Anda di halaman 1dari 36

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Rabbil alamin, Puji dan syukur kepada Allah Subhanahu Wa


Taala. Karena atas izin-Nya, makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Makalah ini dibuat sebagai tugas di kelas pada mata kuliah Manajemen Mutu dan
Kemanan Pangan semester VII 2016/2017 dan sebagai salah satu syarat dan penilaian
kelulusan mata kuliah ini. Penyusun menyampaikan banyak terima kasih kepada Bu
Fajriyati Masud, STP., M. Si., atas arahan dan ilmunya pada kuliah Manajemen Mutu dan
Kemanan ini, serta teman-teman yang terlibat dalam penyusunan makalah ini.
Penulis sadari pada makalah ini masih terdapat banyak kekurangan, oleh karena itu
Penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya apabila pada pemanfaatannya nanti terdapat
kekurangan sehingga kritik dan saran sangat diharapkan untuk melengkapi makalah ini.

Makassar, September 2016

Penulis
DAFTAR PUSTAKA

KATA PENGANTAR ............................................................................................


DAFTAR ISI ...........................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................
BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................
A. Undang-Undang No.18 Tahun 2012 Tentang Pangan .................................
B. Penjelasan Undang-Undang No.18 Tahun 2012 Tentang Pangan ...............
C. Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2004 Tentang Kemananan,
Mutu dan Gizi Pangan .................................................................................
D. Penjelasan Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2004 Tentang
Kemananan, Mutu dan Gizi Pangan ............................................................
BAB III PENUTUP .............................................................................................
A. Kesimpulan .................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama dan


pemenuhannya merupakan bagian dari hak asasi manusia yang dijamin di dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai komponen
dasar untuk mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas. Sehingga Negara
berkewajiban u n t u k mewujudkan ketersediaan, keterjangkauan, dan pemenuhan
konsumsi Pangan yang cukup, aman, bermutu, dan bergizi seimbang, baik pada
tingkat nasional maupun daerah hingga perseorangan secara merata di seluruh wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk yang besar dan di sisi lain
juga memiliki sumber daya alam dan sumber pangan yang beragam yang mampu
untuk memenuhi kebutuhan pangan yang besar. Walaupun begitu, Pangan yang aman,
bermutu, bergizi, beragam, dan tersedia secara cukup merupakan prasyarat utama yang
harus dipenuhi dalam upaya terselenggaranya suatu sistem pangan yang memberikan
perlindungan bagi kepentingan kesehatan agar semakin berperan dalam meningkatkan
kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu, pemerintah membuat suatu
sistem yang mengatur tentang pangan dan keamanan pangan yang terrcantum dalam
peraturan-peraturan.
Dalam makalah ini, akan dipaparkan peraturan-peraturan yang mengatur tentang
tentang pangan dan keamanan pangan khususnya pada pangan olahan. Adapun tujuan
pembuatan makalah ini selain sebagai salah satu bahan penilaian untuk mata kuliah
Manajemen Mutu dan Keamanan Pangan juga diharapkan makalah ini dapat menjadi
referensi yang dapat menambah wawasan tentang peraturan-peraturan pangan dan
keamanan pangan, sehingga tepenuhinya pangan yang cukup, aman, bermutu, dan
bergizi seimbang.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Undang-Undang Republik Indonesia No. 18 Tahun 2012 Tentang Pangan

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk
pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air,
baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai
makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan
Pangan, bahan baku Pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam
proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman.
2. Kedaulatan Pangan adalah hak negara dan bangsa yang secara mandiri
menentukan kebijakan Pangan yang menjamin hak atas Pangan bagi rakyat
dan yang memberikan hak bagi masyarakat untuk menentukan sistem
Pangan yang sesuai dengan potensi sumber daya lokal.
3. Kemandirian Pangan adalah kemampuan negara dan bangsa dalam
memproduksi Pangan yang beraneka ragam dari dalam negeri yang dapat
menjamin pemenuhan kebutuhan Pangan yang cukup sampai di tingkat
perseorangan dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam,
manusia, sosial, ekonomi, dan kearifan lokal secara bermartabat.
4. Ketahanan Pangan adalah kondisi terpenuhinya Pangan bagi negara
sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya Pangan yang
cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan
terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya
masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara
berkelanjutan.
5. Keamanan Pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk
mencegah Pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda
lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan
manusia serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya
masyarakat sehingga aman untuk dikonsumsi.
6. Produksi Pangan adalah kegiatan atau proses menghasilkan,
menyiapkan, mengolah, membuat, mengawetkan, mengemas, mengemas
kembali, dan/atau mengubah bentuk Pangan.
7. Ketersediaan Pangan adalah kondisi tersedianya Pangan dari hasil
produksi dalam negeri dan Cadangan Pangan Nasional serta impor
apabila kedua sumber utama tidak dapat memenuhi kebutuhan.
8. Cadangan Pangan Nasional adalah persediaan Pangan di seluruh wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk konsumsi manusia dan
untuk menghadapi masalah kekurangan Pangan, gangguan pasokan dan
harga, serta keadaan darurat.
9. Cadangan Pangan Pemerintah adalah persediaan Pangan yang dikuasai dan
dikelola oleh Pemerintah.
10. Cadangan Pangan Pemerintah Provinsi adalah persediaan Pangan yang
dikuasai dan dikelola oleh pemerintah provinsi.
11. Cadangan Pangan Pemerintah Kabupaten/Kota adalah persediaan
pangan yang dikuasai dan dikelola oleh pemerintah kabupaten/kota.
12. Cadangan Pangan Pemerintah Desa adalah persediaan Pangan yang
dikuasai dan dikelola oleh pemerintah desa.
13. Cadangan Pangan Masyarakat adalah persediaan Pangan yang dikuasai dan
dikelola oleh masyarakat di tingkat pedagang, komunitas, dan rumah tangga.
14. Penyelenggaraan Pangan adalah kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan
pengawasan dalam penyediaan, keterjangkauan, pemenuhan konsumsi
Pangan dan Gizi, serta keamanan Pangan dengan melibatkan peran serta
masyarakat yang terkoordinasi dan terpadu.
15. Pangan Pokok adalah Pangan yang diperuntukkan sebagai makanan
utama sehari-hari sesuai dengan potensi sumber daya dan kearifan lokal.
16. Penganekaragaman Pangan adalah upaya peningkatan ketersediaan dan
konsumsi Pangan yang beragam, bergizi seimbang, dan berbasis pada
potensi sumber daya lokal.
17. Pangan Lokal adalah makanan yang dikonsumsi oleh masyarakat
setempat sesuai dengan potensi dan kearifan lokal.
18. Pangan Segar adalah Pangan yang belum mengalami pengolahan yang
dapat dikonsumsi langsung dan/atau yang dapat menjadi bahan baku
pengolahan Pangan.
19. Pangan Olahan adalah makanan atau minuman hasil proses dengan cara
atau metode tertentu dengan atau tanpa bahan tambahan.
20. Petani adalah warga negara Indonesia, baik perseorangan maupun
beserta keluarganya yang melakukan usaha tani di bidang Pangan.
21. Nelayan adalah warga negara Indonesia, baik perseorangan maupun
beserta keluarganya yang mata pencahariannya melakukan penangkapan
ikan.
22. Pembudi Daya Ikan adalah warga negara Indonesia, baik perseorangan
maupun beserta keluarganya yang mata pencahariannya membesarkan,
membiakkan, dan/atau memelihara ikan dan sumber hayati perairan lainnya
serta memanen hasilnya dalam lingkungan yang terkontrol.
23. Perdagangan Pangan adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan
dalam rangka penjualan dan/atau pembelian Pangan, termasuk penawaran
untuk menjual Pangan dan kegiatan lain yang berkenaan dengan
pemindahtanganan Pangan dengan memperoleh imbalan.
24. Ekspor Pangan adalah kegiatan mengeluarkan Pangan dari daerah
pabean negara Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan,
dan ruang udara di atasnya, tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi
Eksklusif, dan landas kontinen.
25. Impor Pangan adalah kegiatan memasukkan Pangan ke dalam daerah
pabean negara Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan,
dan ruang udara di atasnya, tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi
Eksklusif, dan landas kontinen.
26. Peredaran Pangan adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan
dalam rangka penyaluran Pangan kepada masyarakat, baik diperdagangkan
maupun tidak.
27. Bantuan Pangan adalah Bantuan Pangan Pokok dan Pangan lainnya yang
diberikan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat
dalam mengatasi Masalah Pangan dan Krisis Pangan, meningkatkan
akses Pangan bagi masyarakat miskin dan/atau rawan Pangan dan Gizi,
dan kerja sama internasional.
28. Masalah Pangan adalah keadaan kekurangan, kelebihan, dan/atau
ketidakmampuan perseorangan atau rumah tangga dalam memenuhi
kebutuhan Pangan dan Keamanan Pangan.
29. Krisis Pangan adalah kondisi kelangkaan Pangan yang dialami sebagian
besar masyarakat di suatu wilayah yang disebabkan oleh, antara lain,
kesulitan distribusi Pangan, dampak perubahan iklim, bencana alam dan
lingkungan, dan konflik sosial, termasuk akibat perang.
30. Sanitasi Pangan adalah upaya untuk menciptakan dan mempertahankan
kondisi Pangan yang sehat dan higienis yang bebas dari bahaya cemaran
biologis, kimia, dan benda lain.
31. Persyaratan Sanitasi adalah standar kebersihan dan kesehatan yang
harus dipenuhi untuk menjamin Sanitasi Pangan.
32. Iradiasi Pangan adalah metode penanganan Pangan, baik dengan
menggunakan zat radioaktif maupun akselerator untuk mencegah terjadinya
pembusukan dan kerusakan, membebaskan Pangan dari jasad renik patogen,
serta mencegah pertumbuhan tunas.
33. Rekayasa Genetik Pangan adalah suatu proses yang melibatkan
pemindahan gen (pembawa sifat) dari suatu jenis hayati ke jenis hayati lain
yang berbeda atau sama untuk mendapatkan jenis baru yang mampu
menghasilkan produk Pangan yang lebih unggul.
34. Pangan Produk Rekayasa Genetik adalah Pangan yang diproduksi atau yang
menggunakan bahan baku, bahan tambahan Pangan, dan/atau bahan lain
yang dihasilkan dari proses rekayasa genetik.
35. Kemasan Pangan adalah bahan yang digunakan untuk mewadahi
dan/atau membungkus Pangan, baik yang bersentuhan langsung dengan
Pangan maupun tidak.
36. Mutu Pangan adalah nilai yang ditentukan atas dasar kriteria keamanan dan
kandungan Gizi Pangan.
37. Gizi adalah zat atau senyawa yang terdapat dalam Pangan yang terdiri
atas karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral, serat, air, dan komponen
lain yang bermanfaat bagi pertumbuhan dan kesehatan manusia.
38. Setiap Orang adalah orang perseorangan atau korporasi, baik yang
berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum.
39. Pelaku Usaha Pangan adalah Setiap Orang yang bergerak pada satu atau
lebih subsistem agribisnis Pangan, yaitu penyedia masukan produksi, proses
produksi, pengolahan, pemasaran, perdagangan, dan penunjang.
40. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden
Republik Indonesia yang memegang kekuasaan Pemerintahan negara
Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
41. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati atau walikota, dan perangkat
daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

BAB VI
KONSUMSI PANGAN DAN GIZI

Bagian Ketiga
Perbaikan Gizi

Pasal 63
(1) Pemerintah menetapkan kebijakan di bidang Gizi untuk perbaikan status
Gizi masyarakat.
(2) Kebijakan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
melalui:
a. penetapan persyaratan perbaikan atau pengayaan Gizi Pangan tertentu
yang diedarkan apabila terjadi kekurangan atau penurunan status Gizi
masyarakat;
b. penetapan persyaratan khusus mengenai komposisi Pangan untuk
meningkatkan kandungan Gizi Pangan Olahan tertentu yang
diperdagangkan;
c. pemenuhan kebutuhan Gizi ibu hamil, ibu menyusui, bayi, balita, dan
kelompok rawan Gizi lainnya; dan
d. peningkatan konsumsi Pangan hasil produk ternak, ikan, sayuran,
buah-buahan, dan umbi-umbian lokal.
(3) Pemerintah dan Pemerintah Daerah menyusun rencana aksi Pangan dan
Gizi setiap 5 (lima) tahun.

Pasal 64
(1) Setiap Orang yang melakukan Produksi Pangan Olahan tertentu untuk
diperdagangkan wajib menerapkan tata cara pengolahan Pangan yang
dapat menghambat proses penurunan atau kehilangan kandungan Gizi bahan
baku Pangan yang digunakan.
(2) Penerapan tata cara pengolahan Pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan secara bertahap berdasarkan jenis Pangan serta jenis dan skala
usaha Produksi Pangan.

Bagian Ketujuh
Jaminan Keamanan Pangan dan Mutu Pangan

Pasal 91
(1) Dalam hal pengawasan keamanan, mutu, dan Gizi, setiap Pangan Olahan
yang dibuat di dalam negeri atau yang diimpor untuk diperdagangkan dalam
kemasan eceran, Pelaku Usaha Pangan wajib memiliki izin edar.
(2) Kewajiban memiliki izin edar sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dikecualikan terhadap Pangan Olahan tertentu yang diproduksi oleh industri
rumah tangga.
(3) Ketentuan mengenai kewajiban memiliki izin edar sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

BAB VIII
LABEL DAN IKLAN PANGAN

Bagian Kesatu
Label Pangan

Pasal 96
(1) Pemberian label Pangan bertujuan untuk memberikan informasi yang
benar dan jelas kepada masyarakat tentang setiap produk Pangan yang
dikemas sebelum membeli dan/atau mengonsumsi Pangan.
(2) Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terkait dengan asal,
keamanan, mutu, kandungan Gizi, dan keterangan lain yang diperlukan.

Pasal 97
(1) Setiap Orang yang memproduksi Pangan di dalam negeri untuk
diperdagangkan wajib mencantumkan label di dalam dan/atau pada Kemasan
Pangan.
(2) Setiap Orang yang mengimpor pangan untuk diperdagangkan wajib
mencantumkan label di dalam dan/atau pada Kemasan Pangan pada saat
memasuki wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(3) Pencantuman label di dalam dan/atau pada Kemasan Pangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditulis atau dicetak dengan
menggunakan bahasa Indonesia serta memuat paling sedikit keterangan
mengenai:
a. nama produk;
b. daftar bahan yang digunakan;
c. berat bersih atau isi bersih;
d. nama dan alamat pihak yang memproduksi atau mengimpor;
e. halal bagi yang dipersyaratkan;
f. tanggal dan kode produksi;
g. tanggal, bulan, dan tahun kedaluwarsa;
h. nomor izin edar bagi Pangan Olahan; dan
i. asal usul bahan Pangan tertentu.
(4) Keterangan pada label sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditulis,
dicetak, atau ditampilkan secara tegas dan jelas sehingga mudah
dimengerti oleh masyarakat.

Pasal 101
(1) Setiap Orang yang menyatakan dalam label bahwa Pangan yang
diperdagangkan adalah halal sesuai dengan yang dipersyaratkan bertanggung
jawab atas kebenarannya.
(2) Setiap Orang yang menyatakan dalam label bahwa Pangan yang
diperdagangkan adalah sesuai dengan klaim tertentu bertanggung jawab atas
kebenaran klaim tersebut.
(3) Label tentang Pangan Olahan tertentu yang diperdagangkan wajib memuat
keterangan tentang peruntukan, cara penggunaan, dan/atau keterangan lain
yang perlu diketahui mengenai dampak Pangan terhadap kesehatan manusia.

BAB IX
PENGAWASAN

Pasal 108
(1) Dalam melaksanakan Penyelenggaraan Pangan, Pemerintah berwenang
melakukan pengawasan.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap
pemenuhan:
a. ketersediaan dan/atau kecukupan Pangan Pokok yang aman, bergizi,
dan terjangkau oleh daya beli masyarakat; dan
b. persyaratan Keamanan Pangan, Mutu Pangan, dan Gizi Pangan serta
persyaratan label dan iklan Pangan.
(3) Pengawasan terhadap:
a. Ketersediaan dan/atau kecukupan Pangan Pokok sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf a dilaksanakan oleh lembaga pemerintah
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Pangan;
b. persyaratan Keamanan Pangan, Mutu Pangan, dan Gizi Pangan, serta
persyaratan label dan iklan Pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf b, untuk Pangan Olahan, dilaksanakan oleh lembaga pemerintah
yang melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pengawasan obat dan
makanan; dan
c. persyaratan Keamanan Pangan, Mutu Pangan, dan Gizi Pangan, serta
persyaratan label dan iklan Pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf b, untuk Pangan Segar, dilaksanakan oleh lembaga
pemerintah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
Pangan.
(4) Pemerintah menyelenggarakan program pemantauan, evaluasi, dan
pengawasan secara berkala terhadap kegiatan atau proses produksi,
penyimpanan, pengangkutan, dan/atau Peredaran Pangan oleh Pelaku Usaha
Pangan.

BAB XI
PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PANGAN

Pasal 118
(1) Penelitian dan pengembangan Pangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
117 diarahkan untuk menjamin penyediaan, penyimpanan, pengolahan, dan
distribusi Pangan agar mendapatkan bahan Pangan yang bermutu dan aman
dikonsumsi bagi masyarakat.
(2) Penelitian dan pengembangan Pangan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan dengan:
a. menciptakan produk Pangan yang berdaya saing di tingkat lokal, nasional,
dan internasional;
b. mempercepat pemuliaan dan perakitan untuk menghasilkan varietas
unggul sumber Pangan yang berasal dari tanaman, ternak, dan ikan yang
toleran terhadap cekaman biotik dan abiotik, tahan terhadap
organisme pengganggu tumbuhan atau wabah penyakit hewan dan
ikan, dan adaptif terhadap perubahan iklim;
c. merekayasa inovasi teknologi dan kelembagaan sistem budi daya tanaman,
hewan, dan ikan sebagai sumber Pangan yang dapat meningkatkan
produktivitas, efisiensi, dan daya saing, serta melestarikan
keanekaragaman hayati;
d. merekayasa inovasi teknologi dan kelembagaan pascapanen,
pengolahan, dan pemasaran hasil untuk mengembangkan produk Pangan
Olahan berbasis Pangan Lokal, peningkatan nilai tambah,
pengembangan bisnis Pangan, dan pengayaan komposisi kandungan
Gizi Pangan yang aman dikonsumsi;
e. menciptakan produk Pangan Lokal yang dapat menyubstitusi Pangan
Pokok dengan memperhatikan kesesuaian kandungan vitamin dan zat
lain di dalamnya;
f. mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya lahan, air, iklim, dan
genetik guna mempertahankan dan meningkatkan kapasitas Produksi
Pangan nabati dan hewani secara nasional; dan
g. menghasilkan rekomendasi kebijakan pembangunan Pangan.
BAB XV
KETENTUAN
PIDANA

Pasal 134
Setiap Orang yang melakukan Produksi Pangan Olahan tertentu untuk
diperdagangkan, yang dengan sengaja tidak menerapkan tata cara pengolahan
Pangan yang dapat menghambat proses penurunan atau kehilangan kandungan
Gizi bahan baku Pangan yang digunakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64
ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda
paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

Pasal 142
Pelaku Usaha Pangan yang dengan sengaja tidak memiliki izin edar terhadap
setiap Pangan Olahan yang dibuat di dalam negeri atau yang diimpor untuk
diperdagangkan dalam kemasan eceran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91
ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda
paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).

B. Penjelasan Undang-Undang Republik Indonesia No. 18 Tahun 2012 Tentang


Pangan

Pasal 1
Cukup jelas

Pasal 63

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan status Gizi adalah suatu keadaan tubuh yang
diakibatkan oleh keseimbangan antara asupan zat Gizi dan kebutuhannya.
Keseimbangan tersebut dapat dilihat dari variabel pertumbuhan, yaitu berat badan,
tinggi badan/panjang badan, lingkar kepala, lingkar lengan, dan panjang tungkai.
Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 64

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan "Pangan Olahan tertentu" adalah Pangan Olahan


untuk konsumsi bagi kelompok tertentu, misalnya, formula untuk bayi,
Pangan yang diperuntukkan ibu hamil atau menyusui, Pangan khusus bagi
penderita penyakit tertentu, atau Pangan Olahan lain yang mempunyai pengaruh
besar terhadap perkembangan kualitas kesehatan manusia.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 91

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan Pangan Olahan tertentu adalah pangan olahan yang
dibuat oleh industri rumah tangga Pangan, yaitu industri Pangan yang memiliki
tempat usaha di tempat tinggal dengan peralatan pengolahan manual hingga semi
otomatis.

Ayat (3)

Cukup jelas.
Pasal 96

Cukup jelas.

Pasal 97

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Huruf a Cukup jelas.

Huruf b Cukup jelas.

Huruf c Cukup jelas.

Huruf d Cukup jelas.

Huruf e Cukup jelas.

Huruf f Cukup jelas.

Huruf g Cukup jelas.

Huruf h Cukup jelas.

Huruf i
Yang dimaksud dengan keterangan mengenai asal usul bahan Pangan adalah
penjelasan mengenai informasi asal bahan tertentu, misalnya, bahan yang bersumber,
mengandung, atau berasal dari hewan atau Pangan yang diproduksi melalui proses
khusus, misalnya, Rekayasa Genetik Pangan atau Iradiasi Pangan.

Ayat (4)

Cukup jelas.
Pasal 101

Cukup jelas.

Pasal 108

Cukup jelas.

Pasal 118

Cukup jelas.

Pasal 134

Cukup jelas.

Pasal 142

Cukup jelas.

C. Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2004 Tentan Keamanan, Mutu dan Gizi
Pangan

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :


1. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik
yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan
atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan,
bahan baku pangan dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan,
pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman.
2. Pangan segar adalah pangan yang belum mengalami pengolahan yang dapat
dikonsumsi langsung dan/atau yang dapat menjadi bahan baku pengolahan
pangan.
3. Pangan olahan adalah makanan atau minuman hasil proses dengan cara
atau metode tertentu, dengan atau tanpa bahan tambahan.
4. Pangan olahan tertentu adalah pangan olahan untuk konsumsi bagi
kelompok tertentu dalam upaya memelihara dan meningkatkan kualitas
kesehatan kelompok tersebut.
5. Sistem pangan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan
pengaturan, pembinaan, dan/atau pengawasan terhadap kegiatan atau
proses produksi pangan dan peredaran pangan sampai dengan siap
dikonsumsi manusia.
6. Pangan siap saji adalah makanan dan/atau minuman yang sudah diolah dan
siap untuk langsung disajikan di tempat usaha atau di luar tempat usaha
atas dasar pesanan.
7. Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk
mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain
yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan
manusia.
8. Persyaratan keamanan pangan adalah standar dan ketentuan-ketentuan lain
yang harus dipenuhi untuk mencegah pangan dari kemungkinan adanya
bahaya, baik karena cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat
mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia.
9. Sanitasi pangan adalah upaya untuk pencegahan terhadap
kemungkinan bertumbuh dan berkembang biaknya jasad renik pembusuk
dan patogen dalam makanan, minuman, peralatan dan bangunan yang
dapat merusak pangan dan membahayakan manusia.
10. Persyaratan sanitasi adalah standar kebersihan dan kesehatan yang harus
dipenuhi sebagai upaya mematikan atau mencegah hidupnya jasad renik
patogen dan mengurangi jumlah jasad renik lainnya agar pangan yang
dihasilkan dan dikonsumsi tidak membahayakan kesehatan dan jiwa
manusia.
11. Produksi pangan adalah kegiatan atau proses menghasilkan, menyiapkan,
mengolah, membuat, mengawetkan, mengemas, mengemas kembali,
dan/atau mengubah bentuk pangan.
12. Peredaran pangan adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan dalam
rangka penyaluran pangan kepada masyarakat, baik untuk diperdagangkan
maupun tidak.
13. Perdagangan pangan adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan dalam
rangka penjualan dan/atau pembelian pangan, termasuk penawaran untuk
menjual pangan, dan kegiatan lain yang berkenaan dengan
pemindahtanganan pangan dengan memperoleh imbalan.
14. Penyimpanan pangan adalah proses, cara dan/atau kegiatan
menyimpan pangan baik di sarana produksi maupun distribusi.
15. Pengangkutan pangan adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan dalam
rangka memindahkan pangan dari satu tempat ke tempat lain dengan cara
atau sarana angkutan apapun dalam rangka produksi, peredaran dan/atau
perdagangan pangan.
16. Industri rumah tangga pangan adalah perusahaan pangan yang mem iliki
tempat usaha di tempat tinggal dengan peralatan pengolahan pangan
manual hingga semi otomatis.
17. Bahan tambahan pangan adalah bahan yang ditambahkan ke dalam
pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan.
18. Pangan produk rekayasa genetika adalah pangan yang diproduksi atau
menggunakan bahan baku, bahan tambahan pangan, dan/atau bahan lain
yang dihasilkan dari proses rekayasa genetika.
19. Iradiasi pangan adalah metode penyinaran terhadap pangan, baik
dengan menggunakan zat radioaktif maupun akselerator untuk mencegah
terjadinya pembusukan dan kerusakan serta membebaskan pangan dari
jasad renik patogen.
20. Kemasan pangan adalah bahan yang digunakan untuk mewadahi
dan/atau membungkus pangan, baik yang bersentuhan langsung dengan
pangan maupun tidak.
21. Mutu pangan adalah nilai yang ditentukan atas dasar kriteria keamanan
pangan, kandungan gizi, dan standar perdagangan terhadap bahan makanan,
makanan dan minuman.
22. Standar adalah spesifikasi atau persyaratan teknis yang dibakukan,
termasuk tata cara dan metode yang disusun berdasarkan konsensus semua
pihak yang terkait dengan memperhatikan syarat-syarat keselamatan,
keamanan, kesehatan, lingkungan hidup, perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi, serta pengalaman perkembangan masa kini dan masa yang
akan datang untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya.
23. Gizi pangan adalah zat atau senyawa yang terdapat dalam pangan yang terdiri
atas karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral serta turunannya
yang bermanfaat bagi pertumbuhan dan kesehatan manusia.
24. Sertifikasi mutu pangan adalah rangkaian kegiatan penerbitan sertifikat
terhadap pangan yang telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan.
25. Sertifikat mutu pangan adalah jaminan tertulis yang diberikan oleh
lembaga sertifikasi/laboratorium yang telah diakreditasi yang menyatakan
bahwa pangan tersebut telah memenuhi kriteria tertentu dalam standar
mutu pangan yang bersangkutan.
26. Setiap orang adalah orang perseorangan atau badan usaha, baik yang
berbentuk badan hukum maupun tidak.
27. Badan adalah badan yang bertanggung jawab di bidang pengawasan obat
dan makanan.
BAB II
KEAMANAN PANGAN

Bagian Pertama
Sanitasi

Pasal 6
(1) Pedoman Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 huruf c adalah cara produksi yang
memperhatikan aspek keamanan pangan, antara lain dengan cara :
a. mencegah tercemarnya pangan olahan oleh cemaran biologis, kimia dan
benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan
kesehatan;
b. mematikan atau mencegah hidupnya jasad renik patogen, serta
mengurangi jumlah jasad renik lainnya; dan
c. mengendalikan proses, antara lain pemilihan bahan baku, penggunaan
bahan tambahan pangan, pengolahan, pengemasan, penyimpanan atau
pengangkutan.
(2) Pedoman Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri yang bertanggung jawab di
bidang perindustrian atau perikanan sesuai dengan bidang tugas dan
kewenangan masing-masing.
(3) Pedoman Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) untuk pangan olahan tertentu ditetapkan oleh
Kepala Badan.

Bagian Keenam
Jaminan Mutu Pangan dan Pemeriksaan Laboratorium

Pasal 22
(1) Menteri yang bertanggung jawab di bidang pertanian atau perikanan
sesuai dengan bidang tugas dan kewenangan masing-masing, berwenang
menetapkan jenis pangan segar yang wajib diuji secara laboratoris sebelum
diedarkan.
(2) Kepala Badan berwenang menetapkan jenis pangan olahan yang wajib diuji
secara laboratoris sebelum diedarkan.
(3) Pengujian secara laboratoris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2) dilakukan di laboratorium pemerintah atau laboratorium lain yang
telah diakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional atau Lembaga
Akreditasi lain yang diakui oleh Komite Akreditasi Nasional.
(4) Penetapan dan penerapan persyaratan pengujian secara laboratoris
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) dilakukan secara bertahap
dengan memperhatikan kesiapan dan kebutuhan sistem pangan.

Bagian Ketujuh
Pangan Tercemar

Pasal 24
(1) Menteri yang bertanggung jawab di bidang pertanian, perikanan atau
Kepala Badan :
a. menetapkan bahan yang dilarang digunakan dalam kegiatan atau proses
produksi pangan;
b. menetapkan ambang batas maksimal cemaran yang diperbolehkan;
c. mengatur dan/atau menetapkan persyaratan bagi penggunaan cara,
metode, dan/atau bahan tertentu dalam kegiatan atau proses
produksi, pengolahan, penyimpanan, pengangkutan, dan/atau peredaran
pangan yang dapat memiliki risiko merugikan dan/atau membahayakan
kesehatan manusia;
d. menetapkan bahan yang dilarang digunakan dalam memproduksi peralatan
pengolahan, penyiapan, pemasaran dan/atau penyajian pangan.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk pangan segar
ditetapkan oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang pertanian atau
perikanan.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk pangan olahan
ditetapkan oleh Kepala Badan.

BAB V
PENGAWASAN DAN PEMBINAAN

Bagian Pertama
Pengawasan

Pasal 42
(1) Dalam rangka pengawasan keamanan, mutu dan gizi pangan, setiap
pangan olahan baik yang diproduksi di dalam negeri atau yang
dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia untuk diperdagangkan dalam
kemasan eceran sebelum diedarkan wajib memiliki surat persetujuan
pendaftaran.
(2) Pangan olahan yang wajib memiliki surat persetujuan pendaftaran sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Kepala Badan.
(3) Surat persetujuan pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan
oleh Kepala Badan berdasarkan hasil penilaian keamanan, mutu dan gizi
pangan olahan.
(4) Penilaian keamanan, mutu dan gizi pangan olahan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan oleh Kepala Badan sesuai dengan
kriteria dan tatalaksana.
(5) Kriteria dan tatalaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
ditetapkan oleh Kepala Badan dengan mengacu kepada persyaratan
keamanan, mutu dan gizi pangan.
(6) Persyaratan dan tata cara memperoleh surat persetujuan pendaftaran
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Kepala Badan.
Pasal 45
(1) Badan berwenang melakukan pengawasan keamanan, mutu dan gizi
pangan yang beredar.
(2) Dalam melaksanakan fungsi pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), Badan berwenang untuk :
a. mengambil contoh pangan yang beredar; dan/atau
b. melakukan pengujian terhadap contoh pangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) butir a.
(3) Hasil pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) butir b :
a. untuk pangan segar disampaikan kepada dan ditindaklanjuti oleh instansi
yang bertanggung jawab di bidang pertanian, perikanan atau kehutanan
sesuai dengan bidang tugas dan kewenangan masing- masing;
b. untuk pangan olahan disampaikan dan ditindaklanjuti oleh instansi yang
bertanggung jawab di bidang perikanan, perindustrian atau Badan sesuai
dengan bidang tugas dan kewenangan masing- masing;
c. untuk pangan olahan tertentu ditindaklanjuti oleh Badan;
d. untuk pangan olahan hasil industri rumah tangga pangan dan
pangan siap saji disampaikan kepada dan ditindaklanjuti oleh Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota.

Pasal 46
(1) Gubernur atau Bupati/Walikota berwenang melakukan pemeriksaan
dalam hal terdapat dugaan terjadinya pelanggaran hukum di bidang
pangan segar.
(2) Kepala Badan berwenang melakukan pemeriksaan dalam hal terdapat dugaan
terjadinya pelanggaran hukum di bidang pangan olahan.
(3) Bupati/Walikota berwenang melakukan pemeriksaan dalam hal terdapat
dugaan terjadinya pelanggaran hukum di bidang pangan siap saji dan
pangan olahan hasil industri rumah tangga.
(4) Dalam melaksanakan fungsi pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), ayat (2), dan ayat (3), Gubernur, Bupati/Walikota atau Kepala Badan
berwenang :

a. memasuki setiap tempat yang diduga digunakan dalam kegiatan atau


proses produksi, penyimpanan, pengangkutan, dan perdagangan pangan
untuk memeriksa, meneliti, dan mengambil contoh pangan dan segala
sesuatu yang diduga digunakan dalam kegiatan produksi, penyimpanan,
pengangkutan, dan/atau perdagangan pangan;

b. menghentikan, memeriksa, dan mencegah setiap sarana angkutan yang


diduga atau patut diduga digunakan dalam pengangkutan pangan serta
mengambil dan memeriksa contoh pangan;

c. membuka dan meneliti setiap kemasan pangan.


d. memeriksa setiap buku, dokumen, atau catatan lain yang diduga memuat
keterangan mengenai kegiatan produksi, penyimpanan, pengangkutan,
dan/atau perdagangan pangan, termasuk menggandakan atau mengutip
keterangan tersebut; dan/atau

e. memerintahkan untuk memperlihatkan izin usaha dan/atau dokumen lain


sejenis.
(5) Dalam rangka melaksanakan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), ayat (2) dan ayat (3), Gubernur, Bupati/Walikota atau Kepala Badan
sesuai dengan bidang tugas dan kewenangan masing-masing menunjuk
pejabat untuk melakukan pemeriksaan.
(6) Pejabat yang ditunjuk untuk melakukan pemeriksaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (5), dilengkapi dengan surat perintah.

Pasal 48
(1) Penarikan dan/atau pemusnahan pangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
47 dilaksanakan oleh setiap orang yang memproduksi atau yang memasukkan
pangan ke dalam wilayah Indonesia dan dilaksanakan sesuai dengan
pedoman penarikan dan pemusnahan pangan.
(2) Setiap pihak yang terlibat dalam peredaran pangan wajib membantu
pelaksanaan penarikan dan/atau pemusnahan pangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1).
(3) Penarikan dan/atau pemusnahan pangan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) untuk pangan segar dilaksanakan atas perintah Gubernur, Bupati/Walikota
sesuai dengan bidang tugas dan kewenangan masing- masing.
(4) Penarikan dan/atau pemusnahan pangan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) untuk pangan olahan dilaksanakan atas perintah Kepala Badan.
(5) Pedoman penarikan dan/atau pemusnahan pangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Kepala Badan.

D. Penjelasan Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2004 Tentan Keamanan,


Mutu dan Gizi Pangan

Pasal 1
Angka 1
Pengertian pangan termasuk permen karet atau sejenisnya tetapi tidak mencakup
kosmetik, tembakau, hasil olah tembakau atau bahan yang diperuntukkan sebagai
obat.
Yang dimaksud dengan bahan lain adalah bahan yang digunakan dalam proses
penyiapan, pengolahan dan/atau pembuatan makanan atau minuman di luar bahan
tambahan pangan dan bahan bantu pangan. Contoh bahan lain yaitu bahan-bahan
katalisator seperti enzim pencernaan.
Yang dimaksud dengan bahan baku adalah bahan dasar yang digunakan untuk
memproduksi makanan. Bahan baku dapat berupa pangan segar ataupun pangan
olahan setengah jadi.
Angka 2
Pengertian pangan segar dalam ketentuan ini mencakup pangan yang dapat
dikonsumsi langsung oleh manusia tanpa mengalami pengolahan, seperti buah-
buahan dan sebagian sayuran maupun yang dapat menjadi bahan baku pengolahan
pangan seperti biji kedelai, biji jagung, daging, ikan, susu, telur dan sebagainya.
Angka 3
Pengertian pangan olahan dalam ketentuan ini mencakup baik pangan olahan yang
siap untuk dikonsumsi langsung maupun pangan olahan yang harus dimasak terlebih
dahulu, yang selanjutnya digunakan sebagai bahan baku pangan, misalnya antara
lain tapioka, terigu dan isolat protein kedelai.
Angka 4
Yang dimaksud dengan pangan olahan tertentu adalah pangan olahan
untuk konsumsi bagi kelompok tertentu, m isalnya susu formula untuk bayi,
pangan yang diperuntukkan bagi ibu hamil atau menyusui, pangan khusus bagi
penderita penyakit tertentu, pangan lain sejenis yang mempunyai pengaruh besar
terhadap perkembangan kualitas kesehatan manusia.
Angka 5
Cukup jelas
Angka 6
Yang dimaksud dengan tempat usaha dalam ketentuan ini meliputi jasa boga,
hotel, restoran, rumah makan, kafetaria, kaki lima, dan penjaja makanan keliling.
Angka 7
Cukup jelas
Angka 8
Cukup jelas
Angka 9
Cukup jelas
Angka 10
Cukup jelas
Angka 11
Cukup jelas
Angka 12
Cukup jelas
Angka 13
Yang dimaksud dengan penawaran untuk menjual pangan adalah kegiatan yang
lazim dilakukan sebelum terjadinya tindakan pembelian dan/atau penjualan pangan,
misalnya pemberian secara cuma-cuma sampel produk pangan dalam rangka
promosi.
Angka 14
Cukup jelas
Angka 15
Cukup jelas
Angka 16
Cukup jelas
Angka 17
Bahan tambahan pangan tidak biasa dikonsumsi sebagai makanan dan bukan
merupakan ingredien makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi
yang sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk tujuan teknologis pada
pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan,
penyimpanan dan/atau pengangkutan makanan untuk menghasilkan atau
diharapkan menghasilkan suatu komponen atau mempengaruhi sifat makanan
tersebut, baik secara langsung atau tidak langsung. Bahan tambahan pangan tidak
mencakup cemaran atau bahan yang ditambahkan ke dalam pangan untuk
mempertahankan atau meningkatkan nilai gizi. Contoh vitamin C dianggap sebagai
bahan tambahan pangan jika tujuan penambahannya tidak untuk memperbaiki nilai
gizi tetapi sebagai antioksidan, misalnya dalam mempertahankan warna merah pada
kornet.
Yang termasuk bahan tambahan pangan antara lain pewarna, pengawet, pemanis,
penyedap rasa, anti kempal, pemucat dan pengental.
Angka 18
Cukup jelas
Angka 19
Radiasi pengion yang digunakan dapat berasal dari zat radio aktif yang dapat
memperlambat pertunasan misalnya pada kentang, bawang, menghambat
pembusukan misalnya pada paha kodok, udang beku, mencegah kerusakan pangan
lainnya misalnya pada rempah-rempah, biji-bijian.
Angka 20
Cukup jelas
Angka 21
Cukup jelas
Angka 22
Yang dimaksud dengan spesifikasi atau persyaratan teknis dalam ketentuan ini
mencakup antara lain bentuk, warna atau komposisi pangan yang disusun
berdasarkan kriteria tertentu yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi serta aspek lain yang terkait. Standar mutu pangan dalam ketentuan
ini mencakup baik pangan olahan maupun pangan yang tidak diolah. Dalam
pengertian yang lebih luas standar yang berlaku bagi pangan mencakup berbagai
persyaratan keamanan, gizi dan mutu pangan dan persyaratan lain dalam rangka
menciptakan perdagangan pangan yang jujur misalnya persyaratan label dan iklan.
Berbagai standar tersebut tidak bertentangan satu sama lain atau berdiri sendiri,
tetapi justru merupakan satu kesatuan yang bulat yang penjabarannya lebih lanjut
diatur oleh Pemerintah.
Angka 23
Cukup jelas
Angka 24
Cukup jelas
Angka 25
Sertifikat mutu pangan antara lain dapat berupa sertifikat kesehatan dan sertifikat
analisis.

Sertifikat analisis dikeluarkan oleh laboratorium yang terakreditasi. Sertifikat


kesehatan dikeluarkan oleh instansi yang berwenang. Sertifikat mutu lainnya
dapat dikeluarkan oleh instansi yang berwenang atau lembaga sertifikasi yang
terakreditasi.
Angka 26
Cukup jelas
Angka 27
Cukup jelas
Pasal 6
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Penetapan Pedoman Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik oleh Menteri yang
bertanggung jawab di bidang perindustrian atau perikanan disesuaikan dengan
bidang tugas masing-masing sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 17 Tahun 1986 tentang Kewenangan Pengaturan, Pembinaan dan
Pengembangan Industri.
Ayat (3)
Pangan olahan tertentu merupakan pangan olahan yang ditujukan untuk kelompok
tertentu misalnya bayi, ibu hamil atau menyusui, penderita penyakit tertentu serta
pangan sejenis yang mempunyai pengaruh besar terhadap perkembangan kualitas
kesehatan manusia. Mengingat konsumen dari pangan olahan tertentu meliputi
kelompok masyarakat yang beresiko tinggi serta memperhatikan tujuan penggunaan
pangan tersebut, maka dalam proses produksinya diperlukan cara penanganan
tertentu yang lebih spesifik

Pasal 22
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Dalam hal produk impor, pengakuan laboratorium Negara pengekspor didasarkan
pada perjanjian saling pengakuan baik secara bilateral ataupun multilateral.
Ayat (4)
Penetapan persyaratan pengujian secara laboratoris dilakukan oleh instansi
pemerintah sesuai dengan bidang tugas dan kewenangannya serta dilakukan secara
bertahap dengan mempertimbangkan jenis pangan yang diproduksi serta spesifikasi
teknis dan/atau parameter yang dipersyaratkan.
Pasal 24
Ayat (1)
Huruf a Cukup jelas
Huruf b
Ketentuan mengenai ambang batas cemaran meliputi :
1) persyaratan batas maksimum cemaran biologis;
2) persyaratan batas maksimum cemaran kimia; dan
3) persyaratan batas maksimum benda lain, yang dapat mengganggu,
merugikan atau membahayakan kesehatan manusia.
Huruf c Cukup jelas
Huruf d Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 42
Ayat (1)
Pangan olahan yang dimaksud dalam ketentuan ini mencakup juga pangan olahan
tertentu, bahan tambahan pangan, pangan produk rekayasa genetika atau pangan
iradiasi.
Pangan olahan yang dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia sebagai sumbangan
wajib memenuhi ketentuan yang dimaksud dalam Pasal ini.
Yang dimaksud dengan kemasan eceran dalam ketentuan ini adalah kemasan akhir
pangan yang tidak boleh dibuka untuk dikemas kembali menjadi kemasan yang lebih
kecil untuk diperdagangkan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Surat persetujuan pendaftaran yang diterbitkan memuat nomor pendaftaran. Nomor
pendaftaran tersebut harus dicantumkan pada label pangan yang bersangkutan dan
pencantumannya harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku tentang label dan
iklan pangan.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas

Pasal 45
Cukup jelas

Pasal 46
Ayat (1)
Dalam ketentuan ini, yang dimaksud dengan dugaan dapat merupakan hasil
pengujian, berdasarkan laporan masyarakat atau hasil penelurusan terjadinya kasus
keracunan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal 48
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Pedoman penarikan dan pemusnahan yang dimaksud dalam ketentuan ini meliputi
antara lain cara penarikan, jangka waktu penarikan dan cara pemusnahan.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dengan adanya Undang-undang atau peraturan-peraturan tentang pangan olahan
ini, semua masyarakat dapat mengerti dan memahami peraturan perundang-undangan
tentang pangan olahan, sehingga setiap rakyat Indonesia dapat mewujudkan sumber
daya manusia yang berkualitas untuk melaksanakan pembangunan nasional.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2004. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2004


Tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan . Diakses dari http://hukor.kemkes.go.
id/uploads/produk_hukum/PP%20No.%2028%20Th%202004%20ttg%20Keamana
n,%20Mutu%20dan%20Gizi%20Pangan.pdf Tanggal 12 September 2016 Pukul
23.51 WITA
Anonim. 2012. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2012 Tentang
Pangan . Diakses dari http://www.bpkp.go.id/uu/filedownload/2/89/2292.bpkp
Tanggal 12 September 2016 Pukul 22.39 WITA
Hendrio M Jhony. 2014. Makalah Perundang-Undangan Tentang Pangan. Diakses dari
http://jonihendro.blogspot.co.id/2014/04/normal-0-false-false-false-en-us-x-
none.html. Tanggal 12 September 2016 Pukul 23.50 WITA
Tugas Makalah
Manajemen Mutu & Keamanan Pangan

PERATURAM PERUNDANG-UNDANGANG
PANGAN OLAHAN

DISUSUN OLEH :
Nama : Nur Aliyah Ulfa
NIM : 432 13 025
Kelas : IV D4

PROGRAM STUDI D4 TEKNOLOGI KIMIA INDUSTRI


JURUSAN TEKNIK KIMIA
POLITEKNIK NEGERI UNJUNG PANDANG
2016

Anda mungkin juga menyukai