Anda di halaman 1dari 53

ISBN 978-979-3733-97-5

DAYA DUKUNG PEMBANGKIT LISTRIK


TENAGA UAP
BERBAHAN BAKAR BATU BARA

TEKNOLOGI KONVERSI DAN KONSERVASI ENERGI


TEKNOLOGI INFORMASI, ENERGI DAN MATERIAL
BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI
2013

Daftar Isi
Daya Dukung Pembangkit Listrik Tenaga Uap Berbahan Bakar Batu Bara 2013

Daftar Isi ............................................................................................................................... i


Daftar Gambar .................................................................................................................. iii
Daftar Tabel ....................................................................................................................... iv
Kata Pengantar .................................................................................................................. v
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................... 1
1.1. Umum ......................................................................................................................... 1
1.2. Kondisi Supply Batu Bara .................................................................................... 3
1.2.1. Deposit batubara di Indonesia......................................................................... 3
2.1. Gambaran Umum Pembangkit ............................................................................ 5
2.2. Kontrak Pasokan Batu Bara Untuk Pembangkit Listrik ............................... 7
2.3. Sistem Pembakaran ............................................................................................... 7
2.4. Kondisi Mesin Utama ............................................................................................. 9
2.5. Kinerja Pembangkit .............................................................................................. 10
BAB III POTENSI/RENCANA PEMBANGUNAN PEMBANGKIT ......................... 12
3.1. Sumber Daya Batu Bara ..................................................................................... 12
3.2. Prakiraan Kebutuhan Tenaga Listrik............................................................... 12
3.3. Rencana Pengembangan PLTU ........................................................................ 15
3.4. Proyek Strategis ................................................................................................... 17
BAB IV PENINGKATAN KINERJA PEMBANGKIT (DILIHAT DARI SISI
TEKNOLOGI) ............................................................................................................... 19
4.1. Teknologi Peningkatan Kinerja Pembangkit ................................................. 19
4.2. Analisa Potensi Peningkatan Kinerja Pembangkit ...................................... 23
BAB V TEKNOLOGI PEMBANGKIT MASA DEPAN ............................................... 28
5.1. Karakteristik Pembangkit Masa Depan Berbahan Bakar Batu Bara...... 28
5.2. Teknologi Super Critical Dan Ultra Super Critical Boiler........................... 28
5.3. Teknologi Circulating Fluidized Bed (CFB) ................................................... 34
5.3.1 Sistem kerja teknologi CFB ............................................................................. 36
5.3.2 Bolier CFB ........................................................................................................... 37
5.4. Efisiensi Dan Emisi ............................................................................................. 40
BAB VI SYSTEM PENDUKUNG OPERASI JARINGAN (SPOJ)............................ 41
6.1. Pembangunan Jaringan Untuk Interkoneksi HVDC 500 kV ................... 41
6.2. Posisi FACTS Divice dalam Sistem jaringan HVDC Sumatra Jawa. ... 42
6.3. Dasar Control System Pada Sistem HVDC .................................................... 43
7.1. Kesimpulan ............................................................................................................ 45
7.2. Rekomendasi ......................................................................................................... 46
PTKKE - BPPT ii
Daya Dukung Pembangkit Listrik Tenaga Uap Berbahan Bakar Batu Bara 2013

Daftar Pustaka ................................................................................................................. 47

Daftar Gambar

PTKKE - BPPT iii


Daya Dukung Pembangkit Listrik Tenaga Uap Berbahan Bakar Batu Bara 2013

Gambar 2.1 Diagram venn kapasitas PLTU yang disurvei dalam MW 12

Gambar 2.2 Diagram venn kapasitas PLTU yang disurvei dalam % 13

Gambar 3.1 Rencana pembangunan pembangkit PLTU di Pulau Sumatera 18

Gambar 3.2 Rencana pembangunan pembangkit di Pulau Jawa 18

Gambar 4.1 Peningkatan heat rate pembangkit 19

Gambar 4.2 Prosentase peningkatan nilai heat rate pembangkit 20

Gambar 4.3 Boiler tipe stocker 21

Gambar 4.4 Proses produksi PLTU kelompok 4 22

Gambar 4.3 Teknologi Steam Tube Drying (STD ) 27

Gambar 5.1 Teknologi pembangkit yang prospektif 29

Gambar 5.2 Teknologi Super Critical Boiler 30

Gambar 5.3 Tekanan dan Temperatur uap utama 30

Gambar 5.4 Perkembangan efisiensi dari PLTU 31

Gambar 5.5 Kondisi parameter uap optimum untuk berbagai material 34

Gambar 5.6 Sifat mekanik dari beberapa material 34

Gambar 5.7 Sistem Kerja CFB di PLTU Tarahan 37

Gambar 5.8 Sketsa Boiler CFB Tarahan 38

Gambar 5.9 Jenis burner pada boiler 40

Gambar 5.10 Hubungan Antara Peningkatan Efisiensi dan Penurunan Emisi 40

Gambar 6.1 Transmisi HVDC 500 kV sepanjang 520 km 41

Gambar 6.2 Contoh penerapan FACTS pada sistem jaringan 43

Daftar Tabel
Tabel 1.1 Subsidi listrik dalam APBN 2

PTKKE - BPPT iv
Daya Dukung Pembangkit Listrik Tenaga Uap Berbahan Bakar Batu Bara 2013

Tabel 2.1 Kondisi umum pembangkit yang disurvei 5


Tabel 2.2 Kondisi pasokan batu bara 7
Tabel 2.3 PLTU dengan bahan bakar batu bara 8
Tabel 2.4 Peralatan utama PLTU 9
Tabel 2.5 Kondisi umum mesin pembangkit yang telah disurvei 9
Tabel 2.6 Indeks kinerja pembangkit 11
Tabel 3.1 Pertumbuhan ekonomi, Proyeksi kebutuhan tenaga listrik 14
dan Beban puncak periode 2012-2021
Tabel 3.2 Proyeksi jumlah penduduk , pertumbuhan pelanggan dan 14
rasio elektrifikasi
Tabel 3.3 Prakiraan kebutuhan listrik, angka petumbuhan dan rasio 15
elektifikasi

Tabel 3.4 Proyek PLTU yang terdapat dalam buku kps 2012 16
BAPPENAS
Tabel 4.1 Perbandingan boiler stoker dan CFB 23
Tabel 4.2 Pengering batu bara yang tersedia di tingkat internasional 25
Tabel 5.1 Perbandingan karakterisasi pembangkit berdasarkan pada 31
parameter spesifikasi uap
Tabel 5.2 Material tube superheater yang tersedia (Sumber Seimen) 33
Tabel 5.3 Spesifikasi boiler 38
Tabel 5.4 Boiler type and Furnace contruction (Sumber Babcock- 39
Hitachi K.K)

Kata Pengantar

PTKKE - BPPT v
Daya Dukung Pembangkit Listrik Tenaga Uap Berbahan Bakar Batu Bara 2013

Dalam rangka membantu pemerintah dalam mengurangi ketergantungan pada BBM


dimana salah satunya adalah diversifikasi energi dari BBM ke energi primer batu bara
dan mengingat cadangan batubara di Indonesia yang relatif cukup banyak yaitu
mencapai sekitar 21 Milyar ton, maka disusunlah buku daya dukung PLTU
berbahan bakar batu bara.

Selain hal tersebut di atas, dalam buku ini dibahas kinerja pembangkit listrik
berbahan bakar batubara (PLTU) beserta indikator-indikatornya baik kinerja PLTU yang
lama, maupun kinerja PLTU yang baru yang berada dalam program pemerintah 10.000
MW.

Buku ini dapat menambah kreatifitas dan inovasi bagi para pemangku kepentingan
khususnya di sektor ketenagalistrikan agar dapat mengembangkan, meningkatkan dan
memanfaatkan energi primer batu bara.

Kepada pimpinan dan staf PTKKE pada khususnya serta seluruh staf BPPT pada
umumnya tak lupa diucapkan terima kasih atas tersusunnya kajian daya dukung PLTU
berbahan bakar batu bara.

PTKKE - BPPT vi
Daya Dukung Pembangkit Listrik Tenaga Uap Berbahan Bakar Batu Bara 2013

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Umum

Untuk mengurangi target subsidi pemerintah pada BBM dan mengurangi intensitas
emisi green house gas, pemerintah telah menyusun program diversifikasi bahan bakar
minyak (BBM) ke bahan bakar batu bara secara nasional serta mengendalikan emisi
gas buang di sektor ketenagalistrikan. Walaupun di sektor transportasi subsidi BBM dan
emisi green house gas lebih besar, perhatian di sektor ketenagalistrikan juga perlu
diperhatikan.

Sebagai tindak lanjut Perpres no. 4 tahun 2010 tentang penugasan kepada PT
PLN (Persero) untuk melakukan percepatan pembangkit listrik yang menggunakan
energi terbarukan, batu bara dan gas, maka pemerintah dalam hal ini telah
mencanangkan program percepatan pembangunan pembangkit listrik 10.000 MW tahap
I (fast tract program/ FTP I) yang kesemuanya menggunakan energi primer batu bara
untuk menggantikan BBM, sedangkan untuk fast tract program tahap II 10.000 MW
(FTP II), energi primer untuk tenaga listrik menggunakan 70% energi terbarukan
khususnya pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) dan pembangkit listrik tenaga
air (PLTA) sedangkan sisanya tetap 30% menggunakan energi primer batu bara.

FTP tahap I sebagian besar telah selesai terutama untuk daerah Pulau Jawa
walaupun kinerjanya belum sesuai dengan apa yang diharapkan, sedangkan untuk luar
JAMALI khususnya kawasan timur masih ada beberapa kendala.

Program dari FTP tahap I, yang kesemuanya menggunakan batu bara, tentunya
tidak sesuai dengan apa yang direncanakan baik dari segi jadwal maupun kinerja. Salah
satu penyebab adalah keterbatasan sumber daya manusia (SDM) yang profesional.

Besar subsidi pemerintah membengkak dari Rp. 33.1 trilliun di tahun 2008 menjadi
sebesar Rp. 99.98 trilyun untuk subsidi listrik dalam APBN-P tahun 2013, hal ini dapat
dilihat pada tabel 1.1.

PTKKE - BPPT 1
Daya Dukung Pembangkit Listrik Tenaga Uap Berbahan Bakar Batu Bara 2013

Tabel 1.1 Subsidi listrik dalam APBN

2008 2009 2010 2011 2012 2013


Uraian APBN
APBN APBN-P
Subsidi Listrik (T) 33.1 43.9 49.5 55.106 65.6 80.94 99.98
% thd PDP 0.8 1.7 0.9 0.9 0.6
Pendapatan PLN 96.14

Hal yang sangat menarik adalah besarnya subsidi yang naik terus dari tahun 2008
dari besarnya pagu dalam APBN, maka pemerintah bersama DPR telah berusaha
mengurangi besarnya subsidi dengan berbagai cara diantaranya adalah:

a. Menaikkan tarif tenaga listrik (TDL) secara bertahap sampai akhir tahun fiskal 2013
sebesar 15%.
b. Mempercepat program pembangkit listrik 10.000 MW FTP 1 maupun FTP 2.
c. Mempercepat pembangunan HVDC interkoneksi Sumatra Jawa.
d. Mendapatkan gas bagi PLTGU yang masih menggunakan BBM.
e. Menurunkan losses baik untuk pembangkit, transmission dan distribusi.
f. Mengurangi derating bagi pembangkit listrik setelah dilakukan audit.

Mengurangi besarnya penggunaan BBM dengan mengalihkan ke bahan bakar


batu bara, tentu juga menimbulkan dampak lain yaitu meningkatnya intensitas emisi gas
buang (green house gases)

Dari data pembangkit PLTU batu bara lama dan pembangkit batu bara baru dalam
program percepatan / FTP tahap I, maupun tahap II perlu dilakukan penilaian kinerja
berupa effisiensi dan intensitas emisi gas rumah kaca. Pembangkit yang dianggap
memiliki kinerja yang terbaik sangat diperlukan sehingga dapat diketahui di sektor mana
yang memerlukan peningkatan kinerja sesuai dengan kualitas daya yang didesain.

Langkah awal yang ditempuh dalam kajian ini adalah pengumpulan data sekunder
maupun data lapangan berupa data operasi dari PLTU lama dan PLTU baru yang ada
dalam program FTP I.

PTKKE - BPPT 2
Daya Dukung Pembangkit Listrik Tenaga Uap Berbahan Bakar Batu Bara 2013

Ada beberapa indikator kerja yang perlu menjadikan perhatian dari masing-masing
kelas kapasitas pembangkit yaitu:

a. Availability factor (AF).


b. Equivalent force outage rate (EFOR).
c. Equivalent derating hour (EDH).
d. Plant outage (PO).
e. Net actual generation (NET).

1.2. Kondisi Supply Batu Bara

Kinerja dari suatu PLTU batu bara tidak hanya ditentukan oleh teknologi konversi
energinya akan tetapi ditentukan juga oleh kwantitas dan kwalitas batu bara sebagai
sumber bahan bakar. Apabila kesemuanya telah sesuai dengan desain, akan tetapi
sumber bahan bakar yaitu batu baranya tidak tersedia sesuai dengan yang
dipersyaratkan dalam konversi energinya, maka tentunya kinerja dari suatu pembangkit
batu bara tidak dapat seperti yang diharapkan.

1.2.1. Deposit batubara di Indonesia

Cadangan batubara yang terdapat di dunia diperkirakan mencapai 984 milyar ton
merupakan cadangan terbukti (proven coal reserves) di seluruh dunia yang tersebar di
lebih dari 70 negara. Dengan asumsi tingkat produksi pada tahun 2004 yaitu sekitar
4.63 milyar ton pertahun untuk produksi batu bara keras (hard coal) dan 879 juta ton
pertahun untuk batu bara muda (brown coal), maka cadangan batu bara diperkirakan
dapat bertahan hingga 164 tahun. Sebaliknya, dengan tingkat produksi pada saat ini,
minyak diperkirakan akan habis dalam waktu 41 tahun, sedangkan gas adalah 67 tahun,
dimana sebaran cadangannyapun terbatas yaitu 68% cadangan minyak dan 67%
cadangan gas dunia terkonsentrasi di Timur Tengah dan Rusia.
Cadangan batubara di Indonesi saat ini cukup banyak yaitu sebesar 21 milyar
ton atau sekitar 2.2% dari cadangan dunia. Karena batu bara yang banyak terdapat di
Indonesia merupakan batu bara berkalori rendah sampai sedang, sementara harga jual
batu bara semakin tinggi jika nilai kalori batu baranya tinggi, maka untuk meningkatkan

PTKKE - BPPT 3
Daya Dukung Pembangkit Listrik Tenaga Uap Berbahan Bakar Batu Bara 2013

nilai kalori batu bara digunakan teknologi upgraded brown coal (UBC). Selain teknologi
UBC, ada beberapa teknologi lainnya yang dapat digunakan untuk meningkatkan nilai
keekonomian batu bara yaitu:

a. Pencairan batu bara (coal liquefication).

b. Penggasan batu bara (coal gasification).

Sebagian besar batu bara di Indonesia digunakan sebagai bahan bakar


pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). Kebutuhan batu bara untuk PLTU pada tahun
2012 mencapai 49 juta ton, dipasok ke hampir 70% PLTU yang ada di Indonesia,
karena nilai kalori dari batu bara berlainanan, maka pada umumnya untuk memenuhi
spesifikasi dari PLTU berbahan batu bara diperlukan pencampuran dari batu bara
sampai mencapai 4 macam nilai kalori.

PTKKE - BPPT 4
Daya Dukung Pembangkit Listrik Tenaga Uap Berbahan Bakar Batu Bara 2013

BAB II
KONDISI PEMBANGKIT

2.1. Gambaran Umum Pembangkit

Pada tahun 2010 kapasitas terpasang pembangkit listrik tenaga uap yang ada di
Indonesia adalah 12.000 MW yang terdiri atas 10.670 MW di sistem Jawa-Bali dan
1.330 MW di sistem-sistem kelistrikan wilayah operasi Indonesia Barat dan Indonesia
Timur. Adapun kapasitas terpasang pembangkit yang disurvei pada tahun 2011 adalah
sebesar 4.800 MW yang terdiri atas 4.200 MW di Jawa-Bali dan 600 MW di sistem-
sistem kelistrikan wilayah operasi Indonesia Barat dan Indonesia Timur dengan rincian
yang diperlihatkan pada tabel 2.1.

Tabel 2.1 Kondisi umum pembangkit yang disurvei


MULAI DAYA
NAMA/JENIS KAPASITAS UMUR %
No BEROPER MAMPU
PEMBANGKIT (MW) (thn) Der.
ASI (Mw)
PLTU KELOMPOK 1
1 PLTU 400 MW Unit 1 400 1994 18 400
2 PLTU 400 MW Unit 2 400 1994 18 400
PLTU KELOMPOK 2
3 PLTU 400 MW Unit 1 400 1984 28 371 7,25
4 PLTU 400 MW Unit 2 400 1985 27 371 7,25
5 PLTU 400 MW Unit 3 400 1988 24 371 7,25
6 PLTU 400 MW Unit 4 400 1989 23 371 7,25
7 PLTU 600 MW Unit 5 600 1996 16 575 4,2
8 PLTU 600 MW Unit 6 600 1997 15 575 4,2
9 PLTU 600 MW Unit 7 600 1997 15 575 4,2
PLTU KELOMPOK 3
10 PLTU 100 MW Unit 3 100 2007 5 100 0
11 PLTU 100 MW Unit 4 100 2007 5 100 0
PLTU KELOMPOK 4
12 PLTU 100 MW Unit 1 100 2010 2 90 4,2
13 PLTU 100 MW Unit 2 100 2010 2 90 4,2
PLTU KELOMPOK 5
14 PLTU 100 MW Unit 1 100 1996 16 100
15 PLTU 100 MW Unit 2 100 1996 16 100

PTKKE - BPPT 5
Daya Dukung Pembangkit Listrik Tenaga Uap Berbahan Bakar Batu Bara 2013

Apabila kapasitas terpasang pembangkit listrik tenaga uap tersebut pada tabel 2.1
dipetakan dalam bentuk diagram venn maka akan terlihat seperti pada gambar 2.1.

PLTU 12.000 MW

SISTEM
JAWA-BALI
10.670 MW YANG DISURVEI
4.200 MW 600 MW

SISTEM
INDONESIA BARAT &
INDONESIA TIMUR
1.330 MW

Gambar 2.1 Diagram venn kapasitas PLTU yang disurvei dalam MW

Gambar 2.1 memperlihatkan bahwa sampai dengan tahun 2010 PLTU yang ada di
Indonesia mempunyai kapasitas terpasang sebesar 12.000 MW, 10.670 MW berada
pada sistem Jawa-Bali, dan 1.330 berada di sistem-sistem Indonesia Barat dan sistem-
sistem Indonesia Timur. Kapasitas pembangkit yang disurvei pada sistem Jawa-Bali
adalah sebesar 4.200 MW, sedangkan yang disurvei pada sistem Indonesai Barat dan
sistem Indonesia Timur sebesar 600 MW. Selanjutnya apabila ditampilkan dalam
prosentasi maka akan terlihat seperti pada gambar 2.2.

PLTU 12.000 MW

SISTEM
JAWA-BALI
89% YANG DISURVEI
39% 45%

SISTEM
INDONESIA BARAT &
INDONESIA TIMUR
11%

Gambar 2.2 Diagram venn kapasitas PLTU yang disurvei dalam %

PTKKE - BPPT 6
Daya Dukung Pembangkit Listrik Tenaga Uap Berbahan Bakar Batu Bara 2013

2.2. Kontrak Pasokan Batu Bara Untuk Pembangkit Listrik

Pada umumnya PLTU yang menggunakan batu bara sebagai energi primer,
memperoleh batu bara tersebut dari beberapa pemasok dengan kontrak jangka pendek.
Dengan banyaknya pemasok tersebut akan menjamin ketersediaan batu bara. Namun
karena kontrak jangka pendek dan keadaan harga batu bara menyebabkan pemasok
dengan perhitungan ekonomi dapat membatalkan secara sepihak kontrak yang telah
ditandatangani, sehingga ketersediaan batu bara tidak terjamin. Disamping itu
banyaknya pemasok tersebut menyebabkan kualitas batu bara yang diterima bervariasi,
namun dengan nilai kalor yang masih masuk dalam batas yang disyaratkan.

Tabel 2.2 memperlihatkan kondisi pasokan batu bara pada beberapa PLTU yang
telah disurvei.

Tabel 2.2 Kondisi pasokan batu bara


NILAI KALOR BATU BARA
NO. NAMA/JENIS PEMBANGKIT
DISAIN KONTRAK
(1) (2) (3) (4)
1 PLTU KELOMPOK 1 (5100)
6030.5
(4700 - 4500)
2 PLTU KELOMPOK 2 5242 4900 5000
3 PLTU KELOMPOK 3
4 PLTU KELOMPOK 4 4200 - 4600

Persoalan yang dihadapi PLN mengenai batu bara adalah aspek security of supply
dan aspek kualitas. Kondisi batu bara tersebut telah menyebabkan kompromi kualitas.
Hal ini menyebabkan adanya penurunan unjuk kerja pembangkit.

2.3. Sistem Pembakaran

Seperti diketahui bahwa prinsip kerja PLTU secara umum adalah pembakaran batu bara
pada boiler untuk memanaskan air dan mengubah air tersebut menjadi uap dengan
temperatur yang sangat tinggi, selanjutnya uap panas tersebut digunakan untuk
menggerakkan turbin untuk memutar generator listrik.

Salah satu bentuk proses pembangkitan listrik tenaga uap dengan bahan bakar
batu bara adalah dimulai dengan proses batu bara dari luar dialirkan ke penampung

PTKKE - BPPT 7
Daya Dukung Pembangkit Listrik Tenaga Uap Berbahan Bakar Batu Bara 2013

batu bara dengan conveyor, kemudian dihancurkan menggunakan pulverized fuel coal.
Tepung batu bara halus kemudian dicampur dengan udara panas oleh forced draught.
Dengan tekanan yang tinggi, campuran tersebut disemprotkan ke dalam boiler sehingga
akan terbakar dengan cepat seperti semburan api. Kemudian air dialirkan ke atas
melalui pipa yang ada di dinding boiler. Air dimasak menjadi uap kemudian uap dialirkan
ke tabung boiler untuk memisahkan uap dari air yang terbawa. Selanjutnya uap dialirkan
ke superheater untuk melipatgandakan suhu dan tekanan uap hingga mencapai suhu
570 C dan tekanan sekitar 200 bar yang meyebabkan pipa akan ikut berpijar menjadi
merah.

Untuk mengatur turbin agar mencapai set point, dilakukan dengan setting steam
governor valve secara manual maupun otomatis. Uap keluaran dari turbin mempunyai
suhu sedikit di atas titik didih, sehingga perlu dialirkan ke condenser agar menjadi air
yang siap untuk dimasak ulang. Sedangkan air pendingin dari condenser akan di
semprotkan ke dalam cooling tower sehingga menimbulkan asap air pada cooling tower.
Air yang sudah agak dingin dipompa balik ke condenser sebagai air pendingin ulang.
Sedangkan gas buang dari boiler diisap oleh kipas pengisap agar melewati electrostatic
precipitator untuk mengurangi polusi dan gas yang sudah disaring dibuang melalui
cerobong.

Tabel 2.3 memperlihatkan PLTU dengan bahan bakar batu bara yang telah
disurvei pada tahun 2011.

Tabel 2.3 PLTU dengan bahan bakar batu bara


SUPERHEATER REHEAT REHEAT
BOILER FEED WATER
OUTLET OUTLET INLET
NAMA/JENIS
No. KAPASI
PEMBANGKIT
TAS TIPE TEMP TEK TEMP TEK TEMP TEK TEMP TEK
UAP
(ton/jam) Oc Oc Oc Oc kg/cm
kg/cm2 kg/cm2 kg/cm2 2
Vertical Balance 538 185
PLTU KELOMPOK 1
1 1330 Draft, Drum unit,
(Unit 1,2) Control
Circulation
B & W Single
PLTU KELOMPOK 2 Drum Radiant
2 1200 Horizontal 548 169 538 350 251 35
(Unit 1-4)
Suspended
Drainable

PTKKE - BPPT 8
Daya Dukung Pembangkit Listrik Tenaga Uap Berbahan Bakar Batu Bara 2013

Balance Draft,
PLTU KELOMPOK 2 Natural
3 1953.9 Circulation 538 174 538 335.3 39.8 270 36
(Unit 5-7)
Single Drum &
Radiant Boiler
Circulating
4 PLTU KELOMPOK 3 351.09 Fluidized Bed 541 129 235
(CFB)
Circulating 10,32
5 PLTU KELOMPOK 4 423 Fluidized Bed 542
Mpa
(CFB)

2.4. Kondisi Mesin Utama

Peralatan pembangkit utama adalah boiler, turbin dan generator. Disamping itu ada
peralatan tambahan yang lebih rumit dibandingkan dengan PLTU biasa mengingat ada
beberapa PLTU yang merupakan PLTU jenis CFB. Secara lengkap semua peralatan
yang penting ditunjukkan pada tabel 2.4.

Tabel 2.4 Peralatan utama PLTU


No Peralatan Utama
1 BOILER
2 TURBIN &GENERATOR
3 DCS
4 COAL & ASH HANDLING
5 WTP & WWTP
6 CHLORINATION
7 DESALINATION PLANT

Adapun kondisi umum mesin turbin PLTU yang telah disurvei diberikan pada tabel
2.5.

Tabel 2.5 Kondisi umum mesin pembangkit yang telah disurvei

REHEAT
TURBIN MAIN STEAM
NAMA/JENIS STEAM
No.
PEMBANGKIT
MANUFAKTUR TIPE PUTARAN KAPASITAS TEMP. TEK. TEMP. TEK.

RPM rpm MW Oc kg/cm2 Oc kg/cm2

PLTU Tandem Comp.


1 KELOMPOK 1 TOSHIBA 3 cylinder 4 flow 3000 169
(Unit 1,2) exhaust,
Reheat Steam
Tandem
MHI - Compound
PLTU
2 Quadruple
KELOMPOK 2 TAKASAGO, 3000 400 538 169 538
Exhaust
(Unit 1-4) JAPAN Condensing
Reheat Turbine

PTKKE - BPPT 9
Daya Dukung Pembangkit Listrik Tenaga Uap Berbahan Bakar Batu Bara 2013

Tandem
MHI - Compound
PLTU
3 Quadruple
KELOMPOK 2 TAKASAGO, 3000 600 538 538
Exhaust
(Unit 5-7) JAPAN Condensing
Reheat Turbine
4 PLTU 3000 100 538 128
KELOMPOK 3
Shanghai
5 PLTU Turbine Co. 3000 100
KELOMPOK 4
LTD

2.5. Kinerja Pembangkit

Secara teoritis apabila kualitas bahan bakar tetap terjaga sama dari tahun ke tahun, dan
pembangkit selalu beroperasi pada beban nominalnya, maka penggunaan bahan bakar
spesifik (SFC) dan plant heat rate (PHR) akan mengalami degradasi sedikit demi sedikit
sampai dilakukan simple inspection atau major inspection. Setelah inspection
dilaksanan SFC dan plant heat rate akan mendekati kondisi komisioning, selanjutnya
mengalami degradasi lagi sedikit demi sedikit sampai inspection berikutnya demikian
seterusnya.

Pemakaian bahan bakar spesifik adalah besarnya volume bahan bakar yang
dikonsumsi untuk memproduksi kWh bruto pada suatu periode tertentu, hal ini
menunjukkan tingkat keborosan pemakaian bahan bakar.

Jumlah Pemakaian Bahan Bakar(Kg)


SFC =
Jumlah Pr oduksi Bruto(kWh)

Indeks kinerja pembangkit yang diperoleh pada saat survei diberikan pada tabel
2.5.

PTKKE - BPPT 10
Daya Dukung Pembangkit Listrik Tenaga Uap Berbahan Bakar Batu Bara 2013

Tabel 2.6 Indeks kinerja pembangkit


MULAI OPERASI TAHUN 2011I
NAMA/JENIS NILAI NILAI
No.
PEMBANGKIT HEATRATE SFC KALOR HEATRATE SFC KALOR
BB BB
kkal/kWh Kg/Kkal Kal kkal/kWh Kg/Kkal Kal
PLTU KELOMPOK 1
1
(Unit 1) 2279 0.345 2337.48 0.49 2337.48
PLTU KELOMPOK 1
2
(Unit 2) 2159 0.42 2509.45 0.512 2509.45
PLTU KELOMPOK 2
3
(Unit 1) 2401 0.54 4361 2509.45 0.512 2509.45
PLTU KELOMPOK 2
4
(Unit 2) 2258 0.47 4506 2521.4 0.515 2521.4

PLTU KELOMPOK 2
5
(Unit 3) 2202 0.47 4800 2622.4 0.535 2622.4

PLTU KELOMPOK 2
6
(Unit 4) 2294 0.54 4301 2494.09 0.509 2494.09

PLTU KELOMPOK 2
7
(Unit 5) 2344 0.49 4775 2449.94 0.5 2449.94

PLTU KELOMPOK 2
8
(Unit 6) 2344 0.47 4898 2503.61 0.511 2503.61

PLTU KELOMPOK 2
9
(Unit 7) 2302 0.5 4611 2435.2 0.497 2435.2

10 PLTU KELOMPOK 3 2500 0.5 2500


11 PLTU KELOMPOK 4

PTKKE - BPPT 11
Daya Dukung Pembangkit Listrik Tenaga Uap Berbahan Bakar Batu Bara 2013

BAB III
POTENSI/RENCANA PEMBANGUNAN PEMBANGKIT

3.1. Sumber Daya Batu Bara

Menurut badan geologi kementerian ESDM pada tahun 2010, sumber daya batu bara
Indonesia adalah 104,8 milyar ton yang tersebar terutama di Kalimantan (51.9 milyar
ton) dan Sumatera (52,5 milyar ton), namun cadangan batu bara dilaporkan hanya 21,1
milyar ton (Kalimantan 9,9 milyar ton, Sumatera 11,2 milyar ton). Sekitar 22% dari batu
bara Indonesia berkualitas rendah (low rank) dengan kandungan panas kurang dari
5100 kkal/kg, sebagian besar (66%) berkualitas medium (antara 5100 dan 6100 kkal/kg)
dan hanya sedikit (12%) yang berkualitas tinggi (61007100 kkal/kg). Angka ini dalam
adb (ash dried basis) 39. Walaupun cadangan batu bara Indonesia tidak terlalu besar,
namun tingkat produksi batu bara sangat tinggi, yaitu mencapai 370 juta ton pada tahun
2011.

Sebagian besar dari produksi batu bara tersebut diekspor ke China, India, Jepang,
Korea Selatan dan Taiwan (265 juta ton) dan negara lain. Produksi pada tahun-tahun
mendatang diperkirakan akan meningkat sejalan dengan meningkatnya kebutuhan
domestik dan semakin menariknya pasar batu bara internasional. Jika tingkat produksi
tahunan adalah 400 juta ton, maka seluruh cadangan batu bara Indonesia yang 21,1
milyar ton di atas akan habis dalam waktu sekitar 50 tahun apabila tidak dilakukan
eksplorasi baru. Untuk menjamin pasokan kebutuhan domestik yang terus meningkat,
pemerintah telah menerapkan kebijakan domestic market obligation (DMO) yang
mewajibkan produsen batu bara untuk menjual sebagian produksinya ke pemakai dalam
negeri.

3.2. Prakiraan Kebutuhan Tenaga Listrik

Kebutuhan tenaga listrik pada suatu daerah didorong oleh tiga faktor utama yaitu:

a. Pertumbuhan ekonomi.

PTKKE - BPPT 12
Daya Dukung Pembangkit Listrik Tenaga Uap Berbahan Bakar Batu Bara 2013

b. Program elektrifikasi.

c. Pengalihan captive power ke jaringan PLN.

Pertumbuhan ekonomi dalam pengertian yang sederhana adalah proses


meningkatkan output barang dan jasa. Proses tersebut memerlukan tenaga listrik
sebagai salah satu input untuk menunjangnya, disamping input-input barang dan jasa
lainnya. Disamping itu hasil dari pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan pendapatan
masyarakat yang mendorong peningkatan permintaan barang-barang/peralatan listrik
seperti televisi, pendingin ruangan, lemari es dan lainnya. Akibatnya permintaan tenaga
listrik akan meningkat.

Faktor kedua adalah program elektrifikasi. Sebagai upaya PLN untuk mendukung
program pemerintah dalam meningkatkan rasio elektrifikasi, maka PLN perlu melistriki
semua masyarakat yang ada dalam wilayah usahanya. Hal ini secara langsung akan
menjaga eksistensi wilayah usaha PLN dan sekaligus meningkatkan rasio elektrifikasi di
Indonesia, khususnya pada daerah-daerah yang telah menjadi wilayah usaha PLN.

Faktor ketiga yang menjadi pendorong pertumbuhan permintaan tenaga listrik PLN
adalah pengalihan dari captive power (penggunaan pembangkit sendiri berbahan bakar
minyak) menjadi pelanggan PLN. Captive power ini timbul sebagai akibat dari
ketidakmampuan PLN memenuhi permintaan pelanggan di suatu daerah, terutama
pelanggan industri dan bisnis. Bilamana kemampuan PLN untuk melayani di daerah
tersebut telah meningkat, maka captive power ini dengan berbagai pertimbangannya
akan beralih menjadi pelanggan PLN. Pengalihan captive power ke PLN juga didorong
oleh tingginya harga BBM untuk membangkitkan tenaga listrik milik konsumen
industri/bisnis, sementara harga jual listrik PLN relatif lebih murah. Faktor ketiga ini
sangat bergantung pada kemampuan pasokan PLN di suatu daerah/sistem kelistrikan
dan skema bisnis jual beli listrik PLN dengan captive power jadi tidak berlaku umum.

Kebutuhan energi listrik pada tahun 2021 akan menjadi 358 TWh, atau tumbuh
rata-rata 8,65% per tahun. Sedangkan beban puncak non coincident pada tahun 2020
akan menjadi 61.750 MW atau tumbuh rata-rata 8,5% per tahun.

PTKKE - BPPT 13
Daya Dukung Pembangkit Listrik Tenaga Uap Berbahan Bakar Batu Bara 2013

Tabel 3.1 Pertumbuhan ekonomi, proyeksi kebutuhan tenaga listrik dan beban puncak
periode 2012-2021
Jumlah Beban
Pertumbuhan Puncak
Sales
Tahun Ekonomi
(non-coincident)
% TWh MW
2012 6.5 172.3 30.237
2013 7.2 187.8 32.77
2014 7.4 205.8 35.872
2015 6.9 225.1 39.209
2016 6.9 246.2 42.796
2017 6.9 266.8 46.291
2018 6.9 287.3 49.891
2019 6.9 309.4 53.611
2020 6.9 333 57.606
2021 6.9 358.3 61.752

Jumlah pelanggan pada tahun 2012 sebesar 48,2 juta akan bertambah menjadi
70,6 juta pada tahun 2021 atau bertambah rata-rata 2,5 juta per tahun. Penambahan
pelanggan tersebut akan meningkatkan rasio elektrifikasi dari 74,4% pada tahun 2012
menjadi 92,3% pada tahun 2021. Proyeksi jumlah penduduk, pertumbuhan pelanggan
dan rasio elektrifikasi diperlihatkan pada tabel 3.2.

Tabel 3.2 Proyeksi jumlah penduduk , pertumbuhan pelanggan dan rasio elektrifikasi.
RE
RE Draft
RUKN
Tahun Penduduk Juta Pelanggan Juta RE (%) RUKN 12-
08-27
31 (%)
(%)
2011 241,4 45,6 71,8 73,0
2012 245,1 48,2 74,4 75,3
2013 249,0 51,3 77,7 77,7
2014 253,0 54,3 80,7 80,0
2015 257,0 57,1 83,3 79,2 83,2
2016 261,1 59,6 85,3 86,4
2017 265,4 62,0 87,1 89,6
2018 269,7 64,3 88,6 92,8
2019 274,1 66,5 90,0 96,0
2020 278,6 68,7 91,2 90,4 99,2
2021 283,2 70,6 92,3 99,3

PTKKE - BPPT 14
Daya Dukung Pembangkit Listrik Tenaga Uap Berbahan Bakar Batu Bara 2013

Proyeksi prakiraan kebutuhan listrik periode 20122021 ditunjukkan pada tabel


3.3. Pada periode 2012-2021 kebutuhan listrik sistem Jawa Bali diperkirakan akan
meningkat dari 132,4 TWh pada tahun 2012 menjadi 259,4 TWh pada tahun 2021, atau
tumbuh rata-rata 7,9% per tahun. Untuk Indonesia Timur pada periode yang sama,
kebutuhan listrik akan meningkat dari 14,2 TWh menjadi 36,7 TWh atau tumbuh rata-
rata 11,4% per tahun. Wilayah Indonesia Barat tumbuh dari 25,7 TWh pada tahun 2012
menjadi 62,2 TWh pada tahun 2021 atau tumbuh rata-rata 10,5% per tahun.

Tabel 3.3 Prakiraan kebutuhan listrik, angka petumbuhan dan rasio elektifikasi.

Uraian Satuan 2011* 2012** 2014** 2016 2018 2020 2021


1. Energi Demand Twh
- Indonesia 156,3 172,3 205,8 246,2 287,3 333,0 358,3
- Jawa Bali 120,8 132,4 156,4 185,8 212,6 242,9 259,4
- Indonesia Timur 12,5 14,2 18,1 22,4 28,4 33,7 36,7
- Indonesia Barat 22,9 25,7 31,3 38,1 46,3 56,4 62,2

2. Pertumbuhan %
- Indonesia 7,3 10,2 9,6 9,4 7,7 7,6 7,6
- Jawa Bali 6,5 9,6 9,0 9,0 7,0 6,8 6,8
- Indonesia Timur 11,0 13,3 12,9 11,3 8,9 8,8 8,9
- Indonesia Barat 9,4 12,0 10,4 10,3 10,3 10,1 10,2

3. Ratio
Elektrifikasi %
- Indonesia 71,8 74,4 85,3 88,6 88,6 91,2 92,3
- Jawa Bali 74,0 75,9 80,4 86,6 86,6 89,5 90,9
- Indonesia Timur 61,2 65,5 78,1 89,9 89,9 92,5 93,6
- Indonesia Barat 73,5 76,6 83,6 93,0 93,0 94,8 95,2
* Realisasi
** Estimasi

3.3. Rencana Pengembangan PLTU

PLTU batu bara dirancang untuk memikul beban dasar sejalan dengan harga batu bara
yang relative rendah dibandingkan harga bahan bakar fosil lainnya. Namun pembakaran
batu bara menghasilkan emisi karbon dioksida yang menimbulkan efek pemanasan
global, disamping menghasilkan polusi partikel dan limbah kimia yang dapat
menyebabkan dampak negatif terhadap lingkungan lokal. Dengan demikian

PTKKE - BPPT 15
Daya Dukung Pembangkit Listrik Tenaga Uap Berbahan Bakar Batu Bara 2013

pengembangan pembangkit listrik berbahan bakar batu bara harus memperhatikan


dampak lingkungan yang ditimbulkannya.

Kandidat pembangkit yang digunakan pada penambahan pembangkit di Indonesia


Barat dan Timur cukup bervariasi tergantung pada kapasitas sistem. Untuk sistem
Sumatera misalnya, kandidat PLTU batu bara adalah 100 MW, 200 MW, 300 MW dan
400 MW. Untuk sistem Kalimantan dan Sulawesi, kandidat PLTU batu bara adalah 25
MW, 50 MW dan 100 MW.

Pada sistem Jawa-Bali, kandidat pembangkit yang dipertimbangkan untuk rencana


pengembangan adalah PLTU batu bara ultra supercritical kelas 1.000 MW dan
supercritical 600 MW. Untuk sistem kelistrikan Jawa-Bali, PLN telah merencanakan
PLTU batu bara kelas 1.000 MW dengan teknologi ultra super critical15 untuk
memperoleh efisiensi yang lebih baik dan emisi CO2 yang lebih rendah. Penggunaan
ukuran unit sebesar ini dimotivasi oleh manfaat economies of scale dan didorong oleh
semakin sulitnya memperoleh lahan untuk membangun pusat pembangkit skala besar di
Pulau Jawa. Pertimbangan lainnya adalah ukuran sistem Jawa-Bali telah cukup besar
untuk mengakomodasi unit pembangkit kelas 1.000 MW.

Pengembangan PLTU batu bara skala kecil dan PLTGB (pembangkit listrik tenaga
gasifikasi batu bara) skala kecil merupakan program untuk menggantikan pembangkit
listrik berbahan-bakar BBM pada sistem kelistrikan skala kecil yang belum dapat
dilayani melalui grid extension dalam waktu cukup dekat.

Tabel 3.4 Proyek PLTU yang terdapat dalam buku kps 2012 BAPPENAS
Nama
No Kapasitas Provinsi Status Keterangan
Proyek
PLTU 2x1000 Sudah
1 Jateng Proses financial closing
Jateng MW PPA
Jambi Prioritas Sebetulnya merupakan proyek
PLTU 2x400 solicited karena telah
2
Jambi MW direncanaka dalam RUPTL
2010-2019
PLTU 2x600
3 Sumsel Prioritas Solicited
Sumsel-9 MW
PLTU 1x600
4 Sumsel Prioritas Solicited
Sumsel-10 MW

PTKKE - BPPT 16
Daya Dukung Pembangkit Listrik Tenaga Uap Berbahan Bakar Batu Bara 2013

3.4. Proyek Strategis

Beberapa proyek pembangunan PLTU telah direncanakan antara lain:

a. PLTU IPP Jawa Tengah (2x950 MW). Proyek ini sangat strategis karena dibutuhkan
sistem pada tahun 2017 dan 2018, serta merupakan proyek kelistrikan pertama yang
menggunakan skema kerjasama pemerintah dan swasta (KPS) dengan Perpres No.
67/2005 jo Perpres No. 13/2010.

b. PLTU Indramayu (2x1.000 MW). Proyek ini sangat strategis karena dibutuhkan
sistem pada tahun 2018/2020, dan berlokasi relatif dekat dengan pusat beban di
Jabodetabek. Karena proyek ini menghadapi ketidakpastian perizinan dari Pemda,
PLN mempunyai opsi untuk memajukan jadwal.

c. PLTU Jawa-6 yang berlokasi di Bojonegara juga dimajukan dari tahun 2021 menjadi
2018. Keputusan untuk melakukan opsi tersebut akan diambil PLN setelah ada
kepastian perizinan dari Pemda.

d. PLTU mulut tambang Sumatera Selatan dan transmisi 500 kV HVDC SumateraJawa
dengan kapasitas 3.000 MW.

e. PLTU Jawa-5 2x1.000 MW (2018/2019) sangat strategis karena lokasinya berada


dekat Jakarta dan dapat memasok langsung pusat beban Jakarta melalui transmisi
SUTET yang pendek, sehingga dapat mendukung tegangan sistem 500 kV di
Jakarta, dan pada akhirnya dapat mengurangi pemakaian BBM/LNG di Muara
Karang, Priok dan Muara Tawar.

f. PLTU Jawa-4 berkapasitas 2x100 MW dapat dilaksanakan sebagai proyek PLN atau
IPP untuk memenuhi kebutuhan listrik pada tahun 2019-2020.

PTKKE - BPPT 17
Daya Dukung Pembangkit Listrik Tenaga Uap Berbahan Bakar Batu Bara 2013

Gambar 3.1 Rencana pembangunan pembangkit PLTU di Pulau Sumatera

Gambar 3.2 Rencana pembangunan pembangkit di Pulau Jawa

PTKKE - BPPT 18
Daya Dukung Pembangkit Listrik Tenaga Uap Berbahan Bakar Batu Bara 2013

BAB IV
PENINGKATAN KINERJA PEMBANGKIT
(DILIHAT DARI SISI TEKNOLOGI)

4.1. Teknologi Peningkatan Kinerja Pembangkit

Dari tabel 2.6 diketahui peningkatan heat rate pembangkit bervariasi antara 2% sampai
dengan 19%. Hal ini menujukkan dinamika penurunan kinerja pembangkit dengan
variasi umur dan teknologi pemeliharaan.

Apabila peningkatan heat rate tersebut dipetakan dalam bentuk diagram balok,
maka akan terlihat seperti pada gambar 4.1.

Gambar 4.1 Peningkatan heat rate pembangkit

Gambar 4.1 memperlihatkan peningkatan heat rate pembangkit, dimana balok


warna biru menunjukkan heat rate pembangkit pada tahun mulai dioperasikan yang
ditunjukkan pada tabel 2.6, sedangkan balok berwarna merah menunjukkan heat rate
pembangkit pada tahun 2011. Adapun angka 1 sampai dengan 9 pada sumbu datar
menunjukkan nomor urut pembangkit yang ditunjukkan pada tabel 2.6.

Apabila peningkatan nilai heat rate tersebut pada gambar 4.1 di tampilkan dalam
bentuk prosentase, maka akan terlihat seperti pada gambar 4.2.
PTKKE - BPPT 19
Daya Dukung Pembangkit Listrik Tenaga Uap Berbahan Bakar Batu Bara 2013

Gambar 4.2 Prosentase peningkatan nilai heat rate pembangkit

Untuk perbaikan efisiensi dan kinerja pembangkit dilakukan dengan perbaikan


pada boiler dan atau peningkatan kualitas bahan bakar batu bara.

Selanjutnya apabila diperhatikan tabel 2.1 dan tabel 2.3, terlihat bahwa ada usaha
terobosan teknologi untuk meningkatkan kualitas pembangkit dimana ada perbedaan
sistem boiler yang digunakan pada pembangkit dengan usia lebih besar dari 10 tahun
dengan pembangkit yang umurnya kurang dari 10 tahun.

Pembangkit yang umurnya lebih besar dari 10 tahun pada umumnya


menggunakan stoker boiler untuk proses pembakarannya. Sebagai bahan bakarnya
adalah batu bara dengan kadar abu yang tidak terlalu rendah dan berukuran maksimum
sekitar 30 mm. Selain itu, karena adanya pembatasan sebaran ukuran butiran batu bara
yang digunakan, maka perlu dilakukan pengurangan jumlah fine coal yang ikut
tercampur ke dalam batu bara tersebut. Alasan tidak digunakannya batu bara dengan
kadar abu yang terlalu rendah adalah karena pada metode pembakaran ini, batu bara
dibakar di atas lapisan abu tebal yang terbentuk di atas kisi api (traveling fire grate)
pada stoker boiler.

PTKKE - BPPT 20
Daya Dukung Pembangkit Listrik Tenaga Uap Berbahan Bakar Batu Bara 2013

Gambar 4.3 Typical boiler stocker

Pembangkit yang umurnya kurang dari 10 tahun menggunakan pembakaran


dengan metode fluidized bed combustion (FBC), batu bara diremuk terlebih dulu dengan
menggunakan crusher sampai berukuran maksimum 25 mm. Tidak seperti pembakaran
menggunakan stoker yang menempatkan batu bara di atas kisi api selama pembakaran
atau metode pulverized coal combustion (PCC) yang menyemprotkan campuran batu
bara dan udara pada saat pembakaran, butiran batu bara dijaga agar dalam posisi
mengambang, dengan cara melewatkan angin berkecepatan tertentu dari bagian bawah
boiler. PLTU yang telah disurvei yang menggunkan sistem pembakaran seperti itu
adalah PLTU kelompok 4 unit 1 dan unit 2.

PTKKE - BPPT 21
Daya Dukung Pembangkit Listrik Tenaga Uap Berbahan Bakar Batu Bara 2013

Gambar 4.4 Proses PLTU kelompok 4 sampai as silo

Proses penanganan batu bara sampai masuk ke silo dilakukan sebagai berikut:

a. Batu bara diperiksa beratnya dengan mengamati berat kapal, kemudian batu bara
tersebut dipindahkan dari tongkang dengan menggunakan 2 (dua) unit Jetti seperti
terlihat pada gambar 4.4. dengan kapasitas 500 ton/jam.

b. Batu bara yang dipindahkan dengan Jetti tersebut dialirkan melalui conveyor menuju
coal yard atau langsung ke crusher untuk selanjutnya dialirkan ke coal silo untuk
dibakar.

c. Batu bara yang ditimbun di coal yard di angkut dengan stacker reclaimer untuk
dialirkan ke crusher untuk dihaluskan.

d. Selanjutnya, dialirkan dengan conveyor menuju coal silo.

e. Kemudian batu bara tersebut di masukkan ke furnace melalui coal feeder.

PTKKE - BPPT 22
Daya Dukung Pembangkit Listrik Tenaga Uap Berbahan Bakar Batu Bara 2013

PLTU kelompok 4 menggunakan boiler yang mengadopsi teknologi compact


circulated fluidized bed boiler rancangan foster wheeler. Feature utama teknologi
compact CFB adalah compact separator, dimana compact separator tersebut
merupakan peralatan pemisah partikel generasi ketiga hasil pengembangan foster
wheeler. Compact separator berfungsi memisahkan gas panas dengan pasir dan bahan
bakar yang belum terbakar sempurna untuk disirkulasikan kembali. Compact separator
menggunakan prinsip pemisahan partikel seperti cylone tetapi menggunakan dinding
datar untuk memudahkan fabrikasi pipa-pipa uap yang membentuk dinding-dindingnya.
Perbandingan antara boiler stoker dan CBF dapat dilihat pada tabel 4.1.

Tabel 4.1 Perbandingan boiler stoker dan CFB


No. Uraian Stoker CFB
1 Ukuran batu bara 10 50 mm 5 15 mm
2 Jenis batu bara yang digunakan Wide range Wide range
3 Temperatur pembakaran 700 900 oC 850 900 oC
4 Efisiensi Boiler Rendah (maks. Tinggi (maks. 90%)
82%)
5 Emisi (pertikulat, NOx, Sox) Tinggi Rendah (injeksi
limestone secara
langsung
mengurangi Sox)

Disamping teknologi boiler tersebut, sedang dikembangkan teknik coal dryer untuk
pemanasan awal batu bara sebelum digunakan untuk pembakaran pada boiler dengan
tujuan meningkatkan kualitas batu bara.

4.2. Analisa Potensi Peningkatan Kinerja Pembangkit

Usaha untuk meningkatkan kinerja dan efisiensi pembangkit listrik telah mulai dilakukan
dengan terobosan teknologi seperti penggunaan sistem pembakaran CBF, yang secara
teoritis mempunyai efisiensi tinggi, ternyata tidak mudah dan masih menghadapi
beberapa kendala. Sebagai contoh salah satu pembangkit listrik yang baru dibangun
sekitar tahun 2008 dengan teknologi CBF sudah mengalami derating kurang lebih 4%.
Apabila dilihat dari sudut performansinya maka dapat dijelaskan sebagai berikut.

PTKKE - BPPT 23
Daya Dukung Pembangkit Listrik Tenaga Uap Berbahan Bakar Batu Bara 2013

Sejak beroperasinya tahun 2008 indeks performansi yang di pantau adalah faktor
kapasitas (capacity factor), faktor beban (load factor) dan service factor (SF). Faktor
kapasitas didefinisikan sebagai rasio antara produksi kWh bruto selama jam pelayanan
terhadap kWh bruto yang dapat dibangkitkan bila dibebani sesuai dengan kapasitas
terpasang selama jam periode.

Pr oduksi Bruto ( MWh)


CF = 100%
Daya Terpasang ( MW ) Jam Periode

Dari data pengoperasian pembangkit diketahui bahwa sepanjang tahun 2010


faktor kapasitas gabungan pembangkit lebih kecil dari 50%, kecuali pada bulan
November faktor kapasitas lebih besar dari 50% namun masih lebih kecil dari 70%.
Pada umumnya faktor kapasitas pembangkit thermal apabila dipakai untuk memikul
beban dasar (base load) berada antara 70% sampai dengan 90%. Dari diskusi yang
dilakukan dengan pihak pembangkit, penyebab rendahnya faktor kapasitas suatu PLTU
karena seringnya pembangkit tersebut mengalami gangguan, sehingga sering
mengalami pemeliharaan yang tidak direncanakan.

Disamping itu rekomendasi dari kontraktor utama pembangunan pembangkit,


bahwa CF unit tahun ke 1 = 65,76 %, tahun ke 2 = 71,24 %, tahun ke 3 = 73,35 %,
tahun ke 4 = 70,96 %. Apabila dibandingkan dengan rekomendasi tersebut, ternyata CF
pembangkit berada jauh di bawah rekomendasi.

Selanjutnya, faktor pelayanan (service factor) yang didefinisikan sebagai rasio


antara jumlah jam pelayanan pada satu periode dengan jumlah jam pada periode
tersebut. Service factor (SF) bervariasi sesuai dengan tugas pembangkit. Apabila
pembangkit dioperasikan kontinyu maka SF akan lebih besar dari 90%, apabila ditugasi
memikul beban dasar (base load) SF akan bervariasi antara 50% sampai dengan 90%,
apabila ditugasi sebagai cycling, maka SF berada di antara 10% sampai dengan 50%,
apabila ditugasi sebagai peaking, maka SF mulai dari 1% sampai dengan 10% dan
apabila hanya standby maka SFnya lebih kecil dari 1%.

PTKKE - BPPT 24
Daya Dukung Pembangkit Listrik Tenaga Uap Berbahan Bakar Batu Bara 2013

Berdasarkan pada data pengoperasian pembangkit diketahui bahwa pembangkit


tersebut bertugas memikul beban dasar, SFnya bervariasi antara 50% sampai dengan
90%. Dari gambar 4.2 di atas terlihat bahwa sebagian besar SFnya berada pada kisaran
tersebut, kecuali pada bulan Agustus yang hanya 37,56% dan bulan September yang
lebih rendah lagi yaitu 8,604%. Hal ini diduga karena walaupun pembangkit relatif masih
baru, namun sering mengalami gangguan yang cukup serius seperti boiler bocor dan
lain-lain.

Hal-hal tersebut bukan berarti pilihan teknologi yang dilakukan tidak tepat,
melainkan beberapa hal pendukung teknologi tersebut belum optimal, antara lain
material yang digunakan pada pembuatan boiler diduga belum tepat sehingga mudah
tergerus dan bocor. Hal lain yang diduga belum tepat adalah pemilihan sistem kontrol
dan proteksi bahan bakar dan boiler. Selain itu, di bidang penanganan batu bara, dapat
pula dievaluasi beberapa pilihan teknologi untuk meningkatkan kualitas batu bara. Saat
ini teknologi yang dipilih adalah dengan coal dryer dan coal blending. Beberapa
teknologi pengering batu bara yang tersedia dipasaran internasional seperti terlihat
pada tabel 4.2.

Tabel 4.2 Pengering batu bara yang tersedia di tingkat internasional


Teknologi Sumber Energi Primer Company
Fluidized Bed Dryer Waste heat from power plant Great River Energy
(USA)
condenser (~50 C), aux load for
Lehigh University (USA)
fans & pumps
Fluidized Bed Dryer Low temperature steam from RWE (WTA Process)
Alsthom Power
power plant turbine; aux. load for
fans & pumps
BinderlessBriquetter Heat from burning coal in furnace - White Energy (Australia)
flash dryer
PyrolysisSystem Both heat and power from power Evergreen Energy
plant (USA)
UBC Process Power & Kerosene as Binder for Kobe Steel
briquettes
Microwave Dryer Power lots of it! CoalTek(USA)
AMTECH (USA)

PTKKE - BPPT 25
Daya Dukung Pembangkit Listrik Tenaga Uap Berbahan Bakar Batu Bara 2013

Dalam paper elektronik di dunia maya diperoleh informasi bahwa ada beberapa
PLTU yang berusaha menggunakan pengering batu bara untuk meningkatkan kualitas
batu baranya sebelum digunakan di boiler antara lain:
a. PLTU yang mulai beroperasi pada akhir tahun 2011 dengan kapasitas 2 x 150 MW
dan merupakan PLTU mulut tambang dengan bahan bakar batu bara yang
ditambang pada lokasi sekitar PLTU. Namun karena nilai kalor batu bara tersebut
tergolong rendah dan kadar air tinggi, maka pada PLTU tersebut dibangun alat
pengering batu bara. Dengan adanya alat pengering batu bara tersebut maka nilai
kalor batu bara tersebut dapat ditingkatkan sehingga sesuai dengan spesifikasi teknis
boiler.
b. Suatu perusahaan swasta membeli alat pengering batu bara dari China untuk dapat
menaikkan nilai kalor batu bara menjadi 5.400 kcal/ kg hingga memenuhi syarat.
Dengan metoda upgrading tersebut, maka perusahaan tersebut dapat memasok batu
bara sebanyak 20.000 ton/bulan atau seperempat dari kebutuhan PLTU. Alat yang
beroperasi sejak bulan Juli 2012 tersebut merupakan jenis direct contact, dimana
sumber panas bersinggungan langsung dengan batu bara kalori rendah (Lignite, Sub
Bituminus), sedangkan panas untuk pengeringan memakai gas buang (flue gas) dari
pembakaran batu bara di furnace.
c. PLTU berkapasitas 2 x 315 MW yang dirancang untuk beroperasi dengan bahan
bakar batu bara dengan nilai kalor sebesar 4.120 kcal/ kg. Namun karena batu bara
yang tersedia mempunyai nilai kalor yang lebih rendah serta moisture yang lebih
tinggi, maka hasil heat rate PLTU lebih tinggi dari nilai desain. Hal tersebut berarti
efisiensi PLTU lebih rendah dari desain, dan biaya pemeliharaan meningkat. Untuk
mengatasi permasalahan tersebut, maka saat ini di PLTU sedang dipasang peralatan
untuk uji coba alat pengering batu bara (coal drier) dengan sistem memanfaatkan
fluida panas dari pembakaran batu bara pada tungku cyclone burner. Kapasitas
desain coal drier PLTU tersebut adalah sebesar 200 ton/jam, atau 1,4 juta ton/tahun.
Kapasitas tersebut diharapkan dapat melayani PLTU dengan kapasitas 315 MW.
d. Prototype alat pengering batu bara PLN puslitbang pada tahun 2011, yang dibangun
para peneliti dari PLN puslitbang ketenagalistrikan dan mengoperasikannya pada
skala laboratorium dengan kapasitas 1 ton batu bara per jam. Proses pengeringan

PTKKE - BPPT 26
Daya Dukung Pembangkit Listrik Tenaga Uap Berbahan Bakar Batu Bara 2013

menggunakan gas buang (flue gas) dengan tujuan mengurangi resiko terbakar
sendiri (self combustion) dan memanfaatkan panas dari gas buang tersebut. Pada uji
coba pengeringan dengan temperatur flue gas 150 oC, diperoleh kenaikan nilai kalor
sebesar 500 600 kcal/kg, sedangkan jika temperatur pengeringan dinaikkan
o
menjadi 160 C diperoleh kenaikan nilai kalor hingga 900 kcal/kg. Dengan
keberhasilan tersebut direncanakan dapat dilakukan ujicoba untuk membangun alat
yang sama dengan kapasitas yang lebih besar di lapangan.
e. Uji coba pengering batu bara di BPPT dilakukian pada tahun 2011 di laboratorium
BPPT di Serpong pada skala laboratorium. Alat yang merupakan produksi luar negeri
tersebut adalah steam tube drier yang memakai uap air sebagai pemanas. Uap air
tersebut dialirkan pada pipa-pipa yang terdapat pada tabung berputar yang diisi batu
bara. Di luar negeri produk alat tersebut telah beroperasi dan dipakai baik pada
pembangkit listrik maupun cooking coal.

Gambar 4.5 Teknologi steam tube drying (STD)

Berdasarkan pada hal-hal tersebut di atas, walaupun belum ada laporan atau
analisa tentang penggunaan pemanas batu bara tersebut, namun sudah ada usaha
untuk melakukan perbaikan kualitas batu bara untuk meningkatkan kinerja beberapa
pembangkit listrik PLTU yang nantinya dapat juga diterapkan pada PLTU yang umurnya
sudah lebih besar dari 10 tahun.

PTKKE - BPPT 27
Daya Dukung Pembangkit Listrik Tenaga Uap Berbahan Bakar Batu Bara 2013

BAB V
TEKNOLOGI PEMBANGKIT MASA DEPAN

5.1. Karakteristik Pembangkit Masa Depan Berbahan Bakar Batu Bara

Karakteritik suatu pembangkit merpuakan suatu korelasi antara parameter-parameter


rancangan, pembangunan dan operasi dari suatu pembangkit. Parameter itu antara lain
biaya pembangunan, biaya operasi dan pemeliharaan, biaya lingkungan, efisiensi
pembangkit, heat rate, specific fuel consumption serta parameter ekonomi dan finansial
dari pembangunan pembangkit. Pada laporan ini dibahas hasil studi literatur
karakteristik pembangkit masa yang berbahan bakar batu bara.

Teknologi pembangkit masa depan berbahan batu bara adalah teknologi


pembangkit yang mempunyai efisiensi yang tinggi, heat rate yang rendah serta biaya
produksi dan biaya lingkungan yang relatif rendah serta kehandalan yang tinggii.
Karakteristik pembangkit seperti itu beroperasi pada tekanan dan temperatur uap yang
tinggi.

Teknologi yang mempunyai karakteristik seperti itu dapat diklasifikasikan sebagai


berikut :

a. Berdasarkan pada parameter operasi uap (tekanan dan temperatur).

b. Berdasarkan pada teknologi pembakaran.

c. Berdasarkan pada teknologi lingkungan.

5.2. Teknologi Super Critical Dan Ultra Super Critical Boiler

Pemilihan teknologi pembangkit untuk memenuhi kebutuhan listrik jangka panjang


memerlukan pertimbangan dari berbagai aspek, seperti keekonomian, keandalan,
ketersediaan sumber energi primer, isu lingkungan, sosial dan politik. PT. PLN (Persero)
telah menginventarisasi teknologi pembangkit yang mempunyai prospek untuk
dimanfaatkan jangka panjang berdasarkan pada kriteria ketidakpastian dan dampak dari
pembangunannya. Teknologi pembangkit yang prospektif untuk dikembangkan adalah

PTKKE - BPPT 28
Daya Dukung Pembangkit Listrik Tenaga Uap Berbahan Bakar Batu Bara 2013

yang mempunyai ketidakpastian yang rendah dan mempunyai dampak yang besar.
Teknologi pembangkit yang prospektif tersebut diantaranya adalah PLTP, PLTU sub-
critical, supercritical dan ultra super critical boiler, seperti ditunjukkan pada gambar 5.1.

Saat ini, kebanyakan PLTU terutama yang berkapasitas besar masih


menggunakan metode pulverized coal combustion (PCC) untuk pembakaran bahan
bakarnya. Hal ini karena sistem PCC merupakan teknologi yang sudah terbukti dan
memiliki tingkat kehandalan yang tinggi. Upaya perbaikan kinerja PLTU ini terutama
dilakukan dengan meningkatkan suhu dan tekanan dari uap yang dihasilkan selama
proses pembakaran. Perkembangannya dimulai dari sub critical steam, kemudian super
critical (SC) steam, serta ultra super critical (USC) steam. Teknologi super critical dan
ultra super critical boiler mempunyai efisiensi pembangkit lebih tinggi dibandingkan
dengan teknologi sub critical boiler dan mempunyai kapabilitas untuk menurunkan
konsumsi batu bara relatif terhadap keluran daya (power output) sehingga menurunkan
emisi karbon dioksida (CO 2 ).

Fuel Cell CCS

Concen- IGCC Large


Ocean trated
Thermal CBM
Solar
Panel

PLTU
PLTN
Biomasa PLTB

Biomasa
Gas
Small
CBM

2 1 Dampak
BBN 3 4 PLTP

Small
PV Coal
Gass.
Pumped USC
Storage

Landfill LNG SC
Gas PLTA CC
besar Gas
CC Sub-C
Hijau: Riset & Pengembangan
Merah: Komersial
Kuning: Pilot
Abu-abu: Deploy

Sumber: PT PLN (Persero)

Gambar 5.1 Teknologi pembangkit yang prospektif


Gambar 5.2 memperlihatkan diagram temperatur entropi dari proses
pembentukan uap di dalam boiler. Pada gambar ini dapat dilihat perbandingan
parameter operasi teknologi super critical dan ultra super critical. Semakin tinggi
temperatur dan tekanan uap semakin tinggi perbedaan temperatur antara sisi masuk
dan keluar turbin dengan kata lain semakin tinggi perbedaan entalpi antara sisi masuk
PTKKE - BPPT 29
Daya Dukung Pembangkit Listrik Tenaga Uap Berbahan Bakar Batu Bara 2013

dan keluar turbin. Sehingga daya yang dihasilkan turbin semakin tinggi dan efisiensi
pembangkit semakin meningkat.

Gambar 5.2 Teknologi super critical boiler

Kenaikan tekanan dan temperatur uap panas lanjut di atas 221 bar dan 374,5 oC
akan menghasilkan uap super critical. Efisiensi PLTU yang beroperasi menurut siklus
rankine akan meningkat sejalan dengan meningkatnya tekanan dan temperatur uap
panas lanjut (super heated steam) yang dihasilkan boiler dan selanjutnya masuk ke
dalam turbin yang menghasilkan tenaga mekanik.

Gambar 5.3 Tekanan dan temperatur uap utama


(Sumber Doosan Babcock Energy)

PTKKE - BPPT 30
Daya Dukung Pembangkit Listrik Tenaga Uap Berbahan Bakar Batu Bara 2013

Gambar 5.3 memperlihatkan tekanan dan temperatur untuk beberapa jenis boiler.
Perbedaan utama antara super critical dan ultra super critical adalah temperatur uap
yang dihasilkan boiler yaitu mencapai 600 oC dengan tekanan 240-300 bar dan dapat
o
meningkatkan efisiensi sedikitnya 8 %. Temperatur uap antara di atas 700 C
dikategorikan sebagai advanced ultra supercritical (AUSC) boiler. Perkembangan mulai
dari supercritical sampai AUSC ditunjukkan pada tabel 5.1. Mature USC saat ini sudah
digunakan secara komersial di Eropa, Jepang dan China. Sedangkan teknologi AUSC
saat ini masih dalam tahap pengembangan.

Temperatur uap yang lebih tinggi menyebabkan perbedaan temperatur antara uap
dan flue gas juga meningkat sehingga dibutuhkan luas permukaan perpindahan panas
superheater dan reheater semakin besar. Temperatur air umpan mempunyai efek yang
besar terhadap ukuran permukaan pemanasan dari alat pendingin flue gas.

Tabel 5.1 Perbandingan karakterisasi pembangkit berdasarkan pada parameter


spesifikasi uap
Spesifikasi Uap
No. Boiler
Tekanan Temperatur
1 Supercritical 221.4 Bar 374 oC
2 Ultra Supercritical 275 Bar 600 oC
3 Mature USC 280 Bar 620 oC
4 Advanced USC 300 Bar 700 oC

Gambar 5.4 Perkembangan efisiensi dari PLTU


(Sumber Doosan Babcock Energy)

PTKKE - BPPT 31
Daya Dukung Pembangkit Listrik Tenaga Uap Berbahan Bakar Batu Bara 2013

Pengembangan teknologi boiler dalam pencapaian efisiensi yang lebih tinggi


dengan parameter uap dari USC boiler bergantung pada ketersediaan material yang
mempunyai tegangan ijin (allowable stress) yang lebih tinggi pada temperatur tinggi.
Material dapat berupa campuran nikel (new nickel alloy), ferritic maupun austenitic.
Untuk temperatur uap yang mencapai 550 oC maka dapat dibuat dari material ferritic
atau martencitic. Sedangkan untuk temperatur 600 oC maka material dari superheater
baik untuk bagian boiler tekanan tinggi maupun reheater harus dibuat dari austenitic.
Pemilihan material pada suhu tinggi harus mempertimbangkan parameter kekuatan,
sifat korosi pada sisi gas buang dan sifat oksidasi pada sisi uap. Kondisi Uap sampai
300 bar pada suhu 600-620oC dapat digunakan steel dengan campuran 12%
kandungan chromium. Kondisi uap sampai 315 bar pada suhu 620-640 oC digunakan
austenite. Kondisi uap 350 bar pada suhu 700-720 oC digunakan nickel-based alloys.
Pada tabel 5.2 diperlihatkan pemilihan material yang tersedia untuk superheater pada
temperatur tinggi.
Salah satu contoh manufaktur yang berpengalaman mengembangkan dan
memverifikasi material baru untuk pembangkit yang bekerja pada temperatur tinggi
adalah mitsubishi heavy industry (MHI). Gambar 5.4 memperlihatkan pengaruh
pemilihan material main steam pipe untuk parameter operasi (25,1 Mpa dan 600 oC).
Untuk menjaga kehandalan dan untuk melakukan preventive maintenance maka perlu
dilakukan evaluasi menyeluruh umur dari material yang dipilih, MHI telah
mengembangkan teknologi praktis dan sistimatis khususnya teknologi non destructive
evaluation (NDE) dan non destructive inspection (NDI).

Pengembangan dari chromium steels seperti P91, P92 atau E911 memungkinkan
temperatur uap sampai 620 oC dan tidak perlu menggunakan material austenitic untuk
thich walled components dari superheater. Pada waktu dekat, perkembangan terakhir
dari NF12 dan SAVE12 dapat memperlebar batas implementasi dari uap-uap utama
o
dengan tekanan yang moderat dan mencapai temperatur 650 C. Program
pengembangan saat ini sedang dilaksanakan oleh EPRI dan OCDO dengan tekanan
uap masing-masing 375 bar dan 379 bar dengan temperatur masing-masing 700/720 oC
dan 730/760 oC. Efisiensi pembangkit akan naik 1% setiap kenaikan 20 oC temperatur
uap.

PTKKE - BPPT 32
Daya Dukung Pembangkit Listrik Tenaga Uap Berbahan Bakar Batu Bara 2013

Tabel 5.2 Material tube superheater yang tersedia (sumber seimen)


Maximum HP Steam
Approved
Creep Rupture Temperature limited by
by
Strength * Corrosion

X3CrNiMoN1713 595 580 EN

AC66 605 620 VdTUV

Esshete 615 580 VdTUV / BS

VdTUV /
TP 347 H (FG) 620 600
ASME MITI

Super 304H (FG) 635 600 ASME / MITI

NF 709 345 620 MITI

VdTUV /
HR 3C 630 630
ASME MITI
Under
Save 25 655 630 development
/ MITI
Under
Alloy 617 A130 685 720
development

PTKKE - BPPT 33
Daya Dukung Pembangkit Listrik Tenaga Uap Berbahan Bakar Batu Bara 2013

Gambar 5.5 Kondisi parameter uap optimum untuk


berbagai material (Sumber Siemen)

Gambar 5.6. Sifat mekanik dari beberapa material


(Sumber Doosan Babcock Energy)

5.3. Teknologi Circulating Fluidized Bed (CFB)

Fluidized bed combustor (FBC) adalah sebuah tungku pembakar yang menggunakan
media pengaduk seperti pasir kuarsa, silika, dan media lainnya sehingga akan terjadi
mixing yang homogen antara gas/udara dengan butiran-butiran media tersebut. Sistem

PTKKE - BPPT 34
Daya Dukung Pembangkit Listrik Tenaga Uap Berbahan Bakar Batu Bara 2013

ini menggunakan konsep turbulensi benda padat yang terjadi pada proses pembakaran,
dimana dalam proses tersebut timbul juga perpindahan panas dan massa yang tinggi
dalam mekanisme pembakaran. Generasi kedua dari teknologi ini dikenal dengan
circulating fluidized bed combustor (CFBC) atau sering disingkat CFB saja. Pada CFB,
partikel batu bara yang belum terbakar (unburned coal) disirkulasikan kembali ke ruang
bakar sehingga memungkinkan tercapainya efisiensi pembakaran yang lebih tinggi.

Salah satu pembangkit di Indonesia yang memanfaatkan teknologi CFB adalah


PLTU Tarahan berlokasi di Desa Rangai Tri Tunggal (Desa Tarahan), Kecamatan
Ketibung, Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung. Terletak di tepi Teluk
Lampung yang berjarak 15 km dari pusat Kota Bandar Lampung ke arah Timur. Lahan
seluas 62,84 Ha digunakan untuk power plant, intake, discharge dan base camp. PLTU
kelompok 3 unit 3 dan 4 menggunakan bahan bakar batu bara dari terminal batu bara
yang dioperasikan oleh PT. Bukit Asam. Batu bara ditransportasikan dari terminal batu
bara melalui belt conveyor melintasi jalan lintas Sumatera menuju coal silo di area
pembangkit sebelum ditransfer ke ruang bakar boiler.

PLTU kelompok 3 memanfaatkan teknologi boiler CFB (circulating fluidized bed)


dengan kapasitas produksi uap per unit 400 ton/jam untuk memutar turbin generator
pada pembebanan 100 MW. Konsumsi batu-bara untuk kapasitas tersebut berkisar 50
ton/jam dengan kandungan ash content (fly ash dan bottom ash) sebesar 5% yang akan
disaring oleh bag filter dengan efisiensi 99,95%. Abu dari bag filter dan bottom furnace
boiler selanjutnya dikumpulkan di ash disposal area seluas sekitar 11 Ha.

Umumnya PLTU batu bara akan berkaitan dengan hasil pembakaran batu-bara
dan polutan dalam flue gas yang mengandung SO 2 , NO X dan partikulat. Partikulat
berupa abu disaring dengan alat bag filter. NO X direduksi dengan low temperature firing
dalam furnace CFB, sedangkan SO 2 direduksi dengan injeksi limestone (CaCO 3 ) ke
dalam furnace CFB selama proses pembakaran batu bara pada temperatur 850o C
untuk mengikat SO 2 . Flue gas setelah melewati bag filter disalurkan ke chimney
(cerobong) setinggi 150 m yang berfungsi sebagai pendispersi flue gas sehingga batas
emisi flue gas yang dibuang ke lingkungan sesuai dengan keputusan menteri negara
lingkungan hidup No. 13 Tahun 1995 tanggal 7 Maret 1995 mengenai baku mutu emisi

PTKKE - BPPT 35
Daya Dukung Pembangkit Listrik Tenaga Uap Berbahan Bakar Batu Bara 2013

untuk PLTU berbahan bakar batu bara (berlaku efektif tahun 2000) yaitu: total partikel <
150 g/m3, SO 2 < 750 g/m3, NO 2 < 850 g/m3.

PLTU CFB di Tarahan mempunyai beberapa komponen penting, yaitu:

a. CFB sistem: sirkulasi batu-bara yang belum terbakar di furnace melalui cyclone
sehingga pembakaran lebih sempurna.

b. Coal transfer: menggunakan belt conveyor tertutup sehingga mengurangi polusi


udara oleh debu batu-bara.

c. Coal storage: menggunakan ruang penyimpanan batu-bara secara tertutup sehingga


mengurangi polusi udara oleh debu batu-bara.

d. Injection of limestone: kapur dinjeksi ke dalam furnace untuk mereduksi kandungan


emisi SO2 di flue gas.

e. Ash disposal area: menggunakan lapisan pengaman rembesan terbuat dari polimer
berdensitas tinggi (HDPE).

5.3.1 Sistem kerja teknologi CFB

Sistem kerja CFB di PLTU Tarahan ditunjukkan pada gambar 5.7. Sistem ini telah
mendapatkan sertifikasi ISO SMT (sistem manajemen terpadu) dan diharapkan menjadi
karya inovasi tingkat nasional. Dari sisi sistem manajemen K3 (SMK3) telah
mendapatkan bendera emas dan juga penilaian proper mendapat kategori biru.

CFB adalah teknologi boiler yang menggunakan sistem pembakaran bersirkulasi


melalui 3 (tiga) peralatan utama, yaitu:

a. Furnace: ruang pembakaran.

b. Cyclone: ruang pemisah antara flue gas dan batu-bara yang belum terbakar
berdasarkan beda berat jenis.

c. Backpass: pemanfaatan kalori dari flue gas.

Proyek PLTU Tarahan dibangun dengan konsep yang ramah lingkungan karena
memiliki:

PTKKE - BPPT 36
Daya Dukung Pembangkit Listrik Tenaga Uap Berbahan Bakar Batu Bara 2013

a. Waste water treatment plant, mengolah limbah cair sehingga aman dibuang ke
lingkungan.

b. Ash handling system, mengolah limbah abu sehingga tidak mencemari lingkungan.

c. CFB system, yang mensirkulasikan kembali batu bara yang belum terbakar di furnace
dengan effisien, sehingga pembakaran lebih baik dan emisi buangan SOx dan NOx
yang lebih rendah.

BACK PASS CYCLONE FURNACE


House Building 2
150kV
CHIMNEY

SW/Y
DEAERATOR
STEAM DRUM

COAL
TURBINE
BUNKER

4 HPH2 Generator.
BAGHOUSE LPH2

HPH1
LPH1

IDF CONDENSOR MAIN


FDB Hotwell TRAFO
CP
BFP

PAF

COAL SILO
SAF 2 CWP
3
COAL CRUSHER

1 DISCHARGE
PIPE
ASH
DISPOSAL
AREA PT. BA COAL YARD

Gambar 5.7. Sistem kerja CFB di PLTU Tarahan

5.3.2 Bolier CFB

Spesifikasi boiler CFB di PLTU Tarahan ditunjukkan pada tabel 5.3 sedangkan sketsa
bagian-bagian dari turbin CFB ditunjukkan pada gambar 5.8. Batu bara yang dibakar
dalam boiler sebanyak 48.15 ton/hari yang akan menghasilkan uap 351.09 ton/hari.

PTKKE - BPPT 37
Daya Dukung Pembangkit Listrik Tenaga Uap Berbahan Bakar Batu Bara 2013

Tabel 5.3 Spesifikasi boiler

Parameter Rating Satuan


Load 100 % Rating
Fuel Coal ( 4900 kkal/kg)
Main Steam Flow Ton/hr 351.09
Feedwater Temperature C 235
Superheater Outlet Temp. C 541
Superheater Outlet Press. Kg/cmg 129
Gas temperature Leving Air Heater C 124
Air temperature Leaving Air Heater, PA/SA C 233 / 227
Fuel Fired Ton/hr 48.15
Limestone Flow Ton/hr 0.925
Efficiency % 87.95
Excess Air Leaving Economizer % 20

DESUPERHEATER 2 MAIN
BOILER STEAM
DRUM BACK PASS

FINISHING
SUPERHEATER
PANEL SUPER
HEATER &
EVAPORATOR DESUPERHEATER 1

COAL
BUNKER
LOW TEMP.
SUPERHEATER
D H H
O O REFRACTORY O
W
T T
N
CYCLONE
C S S ECONOMIZER
O E E
M C FURNACE C FROM
E O O BFP
GRAVITY R N N
FEEDER D D
A A HOT
COLD R SU R SA/PA
PA Y BURNER Y TUBULAR
UP AIR
PE
A RS
A A HEATER TO
I I BAGHOUSE
COLD
R R SEALPOT
SA/PA
HOT PA LO
WE
RS
A
NOZZLES

LIMESTONE
FEEDING
TO
HOT PA FLYASH
SILO
ASH SCREWS
TO
BOTTOM
ASH SILO FA
PA/SA FAN BLOWER

Gambar 5.8. Sketsa boiler CFB Tarahan

PTKKE - BPPT 38
Daya Dukung Pembangkit Listrik Tenaga Uap Berbahan Bakar Batu Bara 2013

Tabel 5.4 Boiler type and furnace contruction (Sumber Babcock-Hitachi K.K)

PTKKE - BPPT 39
Daya Dukung Pembangkit Listrik Tenaga Uap Berbahan Bakar Batu Bara 2013

Gambar 5.9. Jenis burner pada boiler

5.4. Efisiensi Dan Emisi

Penggunaan teknologi SC dan USC diharapkan dapat meningkatkan efisiensi


pembangkit yang pada akhirnya akan mengurangi emisi CO 2 . Peningkatan efisiensi
sekitar 8% akan menurunkan emisi CO 2 sekitar 17%. Secara garis besar hubungan
antara peningkatan efisiensi dan penurunan emisi dapat ditunjukkan pada gambar 5.10.

Gambar 5.10. Hubungan antara peningkatan efisiensi dan penurunan emisi

PTKKE - BPPT 40
Daya Dukung Pembangkit Listrik Tenaga Uap Berbahan Bakar Batu Bara 2013

BAB VI
SYSTEM PENDUKUNG OPERASI JARINGAN (SPOJ)

6.1. Pembangunan Jaringan Untuk Interkoneksi HVDC 500 kV

Melihat kenyataan bahwa banyak potensi batubara kalori rendah di P. Sumatra,


sedangkan pusat beban terbesar di Indonesia adalah pada sistem Jawa-Bali, maka
pemerintah telah mendorong berbagai pihak untuk program PPP (public, private
patenrship) untuk membangun pembangkit listrik di mulut tambang yaitu PLTU Sumsel 8
(2x600 MW), PLTU Sumsel 9 (2x600) serta PLTU Sumsel 10 (1x600 MW) yang
direncanakan secara bertahap selesai pada tahun 2018, yang kesemuanya akan
disalurkan melalui HVDC 500 kV ke P. Jawa maupun ke Malasyia. Pembangunan PLTU
dan transmisi HVDC ini perlu sinkronisasi agar jangan sampai transmisi / jaringan sudah
terbangun akan tetapi pembangkitnya belum ada demikian juga sebaliknya
pembangkitnya sudah mengeluarkan tenaga lsitrik akan tetapi belum dapat disalurkan
baik ke Jawa maupun ke Malaysia. Konfigurasi antara PLTU dan jaringan dapat dilihat
pada gambar 6.1.

Gambar 6.1 Transmisi HVDC 500 kV sepanjang 520 km

PTKKE - BPPT 41
Daya Dukung Pembangkit Listrik Tenaga Uap Berbahan Bakar Batu Bara 2013

6.2. Posisi FACTS Divice dalam Sistem jaringan HVDC Sumatra Jawa.

Flexible AC transmisi system (FACTS) diperlukan untuk memperbaiki stabilitas sistem,


dimana dalam sistem HVDC short circuit level tidak terlalu diperhitungkan dibanding
sistem HVAC.

Gambar 6.2 merupakan contoh penerapan FACTS device pada sistem transmisi
disalah satu negara yang dapat menggunakan converter type LCC (line comutation
converter) atau VSC (voltage source comutation). Disamping penggunaan converter
dan FACTS divice di atas ada beberapa divice yang perlu ditambahkan seperti misalnya
penggunaan static var compensator (SVC), static syncronous compensator
(STATCOM), fixed series compensation (FSC), static frequency converter (SFC) dan
voltage source converter (VSC-HVDC) untuk mendukung sistem jaringan transmisis
HVDC, walaupun masih banyak kekurangan dan kelebihan dibandingkan technologi
LCC diantaranya adalah:

a. LCC HVDC

Current-sourced.

Line-commutated , sehingga membutuhkan jaringan AC yang kuat.

b. VSC HVDC

Voltage-sourced.

Self-commutated, jaringan AC dapat lebih lemah dibandingkan LCC.

Mengingat station converter-inverter 500 kV bipolar ini terletak di daerah Bogor


X dan akan masuk jaringan transmisi 500 kV jalur selatan (Depok IIITasikmalaya
Klaten) yang jaringan AC nya relatif stabil, maka pilihan penggunaaan LCC lebih
dimungkinkan daripada VSC.

PTKKE - BPPT 42
Daya Dukung Pembangkit Listrik Tenaga Uap Berbahan Bakar Batu Bara 2013

Gambar 6.2. Contoh penerapan FACTS pada sistem jaringan


Sumber : Franklin Institute 2006

6.3. Dasar Control System Pada Sistem HVDC

Secara khusus, sebuah metode pengontrolan pengoperasian secara terus menerus


perlu dilakukan agar HVDC dapat terus beroperasi walaupun terjadi gangguan dalam
sistem AC.

Beberapa sistem dasar pengontrolan perlu dipertimbangkan dalam pelaksanaan


project HVDC diantaranya adalah:

a. Automatic current, voltage, power dan minimum sudut kontrol. Metode standart
control dari ACR (automatic current regulation), AVR (automatic voltage regulator),
VDCOL (voltage depend current order limitation) dan AGR (automatic gamma
regualation).

b. Automatic frequency and emergency power control. Sistem DC pada dasarnya dapat
membantu memperbaiki seluruh sistem AC performace dan keamanan dengan
fungsi-fungsi arus vs gangguan yang berbeda dengan beroperasi sebagai AFC
(automatic frequency control) untuk menstabilkan sistem AC maupun sistem DC.

PTKKE - BPPT 43
Daya Dukung Pembangkit Listrik Tenaga Uap Berbahan Bakar Batu Bara 2013

c. Control pengoperasian yang kontinyu. Di dalam sistem HVDC konvensional, jika


terdeteksi AC voltage drop yang disebabkan karena gangguan AC dekat station
konverter, operasi bypass temporary atau temporary blocking dari DC sistem
diadopsi untuk menghindari kegagalan komutasi pada umumnya. Hal seperti tersebut
di atas akan terjadi delayed recovery dari sistem HVDC sekitar 200 atau 500 ms
setelah gangguan dihilangkan yang mungkin dapat mengakibatkan serious effec
transient stability. Hal seperti ini perlu dihindari.

PTKKE - BPPT 44
Daya Dukung Pembangkit Listrik Tenaga Uap Berbahan Bakar Batu Bara 2013

BAB VII
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

7.1. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari pembahasan pada bab-bab sebelumnya antara
lain:

a. Kapasitas PLTU yang disurvei adalah sebesar 4.200 MW atau 39% dari 10.670 MW
yang ada di sistem Jawa-Bali, dan 600 MW atau 45% dari 1.330 MW yang ada di
sistem-sistem Indonesia bagian Barat dan sistem-sistem Indonesia bagian Timur.

b. PLTU yang disurvei, baik yang berumur di atas 10 tahun maupun yang berumur di
bawah 10 tahun sebagian besar mengalami derating lebih besar atau sama dengan
4%.

c. Telah dilakukan terobosan teknologi pada pembangkit yang berusia di bawah 10


tahun dengan menggunakan sistem pembakaran CBF, walaupun hasilnya tidak lebih
baik dari PLTU sebelumnya.

d. Belum berhasilnya terobosan teknologi tersebut bukan disebabkan jenis teknologi


yang diperkenalkan, melainkan persoalan material dan sistem kendali.

e. Telah dilakukan terobosan teknologi pada penanganan batu bara, walaupun belum
ada laporan/analisa tentang dampaknya.

f. Teknologi pemanfaatan dan pengembangan batu bara muda atau lignete yang
banyak terdapat di Indonesia khususnya di pulau Sumatra, guna mendukung
pembangunan pembangkit listrik berbahan bakar batu bara (PLTU) masih banyak
memerlukan inovasi inovasi baru khususnya bagi PLTU mulut tambang yang
sangat mungkin diterapkan untuk PLTU Sumsel 9 dan PLTU Sumsel 10.

g. Teknologi pengering batu bara atau coal drying, saat ini banyak terdapat di dunia
akan tetapi masing-masing teknologi perlu dikaji kelayakannya untuk diterapkan di
Indonesia, mengingat rata-rata calorivic value dari brown coal/ lignite yang terdapat di
Indonesia dan di suplai oleh perusahaan pertambangan adalah sekitar 3820 kkal/kg

PTKKE - BPPT 45
Daya Dukung Pembangkit Listrik Tenaga Uap Berbahan Bakar Batu Bara 2013

(raw coal) yang dicampur dengan batu bara dari PT. Bukit Asam (Persero) yang
mempunyai calorivic value lebih baik 4520 kkal/kg (LHV) dan telah melakukan
kontrak dengan PT. PLN (Persero).

h. Untuk PLTU program 10.000 MW tahap I dan tahap II, study perbandingan untuk
penerapan teknologi coal drying perlu dilakukan secara comprehensif antara
teknologi STD (steam tube drying), teknologi cyclone burner dan teknologi flue gas,
agar penerapan teknologi yang menyangkut kapasitas dan perawatan dari coal
drying cukup aman, handal dan cost effektif, tidak menggangu operasi PLTU.

7.2. Rekomendasi

Pelaksanaan FTP 1 PLTU batu bara yang telah COD (commercial operating date), yaitu
PLTU Labuan, PLTU Rembang dan PLTU Teluk Naga, perlu dilakukan kajian tentang
penerapan coal drying agar kinerja dari PLTU sesuai dengan kinerja yang diharapkan
dalam spesifikasi kontrak.

PTKKE - BPPT 46
Daya Dukung Pembangkit Listrik Tenaga Uap Berbahan Bakar Batu Bara 2013

Daftar Pustaka

[1] BPPT, Laporan Audit Teknologi Pembangkit Listrik Di Indonesia. 2011


[2] Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik 2012-2021
[3] Clean Coal Technology Selection Study, Final Report, Black & Veatch, January
2007.
[4] https ://edisugianto.wordpress.com/2010
[5] Power Generation from Coal, Measuring and Reporting Efficiency Performance and
CO2 Emission, Coal Industry Advisory Board
[6] Clean Coal Technology Selection Study, Final Report, Black & Veatch, January
2007.
[7] Power Generation from Coal, Measuring and Reporting Efficiency Performance and
CO2 Emission, Coal Industry Advisory Board.
[8] Joachim Franke and Rudolf Kral, Supercritical boiler technology for future market
conditions,Siemens Power Generation, Presented at Parsons Conference 2003.
[9] Dr David Smith, Advanced Supercritical Boiler Technologies, Official Opening of
the OxyCoalTM Clean CombustionTest Facility, Technical Seminar.
[10] Hajime Kimura, Junichiro Matsuda, Kazuhito Sakai, SUPERCRITICAL SLIDING
PRESSURE OPERATION BOILER AND APPLICATION FOR OVERSEAS
UTILITY, Babcock-Hitachi K.K.
[11] http:// www.wartatambangkaltim.com.

PTKKE - BPPT 47

Anda mungkin juga menyukai