Anda di halaman 1dari 10

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN

RSUD KAJEN
Jln Raya Karangsari Karanganyar Pekalongan 51182
Telp. IGD : (0285). 385231 Fax : (0285) 385229
Email. Kajen_rsud@yahoo.co.id

SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KAJEN


Nomor : 445 / 01 / FAR / XI / 2014

TENTANG

MANAJEMEN PENGGUNAAN OBAT

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KAJEN KABUPATEN PEKALONGAN

Menimbang :

a. Bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan farmasi Rumah Sakit, maka
diperlukan Manajemen Penggunaan Obat di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum
Daerah Kajen.

b. Bahwa agar Manajemen Penggunaan Obat di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum
Daerah Kajen dapat terlaksana dengan baik perlu adanya Pedoman Pengorganisasian,
Pengelolaan, Pelayanan, Pengawasan dan Pendidikan dan Pelatihan Staf.

c. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam a dan b, perlu


ditetapkan dengan Keputusan Kepala Rumah Sakit Umum Daerah Kajen.

Mengingat :

1. Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.

2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit.

3. Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika

4. Undang-Undang Nomor 5 tahun 1997 tentang Psikotropika

5. Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

6. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 58 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan


Kefarmasian di Rumah Sakit

7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1691/Menkes/Per/VIII/2011


tentang Keselamatan Pasien
ME MUTUSKAN:

Menetapkan :

Pertama : KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH


KAJEN TENTANG MANAJEMEN PENGGUNAAN OBAT RUMAH
SAKIT UMUM DAERAH KAJEN.

Kedua : Kebijakan Manajemen Penggunaan Obat Rumah Sakit Umum Daerah


Kajen sebagaimana tercantum dalam Lampiran Keputusan ini.

Ketiga : Pembinaan dan pengawasan tentang Manajemen Penggunaan Obat


dilaksanakan oleh Kepala Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah
Kajen.

Keempat : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkannya, dan apabila di


kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dalam penetapan ini akan
diadakan perbaikan sebagaimana mestinya

Ditetapkan di : Kajen
Pada tanggal : 17 November 2014

DIREKTUR RSUD KAJEN


KABUPATEN PEKALONGAN

DR. DWI ARIE GUNAWAN, SP.B


Penata Tk. I
NIP. : 19700429 199903 1 002
Lampiran I : SK Direktur RSUD Kajen
Nomor : 445 / 01 / FAR / XI / 2014
Tanggal : 17 November 2014

KEBIJAKAN MANAJEMEN PENGGUNAAN OBAT

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KAJEN

A. KEBIJAKAN UMUM

1. Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Kajen adalah penanggung jawab atas peraturan
dan kebijakan yang berlaku di rumah sakit, termasuk peraturan dan kebijakan tentang
pengelolaan dan penggunaan perbekalan kesehatan.
2. Pengelolaan Perbekalan Kesehatan adalah suatu proses yang dimulai dari pemilihan,
perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian,
penghapusan, administrasi, dan pelaporan serta evaluasi yang diperlukan bagi
kegiatan pelayanan.
3. Komite Farmasi dan Terapi adalah organisasi yang bertugas membantu direktur
rumah sakit dalam merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan peraturan tentang
pengelolaan dan pemakaian perbekalan farmasi, khususnya obat-obatan.
4. Instalasi Farmasi adalah unit kerja fungsional yang berada di bawah Direktur Rumah
Sakit dan mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan perbekalan farmasi sesuai
kebutuhan semua pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah Kajen yang
optimal meliputi perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan,
pendistribusian, dan produksi serta melaksanakan pelayanan farmasi klinik sesuai
prosedur kefarmasian dan etik profesi.
5. Pengelolaan perbekalan Kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah Kajen
diselenggarakan dengan sistem satu pintu sesuai dengan Undang-Undang nomor 44
tahun 2009 tentang Rumah Sakit pasal 15 ayat 3.

B. KEBIJAKAN KHUSUS

I. Organisasi dan Tata Laksana

1. Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Kajen adalah penanggung jawab atas peraturan
dan kebijakan yang berlaku di rumah sakit, termasuk peraturan dan kebijakan tentang
pengelolaan dan penggunaan perbekalan kesehatan.
2. Komite Farmasi dan Terapi adalah organisasi yang bertugas membantu direktur
rumah sakit dalam merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan peraturan tentang
pengelolaan dan pemakaian perbekalan farmasi, khususnya obat-obatan.
3. Bidang Pelayanan Medik adalah unit kerja fungsional yang bertugas untuk mengelola
kegiatan pelayanan medik sesuai standar pelayanan, etika, disiplin profesi, dan
keselamatan pasien serta mengkoordinasikan pelayanan, pendidikan dan penelitian.
4. Instalasi farmasi adalah unit kerja fungsional yang berada di bawah Direktur Rumah
Sakit dan mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan perbekalan kesehatan yang
optimal meliputi : perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan,
pendistribusian, produksi, pemantauan serta melaksanakan pelayanan farmasi klinik
sesuai prosedur kefarmasian dan etika profesi.
5. Instalasi Farmasi dipimpin oleh seorang Apoteker , berijazah sarjana farmasi dan
telah lulus sebagai Apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker, yang
telah memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker dan Surat Ijin Praktek Apoteker,
dalam pelaksanaan tugasnya dapat dibantu oleh Apoteker pendamping dan tenaga
teknis kefarmasian.
6. Kepala Instalasi Farmasi bertanggung jawab terhadap segala aspek hukum dan
peraturan-peraturan farmasi baik terhadap administrasi sediaan farmasi dan proses
distribusi di rumah sakit.
7. Dalam struktur organisasi Instalasi Farmasi, Kepala Instalasi dibantu oleh Apoteker
pendamping dengan 7 Unit Pelayanan Farmasi (UPF) yaitu Unit Pelayanan Farmasi
Rawat Jalan 1, Unit Pelayanan Farmasi Rawat Jalan 2, Unit Pelayanan IGD/ICU,
Unit Pelayanan Farmasi IBS, Unit Pelayanan Farmasi Teratai, Unit Pelayanan
Farmasi Mawar, Unit Pelayanan Farmasi Seroja dan Apoteker penanggung jawab
logistik yang bertugas utama dalam perencanaan, pengadaan, penyimpanan,
pendistribusian dan produksi.
8. Keanggotaan Komite Farmasi dan Terapi (KFT) berdasarkan pengusulan dari Komite
Medik dan disahkan oleh Direktur Rumah Sakit. Keanggotaan minimal terdiri dari 1
orang ketua (Dokter), 1 orang sekretaris (Apoteker) dan anggota.

II. Pengelolaan Perbekalan Kesehatan

1. Pemilihan
a. Komite Farmasi dan Terapi membatasi dan memilih produk obat yang
menunjukkan keunggulan dibandingkan produk lain yang sejenis dari aspek
khasiat, keamanan, ketersediaan di pasaran, harga dan biaya pengobatan yang
paling murah.
b. Daftar obat yang telah disetujui dan ditetapkan oleh Direktur Rumah Sakit Umum
Daerah Kajen digunakan sebagai dasar dalam penulisan resep/ dalam pelayanan
kesehatan yang tertuang dalam buku Formularium Rumah Sakit Umum Daerah
Kajen.
c. Dalam proses penyusunan dan revisi formularium Instalasi Farmasi bekerja sama
dengan Komite Farmasi dan Terapi dan dirancang agar dihasilkan formularium
yang selalu mutakhir dan dapat memenuhi kebutuhan pengobatan yang rasional.
d. Kebijakan dan prosedur sistem formularium harus dimasukkan sebagai salah satu
peraturan yang harus dipatuhi dan dilaksanakan oleh semua personel rumah sakit.
e. Formularium dievaluasi setiap satu tahun sekali dengan melibatkan para praktisi
pelayanan kesehatan.
f. Penambahan atau pengurangan obat dilaksanakan sesuai prosedur berdasarkan
safety dan efektifitasnya dan dimintakan penetapannya kepada Direktur melalui
Komite Farmasi dan Terapi.
g. Setiap obat baru yang diusulkan untuk masuk dalam formularium harus
dilengkapi dengan informasi tentang kelas terapi, indikasi, bentuk sediaan dan
kekuatan, bioavailabilitas dan farmakokinetik, kisaran dosis, efek samping, efek
toksik, perhatian khusus, kelebihan obat ini dibandingkan dengan obat lama yang
tercantum dalam formularium, uji klinik, perbandingan biaya pengobatan, dan
indikasi keamanannya.
h. Suatu obat dapat dihapuskan dari formularium bila obat sudah tidak ada di
pasaran, tidak ada lagi dokter yang meresepkan, atau sudah ada obat lain yang
cost-effective
i. Pada kasus dimana diperlukan suatu obat yang tidak tercantum dalam
formularium, maka dokter dapat mengajukan permintaan khusus dengan mengisi
Formulir Permintaan Khusus Obat non Formularium yang diajukan ke KFT untuk
dapat mendapat persetujuan.
j. Buku formularium yang berlaku wajib ada di lokasi pelayanan. Setiap dokter
harus mengacu pada formularium ini dalam melakukan praktek di Rumah Sakit
Umum Daerah Kajen.
k. Instalasi farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Kajen tidak mengelola obat
khemoterapi, bahan radioaktif, produk nutrisi, dan obat sampel.

2. Perencanaan, Pengadaan dan Penerimaan


a. Perencanaan obat mengacu kepada formularium Rumah Sakit, serta kepada daftar
alat kesehatan yang telah disepakati dan diajukan oleh pengguna dan ditetapkan
oleh Direktur Rumah Sakit.
b. Pengadaan obat yang tidak tercantum dalam formularium hanya dapat dilakukan
setelah mendapat rekomendasi dari Komite Farmasi dan Terapi dan disetujui oleh
Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Kajen.
c. Pelaksanaan pengadaan perbekalan kesehatan untuk mendukung kebutuhan
rumah sakit dilaksanakan oleh Pejabat Pengadaan.
d. Proses penerimaan semua pengadaan perbekalan kesehatan di Rumah Sakit
Umum Daerah Kajen dilaksanakan oleh Panitia Penerima Hasil Pekerjaan
(PPHP) berdasarkan Surat Perintah Direktur Rumah Sakit.
e. Untuk mengatasi ketidaktersediaan obat di Rumah Sakit Umum Daerah Kajen
maka dibuat perjanjian kerjasama dengan instalasi farmasi atau apotek luar.
f. Setiap obat dibuat kartu stok untuk memantau setiap transaksinya dan diadakan
stok opnam setiap bulan untuk melindungi dari kehilangan atau pencurian di
Rumah Sakit.

3. Penyimpanan
a. Area penyimpanan perbekalan kesehatan tidak boleh dimasuki oleh personel
selain petugas farmasi, atau di bawah pengawasan petugas farmasi.
b. Penyimpanan obat berdasarkan teknik FIFO (first in first out) dimana obat yang
datang pertama dikeluarkan lebih dulu atau FEFO (first expired first out) dimana
obat yang dekat expire/kadaluarsa dikeluarkan terlebih dulu.
c. Penyusunan obat berdasarkan alfabetis.
d. Penyimpanan obat, suplai medik, gas medis harus dilakukan sesuai persyaratan
dan standar kefarmasian untuk menjamin stabilitas dan keamanannya serta
memudahkan dalam pencarian dalam rangka mempercepat pelayanan.
e. Perbekalan kesehatan yang memiliki sifat fisika-kimia atau atas dasar
rekomendasi pabrikan, harus disimpan khusus pada suhu tertentu dan terkontrol.
f. Penyimpanan harus terkontrol dengan didokumentasi, dimonitor, dicatat, dan
dilaporkan secara periodik.
g. Khusus bahan berbahaya yang bersifat mudah menyala atau terbakar, eksplosif,
radioaktif, oksidator/reduktor, racun, korosif, karsinogenik, teratogenik,
mutagenik, iritasi, dan bahan berbahaya lainnya harus disimpan terpisah dalam
ruang penyimpanan dan disertai label berbahaya dan ada informasi penanganan
kalau terkena percikan (MSDS).
h. Bahan yang terkontrol (Obat narkotika dan psikotropika) disimpan dalam lemari
terpisah dengan kunci ganda.
i. Obat jadi dan bahan baku harus diberi label yang mencantumkan kandungan,
tanggal kadaluarsa dan peringatan penting.
j. Elektrolit pekat konsentrat tidak disimpan di unit asuhan kecuali merupakan
kebutuhan klinis yang penting dan dilaksanakan sesuai prosedur.
k. Obat High Allert (obat yang memerlukan kewaspadaan tinggi) harus disimpan di
tempat terpisah dan diberi label khusus.
l. Obat dengan tampilan mirip dan bunyi mirip (Look Alike Sound Alike/LASA)
disimpan dengan penandaan LASA dan diberi jarak antar obatnya.
m. Obat yang dibawa pasien dari luar rumah sakit atau dari pemakaian sebelumnya
dari rumah dapat digunakan di rumah sakit setelah disetujui oleh Dokter
Penanggung Jawab Pasien (DPJP), diperiksa mutunya secara visual dan disimpan
di depo pelayanan farmasi.
n. Seluruh tempat penyimpanan obat diinspeksi secara periodik 1 bulan sekali untuk
memastikan obat disimpan secara benar.
o. Instalasi farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Kajen tidak mengelola obat untuk
penelitian, obat yang bersifat radioaktif, dan obat khemoterapi.
p. Instalasi farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Kajen tidak melaksanakan
pencampuran produk nutrisi parenteral.
q. Perbekalan kesehatan untuk kepentingan emergensi disimpan dalam troli/ kit/
lemari emergensi yang selalu dikunci, disegel, diperiksa secara rutin oleh petugas
farmasi, dan dipastikan obat dalam keadaan siap pakai dengan jumlah yang sesuai
daftar dan tidak kadaluarsa.
r. Dilakukan penggantian obat-obat emergensi di emergency kit segera setelah
digunakan oleh petugas Farmasi.
s. Perbekalan kesehatan yang tidak digunakan lagi karena rusak atau kadaluarsa
disimpan di instalasi farmasi didata dan ditempatkan dalam wadah tersendiri
untuk dilakukan pemusnahan.
t. Obat yang ditarik dari peredaran oleh pemerintah atau oleh pabrikan, kadaluarsa
dan atau ketinggalan jaman dikembalikan ke instalasi farmasi.

4. Peresepan
a. Yang berhak menulis resep adalah staf medis tetap, dokter mitra, dokter
internship, yang diberi wewenang oleh Direktur Rumah Sakit Kajen untuk
praktek medis di rumah sakit, dan mempunyai surat ijin praktek di Rumah Sakit
Umum Daerah Kajen dan dikenal oleh seluruh staf farmasi di Rumah Sakit
Umum Daerah Kajen
b. Resep ditulis secara manual pada blanko resep dengan kop surat Rumah Sakit
Umum Daerah Kajen, disiapkan oleh rumah sakit
c. Tulisan resep harus jelas dan dapat dibaca, menggunakan istilah dan singkatan
lazim sesuai dalam buku daftar singkatan.
d. Obat yang diresepkan dengan nama generiknya, sesuai dengan obat yang ada
dalam formularium rumah sakit.
e. Elemen-elemen dari suatu pemesanan atau penulisan resep yang lengkap serta
jenis pemesanan yang akseptabel untuk digunakan meliputi :

1) Data indentitas pasien


a) Nama Pasien
b) Nomor rekam medis
c) Tanggal lahir
2) Elemen-elemen pemesanan atau peresepan
a) Tanggal penulisan resep
b) Nama dokter
c) Nomor SIP
d) Riwayat alergi
e) Tanda R/ pada setiap obat yang diresepkan
f) Nama obat sesuai di formularium, disertai bentuk sediaan dan
kekuatannya, dan jumlah sediaan.
g) Bila obat berbentuk racikan dituliskan nama setiap jenis/bahan obat dan
jumlah bahan obat.
h) Aturan pakai (frekuensi, dosis, rute pemberian)

3) Obat ditulis dengan nama generik untuk pasien BPJS, jamkesda dan pasien
umum kelas tiga, untuk pasien lainnya dapat menggunakan obat generik
ataupun obat paten sesuai formularium.
4) Indikasi untuk penggunaan obat Pro Re Nata (jika diperlukan) harus
dituliskan dan disertakan dosis maksimal dalam sehari
5) Pemesanan obat LASA sesuai prosedur khusus.
6) Peresepan yang tidak lengkap, tidak jelas , tidak terbaca dikonfirmasikan ke
dokter penulis resep sesuai prosedur
7) Pada pesanan obat yang emergency ditulis CITO
8) Pesanan obat melalui telepon ditulis kembali secara lengkap oleh penerima
pesanan dan dikonfirmasi ulang.
9) Instruksi lisan (verbal order) harus diminimalkan. Instruksi lisan untuk obat
high alert tidak boleh, kecuali dalam keadaan emergensi. Instruksi lisan tidak
diperbolehkan saat dokter berada di ruang rawat.
10) Berat badan dicantumkan pada pesanan obat untuk pasien anak
f. Peresepan obat-obat psikotropik selain dokter spesialis penyakit saraf hanya 3
hari pemakaian.
g. Obat obat yang diresepkan harus ditulis dalam formulir terapi untuk pasien
rawat inap dan blangko resep untuk pasien rawat jalan dan dicatat dalam rekam
medis setiap pasien.
h. Obat-obat yang diresepkan untuk pasien meliputi jenis, dosis dan aturan pakai
dicatat di rekam medis dan disertakan di status pasien pada saat pemulangan dan
pemindahan.
i. Obat yang dipakai pasien sebelum dirawat jika atas persetujuan DPJP tetap
dipakai maka dicatat di Rekam Medis Pasien dan di Formulir rekonsiliasi obat
dan dapat digunakan sebagai pertimbangan DPJP dalam memberikan resep
pertama sesuai prosedur.
j. Resep yang sudah dikerjakan, didokumentasikan, disimpan dengan baik, dan
setelah 3 tahun dapat dimusnahkan.

III.Pelayanan Farmasi

1. Penyiapan
a. Yang dimaksud penyiapan obat adalah proses dimulai dari resep/ instruksi
pengobatan diterima oleh apoteker/tenaga teknis kefarmasian yang ditunjuk
sampai dengan obat diterima oleh perawat di ruang rawat untuk pasien rawat inap
atau sampai dengan obat diterima oleh pasien/keluarga di rawat jalan.
b. Sebelum obat disiapkan, apoteker/ tenaga teknis kefarmasian harus melakukan
pengkajian terhadap resep/ instruksi pengobatan meliputi :
1) Ketetapan dosis, dosis, frekuensi dan rute pemberian.
2) Duplikasi terapi
3) Alergi atau reaksi sensitivitas yang sesungguhnya maupun yang potensial
4) Interaksi yang sesungguhnya maupun potensial antara obat dengan obat-
obatan atau makanan.
5) Variasi dari kriteria penggunaan yang ditentukan rumah sakit
6) Berat badan pasien dan informasi fisiologis dari pasien
7) Kontra indikasi
c. Petugas yang berwenang melakukan telaah resep adalah apoteker dan tenaga
teknis kefarmasian yang mempunyai surat ijin dan terlatih.
d. Apoteker diberi akses ke data pasien atau rekam medis untuk melakukan
pengkajian resep.
e. Telaah tidak perlu dilakukan pada kondisi darurat, atau jika DPJP hadir yaitu di
IBS dan IGD, dalam tindakan radiologi intervensional dan diagnostic imaging
f. Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Kajen belum menggunakan
software interaksi obat dan alergi
g. Dalam proses penyiapan obat, petugas farmasi dapat melakukan substitusi
terapetik obat artinya farmasi diperbolehkan melakukan penggantian obat yang
sama kelas terapinya tetapi zatnya berbeda dengan terlebih dulu meminta
persetujuan dokter penulis resep.
h. Penyiapan obat harus dilakukan di tempat yang bersih dan aman sesuai aturan
dan standar praktik kefarmasian.
i. Area penyiapan obat tidak boleh dimasuki oleh personel lain selain petugas
farmasi.
j. Sistem distribusi dan penyiapan obat untuk pasien rawat inap dengan sistem Unit
Dose Dispensing artinya obat disiapkan per sekali minum dan untuk rawat jalan
dengan sistem distribusi resep individual.
k. Setiap obat yang telah disiapkan harus diberi label meliputi : Identitas pasien,
nama obat, dosis, waktu pemberian, tanggal penyiapan, tanggal kadaluarsa.
l. Obat disalurkan dalam bentuk yang paling siap diberikan kecuali obat intra vena.
m. Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Kajen belum melakukan penyiapan
produk steril.

2. Pemberian
a. Yang berhak memberikan obat kepada pasien adalah dokter atau perawat yang
memiliki kewenangan dan kompetensi serta memilik ijin praktek di Rumah Sakit
Umum Daerah Kajen.
b. Pemberian obat harus sesuai dengan Standar Prosedur Operasional Pemberian
Obat.
c. Dokter peserta didik atau perawat peserta didik dapat memberikan obat di bawah
supervisi instruktur klinik, kecuali obat high alert.
d. Pada pemberian obat secara infus, label nama obat dan tanggal ditempelkan pada
botol infus.
e. Obat yang akan diberikan kepada pasien harus diverifikasi dulu oleh apoteker/
perawat tentang 7 benar, meliputi
1) Benar pasien
2) Benar obat
3) Benar dosis
4) Benar waktu & frekuensi pemberian
5) Benar cara/rute pemberian
6) Benar dokumentasi
7) Benar informasi.
f. Mutu obat yang diberikan kepada pasien harus dipastikan baik, dan diperiksa
secara manual.
g. Setiap penyerahan obat dari petugas farmasi kepada pasien/ keluarga/ perawat
selalu didokumentasikan.
h. Pasien dipastikan tidak memiliki riwayat alergi dan kontraindikasi dengan obat
yang akan diberikan.
i. Obat yang tergolong high alert harus diperiksa kembali oleh perawat lain
sebelum diberikan kepada pasien.
j. Obat yang diberikan harus sesuai dengan peresepan dan dicatat dalam rekam
medis pasien
k. Pemberian obat di ruang perawatan dicatat di lembar pemberian obat sesuai
dengan identitas pasien dan waktu pemberian
l. Pemberian obat kepada pasien rawat jalan dan digunakan secara mandiri harus
mendapat edukasi terlebih dulu oleh petugas farmasi.

IV. Pengawasan dan Pelaporan

1. Petugas farmasi melaksanakan supervisi ke ruang perawatan untuk melakukan visite,


monitor tentang pengelolaan di ruang perawatan.
2. Pemantauan efek terapi dan efek yang tidak diharapkan dari obat dilakukan pada
setiap pasien.
3. Pemantauan efek samping obat diprioritaskan pada obat yang baru masuk
formularium rumah sakit.
4. Pemantauan efek samping obat dilaksanakan oleh dokter/perawat/apoteker dan
dilaporkan kepada Komite Farmasi dan Terapi
5. Komite Farmasi dan Terapi melakukan monitoring terhadap efek samping obat.
6. Kesalahan obat adalah kesalahan yang terjadi pada tahap penulisan resep, penyiapan/
peracikan, atau pemberian obat baik yang menimbulkan efek merugikan ataupun
tidak ditetapkan melalui proses kolaborasi antara dokter, Apoteker dan Perawat.
7. Setiap kesalahan obat yang terjadi, wajib dilaporkan oleh petugas yang
menemukan/terlibat langsung dengan kejadian tersebut dan atasan langsungnya,
dalam waktu maksimal 2 x 24 jam setelah ditemukan dengan menggunakan formulir
laporan insiden ke Tim Keselamatan Pasien dicatat di dalam catatan medik pasien.
8. Tipe kesalahan yang dilaporkan :
a. Kejadian Nyaris Cedera (KNC) terjadinya insiden yang belum terpapar ke pasien,
yang tidak menyebabkan cedera pada pasien.
b. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) suatu kejadian yang mengakibatkan cedera
pada pasien.
9. Pelaporan kesalahan obat dan KNC digunakan untuk proses perbaikan pengobatan.
10. Kajian penggunaan Obat (Drug Utilization Review) merupakan pengkajian sistematik
terhadap seluruh aspek penggunaan obat yang bertujuan untuk menjamin penggunaan
obat yang aman dan cost effective serta meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan.
Dilakukan dengan menganalisis dan menginterpretasikan pola penggunaan obat baik
secara kualitatif maupun kuantitatif. Hasil pengkajian dijadikan dasar dalam
mengidentifikasi kekurangan dan menyusun strategi untuk perbaikan.
11. Obat-obatan yang diprioritaskan untuk ditinjau meliputi obat yang diduga banyak
digunakan secara tidak rasional, obat mahal, dan obat sedang dievaluasi untuk
penggunaan dalam formularium.
12. Kajian penggunaan obat harus berlanjut dengan penentuan strategi/ intervensi yang
bertujuan untuk memecahkan masalah obat, dapat dilakukan dengan edukasi
(seminar, diskusi kelompok, pelayanan informasi obat) tatalaksana (audit, umpan
balik) dan pembatasan (penghentian obat, pembagian lini penggunaan obat).

DIREKTUR RSUD KAJEN


KABUPATEN PEKALONGAN

DR. DWI ARIE GUNAWAN, SP.B


Penata Tk. I
NIP. : 19700429 199903 1 002

Anda mungkin juga menyukai