Anda di halaman 1dari 4

http://rizkifahrian09.blogspot.

com/2013/11/hakik
at-sila-sila-pancasila.html
A. Hakekat Pengertian Sila-Sila Pancasila
1. Sila Pancasila: Ke-Tuhanan yang Maha Esa.
Inti sila ketuhanan yang maha esa adalah kesesuaian sifat-sifat dan hakikat Negara
dengan hakikat Tuhan. Kesesuaian itu dalam arti kesesuaian sebab-akibat. Maka dalam
segala aspek penyelenggaraan Negara Indonesia harus sesuai dengan hakikat nila-nilai
yang berasal dari tuhan, yaitu nila-nilai agama. Telah dijelaskan di muka bahwa pendukung
pokok dalam penyelenggaraan Negara adalah manusia, sedangkan hakikat kedudukan
kodrat manusia adalah sebagai makhluk berdiri sendiri dan sebagai makhluk tuhan. Dalam
pengertian ini hubungan antara manusia dengan tuhan juga memiliki hubungan sebab-
akibat. Tuhan adalah sebagai sebab yang pertama atau kausa prima, maka segala sesuatu
termasuk manusia adalah merupakan ciptaan tuhan (Notonagoro)
Hubungan manusia dengan tuhan, yang menyangkut segala sesuatu yang berkaitan
dengan kewajiban manusia sebagai makhluk tuhan terkandung dalam nilai-nilai agama.
Maka menjadi suatu kewajiban manusia sebagai makhluk tuhan, untuk merealisasikan nilai-
nilai agama yang hakikatnya berupa nila-nilai kebaikan, kebenaran dan kedamaian dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara.
Disis lain Negara adalah suatu lembaga kemanusiaan suatu lembaga
kemasyarakatan yang anggota-anggotanya terdiri atas manusia, diadakan oleh manusia
untuk manusia, bertujuan untuk melindungi dan mensejahterakan manusia sebagai
warganya. Maka Negara berkewajiban untuk merealisasikan kebaikan, kebenaran,
kesejahteraan, keadilan perdamaian untuk seluruh warganya.
Maka dapatlah disimpulkan bahwa Negara adalah sebagai akibat dari manusia,
karena Negara adalah lembaga masyarakat dan masyarakat adalah terdiri atas manusia-
manusia, adapun keberadaan nilai-nilai yang berasal dari tuhan. Jadi hubungan Negara
dengan tuhan memiliki hubungan kesesuaian dalam arti sebab akibat yang tidak langsung,
yaitu Negara sebagai akibat langsung dari manusia dan manusia sebagai akibat adanya
tuhan. Maka sudah menjadi suatu keharusan bagi Negara untuk merealisasikan nilai-nilai
agama yang berasal dari tuhan.
Jadi hubungan antara Negara dengan landasan sila pertama, yaitu ini sila
ketuhanan yang maha esa adalah berupa hubungan yang bersifat mutlak dan tidak
langsung. Hal ini sesuai dengan asal mula bahan pancasila yaitu berupa nilai-nilai agama ,
nilai-nilai kebudayaan, yang telah ada pada bangsa Indonesia sejak zaman dahulu kala
yang konsekuensinya harus direalisasikan dalam setiap aspek penyelenggaraan Negara.

2. Sila kedua: kemanusiaan yang adil dan beradab


Inti sila kemanusiaan yang adil dan beradab adalah landasan manusia. Maka
konsekuensinya dalam setiap aspek penyelengaraan Negara antara lain hakikat Negara,
bentuk Negara, tujuan Negara , kekuasaan Negara, moral Negara dan para penyelenggara
Negara dan lain-lainnya harus sesuai dengan sifat-sifat dan hakikat manusia. Hal ini dapat
dipahami karena Negara adalah lembaga masyarakat yang terdiri atas manusia-manusia,
dibentuk oleh anusia untuk memanusia dan mempunyai suatu tujuan bersama untuk
manusia pula. Maka segala aspek penyelenggaraan Negara harus sesuai dengan hakikat
dan sifat-sifat manusia Indonesia yang monopluralis , terutama dalam pengertian yang lebih
sentral pendukung pokok Negara berdasarkan sifat kodrat manusia monodualis yaitu
manusia sebagai individu dan makhluk social.
Oleh karena itu dalam kaitannya dengan hakikat Negara harus sesuai dengan
hakikat sifat kodrat manusia yaitu sebagai makhluk individu dan makhluk social. Maka
bentuk dan sifat Negara Indonesia bukanlah Negara individualis yang hanya menekankan
sifat makhluk individu, namaun juga bukan Negara klass yang hanya menekankan sifat
mahluk social , yang berarti manusia hanya berarti bila ia dalam masyarakat secara
keseluruhan.
Maka sifat dan hakikat Negara Indonesia adalah monodualis yaitu baik sifat kodrat
individu maupun makhluk social secara serasi, harmonis dan seimbang. Selain itu hakikat
dan sifat Negara Indonesia bukan hanya menekan kan segi kerja jasmani belaka, atau juga
bukan hanya menekankan segi rohani nya saja, namun sifat Negara harus sesuai dengan
kedua sifat tersebut yaitu baik kerja jasmani maupun kejiwaan secara serasi dan seimbang,
karena dalam praktek pelaksanaannya hakikat dan sifat Negara harus sesuai dengan
hakikat kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk berdiri seniri dan makhluk tuhan.

3. Sila ketiga: Persatuan Indonesia


Persatuan berasal dari kata satu yang berarti utuh tidak terpecah belah persatuan berarti
bersatunya bermacam corak yang beraneka ragam menjadi satu kebulatan. Indonesia
mengandung dua makna yaitu makna geograpis dan makna bangsa dalam arti politis. Jadi
persatuan Indonesia adalah persatuan bangsa yang mendiami wilayah Indonesia. Bangsa yang
mendiami wilayah Indonesia bersatu karena didorong untuk mencapai kehidupan yang bebas
dalam wadah Negara yang merdeka dan berdaulat, persatuan Indonesia merupakan faktor yang
dinamis dalam kehidupan bangsa Indonesia bertujuan memajukan kesejahteraan umum dan
mencerdaskan kehidupan bangsa serta mewujudkan perdamaian dunia yang abadi.

Persatuan Indonesia adalah perwujudan dari paham kebangsaan Indonesia yang dijiwai
oleh sila I dan II. Nasionalisme Indonesia mengatasi paham golongan, suku bangsa, sebaliknya
membina tumbuhnya persatuan dan kesatuan sebagai satu bangsa yang padu tidak terpecah
belah oleh sebab apapun. Hakekat pengertian itu sesuai dengan pembukaan UUD1945 alenia ke
empat dan pasal-pasal 1,32,35,dan 36 UUD 1945

4. Sila keempat: Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam


permusyawaratan perwakilan
Kerakyatan berasal dari kata rakyat, yang berarti sekelompok manusia dalam suatu
wilayah tertentu kerakyatan dalam hubungan dengan sila IV bahwa kekuasaan yang tertinggi
berada ditangan rakyat. Hikmat kebijaksanaan berarti penggunaan pikiran atau rasio yang sehat
dengan selalu mempertimbangkan persatuan dan kesatuan bangsa kepentingan rakyat dan
dilaksanakan dengan sadar, jujur dan bertanggung jawab. Permusyawaratan adalah suatu tata
cara khas kepribadian Indonesia untuk merumuskan dan memutuskan sesuatu hal berdasarkan
kehendak rakyat hingga mencapai keputusan yang berdasarkan kebulatan pendapat atau
mupakat. Perwakilan adalah suatu sistem dalam arti tata cara (prosedura) mengusahakan turut
sertanya rakyat mengambil bagian dalam kehidupan bernegara melalui badan-badan perwakilan.

Jadi sila ke IV adalah bahwa rakyat dalam menjalankan kekuasaannya melalui sistem
perwakilan dan keputusan-keputusannya diambil dengan jalan musawarah dengan pikiran yang
sehat serta penuh tanggung jawab baik kepada Tuhan yang maha Esa maupun kepada rakyat
yang diwakilinya. Hakekat pengertian itu sesuai dengan pembukaan UUD alenia empat dan
pasal-pasal 1,2,3,28 dan 37 UUD 1945.

5. Sila ke V: keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia


Inti sila kelima yaitu keadilan yang mengandung makna sifat-sifat dan keadaan
Negara Indonesia harus sesuai dengan hakikat adil, yaitu pemenuhan hak dan wajib pada kodrat
manusia hakikat keadilan ini berkaitan dengan hidup manusia , yaitu hubungan keadilan antara
manusia satu dengan lainnya, dalam hubungan hidup manusia dengan tuhannya, dan dalam
hubungan hidup manusia dengan dirinya sendiri (notonegoro). Keadilan ini sesuai dengan makna
yang terkandung dalam pengertian sila kedua yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab.
Selanjutnya hakikat adil sebagaimana yang terkandung dalam sila kedua ini terjelma dalam sila
kelima, yaitu memberikan kepada siapapun juga apa yang telah menjadi haknya oleh karena itu
inti sila keadilan social adalah memenuhi hakikat adil.

Realisasi keadilan dalam praktek kenegaraan secara kongkrit keadilan social ini
mengandung cita-cita kefilsafatan yang bersumber pada sifat kodrat manusia monodualis , yaitu
sifat kodrat manusia sebagai individu dan makhluk social. Hal ini menyangkut realisasi keadilan
dalam kaitannya dengan Negara Indonesia sendiri (dalam lingkup nasional) maupun dalam
hubungan Negara Indonesia dengan Negara lain (lingkup internasional)
Dalam lingkup nasional realisasi keadilan diwujudkan dalam tiga segi (keadilan segitiga)
yaitu:
1. Keadilan distributive, yaitu hubungan keadilan antara Negara dengan warganya. Negara wajib
memenuhi keadilan terhadap warganya yaitu wajib membagi-bagikan terhadap warganya apa
yang telah menjadi haknya.
2. Keadilan bertaat (legal), yaitu hubungan keadilan antara warga Negara terhadap Negara. Jadi
dalam pengertian keadilan legal ini negaralah yang wajib memenuhi keadilan terhadap
negaranya.
3. Keadilan komulatif, yaitu keadilan antara warga Negara yang satu dengan yang lainnya, atau
dengan perkataan lain hubungan keadilan antara warga Negara.
Selain itu secara kejiwaan cita-cita keadilan tersebut juga meliputi seluruh unsur manusia,
jadi juga bersifat monopluralis . sudah menjadi bawaan hakikatnya hakikat mutlak manusia
untuk memenuhi kepentingan hidupnya baik yang ketubuhan maupun yang kejiwaan, baik dari
dirinya sendiri-sendiri maupun dari orang lain, semua itu dalam realisasi hubungan kemanusiaan
selengkapnya yaitu hubungan manusia dengan dirinya sendiri, hubungan manusia dengan
manusia lainnya dan hubungan manusia dengan Tuhannya.

Anda mungkin juga menyukai