Anda di halaman 1dari 21

Bagian Ilmu Obstetri dan Ginekologi Refarat

Fakultas Kedokteran September 2017

Universitas Halu Oleo

MALARIA PADA KEHAMILAN

Oleh :

Utari Najamuddin, S. Ked

K1A1 11 020

Pembimbing :

dr. Mono Valentino Yohanis, M.Kes, Sp.OG

Dibawakan dalam Rangka Kepaniteraan Klinik

Pada Bagian Ilmu Obstetri dan Ginekologi

Fakultas Kedokteran

Universitas Halu Oleo

Kendari

2017

1
MALARIA PADA KEHAMILAN

Utari Najamuddin, Mono Valentino Yohanis

A. Pendahuluan

Infeksi malaria sampai saat ini masih menjadi masalah klinis di negara-

negara berkembang terutama negara yang beriklim tropis, termasuk Indonesia. Di

Indonesia, malaria masih merupakan penyakit infeksi utama, infeksi tersebut

dapat menyerang semua masyarakat dari segala golongan.1 Infeksi pada wanita

hamil oleh parasit malaria ini sangat mudah terjadi, oleh karena adanya perubahan

sistem imunitas ibu selama kehamilan, baik imunitas seluler maupun imunitas

humoral, disamping sebagai akibat peningkatan hormon kortisol, peningkatan

volume darah, retensi air, perubahan keseimbangan asam basa dan perubahan

metabolisme karbohidrat.2

Penyakit malaria disebabkan oleh parasit protozoa dari Genus

Plasmodium. Empat spesies yang ditemukan pada manusia adalah Plasmodium

falciparum. Plasmodium vivax, Plasmodium ovale, dan Plasmodium. malariae.

Pada kehamilan, malaria adalah penyakit infeksi yang merupakan gabungan

antara masalah obstetrik, sosial, dan kesehatan masyarakat. Morbiditas dan

mortalitas ibu hamil yang menderita malaria tinggi, terutama pada primigravida,

akan menimbulkan anemia dan mortalitas perinatal yang tinggi. Infeksi akan lebih

berat jika disebabkan P. falsiparum dan P. vivax.1

2
Oleh karena itu, maka perlu dimengerti bahwa wanita hamil memerlukan

perhatian yang ketat apabila terjadi infeksi malaria selama periode kehamilan,

persalinan maupun nifas. Pada ibu hamil, malaria dapat mengakibatkan timbulnya

demam, anemia, hipoglikemia, udema paru akut, gagal ginjal bahkan dapat

menyebabkan kematian. Pada janin yang dikandung oleh ibu penderita malaria

dapat terjadi abortus, lahir mati, persalinan prematur, berat badan lahir rendah,

dan kematian janin. Keadaan patologi yang ditimbulkan ini sangat tergantung

pada status imunitas, jumlah paritas dan umur ibu hamil. 3

Kemudahan infeksi itu terjadi karena kekebalan yang menurun selama

kehamilan, akibatnya dapat terjadi peningkatan Prevalensi densitas parasit malaria

berat. Laporan dari berbagai negara menunjukan insidens malaria pada wanita

hamil umumnya cukup tinggi, dari El vador 55,75% yaitu 63 kasus dari 113

wanita hamil: dari berbagai tempat bervariasi antara 2-76%. Berdasarkan hal-hal

diatas terlihat bahwa malaria selama kehamilan perlu mendapat perhatian

khusus.4

B. Definisi

Malaria merupakan salah satu penyakit re-emerging yang masih menjadi

ancaman dan sering menimbulkan wabah.1 Malaria merupakan penyakit infeksi

parasit yang disebabkan oleh plasmodium dan disebarkan melalui gigitan

nyamuk3 yang menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk

aseksual didalam darah. Infeksi malaria memberikan gejala berupa demam,

menggigil, anemia dan splenomegali. Malaria dapat berlangsung akut dan kronik.5

3
C. Epidemiologi

Angka kejadian infeksi malaria masih tinggi terutama di Kawasan Timur

Indonesia seperti Papua, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Maluku Utara, dan

Sulawesi Utara.1

Berdasarkan pemantauan WHO dilaporkan bahwa 198 juta kasus malaria

terjadi serentak dan menimbulkan 584.000 kematian pada tahun 2013. Ini

menunjukkan bahwa adanya penurunan jumlah kasus malaria sebesar 30% dan

tingkat kematian sebesar 47% sejak tahun 2000.6

Data Steketee dkk (1985-2000) tentang pengaruh buruk malaria pada

kehamilan di daerah endemis malaria (sub-sahara Afrika) disebutkan risiko

anemia 3- 15%, berat badan lahir rendah 13-70% dan kematian neonatal 3-8%.5

D. Etiologi

Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit Plasmodium

yang masuk ke dalam tubuh manusia, ditularkan oleh nyamuk Anopheles betina

(WHO 1981). Empat species Plasmodium penyebab malaria pada manusia

adalah:

1. Plasmodium vivax. Species ini cenderung menginfeksi sel-sel darah merah

yang muda (retikulosit) kira-kira 43% dari kasus malaria di seluruh dunia

disebabkan oleh Plasmodium vivax.

2. Plasmodium malaria. Mempunyai kecenderungan untuk menginfeksi sel-sel

darah merah yang tua.

4
3. Plasmodium ovale. Prediksinya dalam sel-sel darah merah mirip dengan

Plasmodium vivax (menginfeksi sel-sel darah muda). Ada juga seorang

penderita terinfeksi lebih dari satu species plasmodium secara bersamaan.


4.
Hal ini disebut infeksi campuran atau mixed infeksi. Infeksi campuran paling

banyak di sebabkan oleh dua species terutama Plasmodium falcifarum dan

plasmodium vivax atau plasmodium vivax dan plasmodium malaria. Jarang

terjadi lagi infeksi campuran oleh tiga species sekaligus. Infeksi campuran

banyak dijumpai di wilayah yang tingkat penularan malarianya tinggi.7

E. Patofisiologi

Demam mulai timbul bersamaan dengan pecahnya skizon darah yang

mengeluarkan bermacam-macam antigen. Antigen ini akan merangsang sel-sel

makrofag, monosit atau limfosit yang mengeluarkan bermacam sitokin, antara

lain TNF (Tumor Nekrosis Factor) dan IL-6 (Interleukin-6). TNF dan IL-6 akan

dibawa aliran darah ke hipotalamus yang merupakan pusat pengatur suhu tubuh

dan terjadi demam. Proses skizogoni pada keempat plasmodium memerlukan

waktu yang berbeda-beda. P. falciparum memerlukan waktu 36-48 jam, P. vivax/

P. ovale 48 jam, dan P. malariae 72 jam. Demam pada P. falciparum dapat terjadi

setiap hari, P. vivax/ P. ovale selang waktu satu hari dan P. malariae demam

timbul selang waktu 2 hari.5

Anemia terjadi karena pecahnya sel darah merah yang terinfeksi maupun

yang tidak terinfeksi. P. vivax dan P. ovale hanya menginfeksi sel darah muda

yang jumlahnya hanya 2% dari seluruh jumlah sel darah merah, sedangkan P.

5
malariae menginfeksi sel darah merah tua yang jumlahnya hanya 1% dari jumlah

sel darah merah. Sehingga anemia yang disebabkan oleh P. vivax, P. ovale dan P.

malariae umumnya terjadi pada keadaan kronis. Plasmodium falciparum

menginfeksi semua jenis sel darah merah, sehingga anemia dapat terjadi pada

infeksi akut dan kronis.5

Spelomegali. Limpa merupakan organ retikuloendotelial, dimana

Plasmodium dihancurkan oleh sel-sel makrofag dan limfosit. Penambahan sel-sel

radang ini akan menyebabkan limpa membesar.5

Malaria berat akibat P. falciparum mempunyai patogenesis yang khusus.

Eritrosit yang terinfeksi P. falciparum akan mengalami proses sekuestrasi, yaitu

tersebarnya eritrosit yang berparasit tersebut ke pembuluh kapiler dalam tubuh.

Selain itu pada permukaan eritrosit yang terinfeksi akan membentuk knob yang

berisi berbagai antigen P. falciparum. Sitokin (TNF, IL-6 dan lain-lain) yang

diproduksi oleh sel makrofag, monosit, dan limfosit akan menyebabkan

terekspresinya reseptor endotel kapiler. Pada saat knob tersebut berikatan dengan

reseptor sel endotel kapiler terjadilah proses sitoadherensi. Akibat dari proses ini

terjadilah proses obstruksi (penyumbatan) dalam pembuluh kapiler yang

menyebabkan terjadinya iskemia jaringan. Terjadinya sumbatan ini juga didukung

oleh proses terbentuknya rosette, yaitu bergerombolnya sel darah merah yang

berparasit dengan sel darah merah lainnya. Pada proses sitoadherensi ini juga

terjadi proses imunologik yaitu terbentuknya mediator-mediator antara lain

6
sitokin (TNF, IL-6 dan lain-lain), dimana mediator tersebut mempunyai peranan

dalam gangguan fungsi pada jaringan tertentu.5

F. Gejala Klinis

Gejala utama infeksi malaria adalah demam yang diduga berhubungan

dengan proses skizogoni (pecahnya merozoit/ skizon) dan terbentuknya sitokin

dan atau toksinlainnya. Pada daerah hiperendemik sering ditemukan penderita

dengan parasitemia tanpa gejala demam. Gambaran karakteristik dari malaria

ialah demam periodik, anemi dan splenomegali. Sering terdapat gejala prodromal

seperti malaise,sakit kepala, nyeri pada tulang/otot, anoreksi dan diare ringan.2

Gambaran klinis malaria pada wanita non imun (di daerah non-endemik

atau wanita hamil yang datang ke daerah endemik) bervariasi dari malaria ringan

tanpa komplikasi (uncomplicated malaria) dengan demam tinggi, sampai malaria

berat (complicated malaria) dengan risiko tinggi pada ibu dan janin (maternal

mortality rate 20-50% dan sering fatal bagi janin). Sedangkan gambaran klinis

pada wanita di daerah endemic (stable) sering tidak jelas.2

G. Diagnosis

Malaria pada kehamilan dipastikan dengan ditemukannya parasit malaria

di dalam :

Darah maternal

Darah plasenta / melalui biopsi.

7
Gambaran klinik malaria pada wanita non-imun (di daerah non-endemik)

bervariasi dari :

Malaria ringan tanpa komplikasi (uncomplicated malaria) dengan demam

tinggi, sampai Malaria berat (complicated malaria) dengan risiko tinggi pada

ibu dan janin (maternal mortality rate 20-50 % dan sering fatal bagi janin).

Sedangkan gambaran klinik malaria pada wanita di daerah endemik sering

tidak jelas, mereka biasanya memiliki kekebalan yang semi-imun, sehingga :

Tidak menimbulkan gejala, misal : demam

Tidak dapat didiagnosis klinik .

1. Diagnosis Klinis

a. Malaria klinis ringan/tanpa komplikasi

Pada anamnesis :

Harus dicurigai malaria pada seseorang yang berasal dari daerah endemis

malaria dengan demam akut dalam segala bentuk, dengan/tanpa gejala-

gejala lain

Adanya riwayat perjalanan ke daerah endemis malaria dalam 2 minggu

terakhir

Riwayat tinggal di daerah malaria

Riwayat pernah mendapat pengobatan malaria Pada pemeriksaan fisik :

Suhu > 37,5oC

Dapat ditemukan pembesaran limpa

8
Dapat ditemukan anemia

Gejala klasik malaria khas terdiri dari 3 stadium yang berurutan, yaitu

menggigil (15 60 menit), demam (2-6 jam), berkeringat (2-4 jam)

Di daerah endemis malaria, pada penderita yang telah mempunyai

imunitas terhadap malaria, gejala klasik di atas tidak timbul berurutan, bahkan

tidak semua gejala tersebut dapat ditemukan. Selain gejala klasik di atas,

dapat juga disertai gejala lain/gejala khas setempat, seperti lemas, sakit

kepala, mialgia, sakit perut, mual/muntah,dan diare.

b. Malaria klinis berat/dengan komplikasi

Malaria berat/severe malaria/complicated malaria adalah bentuk

malaria falsiparum serius dan berbahaya, yang memerlukan penanganan

segera dan intensif. Oleh karena itu pengenalan tanda-tanda dan gejala-gejala

malaria berat sangat penting bagi unit pelayanan kesehatan untuk menurunkan

mortalitas malaria. Beberapa penyakit penting yang mirip dengan malaria

berat adalah meningitis, ensefalitis, septikemi, demam tifoid, infeksi viral, dll.

Hal ini menyebabkan pe-meriksaan laboratorium sangat dibutuhkan untuk

menambah kekuatan diagnosis. WHO mendefinisikan Malaria berat sebagai

ditemukannya P. falciparum bentuk aseksual dengan satu atau beberapa

komplikasi/manifestasi klinik berat, yaitu :

Gangguan kesadaran sampai koma (malaria serebral)

Anemi berat (Hb < 5 g%, Ht < 15 %)

9
Hipoglikemi (kadar gula darah < 40 mg%)

Udem paru

Jaundice (bilirubin > 3 mg%)

Kejang umum berulang ( > 3 kali/24 jam)

Asidosis metabolik

Gangguan keseimbangan cairan, elektrolit dan asam-basa.

Perdarahan abnormal dan gangguan pembekuan darah.

Hemoglobinuri

Kelemahan yang sangat (severe prostration)

Hiperparasitemi

Hiperpireksi (suhu > 40oC)

Malaria falsiparum tanpa komplikasi (uncomplicated) dapat menjadi

berat(complicated) jika tidak diobati secara dini dan semestinya.

2. Diagnosis Laboratorium

Pemeriksaan mikroskopik masih merupakan yang terpenting pada

penyakit malaria karena selain dapat mengidentifikasi jenis plasmodium secara

tepat sekaligus juga dapat menghitung jumlah parasit sehingga derajat parasitemi

dapat diketahui.

Pemeriksaan dengan mikroskop:

Pewarnaan Giemsa pada sediaan apusan darah untuk melihat parasit

Pewarnaan Acridin Orange untuk melihat eritrosit yang terinfeksi

10
Pemeriksaan Fluoresensi Quantitative Buffy Coat (QBC) .

Sedangkan pemeriksaan sediaan darah (SD) tebal dan tipis

dipuskesmas/lapangan/rumah sakit digunakan untuk menentu- kan nilai ambang

parasit dan mengetahui kepadatan parasit (terutama penderita rawat inap) pada

sediaan darah. Metode diagnostik yang lain adalah deteksi antigen HRP II dari

parasit dengan metode Dipstick test, selain itu dapat pula dilakukan uji

immunoserologis yang lain, seperti:

Tes radio immunologik (RIA)

Tes immuno enzimatik (ELISA)

Adapun pemeriksaan genetika dan biomolekuler yang dapat dilakukan

adalah dengan mendeteksi DNA parasit, dalam hal ini urutan nukleotida parasit

yang spesifik, melalui pemeriksa-an Reaksi Rantai Polimerase (PCR). Di daerah

yang tidak mempunyai sarana laboratorium dan tenaga mikroskopis, diagnosis

malaria ditegakkan hanya berdasarkan pemeriksaan klinis (anamnesis dan

pemeriksaan fisik) tanpa pemeriksaan laboratorium.

Secara umum kekebalan terhadap parasit malaria dibagi dalam 2 golongan

yaitu kekebalan alamiah yang sudah ada sejak lahir dan terjadi tanpa kontak

dengan parasit malaria sebelumnya dan kekebalan didapat yang diperoleh setelah

kontak dengan parasit malaria, yang bersifat humoral ataupun seluler. Kekebalan

seluler dihasilkan oleh limfosit T yang cara kerjanya sebagai helper, sel limfosit

11
B dalam memproduksi zat anti atau melalui makrofag yang dapat membunuh

parasit malaria dalam sel darah.

Antigen-antigen parasit merupakan pemicu pelepasan zat-zat tertentu dari

sel-sel pertahanan tubuh yang disebut sitokin. Sitokin dihasilkan oleh makrofag

atau monosit dan limfosit T. Sitokin yang dihasilkan oleh makrofag adalah TNF,

IL-1 dan IL-6 sedangkan limfosit T menghasilkan TNF-, IFN-, IL-4, IL-8, IL-

10 dan IL-12. Sitokin yang diduga banyak berperan pada mekanisme patologi dari

malaria adalah TNF (tumor necrosis factor). 6

Pada saat seseorang terekspos dengan malaria, maka sel limfosit B akan

membentuk antibodi pada permukaan sporozoit sehingga mencegah invasi parasit

terhadap hepatosit, hanya saja jumlah sporozoit tersebut terlampau banyak

sehingga hanya sebagian saja yang dapat diatasi dan pasien dapat rentan

mengalami infeksi berulang. Untuk mengatasi hal ini diperlukan antibodi dalam

jumlah yang banyak. Sedangkan cara kerja limfosit T yakni dengan mengaktivasi

respon dari sel T CD8 pada fase hepatosit, namun tingkat CD8 rendah sehingga

masih banyak eritrosit terinfeksi yang berhasil lolos.6

Para wanita hamil yang tinggal di daerah yang banyak terdapat malaria

berada dalam risiko tinggi dan risiko tersebut bahkan semakin besar dalam dua

bulan setelah mereka melahirkan. Di masa lalu, kita sering menduga bahwa

peningkatan kepekaan terhadap malaria pada para wanita hamil akan berakhir

seiring dengan terjadinya kelahiran. Ternyata dibandingkan dengan setahun

12
sebelum mereka hamil, para wanita dalam penelitian ini memiliki kemungkinan

sekitar 4 kali lebih besar untuk terjangkit malaria dalam 60 hari setelah

melahirkan.7

Oleh karena itu para peneliti menyarankan agar para wanita terus

mengkonsumsi obat-obat pencegah malaria yang direkomendasikan bagi para

wanita hamil setidaknya sampai dua bulan setelah kelahiran. Peningkatan risiko

bagi malaria selama kehamilan diperkirakan disebabkan oleh dua faktor. Pertama,

parasit-parasit yang menyebabkan malaria cenderung berakumulasi dalam

plasenta. Sebagai tambahan, selama kehamilan, sistem kekebalan tubuh sang ibu

berada dalam tingkat respon yang kurang dari normal. Para peneliti berpendapat,

Insiden serangan malaria yang tinggi selama beberapa bulan pertama setelah

kelahiran memberikan bukti kunci yang mendukung pandangan bahwa

(kekebalan tubuh yang tertekan) merupakan faktor kunci yang terlibat pada para

wanita hamil yang terserang malaria. Para peneliti juga menemukan sebuah

saluran serba guna yang berada di dalam membran atau lapisan luar dari sel-sel

darah merah yang terinfeksi, yang memiliki peran untuk menyuplai nutrisi-nutrisi

tersebut bagi parasit ini. Dan mereka berharap bahwa penyaringan kumpulan

bahan-bahan kimia untuk molekul-molekul yang dapat menghambat saluran-

saluran ini akan mengubahkan obat-obatan baru untuk melawan parasit malaria

yang semakin resisten terhadap obat.7

13
H. Pengaruh Malaria selama Kehamilan

1. Pada Ibu

Malaria pada ibu hamil dapat menimbulkan berbagai kelainan, tergantung

pada tingkat kekebalan seseorang terhadap infeksi parasit malaria dan paritas.

Ibu hamil dari daerah endemis yang tidak mempunyai kekebalan, dapat

menderita malaria klinis berat sampai menyebabkan kematian. Di daerah

endemisitas tinggi, malaria berat dan kematian ibu hamil jarang dilaporkan.

Gejala klinis malaria dan densitas parasitemia dipengaruhi paritas, sehingga akan

lebih berat pada primigravida daripada multigravida (kehamilan selanjutnya).

Pada ibu hamil dengan malaria, gejala klinis yang penting diperhatikan ialah

demam, anemia, hipoglikemia, edema paru akut dan, malaria berat lainnya.9

a. Demam

Demam merupakan gejala akut malaria yang lebih sering dilaporkan

pada ibu hamil dengan kekebalan rendah atau tanpa kekebalan, terutama

pada Primigravida. Pada ibu hamil yang multigravida dari daerah

endemisitas tinggi jarang timbul gejala malaria termasuk demam, meskipun

terdapat parasitemia yang tinggi .

b. Anemia

Menurut definisi WHO, anemia pada kehamilan adalah bila kadar

haemoglobin (Hb) < 11 g/ dl. Gregor (1984) mendapatkan data bahwa

penurunan kadar Hb dalam darah hubungannya dengan parasitemia, terbesar

terjadi pada primigravida dan berkurang sesuai dengan penyusunan

14
peningkatan paritas. Van Dongen (1983) melaporkan bahwa di Zambia,

primigravida dengan infeksi P. falciparum merupakan kelompok yang

beresiko tinggi menderita anemia dibandingkan dengan multigravida. Di

Nigeria, Fleming (1984) melaporkan bahwa malaria sebagai penyebab

anemia ditemukan 40% pada primigravida.

Anemia pada malaria terjadi karena lisis sel darah merah yang

mengandung parasit. Hubungan antara anemia dan splenomegali dilaporkan

oleh Brabin (1990) yang melakukan penelitian pada wanita hamil di Papua

New Guinea, dan menyatakan bahwa makin besar ukuran limpa makin

rendah nilai Hb-nya. Pada penelitian yang sama Brabin melaporkan

hubungan BBLR (berat badan lahir rendah) dan anemia berat pada

primigravida. Ternyata anemia yang terjadi pada trimester I kehamilan,

sangat menentukan apakah wanita tersebut akan melahirkan bayi dengan

berat badan rendah atau tidak karena kecepatan pertumbuhan maksimal

janin terjadi sebelum 20 minggu usia kehamilan.

I. Penanganan Malaria Selama Kehamilan

Kontrol Malaria Selama Kehamilan

Pengontrolan malaria dalam kehamilan tergantung derajat transmisi, berdasarkan

hal-hal di bawah ini :

a. Diagnosis dan pengobatan malaria ringan dan anemia ringan sampai moderat

b. Kemoprofilaksis

c. Penatalaksanaan komplikasi malaria berat, termasuk anemia berat

15
d. Pendidikan kesehatan dan kunjungan yang teratur untuk ante natal care

(ANC). ANC teratur adalah dasar keberhasilan penatalaksanaan malaria

dalam kehamilan, yang bertujuan untuk memberikan pendidikan kesehatan

termasuk penyuluhan tentang malaria dan dampaknya (malaria serebral,

anemi, hipoglikemi, edema paru, abortus, pertumbuhan janin terhambat,

prematuritas, kematian janin dalam rahim, dll) pada kehamilan di semua lini

kesehatan (Posyandu, Puskesmas pembantu, Puskesmas dan Rumah Sakit).

Memantau kesehatan ibu dan janin, serta kemajuan kehamilan

Diagnosis dan pengobatan yang tepat (tepat waktu)

Memberikan ibu cadangan obat untuk kemoprofilaksis

e. Perlindungan pribadi untuk mencegah kontak dengan vektor, misal :

pemakaian kelambu.

f. Pemeriksaan hemoglobin dan parasitologi malaria setiap bulan.

g. Pemberian tablet besi dan asam folat serta imunisasi TT lengkap.

h. Pada daerah non resisten klorokuin :

Ibu hamil non-imun diberi Klorokuin 2 tablet/minggu dari pertama

datang/setelah sakit sampai masa nifas

Ibu hamil semi-imun diberi sulfadoksin-pirimetamin (SP) pada trimester II

dan III awal

i. Pada daerah resisten klorokuin semua ibu hamil baik non imun maupun semi

imun diberi SP pada trimester II dan III awal.9

16
Penatalaksanaan Umum

Perbaiki keadaan umum penderita (pemberian cairan dan perawatan umum).

Pemberian cairan adalah faktor yang sangat penting dalam penanganan malaria berat.

Bila berlebihan akan menyebabkan edema paru, sebaliknya bila kurang akan menye-

babkan nekrosis tubular akut yang berakibat gagal ginjal akut.9

Monitoring vital sign antara lain : keadaan umum, kesadaran, pernafasan,

tekanan darah, suhu, dan nadi setiap 30 menit (selalu dicatat untuk mengetahui

perkembangannya), kontraksi uterus dan bunyi jantung janin juga harus dipantau.

Jaga jalan nafas untuk menghindari terjadinya asfiksi, bila perlu beri oksigen.

Pemberian antipiretik untuk mencegah hipertermi: para-setamol 10 mg/kg.bb/kali,

dan dapat dilakukan kompres. Jika kejang, beri antikonvulsan : diazepam 5-10 mg iv.

(secara perlahan selama 2 menit) ulang 15 menit kemudian jika masih kejang;

maksimum 100 mg/24 jam.9

Bila tidak tersedia diazepam, dapat dipakai fenobarbital 100 mg im/kali

(dewasa) diberikan 2 kali sehari. Untuk konfirmasi diagnosis, lakukan pemeriksaan

SD tebal. Penilaian sesuai kriteria diagnostik mikroskopik. Apabila tidak tersedia

fasilitas yang memadai, persiapkan penderita untuk dirujuk ke tingkat pelayanan

kesehatan lebih tinggi yang menyediakan perawatan intensif. 9

I. Pencegahan Malaria

- Untuk pengobatan anemia moderat (Hb 7-10 g/dl) diberikan dosis besi 2x lipat.

- Periksa Hb setiap kali kontrol. Kebijakan pengobatan malaria (P.falciparum dan

P.vivax) di Indonesia hanya menganjurkan pemakaian klorokuin dosis terapeutik

17
untuk pengobatan dalam kehamilan, sedangkan kinin untuk pengobatan malaria

berat. Di daerah P.falciparum resisten klorokuin, dapat diberikan pengobatan

alternatif yaitu :

- Sulfadoksin- pirimetamin (SP) 3 tablet dosis tunggal

- Garam Kina 10 mg/kg.bb per oral 3 kali selama 7 hari (minimun 3 hari + SP 3

tablet dosis tunggal hari pertama)

- Meflokuin dapat dipakai jika sudah resisten dengan Kina atau SP, namun

penggunaannya pada kehamilan muda harus benar-benar dipertimbangkan, karena

data penggunaannya pada trimester I masih terbatas. Jika terjadi resistensi ganda

pilihan terapi adalah sbb:

- Garam Kina 10 mg/kg.bb per oral 3 kali selama 7 hari DITAMBAH Klindamisin

300 mg 4 kali sehari selama 5 hari. (dapat dipakai di daerah resisten kina).

- ATAU Artesunat 4 mg/kg.bb oral dibagi beberapa dosis hari I, disambung 2

mg/kg.bb oral dosis tunggal selama 6 hari. (dapat dipakai pada trimester II dan III,

dan jika tidak ada alternatif lain). 5,9,10,14 Untuk daerah Minahasa/Sulawesi Utara

klorokuin masih sangat efektif, demikian juga P.vivax umumnya masih sensitif

terhadap klorokuin.

Perlindungan dari gigitan nyamuk:

Kontak antara ibu dengan vektor dapat dicegah dengan :

- Memakai kelambu yang telah dicelup insektisida (misal : permethrin)

- Pemakaian celana panjang dan kemeja lengan panjang

- Pemakaian penolak nyamuk (repellent)

18
- Pemakaian obat nyamuk (baik semprot, bakar dan obat nyamuk listrik)

- Pemakaian kawat nyamuk pada pintu-pintu dan jendela

J. Komplikasi

Komplikasi pada ibu :

1. Anemia

2. Malaria serebral

3. Hipoglikemia

4. Edema Paru

5. Infeksi plasenta

6. Gagal ginjal akut

Komplikasi pada janin :

1. BBLR (Berat Badan Lahir Rendah)

2. Abortus spontan, kelahiran mati, & kelahiran prematur

3. Malaria kongenital

K. Prognosis

Kebanyakan pasien dengan malaria tanpa komplikasi mengalami

perbaikan dalam waktu 48 jam mulai pengobatan dan bebas demam setelah 96

jam. Infeksi Plasmodium falciparum membawa prognosis yang buruk dengan

tingkat kematian yang tinggi jika tidak diobati. Namun, jika infeksi ini di

diagnosis dini dan diobati dengan tepat, prognosis sangat baik.10

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Saifuddin AB. 2010. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo edisi keempat.

Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Hal. 912-917.

2. Suparman Eddy. Malaria Pada Kehamilan. Bagian/SMF Obstetri dan

Ginekologi, Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi/ Rumah Sakit

Umum Pusat Manado.Cermin Dunia Kedokteran.20005. 19-28.

3. Harijanto P.N; Agung Nugroho; Catra A. Gunawan. Malaria dari Molekuler

ke Klinis.2010 : 145-341. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

4. Chahaya Indra Ir. S,Msi. Pengaruh Malaria Selama Kehamilan Bagian

Kesehatan LingkunganFakultas Kesehatan MasyarakatUniversitas Sumatera

Utara. 2003.2003 Digitized by USU digital library 1-7.

5. Tjikrosonto Soesanto N. H .I . Diagnosis dan Pengobatan Malaria Vivax

Kongenital : Laporan Kasus. Laboratorium Parasitologi FK-UGM Unit

Kesehatan Anak RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta . 1994. (3) 433-436.

6. Alcron Keith; P. Byass ; R. W Snow and B. M Greenwood. HIV dan malaria

penyebab penting terhadap kematian ibu. Yayasan Spritia http://spritia.or.id .

Med. Hyg. 2008 (86) : 483-485.

7. Sujatha Krishnan, MD; Praveen Cheripalli, MD; Krishnarao Tangella, MD.

Placental Malaria . Copyright 2009 by Turner White Communications Inc.,

Wayne, PA. All rights reserved. www.turner-white.com.

20
8. Brown J. Joko; Lalangan H Wasuperuma; Whinston AS; Margaret Pinder.

Influence of Plasenta Malaria Infection and Maternal

Hipergammaglobulinemia on Materno Foetal Transfer of Measles and

Tetanus Antibodies in a Rural West African Population. Med. Hyg. 2010. 29

(2) : 151-157.

9. S Owens, G Harper, J Amuasi, G Offei-Larbi, J Ordi, B J Brabin. Placental

malaria and immunity to infant measles. from adc.bmj.com on March 22,

2011 - Published by group.bmj.com Arch Dis Child 2006;91:507508. doi:

10.1136/adc.2005.085274.

10. Ukaga CN; Nowke; Anosike. Placental malaria in Owerri, Imo State, south-

eastern Nigeria. Sciarra JJ, Eschenbach DA, Depp R, eds. In: Gynecology

and Obstetrics. Vol. 3. Philadephia : JB Lippincott Co., 2007; 1-6.

21

Anda mungkin juga menyukai