Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Perubahan bisa terjadi setiap saat, dan merupakan proses yang dinamik serta tidak dapat
dielakkan. Berubah berarti beranjak dari keadaan yang semula. Tanpa berubah tidak ada
pertumbuhan dan tidak ada dorongan. Namun dengan berubah terjadi ketakutan, kebingungan
dan kegagalan dan kegembiraan. Setiap orang dapat memberikan perubahan pada orang lain.
Merubah orang lain bisa bersifat implicit dan eksplisit atau bersifat tertutup dan terbuka.
Kenyataan ini penting khususnya dalam kepemimpinan dan manajemen. Pemimpin secara
konstan mencoba menggerakkkan sistem dari satu titik ke titik lainnya untuk memecahkan
masalah. Maka secara konstan pemimpin mengembangkan strategi untuk merubah orang lain dan
memecahkan masalah.

Perilaku merupakan basil hubungan antara perangsang (stimulus) dan respon Skinner, cit.
Notoatmojo 1993). Perilaku tersebut dibagi lagi dalam 3 domain yaitu kognitif, afektif dan
psikomotor. Kognitif diukur dari pengetahuan, afektif dari sikap psikomotor dan tindakan
(ketrampilan).

Pengetahuan diperoleh dari pengalaman, selain guru, orangtua, teman, buku, media massa (WHO
1992). Menurut Notoatmojo (1993), pengetahuan merupakan hasil dari tabu akibat proses
penginderaan terhadap suatu objek. Penginderaan tersebut terjadi sebagian besar dari penglihatan
dan pendengaran. Pengetahuan yang cakap dalam koginitif mempunyai enam tingkatan, yaitu :
mengetahui, memahami, menggunakan, menguraikan, menyimpulkan dan evaluasi.

Dalam promosi kesehatan perubahan perilaku merupakan hal yang penting karena untuk
mengetahui sejauh mana promosi kesehatan yang di berikan berjalan efektif. Keberhasilan suatu
promosi kesehatan dapat di nilai dari perubahan perilaku dari penerima promosi
kesehatan.Olehnya, makalah ini membahas perubahan perilaku secara spesifik.

1
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apa saja model-model perubahan perilaku kesehatan?
2. Bagaimana contoh kasus dan cara penyelesaian dari perubahan perilaku kesehatan?
3. Apa saja fenomena perilaku yang mempengaruhi kesehatan yang perlu kita cegah?

1.3 TUJUAN PENULISAN


1. Untuk mengetahui model-model perubahan perilaku kesehatan
2. Untuk mengetahui contoh kasus dan cara penyelesaian dari perubahan perilaku kesehatan
3. Untuk mengetahui fenomena perilaku yang mempengaruhi kesehatan yang perlu dicegah

BAB II

PEMBAHASAN

2
2.1 Model-model Perubahan Perilaku Kesehatan

2.1.1 Pengertian Perilaku

Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai
bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja,
kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang
dimaksud perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang diamati
langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2003).

2.1.2 Pengertian Kesehatan

Sehat merupakan sebuah keadaan yang tidak hanya terbebas dari penyakit akan tetapi juga
meliputi seluruh aspek kehidupan manusia yang meliputi aspek fisik, emosi, sosial dan
spiritual.
Menurut WHO (1947) Sehat itu sendiri dapat diartikan bahwa suatu keadaan yang sempurna
baik secara fisik, mental dan sosial serta tidak hanya bebas dari penyakit atau kelemahan
(WHO, 1947).Definisi WHO tentang sehat mempunyui karakteristik berikut yang dapat
meningkatkan.
konsep sehat yang positif (Edelman dan Mandle. 1994):

1) Memperhatikan individu sebagai sebuah sistem yang menyeluruh.


2) Memandang sehat dengan mengidentifikasi lingkungan internal dan eksternal
3) Penghargaan terhadap pentingnya peran individu dalam hidup.

2.1.3 Teori-teori Perubahan Perilaku

a) Teori S-O-R:

Perubahan perilaku didasari oleh: Stimulus Organisme Respons.

a. Perubahan perilaku terjadi dgn cara meningkatkan atau memperbanyak rangsangan


(stimulus).
b. Oleh sebab itu perubahan perilaku terjadi melalui proses pembelajaran (learning process).
c. Materi pembelajaran adalah stimulus.

3
Proses perubahan perilaku menurut teori S-O-R.:

a. Adanya stimulus (rangsangan): Diterima atau ditolak


b. Apabila diterima (adanya perhatian) mengerti (memahami) stimulus.
c. Subyek (organisme) mengolah stimulus, dan hasilnya:
Kesediaan untuk bertindak terhadap stimulus (attitude)
Bertindak (berperilaku) apabila ada dukungan fasilitas (practice)

b) Teori Dissonance : Festinger

Perilaku seseorang pada saat tertentu karena adanya keseimbangan antara sebab atau alasan
dan akibat atau keputusan yang diambil (conssonance). Apabila terjadi stimulus dari luar
yang lebih kuat, maka dalam diri orang tersebut akan terjadi ketidak seimbangan
(dissonance). Kalau akhirnya stilmulus tersebut direspons positif (menerimanya dan
melakukannya) maka berarti terjadi perilaku baru (hasil perubahan), dan akhirnya kembali
terjadi keseimbangan lagi (conssonance).

Rumus perubahan perilaku menurut Festinger:

Terjadinya perubahan perilaku karena adanya perbedaan elemen kognitif yang seimbang
dengan elemen tidak seimbang. Contoh: Seorang ibu hamil memeriksakan kehamilannya
terjadi karena ketidak seimbangan antara keuntungan dan kerugian stimulus (anjuran
perikasa hamil).

c) Teori fungsi: Katz


Perubahan perilaku terjadi karena adanya kebutuhan. Oleh sebab itu stimulus atau obyek
perilaku harus sesuai dengan kebutuhan orang (subyek).
Prinsip teori fungsi:
a. Perilaku merupakan fungsi instrumental (memenuhi kebutuhan subyek)
b. Perilaku merupakan pertahanan diri dalam mengahadapi lingkungan (bila hujan,
panas)
c. Perilaku sebagai penerima obyek dan pemberi arti obyek (respons terhadap gejala
sosial)
d. Perilaku berfungsi sebagai nilai ekspresif dalam menjawab situasi.(marah, senang)
d) Teori Driving forces: Kurt Lewin
Perilaku adalah merupakan keseimbangan antara kekuatan pendorong (driving forces)
dan kekuatan penahan (restraining forces).

4
Perubahan perilaku terjadi apabila ada ketidak seimbangan antara kedua kekuatan
tersebut.
Kemungkinan terjadinya perubahan-perubahan perilaku:
a) Kekuatan pendorong meningkat, kekuatanpenahan tetap.
b) Kekuatan pendorong tetap, kekuatan penahan menurun.
c) Kekuatan pendorong meningkat, kekuatan penahan menurun.

Health Belief Model (Model Kepercayaan Kesehatan)

Model perilaku ini dikembangkan pada tahun 50an dan didasarkan atas partisipasi
masyarakat pada program deteksi dini tuberculosis. Analisis terhadap berbagai faktor yang
mempengaruhi partisipasi masyarakat pada program tersebut kemudian dikembangkan
sebagai model perilaku. Health belief Model didasarkan atas 3 faktor esensial ;

1. Kesiapan individu intuk merubah perilaku dalam rangka menghindari suatu


penyakit atau memperkecil risiko kesehatan.
2. Adanya dorongan dalam lingkungan individu yang membuatnya merubah
perilaku.
3. Perilaku itu sendiri.

2.1.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Seseorang

Ada beberapa hal yang mempengaruhi perilaku seseorang, sebagian terletak di dalam
individu sendiri yang disebut faktor intern yaitu keturunan dan motif. Sedangkan sebagian
terletak diluar dirinya yang disebut faktor ekstern, yaitu faktor lingkungan.

Azwar (1995) menyatakan bahwa sekalipun diasumsikan bahwa sikap merupakan


predisposisi evaluasi yang banyak menentukan cara individu bertindak, akan tetapi sikap dan
tindakan seringkali jauh berbeda. Hal ini karena tindakan nyata ditentukan tidak hanya oleh
sikap, akan tetapi oleh berbagai faktor eksternal lainnya. Sikap tidaklah sama dengan
perilaku, dan perilaku tidaklah selalu mencerminkan sikap seseorang, sebab seringkali terjadi
bahwa seseorang memperlihatkan tindakan yang bertentangan dengan sikapnya. Sikap
seseorang dapat berubah dengan diperolehnya tambahan informasi tentang objek tersebut,
melalui persuasi serta tekanan dari kelompok sosialnya (Sarwono 1993).

1. Aspek Perilaku

5
Secara garis besar perilaku manusia dapat dilihat dari 3 aspek yakni :

a. Aspek fisik
b. Aspek psikis
c. Aspek sosial

Perilaku manusia merupakan refleksi dari berbagai gejala kejiwaan seperti pengetahuan,
keinginan, kehendak, minat, motivasi, persepsi sikap dan sebagainya.

2. Faktor Pembentuk Perilaku

Prilaku dibentuk oleh 3 faktor antara lain :

1) Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors) yang terwujud dalam pengetahuan,


sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, dan sebagainya.
2) Faktor-faktor pendukung ( enebling factors), yang terwujud dalam lingkungan fisik,
tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan, misalnya
puskesmas, obat-obatan, alat-alat kontrasepsi, jamban, dan sebagainya.
3) Faktor-faktor pendorong (renforcing factors), yang terwujud dalam sikap dan perilaku
petugas kesehatan atau petugas lain yang merupakan kelompok referensi dari perilaku
masyarakat.

Ketiga faktor diatas dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang berhubungan dengan
kepribadian dan lingkungan individu , serta pengalaman berhubungan dengan sarana dan
petugas kesehatan.

Kesiapan individu dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti persepsi tentang kerentanan


terhadap penyakit, potensi ancaman, motivasi untuk memperkecil kerentanan terhadap
penyakit, potensi ancaman, dan adanya kepercayaan bahwa perubahan perilaku akan
memberikan keuntungan. Faktor yang mempengaruhi perubahan perilaku adalah perilaku itu
sendiri yang dipengaruhi oleh karakteristik individu, penilaian individu terhadap perubahan
yang di tawarkan, interaksi dengan petugas kesehatan yang merekomen-dasikan perubahan
perilaku, dan pengalaman mencoba merubah perilaku yang serupa.

Menurut Rosenstock (1974, 1977), model ini dekat dengan Pendidikan Kesehatan

6
Perilaku kesehatan merupakan fungsi dari pengetahuan dan sikap. Secara khusus bahwa
persepsi sesorang tentang kerentanan dan kemujaraban pengobatan dapat mempengaruhi
keputusan seseorang dalam perilaku kesehatannya

Aspek-aspek pokok perilaku kesehatan menurut Rosenstock:

a) Ancaman

Persepsi tentang kerentanan diri terhadap penyakit (atau kesediaanmenerima diagnosa


penyakit)
Persepsi tentang keparahan penyakit/kondisi kesehatannya

b) Harapan

Persepsi tentang keuntungan suatu tindakan


Persepsi tentang hambatan-hambatan untuk melakukan tindakan itu

c) Pencetus tindakan:

Media
Pengaruh orang lain
Hal-hal yang mengingatkan (reminders)

d) Faktor-faktor Sosio-demografi (pendidikan, umur, jenis kelamin/gender, sukubangsa)

e) Penilaian diri (Persepsi tentang kesanggupan diri untuk melakukan tindakan itu)

Ancaman suatu penyakit dipersepsikan secara berbeda oleh setiap individu. Contoh:
kanker. Ada yang takut tertular penyakit itu, tapi ada juga yang menganggap penyakit itu
tidak begitu parah, ataupun individu itu merasa tidak akan tertular olehnya karena diantara
anggota keluarganya tidak ada riwayat penyakit kanker. Keputusan untuk mengambil
tindakan/upaya penanggulangan atau pencegahan penyakit itu tergantung dari persepsi
individu tentang keuntungan dari tindakan tersebut baginya, besar/kecilnya hambatan untuk
melaksanakan tindakan itu serta pandangan individu tentang kemampuan diri sendiri.

2.1.4 Bentuk-Bentuk Perubahan Perilaku

7
a. Perubahan alamiah (natural change): Perubahan perilaku karena terjadi perubahan alam
(lingkungan) secara alamiah
b. Perubahan terencana (planned change): Perubahan perilaku karena memang direncanakan
oleh yang bersangkutan
c. Kesiapan berubah (Readiness to change): Perubahan perilaku karena terjadinya proses
internal (readiness) pada diri yang bersangkutan, dimana proses internal ini berbeda pada
setiap individu.

2.1.5. Strategi Perubahan Perilaku

1. Inforcement
a. Perubahan perilaku dilakukan dengan paksaan, dan atau menggunakan peraturan atau
perundangan.
b. Menghasilkan perubahan perilaku yang cepat, tetapi untuk sementara (tidak langgeng)

2. Persuasi

Dapat dilakukan dengan persuasi melalui pesan, diskusi dan argumentasi. Melalui
pesan seperti jangan makan babi karna bisa menimbukkan penyakit H1N1. Melalui diskusi
seperti diskusi tentang abortus yang membahayakan jika digunakan untuk alasan yang tidak
baik.

3. Fasilitasi

Strategi ini dengan penyediaan sarana dan prasarana yang mendukung. Dengan
penyediaan sarana dan prasarana ini akan meningkatkan Knowledge (pengetahuan) Untuk
melakukan strategi ini mmeerlukan beberapa proses yakni kesediaan, identifikasi dan
internalisasi.

4. Education:
a. Perubahan perilaku dilakukan melalui proses pembelajaran, mulai dari pemberian
informasi atau penyuluhan-penyuluhan.
b. Menghasilkan perubahan perilaku yang langgeng, tetapi makan waktu lama.

2.1.6 Cara-Cara Perubahan Perilaku

Untuk mencapai perubahan perilaku, ada beberapa cara yang bias ditempuh, yaitu :

8
1. Dengan Paksaaan.

Ini bisa dengan :

a. Mengeluarkan instruksi atau peraturan, dan ancaman huluman kalau tidak mentaati
instruksi atau peraturan tersebut. Misalnya : instruksi atau peraturan tidak membuang
sampah disembaerang tempat, dan ancaman hukuman atau denda jikatidak mentaatl.
b. menakut-nakuti tentang bahaya yang mungkin akan diderita kalau tidak mengerjakan apa
yang dianiurkan Misal: menyampaikan kepada ibu-ibu bahwa anaknya bisa mati kalau
tidak diberi oralit waktu mencret

2. Dengan memberi imbalan.

lmbalan bisa berupa materi seperti uang atau barang, tetapi blsa juga imbalan yang tidak
berupa materi, seperti pujian, dan sebagainya.

Contoh:

- kalau ibu-ibu membawa anaknya ke Posyandu untuk ditimbang dan diimunisasi, maka
anaknya akan sehat, (ini juga imbalan non materi)

Dalam hal ini orang berbuat sesuatu karena terdorong atau tertarik oleh imbalan tersebut,
bukan karena kesadran atau keyakinan akan manfatnya.

3. Dengan membina hubungan baik.

Kalau kita mempunyai hubungan yang baik dengan seseorang atau dengan masyarakat.
biasanya orang tersebut atau masyarakat akan mengikuti anjuran kita untuk berbuat sesuatu,
karena ingin memelihara hubungan baiknya dengan kita. Misal: Pak Lurah membuat jamban
karena tidak ingin mengecewakan petugas kesehatan yeng sudah dikenalnya dengan baik
Jadi bukan karena kesadarannya akan pentingnya jamban tersebut.

4. Dengan menunjukkan contoh-contoh.

Salah satu sifat manusia ialah ingin meniru Karena itu usahakanlah agar Puskesmas dengan
lingkungannya bersih, para petugas nampak bersih, rapi dan ramah. Selain itu, para petugas
juga berperilaku sehat. misalnya tidak merokok, tidak meludah disembarang tempat, tidak

9
membuang sampah sembarangan, dan sebagainya. Dibeberapa tempat disediakan tempat
sampah agar orang juga tidak membuang sampah sembarangan. Dengan contoh seperti ini
biasanya orangakan ikut berbuat yang serupa yaitu berperilaku sehat

5. Dengan memberikan kemudahan.

Misalnya kita ingin agar masyarakat memanfaatkan Puskesmas, maka Puskesmas didekatkan
kepada masyarakat, pembayarannya dibuat sedemikian hingga masyarakat. mampu
membayar pelayanannya yang baik dan ramah, tidak usah menunggu lama. dan sebagainya.
Semua ini merupakan kemudahan bagi masyarakat, maka diharapkan masyarakat akan
tergerak untuk memanfaatkan Puskesmas. ltulah sebabnya mengapa Puskesmas berlokasi
dekat dengan masyarakat, ditambah pula dengan Puskesmas Pembantu dan Puskesmas
keliling.

6. Dengan menanamkan kesadaran dan motivasi

Dalam hal ini individu, kelompok, maupun masyarakat, diberi pengertian yang benar tentang
kesehatan. Kemudian ditunjukkan kepada mereka baik secara langsung ataupun tidak
langsung, yaitu misalnya melalui film, slide, photo, gambar, atau ceritera, bagaimana
bahayanya perilaku yang lidak sehat , dan apa untungnya kalau berperilaku sehat. Hal ini
diharapkan akan bisa membangkitkan keinginan mereka untuk berperilaku hidup sehat
Selanjutnya berkali-kali disampaikan ataupun ditunjukkan kepada mereka bahwa telah makin
banyak orang yang berperilaku sehat tersebut dan sekaligus ditunjukkan atau disampaikan
pula keuntungan-keuntungannya, hingga mereka akan tergerak untuk berperilaku sehat.

2.2 Contoh Kasus dan Cara Penyelesaian dari Perubahan Perilaku Kesehatan

2.3 Fenomena Perilaku Yang Mempengaruhi Kesehatan Yang Perlu Kita Cegah

10
Berbagai penelitian kesehatan tentang dampak rokok sudah banyak dilakukan para ahli
kesehatan masyarakat. Namun meski telah banyak dilakukan penelitian dan sudah terbukti
berdampak buruk bagi kesehatan, jumlah perokok tidak kunjung turun, utamanya dinegara-
negara berkembang termasuk Indonesia. Untuk itu, dibutuhkan pendekatan perilaku dalam
promosi kesehatan tentang bahaya rokok.

Publikasi terbaru hasil penelitian tentang rokok dirilis pada 6 Februari 2012 dalam
jurnal Archives of General Psychiatry, yang dilakukan Severine Sabia dan rekan-rekannya
dari University College London. Penilaian fungsi mental para responden dilakukan selama
tiga kali selama kurun waktu 10 tahun. Sedangkan penilaian status merokok responden
dilakukan enam kali dalam kurun waktu 25 tahun. Usia rata-rata responden adalah sekitar 56
tahun ketika penilaian pertama dilakukan.

Hasil analisis data sekitar 5.100 pria dan lebih dari 2.100 wanita terkait fungsi mental, seperti
memori, pembelajaran, dan pengolahan pikiran. Peneliti menemukan bahwa di kalangan
kaum pria, merokok berhubungan dengan merosotnya kemampuan otak yang lebih cepat.
Selain itu, penurunan yang lebih massif terjadi pada pria yang terus merokok selama masa
penelitian. Peneliti menemukan bahwa pria yang berhenti merokok dalam 10 tahun sebelum
penilaian pertama dilakukan ternyata masih berisiko mengalami penurunan mental, terutama
terkait fungsi eksekutif pada otak. Namun, mereka yang telah berhenti merokok dalam
jangka waktu lama, cenderung mengalami penurunan fungsi otak lebih lambat.

Untuk merubah perilaku merokok, maka beberapa teori perilaku bisa menjadi rujukan seperti
Teori Kurt Lewin, Teori Festinger, dan sebagainya. Menurut Kurt Lewin (1970), perilaku
manusia adalah suatu keadaan yang seimbang antara kekuatan-kekuatan pendorong (driven
forces) dan kekuatan-kekuatan penahan (restining forces). Pada teori Kurt Lewin, melakukan

11
perubahan perilaku dengan cara melakukan ketidakseimbangan antara kedua kekuatan
didalam diri seseorang sehingga ada tiga kemungkinan terjadinya perubahan pada diri
seseorang.

Ketiga kemungkinan tersebut adalah pertama, kekuatan-kekuatan pendorong meningkat;


adanya stimulus yang mendorong untuk terjadinya perubahan-perubahan perilaku, seperti
penyuluhan kesehatan dan bentuk-bentuk promosi kesehatan lainnya. Kedua, kekuatan-
kekuatan penahan menurun; adanya stimulus yang memperlemah kekuatan penahan seperti
anggapan bahwa merokok tidak mengganggu kesehatan. Anggapan yang keliru tersebut
dapat memperlemah driven forces. Ketiga, kekuatan pendorong meningkat sedang kekuatan
penahan menurun; kondisi inilah yang memungkinkan terjadinya perubahan perilaku,
termasuk perilaku merokok.

Dari studi kasus perilaku merokok, maka bisa dilihat hubungan erat pentingnya Ilmu
Sosiologi dalam dunia kesehatan. Apalagi Ilmu Kesehatan Masyarakat yang memiliki
pendekatan preventif dan promotif, maka penggunaan Sosiologi Kesehatan sangat penting
dan relevan dalam upaya-upaya pencegahan ancaman terjangkit penyakit.

1. Suka begadang.
Warga kota seringkali menghabiskan waktunya di siang hari untuk bekerja. Di malam hari,
bukannya beristirahat, banyak orang di perkotaan yang justru nongkrong di kafe-kafe atau ke
tempat hiburan sampai larut malam.
Begadang bukan hal yang buruk bagi kesehatan. Yang berisiko adalah apabila sampai
kekurangan tidur dan mengganggu jam biologis. Berbagai penelitian menemukan bahwa
kurang tidur dapat meningkatkan risiko serangan jantung, stroke hingga kanker.
2. Mudah stress
Macet, polusi, cuaca panas ditambah tekanan pekerjaan membuat warga kota lebih rentan
stres. Pada tahap tertentu, stres dapat berakibat baik sebab memicu orang untuk berupaya
keras. Namun stres yang tak dikelola dengan baik justru bahaya bagi kesehatan.

12
Stres diketahui dapat memicu depresi dan gangguan mental jika tidak ditangani dengan baik.
Bahkan sebuah penelitian terbaru menemukan stres dapat mengubah struktur DNA seseorang
dan diturunkan kepada anak-anaknya.
3. Naik kendaraan ugal-ugalan
Kehidupan kota memang menawarkan jaminan finansial yang lebih baik. Banyak pekerjaan
dan uang yang bisa diperoleh di kota. Akibatnya, makin banyak orang berlomba-lomba
membeli kendaraan untuk menunjang mobilitasnya.
Sudah tak terhitung berapa banyak jumlah kematian dan kerugian akibat kecelakaan lalu
lintas. Kebanyakan kasus tersebut disebabkan oleh human error, bisa karena lalai saat
mengemudi, atau mengemudi ugal-ugalan.
4. Malas berolahraga
Lengkapnya infrastruktur dan fasilitas di kota memang mempermudah aktifitas. Namun
karena merasa saking mudahnya, orang jadi sedikit bergerak dan malas berolahraga. Apalagi
sebagian pekerjaan di kota mengharuskan duduk sepanjang hari di kantor.
Ada banyak jenis penyakit yang bisa diperangi dengan berolahraga, mulai dari diabetes,
penyakit jantung, stroke, asma hingga kanker. Olahraga juga dapat memperkuat otot-otot,
meningkatkan keseimbangan fisik dan meningkatkan stamina.
5. Suka makan junk food
Sebagian besar penyakit yang diderita manusia disebabkan oleh asupan makanan sehari-hari.
Makanan yang masuk dalam tubuh akan diolah lewat proses metabolisme tubuh. Beberapa
residu atau sisa makanan ada yang ditimbun atau menumpuk dalam tubuh.
Timbunan lemak dan kolesterol diketahui berisiko menyebabkan penyempitan pembuluh
darah dan memicu hipertensi, stroke dan serangan jantung. Makanan yang banyak
mengandung gula juga dapat memicu diabetes. Makanan seperti ini banyak terkandung
dalam junk food.
6. Suka mencari hiburan
Tak ada salahnya memang mencari hiburan untuk meredakan ketegangan pikiran dan
melepas penat. Namun kota menawarkan banyak hiburan yang memikat dan tak sehat seperti
bar, lokalisasi dan klub-klub malam yang menawarkan alkohol dan narkoba.

13
Hiburan mahal ini tak hanya membuat boros, melainkan juga berisiko merusak kesehatan.
Hubungan seks yang tak sehat dapat menularkan penyakit menular seksual, sedangkan
alkohol dan narkoba dapat menyebabkan kecanduan dan hilang kesadaran.

BAB III
KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan

Perilaku adalah respon individu terhadap suatu stimulus atau suatu tindakan yang dapat
diamati dan mempunyai frekuensi spesifik, durasi dan tujuan dan baik disadari maupun tidak.

14
Menurut WHO (1947) Sehat itu sendiri dapat diartikan bahwa suatu keadaan yang sempurna
baik secara fisik, mental dan sosial serta tidak hanya bebas dari penyakit atau kelemahan
(WHO, 1947).

Faktor yang mempengaruhi perubahan perilaku adalah perilaku itu sendiri yang dipengaruhi
oleh karakteristik individu, penilaian individu terhadap perubahan yang di tawarkan, interaksi
dengan petugas kesehatan yang merekomen-dasikan perubahan perilaku, dan pengalaman
mencoba merubah perilaku yang serupa.

3.2 Saran

Hubungan kesehatan dengan perilaku sangatlah erat dan saling berkesinambungan, individu
yang sehat akan tercermin dari perilaku yang sehat pula. Sebaliknya juga begitu perilaku
yang sehat akan mencerminkan individu dengan kualitas hidup baik.

Manfaat dari hidup sehat yang paling penting adalah meningkatkan produktivitas kita dengan
segala kemampuan dan potensi diri kita. Untuk itu konsep hidup sehat seperti tingkatkan
PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) harus dipupuk dari tiap individu untuk dapat
meningkatkan kualitas hidup yang sehat.

DAFTAR PUSTAKA

Notoatmodjo, Soekidjo, & Sarwono, Solita. 1985. Pengantar Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta:
Badan Penerbit Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Hlm. 23

15
Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta : Rineka Cipta

Notoatmodjo,Soekidjo. 2012. Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan.Jakarta : Rineka Cipta

Ircham Machfoedz dan Eko Suryani. 2008. Pendidikan Kesehatan dan Promosi Kesehatan.
Yogyakarta: Fitramaya.

16

Anda mungkin juga menyukai