. Pinto, S. Ibrahim, K. (2009). Kualitas hidup pasien
D., Lange, R. A., Bates, E. R., Holper, gagal ginjal yang menjalani hemodialisa.
E. M., ... Chambers, C. E. (2012). Effect Majalah Kedokteran Bandung 37(3).
percutaneous coronar intervention on quality
of life. Catheterization and Cardiovascular Keeley, E. C., & Hillis, L. D. (2007). Primary
Intervention. doi: 10.1002/ccd.24376. PCI for myocard infarction with ST-segment
elevation. New England Journal of Medicine,
Chan, D.S.K., Chau, J.P.C., & Chang, A. M. 356, (1), 47-54. doi: 10.1056/NEJMct063503.
(2005). Acute coronary syndromes: Cardiac
rehabilitation programmes and quality of Kamm-Steigelman, L., Kimble, L. P., Dunbar,
life. Journal of Advance Nursing, 49(6) S., Sowell, R. L., & Bairan, A. (2006).
:591-599.http://www.ncbi.nlm.nih.gov/ Religion, relationship and mental health in
pubmed/15737219 di unduh 11/1/2014. midlife women following acute myocardial
infarction. Issues in Mental Health Nursing,
Corwin, E. J. 2008. Buku saku patofisiologi. 27(2), 144-159. http://www.ncbi.nlm.nih.
Jakarta: EGC. gov/pubmed/16418076 di unduh 11/1/2014.
Depkes .(2005). Profil kesehatan Indonesia Kemenkes, R.I. (2010). Profil kesehatan
2004. Diakses dari http://bankdata.depkes. Indonesia 2009. Jakarta.
go.id/data%20intranet/ProfilKes/2004/
BAB%20III-final.pdf. Kristofferzon, M. L., Lofmark, R., &
Carlsson, M. (2005). Coping, social support
Espinola, C. K., Rupprecht, H. J., and quality of life over time after myocardial
Blankenberg, S., Bickel, C., Kopp, H., infarction. Journal of Advance Nursing, 52
Victor, A., ... Hafner, G. (2002). Impact of (2), 113-124. Diakses dari http://www.ncbi.
infectious burden on progression of carotid nlm.nih.gov/pubmed/16164472.
atherosklerosis stroke. Catheterization and
Cardiovascular Interventions (35) 2581-2586. Lucas, R. (2012). The WHO quality of
doi:10.1161/01/STR..0000034789.82859. Life (WHOQoL) questionnaire: Spanish
A4. development and validation studies. Quality
Life Resp, 21, 161165. doi.org/10.1017/
Gunal, A., Aengevaeren, H. R., Gehlmann, S1041610212001809.
J. E., Luijten, J. S., Bos & Verheugt, F. W. A.
(2008). Outcome and quality of life one year Lucas, R. (2012). The WHO quality of
after percutaneous coronary intervention Life (WHOQoL) questionnaire: Spanish
octogenerarians. Netherlands Heart Journal, development and validation studies. Quality
16, 117-123 http://www.ncbi.nlm.nih.gov/ Life Resp, 21, 161165. doi.org/10.1017/
pmc/articles/PMC2300464. S1041610212001809.
Guyton & Hall. (2000). Buku ajar fisiologi Moonen, L. A., Vant Veer, M., & Pijls, N. H.
kedokteran. Ed.9. Jakarta: EGC. J. (2010). Procedural and long term outcome
Huynh, T., Perron, S., OLoughlin J., of primary PCI in octogenarians .Netherlands
Joseph, L., Labrecque, M., Tu, J. V., & Heart Journal, 18 (3), 129-135. Diakses dari
Throux, P. (2009). Comparison of primary http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/
percutaneous coronary intervention PMC2848355/.
and fibrinolytic therapy in ST Segment

16 Volume 2 Nomor 1 April 2014


Remita Ully Hutagalung: Kualitas Hidup Pasien Pascaintervensi Koroner Perkutan

National Heart, Lung, and Blood. (2012). Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2002). Buku
Coronary heart disease. Diakses dari http:// ajar keperawatan medikal bedah Brunner &
www.nhlbi.nih.gov/health/public/heart/ Suddart. Jakarta: EGC.
other/chd_atglance.pdf[16/09/13].
Turkish Society of Cardiology. (2007).
NHLBI. (2012). Who is at risk coronary heart Nursing care guidelines in percutaneous
disease. Diakses dari http://www.nhlbi.nih. coronary and valvular interventions.
gov/health/health-topics/topics/cad/atrisk. Diakses dari http://www.tkd-online.org/
html. kilavuzlar/ulusal/TKD_NursingGuidelines_
Percutaneous.pdf.
Panthee, B., & Kritpracha, C. (2011). Review
anxiety and quality of life patient with Wang, Z. J., Guo, M., Si, T. M., Jiang, M. M.,
myocard infarction. Nurse Media Journal of Liu, S. M., Liu, Y. Y., ... Zhou, Y. J. (2013).
Nursing, 1(1), 105-115. Diakses dari http:// Association of depression with adverse
ejournal.undip.ac.id/index.php/medianers/ cardiovascular events after percutaneous
article/view/750. coronary intervention. Coronary artery
disease, 24(7), 589595.
Price, S., & Wilson, L. (2010). Patofisiologi
konsep klinik proses-proses Penyakit. Jakarta: Weintraub, W. S., Spertus, J.A., Kolm, P.,
EGC. Maron, D. J., Zhang, Z., Jurkovitz, C., ...
Boden, W. E. (2008). Effect of PCI on quality
Rachmayanti, R. D. (2013). Penggunaan of life patients with stable coronary desease.
media panggung boneka dalam pendidikan New England Journal of Medicine,359 (7),
personal hygiene cuci tangan menggunakan 677687.
sabun di air mengalir. Jurnal Promosi dan
Pendidikan Kesehatan Indonesia, 1(1), 18. WHO. (2013). WHO Media Center. Diakses
dari http://www.who.int/mediacentre/factshe
Sasayama, S. (2008). Heart desease in Asia. ets/.
Circulation, 118 (25), 2669-2671. doi:
10.1161/CIRCULATIONAHA.108.837054. World Heart Federation. (2014). Cardivacular
disease risk factor. Diakses dari http://www.
Skevington, S. M., Lotfy, M., & OConnell, K. world-heart-federation.org/press/fact-sheets/
A. (2004). The World Health Organizations cardiovascular-disease-risk-factors.
WHOQOL-BREF quality of life assessment:
psychometric properties and results of the Zhao. (2008). Depression and anxiety before
international field trial: A report from the and after percutaneous coronar intervention
WHOQOL group. Quality of life Research, and their relationship to age. Journal of
13(2), 299-310. Geriatric Cardiology 13, 203207.

Volume 2 Nomor 1 April 2014 17

Anda mungkin juga menyukai