Anda di halaman 1dari 101

Esti Oktaviani

Kamis, 24 Oktober 2013

apa itu Acute Coronary Syndrome (ACS) ?


Klasifikasi ACS

Angina Pektoris
Angina pektoris ialah suatu sindrom klinis berupa serangan nyeri dada yang khas, yaitu
seperti ditekan atau terasa berat di dada yang sering menjalar ke lengan kiri. Nyeri dada tersebut
biasanya timbul pada saat melakukan aktivitas dan segera hilang bila aktivitas dihentikan.
Merupakan kompleks gejala tanpa kelainan morfologik permanen miokardium yang disebabkan
oleh insufisiensi relatif yang sementara di pembuluh darah koroner.
Nyeri angina dapat menyebar ke lengan kiri, ke punggung, ke rahang atau ke daerah
abdomen. Penyebab angina pektoris adalah suplai oksigen yang tidak adekuat ke sel-sel
miokardium dibandingkan kebutuhan. Jika beban kerja suatu jaringan meningkat maka
kebutuhan oksigen juga meningkat; pada jantung yang sehat, arteria koroner berdilatasi dan
mengalirkan lebih banyak darah dan oksigen ke otot jantung; namun jika arteria koroner
mengalami kekakuan atau menyempit akibat arterosklerosis dan tidak dapat berdilatasi sebagai
respon peningkatan kebutuhan akan oksigen, maka terjadi iskemi miokardium; sel-sel
miokardium mulai menggunakan glikolisis anaerob untuk memenuhi kebutuhan energi mereka.
Cara ini tidak efisien dan me-nyebabkan terbentuknya asam laktat. Asam laktat menurunkan pH
miokardium dan menimbulkan nyeri yang berkaitan dengan angina pektoris. Apabila kebutuhan
energi sel-sel jantung berkurang, maka suplai oksigen menjadi adekuat dan sel-sel otot kembali
ke proses fosforilasi oksidatif untuk membentuk energi. Proses ini tidak menghasilkan asam
laktat. Dengan hilangnya penimbunan asam laktat, maka nyeri angina pektoris mereda. Dengan
demikian, angina pektoris merupakan suatu keadaan yang berlangsung singkat.
Terdapat tiga jenis angina, yaitu :
a. Angina stabil
Disebut juga angina klasik, terjadi jika arteri koroner yang arterosklerotik tidak dapat
berdilatasi untuk meningkatkan alirannya sewaktu kebutuhan oksigen meningkat. Peningkatan
kerja jantung dapat menyertai aktivitas misalnya berolah raga atau naik tangga.
b. Angina prinzmetal
Terjadi tanpa peningkatan jelas beban kerja jantung dan pada kenyataannya sering timbul
pada waktu beristirahat atau tidur. Pada angina prinzmetal terjadi spasme arteri koroner yang
menimbulkan iskemi jantung di bagian hilir. Kadang-kadang tempat spasme berkaitan dengan
arterosklerosis.
c. Angina tak stabil
Adalah kombinasi angina stabil dengan angina prinzmetal dijumpai pada individu dengan
perburukan penyakit arteri koroner. Angina ini biasanya menyertai peningkatan beban kerja
jantung; hal ini tampaknya terjadi akibat arterosklerosis koroner, yang ditandai oleh trombus
yang tumbuh dan mudah mengalami spasme.
v Gejala klinis :
Diagnosis seringkali berdasarkan keluhan nyeri dada yang mempunyai ciri khas sebagai berikut :
- Letak
Sering pasien merasakan nyeri dada di daerah sternum atau di bawah sternum (substernal),
atau dada sebelah kiri dan kadang-kadang menjalar ke lengan kiri, dapat menjalar ke punggung,
rahang, leher, atau ke lengan kanan. Nyeri dada juga dapat timbul di tempat lain seperti di daerah
epigastrium, leher, rahang, gigi, bahu.
Kualitas
Pada angina, nyeri dada biasanya seperti tertekan benda berat, atau seperti di peras atau
terasa panas, kadang-kadang hanya mengeluh perasaan tidak enak di dada karena pasien tidak
dapat menjelaskan dengan baik, lebih-lebih jika pendidik-an pasien kurang.
Hubungan dengan aktivitas
Nyeri dada pada angina pektoris biasanya timbul pada saat melakukan aktivitas, misalnya
sedang berjalan cepat, tergesa-gesa, atau sedang berjalan mendaki atau naik tangga. Pada kasus
yang berat aktivitas ringan seperti mandi atau menggosok gigi, makan terlalu kenyang, emosi,
sudah dapat menimbulkan nyeri dada. Nyeri dada tersebut segera hilang bila pasien
menghentikan aktivitasnya. Serangan angina dapat timbul pada waktu istirahat atau pada waktu
tidur malam.
Lamanya serangan
Lamanya nyeri dada biasanya berlangsung 1-5 menit, kadang-kadang perasaan tidak enak di
dada masih terasa setelah nyeri hilang. Bila nyeri dada berlangsung lebih dari 20 menit, mungkin
pasien mendapat serangan infark miokard akut dan bukan angina pektoris biasa. Pada angina
pektoris dapat timbul keluhan lain seperti sesak napas, perasaan lelah, kadang-kadang nyeri dada
disertai keringat dingin.

v Pemeriksaan penunjang
- Elektrokardiogram (EKG)
Gambaran EKG saat istirahat dan bukan pada saat serangan angina sering masih normal.
Gambaran EKG dapat menunjukkan bahwa pasien pernah mendapat infark miokard di masa
lampau. Kadang-kadang menunjukkan pembesaran ventrikel kiri pada pasien hipertensi dan
angina; dapat pula menunjukkan perubahan segmen ST dan gelombang T yang tidak khas. Pada
saat serangan angina, EKG akan menunjukkan depresi segmen ST dan gelombang T dapat
menjadi negatif.
- Foto rontgen dada
Foto rontgen dada seringmenunjukkan bentuk jantung yang normal; pada pasien
hipertensi dapat terlihat jantung membesar dan kadang-kadang tampak adanya kalsifikasi arkus
aorta.
- Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak begitu penting dalam diagnosis angina pektoris. Walaupun
demikian untuk menying-kirkan diagnosis infark jantung akut sering dilakukan pe-meriksaan
enzim CPK, SGOT atau LDH. Enzim tersebut akan meningkat kadarnya pada infark jantung akut
sedangkan pada angina kadarnya masih normal. Pemeriksaan lipid darah seperti kolesterol, HDL,
LDL, trigliserida dan pemeriksaan gula darah perlu dilakukan untuk mencari faktor risiko seperti
hiperlipidemia dan/atau diabetes melitus.

2. Infark Miokardium ( MCI )


Infark miokardium adalah nekrosis miokard akibat gang-guan aliran darah ke otot jantung.
Klinis sangat mencemaskan karena sering berupa serangan mendadak umumya pada pria 35-55
tahun, tanpa gejala pendahuluan. Infark miokard biasanya disebabkan oleh trombus arteri
koroner; prosesnya mula-mula berawal dari rupturnya plak yang kemudian diikuti oleh
pembentukan trombus oleh trom-bosit. Lokasi dan luasnya infark miokard tergantung pada jenis
arteri yang oklusi dan aliran darah kolateral.
v Gejala klinis :
a. Nyeri dada kiri seperti ditusuk-tusuk atau diiris-iris menjalar ke lengan kiri.
b. Nyeri dada serupa dengan angina tetapi lebih intensif dan lama serta tidak sepenuhnya hilang
dengan istirahat ataupun pemberian nitrogliserin
c. Dada rasa tertekan seperti ditindih benda berat, leher rasa tercekik.
d. Rasa nyeri kadang di daerah epigastrikum dan bisa menjalar ke punggung.
e. Rasa nyeri hebat sekali sehingga penderita gelisah, takut, berkeringat dingin dan lemas.

v Pemeriksaan penunjang :
a. Pada EKG terdapat elevasi segmen ST diikuti dengan perubahan sampai inversi gelombang T;
kemudian muncul peningkatan gelombang Q minimal di 2 sadapan.
b. Peningkatan kadar enzim atau isoenzim merupakan indikator spesifik infark miokard akut yaitu
kreatinin fosfoskinase (CPK/CK), SGOT, LDH, alfa hidroksi butirat dehidrogenase, dan
isoenzim CK-MB.
c. Yang paling awal meningkat adalah CPK tetapi paling cepat turun.

3. Penyakit Jantung Arteriosklerotik


Pembuluh arteri mengikuti proses penuaan yang karakteris-tik seperti penebalan tunika
intima, berkurangnya elastisitas, penumpukan kalsium terutama di arteri-arteri besar menye-
babkan fibrosis yang merata menyebabkan aliran darah lambat laun berkurang. Iskemi yang
relatif ringan tetapi berlangsung lama dapat pula menyebabkan kelainan katup jantung.
Manifestasi penyakit jantung koroner disebabkan ketidak seimbangan antara kebutuhan oksigen
miokrdium dengan masuknya. Masuknya oksigen untuk miokardium sebetulnya tergantung dari
oksigen dalam darah dan arteria koronaria. Oksigen dalam darah tergantung oksigen yang dapat
diambil oleh darah, jadi dipengaruhi oleh Hb, paru-paru dan oksigen dalam udara pernapasan. Di
kenal dua keadaan ketidakseimbangan masukan ter-hadap kebutuhan oksigen yaitu :
- Hipoksemi (iskemi) yang ditimbulkan oleh kelainan vaskular.
- Hipoksi (anoksi) yang disebabkan kekurangan oksigen dalam darah.
Perbedaannya ialah pada iskemi terdapat kelainan vaskular sehingga perfusi ke jaringan
berkurang dan eleminasi metabolit yang ditimbulkannya menurun juga, sehingga gejalanya akan
lebih cepat muncul.Ada beberapa hipotesis mengenai apa yang pertama kali menyebabkan
kerusakan sel endotel dan mencetuskan rangkaian proses arteriosklerotik, yaitu:
1. Kolesterol Serum yang Tinggi
Hipotesis pertama mengisyaratkan bahwa kadar kolesterol serum dan trigliserida yang
tinggi dapat menyebabkan pem-bentukan arteriosklerosis. Pada pengidap arteriosklerosis,
pengedapan lemak ditemukan di seluruh kedalaman tunika intima, meluas ke tunika media.
Kolesterol dan trigliserid di dalam darah terbungkus di dalam protein pengangkut lemak
yang disebut lipoprotein.
Lipoprotein berdensitas tinggi (high-density lipoprotein, HDL ) membawa lemak ke luar
sel untuk diuraikan, dan diketahui bersifat protektif melawan arteriosklerosis. Namun,
lipoprotein berdensitas rendah (low density lipoprotein,LDL) dan lipo-protein berdensitas sangat
rendah (very-low-density lipo-protein,VLDL) membawa lemak ke sel tubuh, termasuk
sel endotel arteri, oksidasi kolesterol dan trigliserid menyebabkan pembentukan radikal bebas
yang diketahui merusak sel-sel endotel.
2. Tekanan Darah Tinggi
Hipotesis ke dua mengenai terbentuknya arteriosklerosis di dasarkan pada kenyataan
bahwa tekanan darah yang tinggi secara kronis menimbulkan gaya regang atau potong yang
merobek lapisan endotel arteri dan arteriol. Gaya regang ter-utama timbul di tempat-tempat arteri
bercabang atau mem-belok: khas untuk arteri koroner, aorta, dan arteri-arteri serebrum. Dengan
robeknya lapisan endotel, timbul kerusakan berulang sehingga terjadi siklus peradangan,
penimbunan sel darah putih dan trombosit, serta pembentukan bekuan. Setiap trombus yang
terbentuk dapat terlepas dari arteri sehingga menjadi embolus di bagian hilir.
3. Infeksi Virus
Hipotesis ke tiga mengisyaratkan bahwa sebagian sel endotel mungkin terinfeksi suatu virus.
Infeksi mencetuskan siklus peradangan; leukosit dan trombosit datang ke daerah tersebut dan
terbentuklah bekuan dan jaringan parut. Virus spesifik yang diduga berperan dalam teori ini
adalah sito-megalovirus, anggota dari famili virus herpes.
4. Kadar Besi Darah yang Tinggi
Hipotesis ke empat mengenai arterosklerosis arteri koroner adalah bahwa kadar besi
serum yang tinggi dapat merusak arteri koroner atau memperparah kerusakan yang di sebabkan
oleh hal lain. Teori ini diajukan oleh sebagian orang untuk menjelaskan perbedaan yang
mencolok dalam insidens penyakit arteri koroner antara pria dan wanita pramenopause. Pria
biasanya mempunyai kadar besi yang jauh lebih tinggi daripada wanita haid.
v Gejala klinis :
a. Sesak napas mulai dengan napas yang terasa pendek sewaktu melakukan aktivitas yang cukup
berat, yang biasanya tak menimbulkan keluhan. Makin lama sesak makin bertambah, sekalipun
melakukan aktivitas ringan.
b. Klaudikasio intermiten, suatu perasaan nyeri dan keram di ekstremitas bawah, terjadi selama
atau setelah olah raga Peka terhadap rasa dingin
c. Perubahan warna kulit
d. Laboratorium:
- Kadar kolesterol di atas 180 mg/dl pada orang yang berusia 30 tahun atau kurang, atau di atas 200
mg/dl untuk mereka yang berusia lebih dari 30 tahun, dianggap beresiko khusus mengidap
penyakit arteri koroner.
- Radiografik.
Patofisiologi
Aterosklerosis adalah suatu keadaan arteri besar dan kecil yang ditandai oleh endapan lemak,
trombosit, makrofag dan leukosit di seluruh lapisan tunika intima dan akhirnya ke tunika media.
Telah diketahui bahwa aterosklerosis bukanlah suatu proses berkesinambungan, melainkan
suatu penyakit dengan fase stabil dan fase tidak stabil yang silih berganti. Perubahan gejala
klinik yang tiba-tiba dan tak terduga agaknya berkaitan dengan ruptur plak, meskipun ruptur
tidak selalu diikuti gejala klinik. Seringkali ruptur segera pulih; agaknya dengan cara inilah
proses plak berlangsung.
Sekarang aterosklerosis tak lagi dianggap merupakan proses penuaan saja. Timbulnya
"bercak-bercak lemak" di dinding arteria koronaria merupakan fenomena alamiah bahkan sejak
masa kanak-kanak dan tidak selalu harus menjadi lesi aterosklerotik; terdapat banyak faktor
saling berkaitan yang dapat mempercepat proses aterogenik. Telah dikenal beberapa faktor yang
meningkatkan risiko terjadinya aterosklerosis koroner pada individu tertentu.
FAKTOR FAKTOR RISIKO
Ada empat faktor risiko biologis yang tak dapat diubah, yaitu: usia, jenis kelamin, ras, dan
riwayat keluarga. Risiko aterosklerosis koroner meningkat dengan bertambahnya usia; penyakit
yang serius jarang terjadi sebelum usia 40 tahun. Tetapi hubungan antara usia dan timbulnya
penyakit mungkin hanya mencerminkan lebih panjangnya lama paparan terhadap faktor- faktor
aterogenik. Wanita agaknya relatif kebal terhadap penyakit ini sampai menopause, dan kemudian
menjadi sama rentannya seperti pria; diduga oleh adanya efek perlindungan estrogen. Orang
Amerika-Afrika lebih rentan terhadap ateros-klerosis daripada orang kulit putih.
Riwayat keluarga yang positif terhadap penyakit jantung koroner (saudara atau orang tua
yang menderita penyakit ini sebelum usia 50 tahun) meningkatkan kemungkinan timbulnya
aterosklerosis prematur. Pentingnya pengaruh genetik dan lingkungan masih belum diketahui.
Komponen genetik dapat diduga pada beberapa bentuk aterosklerosis yang nyata, atau yang
cepat per-kembangannya, seperti pada gangguan lipid familial. Tetapi, riwayat keluarga dapat
pula mencerminkan komponen lingkungan yang kuat, seperti misalnya gaya hidup yang
menimbulkan stres atau obesitas.
Faktor-faktor risiko lain masih dapat diubah, sehingga berpotensi dapat memperlambat
proses aterogenik. Faktor-faktor tersebut adalah peningkatan kadar lipid serum, hiper-tensi,
merokok, gangguan toleransi glukosa dan diet tinggi lemak jenuh, kolesterol, dan kalori.

PATOFISIOLOGI
Peningkatan tekanan darah sistemik pada hipertensi menimbulkan peningkatan resistensi
terhadap pemompaan darah dari ventrikel kiri, sehingga beban kerja jantung ber-tambah,
akibatnya terjadi hipertrofi ventrikel kiri untuk meningkatkan kekuatan kontraksi. Kemampuan
ventrikel untuk mempertahankan curah jantung dengan hipertrofi kompensasi dapat terlampaui;
kebutuhan oksigen yang melebihi kapasitas suplai pembuluh koroner menyebabkan iskemia
miokardium lokal. Iskemia yang bersifat sementara akan menyebabkan perubahan reversibel
pada tingkat sel dan jaringan, dan mene-kan fungsi miokardium. Berkurangnya kadar oksigen
memaksa miokardium meng-ubah metabolisme yang bersifat aerobik menjadi metabolisme
anaerobik. Metabolisme anaerobik lewat lintasan glikolitik jauh lebih tidak efisien apabila
dibandingkan dengan metabolisme aerobik melalui fosforilasi oksidatif dan siklus Krebs.
Pembentukan fosfat berenergi tinggi menurun cukup besar. Hasil akhir metabolisme anaerob,
yaitu asam laktat, akan tertimbun sehingga menurunkan pH sel. Gabungan efek hipoksia,
berkurangnya energi yang ter-sedia, serta asidosis dengan cepat mengganggu fungsi ventrikel
kiri. Kekuatan kontraksi daerah miokardium yang terserang berkurang; serabut-serabutnya
memendek, dan daya serta kecepatannya berkurang. Selain itu, gerakan dinding segmen yang
mengalami iskemia menjadi abnormal; bagian tersebut akan menonjol keluar setiap kali ventrikel
berkontraksi. Berkurangnya daya kontraksi dan gangguan gerakan jantung mengubah
hemodinamika. Perubahan hemo-dinamika bervariasi sesuai ukuran segmen yang mengalami
iskemia, dan derajat respon refleks kompensasi sistem saraf otonom. Menurunnya fungsi
ventrikel kiri dapat mengurangi curah jantung dengan berkurangnya curah sekuncup (jumlah
darah yang dikeluarkan setiap kali jantung berdenyut). Berkurangnya pengosongan ventrikel saat
sistol akan memperbesar volume ventrikel. Akibatnya, tekanan jantung kiri akan meningkat;
tekanan akhir diastolik ventrikel kiri dan tekanan baji dalam kapiler paru-paru akan meningkat.
Peningkatan tekanan diperbesar oleh perubahan daya kembang dinding jantung akibat iskemia.
Dinding yang kurang lentur semakin mem-perberat peningkatan tekanan pada volume ventrikel
tertentu Pada iskemia, manifestasi hemodinamika yang sering terjadi adalah peningkatan ringan
tekanan darah dan denyut jantung sebelum timbul nyeri. Jelas bahwa, pola ini merupakan respon
kompensasi simpatis terhadap berkurangnya fungsi mio-kardium. Dengan timbulnya nyeri sering
terjadi perangsangan lebih lanjut oleh katekolamin. Penurunan tekanan darah merupakan tanda
bahwa miokardium yang terserang iskemia cukup luas atau merupakan suatu respon vagus.
Iskemia miokardium secara khas disertai oleh dua perubahan elektrokardiogram akibat
perubahan elektrofisiologi selular, yaitu gelombang T terbalik dan depresi segmen ST.
Elevasi segmen ST dikaitkan dengan sejenis angina yang dikenal dengan nama angina
Prinzmetal. Serangan iskemi biasanya mereda dalam beberapa menit apabila ketidakseimbangan
antara suplai dan kebutuhan oksigen sudah diperbaiki. Perubahan metabolik, fungsional,
hemodinamik dan elektrokardiografik yang terjadi semuanya bersifat reversibel. Penyebab infark
miokardium adalah terlepasnya plak arteriosklerosis dari salah satu arteri koroner dan kemudian
tersangkut di bagian hilir sehingga menyumbat aliran darah ke seluruh miokardium yang
diperdarahi oleh pembuluh tersebut.
Infark miokardium juga dapat terjadi jika lesi trombotik yang melekat di arteri menjadi
cukup besar untuk menyumbat total aliran ke bagian hilir, atau jika suatu ruang jantung
mengalami hipertrofi berat sehingga kebutuhan oksigen tidak dapat terpenuhi.

Pemeriksaan Diagnostik
v Elektrokardiogram (EKG)
Elektrokardiogram (EKG) adalah suatu pencatatan grafis aktivitas listrik jantung. Pada
EKG akan tergambar gelombang yang disebut sebagai gelombang P, QRS, dan T, sesuai dengan
penyebaran eksitasi listrik dan pemulihannya melalui system konduksi dan miokardium.
Gelombang-gelombang ini direkam pada kertas grafik dengan skala waktu horisontal dan skala
voltase vertical. Makna dari bentuk-bentuk gelombang dan interval pada EKG adalah sebagai
berikut:
1. Gelombang P: sesuai dengan depolarisasi atrium. Rangsang normal untuk depolarisasi atrium
berasal dari nodus sinus. Tetapi besarnya arus listrik yang berhubungan dengan eksitasi nodus
sinus terlalu kecil untuk dapat dilihat pada EKG. Gelombang P dalam keadaan normal berbentuk
melengkung dan arahnya ke atas pada kebanyakan hantaran. Perbesaran atrium dapat
meningkatkan amplitude atau lebar gelombang P, serta mengubah bentuk gelombang P. disritmia
jantung juga dapat mengubah konfigurasi gelombang P.
2. Interval PR: diukur dari permulaan gelombang P hingga awal kompleks QRS. Dalam interval
ini tercakup juga penghantaran impuls melalui atrium dan hambatan impuls pada nodus AV.
Interval normal adalah 0,12 sampai 0,20 detik. Perpanjangan interval PR yang abnormal
merupakan tanda adanya gangguan hantaran impuls, yang dikenal dengan nama blok jantung
tingkat pertama.
3. Kompleks QRS: menggambarkan depolarisasi ventrikel. Amplitodo gelombang ini besar karena
banyaknya massa otot yang harus dilalui oleh impuls listrik. Tetapi penyebaran impuls cukup
cepat; dalam keadaan normal lama kompleks QRS antara 0,06 dan 0,10 detik. Pemanjangan
penyebaran impuls melalui berkas cabang dikenal sebagai blok berkas cabang (bundle branch
block) akan melebarkan kompleks ventricular. Irama jantung abnormal dari ventrikel seperti
takikardia ventrikel juga akan memperlebar dan mengubah bentuk kompleks QRS oleh sebab
julur khusus yang mempercepat penyebaran impuls melalui ventrikel dipintas. Hipertrofi
ventrikel akan meningkatkan amplitude kompleks QRS karena penambahan massa otot
jantung. Repolarisasi atrium terjadi selama depolarisasi ventrikel. Tetapi besarnya kompleks
QRS terswbut akan menutupi gambaran pemulihan atrium yang tercatat pada elektrokardiografi.
4. Segmen ST: interval ini terletak antara gelombang depolarisasi ventrikel dan repolarisasi
ventrikel. Tahap awal repolarisasi ventrikel terjadi selama periode ini, tetapi perubahan ini terlalu
lemah, tidak dapat tertangkap pada EKG. Penekanan abnormal segmen ST dikaitkan dengan
iskemia miokardium sedangkan peningkatan segmen ST dikaitkan dengan infark. Penggunaan
digitalis akan memperpendek segmen ST.
5. Gelombang T: repolarisasi ventrikel akan menghasilkan gelombang T. dalam keadaan normal
gelombang T ini agak asimetris, melengkung dan keatas pada kebanyakan hantaran. Inverse
gelombang T berkaitan dengan iskemia miokardium. Hiperkalemia, atau peningkatan kalium
serum akan meninggikan dan mempertajam puncak gelombang T.
6. Interval QT: interval ini diukur dari awal kompleks QRS sampai akhir gelombang T, meliputi
depolarisasi dan repolarisasi ventrikel. Interval QT rata-rata adalah 0,36 sampai 0,44 detik dan
bervariasi sesuai dengan frekuensi jantung. Interval QT memanjang pada pemberian obat-obatan
antiaritmia seperti kinidin.

Arus listrik yang dihasilkan dalam jantung selama depolarisasi dan repolarisasi akan
dihantarkan ke seluruh permukaan tubuh dimana muatan listrik itu dapat dicatat dengan
menggunakan elektropda yang yang ditempelkan pada kulit. Sembilan elektroda pencatat
dipasang pada ektremitas dan dinding dada, dan sebuah elektroda yang berhubungan dengan
bumi yang dimaksudkan untuk mengurangi gangguan listrik, dipasang pada tungkai kanan.
Pelbagai kombinasi dari elektroda-elektroda ini akan menghasilkan 12 hambatan standar. Pada
umumnya dirancang tiga kategori hantaran:
1. Hantaran standar anggota tubuh (hantaran I, II, III); hantaran ini mengukur perbedaan potensial
listrik antara dua titik; jadi hantaran adalah bipolar, dengan satu kutub negative dan satu kutub
positif. Elektroda ditempatkan pada lengan kanan, lengan kiri dan tungkai kiri. Hantaran I
melihat jantung dari sumbu yang menghubungkan lengan kanan dan lengan kiri., dengan lengan
kiri sebagai kutub positif. Hantaran II, dari lengan kanan dan tungkai kiri, dengan tungkai kiri
positif, sedangkan hantaran III, dari lengan kiri dan tungkai kiri, dengan tungkai kiri positif.
2. Hantaran anggota badan yang diperbesar (hantaran aVR, aVL, aVF): hantaran ini disesuaikan
secara elektris untuk mengukur potensial kistrik absolute pada satu tempat pencatatan, yaitu dari
elektroda positif yang ditempatkan pada ekstremitas, dengan demikian merupakan suatu hantaran
unipolar. Keadaan ini dicapai dengan menghilangkan efek kutub negative secara elektris dan
membentuk suatu elejtroda indeferen pada potensial nol. EKG secara otomatis akan
mengadakan penyesuaian untuk menghubungkan elektroda anggota badan lainnya sehingga
membentuk suatu elektroda indiferen yang pada hakekatnya tidak akan mempengaruhi elektroda
positif. Voltase yang tercatat pada elektroda positif lalau diperkuat atau diperbesar untuk
menghasilkan hantaran unipolar. Terdapat tiga hantaran anggota tubuh yang diperbesar. aVR
mencatat dari lengan kanan, aVL mencatat dari lengan kiri, dan aVF mencatat dari tungkai kiri
(tempat aVF dapat mudah diingat dengan mengasosiasikan huruf F dengan kata foot (kaki).

v Ekokardiografi

Ekokardiografi merupakan prosedur pemeriksaan yang memakai ultrasound sebagai


media pemeriksaan. Suatu transduser yang memancarkan gelombang ultrasonic atau gelombang
suara denga frekuensi tinggi di luar kemampuan pendengaran manusia, ditempatkan pada
dinding dada penderita dan diarahkan ke jantung. Ketika gelombang ultrasonic berjalan melewati
jantung, gelombang ultrasonic tersebut akan dipantulkan kembali menuju transduser setiap kali
gelombang itu melewati batas antara jaringan0jaringan dengan densitas berbeda atau yang
memiliki impedansi akustik berbeda.

a. Ekokardiografi model-M

Ekokardiografi model-M memberikan gambaran terpotong dari dimensi dan gerakan


jaringan yang berada dalam jalur gelombang ultrasonic. Elektrokardiogram lazim ditayangkan
bersama dengan ekokardiogram dengan waktu pada aksis horizontal, memungkinkan korelasi
antara kejadian-kejadian mekanik dan elektrik pada siklus jantung. Prekordium dapat disidik
dengan menggerakkan transduser ke beberapa jurusan.
Ekokardiografi model-M sangat bernilai untuk evaluasi abnormalitas regional, seperti
kelainan pada gerakan daun katup mitralis yang khas pada stenosis mitralis.
Ekokardiografi dua dimensi
Ekokardiografi dua dimensi (2-D) memberikan gambaran potongan jantung seperti
bingka. Selama pemeriksaan ini transduser ultrasonic secara cepat digerakkan menyapu seluruh
permukaan dinding dada yang akan diperiksa. Sewaktu sinar menyidik berbagai tempat (kira-kira
30 tempat dalam satu detik), gambaran-gambaran dari pantulan echo dari setiap tempat disimpan.
Pada akhir penyidikan, pantulan yang telah disimpan akan digabungkan dan ditayangkan pada
layar video dalam format model-B yaitu sebagai titik-titik yang memiliki intensitas yang
berbeda-beda. Resultan dari bayangan ini berupa potongan transversal dari jantung.
Ekokardiogram 2-D yang lengkap memiliki gambaran-gambaran dari berbagai potongan
transversal. Tekhnik gambaran ultrasonic 2-D ini dapat digabungkan dengan pemeriksaan aliran
darah dengan Doppler, guna memeproleh informasi tentang kecepatan dan arah aliran darah.

b. Ekokardiografi Doppler

Teknik pemeriksaan Doppler menyerupai teknik pemeriksaaan ekokardiografi.


Gelombang-gelombang ultrasonic dengan frekuensi deketahui diarahkan ke jantung memalui
dinding dada. Sewaktu sinar menegenai bidang pemisah jaringan, gelombang siunar akan
dipantulkan kembali ke trasduser. Selain menganalisis amplitude pantulan seperti pada
pemeriksaan ekokardiografi konvensional, pemeriksaan ini juga mengevaluasi dan
membandingkan sinyal yang dipantulkan dengan sinyal yang dipancarkan. Frekuensi dari
gelombang yang dipantulkan berbeda dari gelombang yang dipancarkan bila struktur sasaran
sedang bergerak. Perubahan dalam frekuensi gelombang ini dikenal dengan nama pergeseran
Doppler. Arah dari pergeseran (yaitu, bertambah atau berkurangnya frekuensi gelombang)
tergantung pada arah gerakan sasaran relative terhadap transduser.
Sel-sel darah merah adalah sasaran utama dari gelombang ultrasound untuk pemeriksaan
kecepatan aliran darah dengan Doppler. Gerakan sel-sel darah merah dapat dibedakan dari
gerakan struktur jantung karena sinyal yang dipantiulkan oleh darah berbeda dengan sinyal yang
dipantulkan oleh jaringan, baik frekuensi meupun amplitudonya. Sinyal-sinyal yang dipantulkan
jaringan dapat difiltrasi sehingga aliran darah dapat dianalisis secara selektif. Sebagai akibatnya,
kecepatan dan arah aliran dapat ditentukan dari pergeserran Doppler. Pemeriksaan Doppler
terutama penting dalam evaluasi regurgitasi katup dan pirau intrakardia.
Pantulan ultrasound menimbulkan sinyal yang dapat terdengar, yang dapat bervariasi
sesuai perubahan frekuensi dari sinyal-sinyal yang dipantulkan. Amplitude dan frekuensi sinyal
dapat juga ditayangkan melalui kertas pencatat, layar monitor atau layar video. Gambaran dari
video dapat diberi kode-kode dengan menggunakan warna untuk membedakan arah atau
besarnya aliran.
Pencitraan aliran Doppler merupakan gabungan informasi Doppler pada gambaran
ekokardiogram2-D. Doppler dan ekokardiogram 2-D didapatkan secara simultan dari berbagai
tempat pada bidang pemeriksaan, dengan tekhnik penyidikan cepat memakai computer. Data
disimpan, dan informasi Doppler digabungkan pada gambaran 2-D berbentuk bingka pada akhir
penyidikan. Penambahan warna pada tekhnik ini menghasilkan pemetaan aliran yang berwarna.

v Thorax Foto
Foto thorax atau sering disebut chest x-ray (CXR) adalah suatu proyeksi radiografi dari
thorax untuk mendiagnosis kondisi-kondisi yang mempengaruhi thorax, isi dan struktur-
struktur di dekatnya. Foto thorax menggunakan radiasi terionisasi dalam bentuk x-ray. Dosis
radiasi yang digunakan pada orang dewasa untuk membentuk radiografi adalah sekitar 0.06
mSv.
Foto thorax digunakan untuk mendiagnosis banyak kondisi yang melibatkan dinding
thorax, tulang thorax dan struktur yang berada di dalam kavitas thorax termasuk paru-paru,
jantung dan saluran-saluran yang besar. Pneumonia dan gagal jantung kongestif sering
terdiagnosis oleh foto thorax. CXR sering digunakan untuk skrining penyakit paru yang terkait
dengan pekerjaan di industri-industri seperti pertambangan dimana para pekerja terpapar oleh
debu.
Secara umum kegunaan Foto thorax/CXR adalah :
- untuk melihat abnormalitas congenital (jantung, vaskuler)
- untuk melihat adanya trauma (pneumothorax, haemothorax)
- untuk melihat adanya infeksi (umumnya tuberculosis/TB)
- untuk memeriksa keadaan jantung
- untuk memeriksa keadaan paru-paru
Pada beberapa kondisi, CXR baik untuk skrining tetapi buruk untuk diagnosis. Pada saat
adanya dugaan kelainan berdasarkan CXR, pemeriksaan imaging thorax tambahan dapat
dilakukan untuk mendiagnosis kondisi secara pasti atau mendapatkan bukti-bukti yang
mengarah pada diagnosis yang diperoleh dari CXR.
Gambaran yang berbeda dari thorax dapat diperoleh dengan merubah orientasi relatif
tubuh dan arah pancaran X-ray. Gambaran yang paling umum adalah posteroanterior (PA),
anteroposterior (AP) dan lateral.
1. Posteroanterior (PA)
Pada PA, sumber X-ray diposisikan sehingga X-ray masuk melalui posterior (back) dari
thoraxdan keluar dari anterior (front) dimana X-ray tersebut terdeteksi. Untuk mendapatkan
gambaran ini, individu berdiri menghadap permukaan datar yang merupakan detektor X-ray.
Sumber radiasi diposisikan di belakang pasien pada jarak yang standard, dan pancaran X-ray
ditransmisikan ke pasien.
2. Anteroposterior (AP)
Pada AP posisi sumber X-ray dan detector berkebalikan dengan PA. AP chest X-ray lebih
sulit diinterpretasi dibandingkan dengan PA dan oleh karena itu digunakan pada situasi dimana
sulit untuk pasien mendapatkan normal chest x-ray seperti pada pasien yang tidak bisa bangun
dari tempat tidur. Pada situasi seperti ini, mobile X-ray digunakan untuk mendapatkan CXR
berbaring (supine film). Sebagai hasilnya kebanyakan supine film adalah juga AP.
3. Lateral
Gambaran lateral didapatkan dengan cara yang sama dengan PA namun pada lateral
pasien berdiri dengan kedua lengan naik dan sisi kiri dari thorax ditekan ke permukaan datar
(flat).
Abnormalitas atau kelainan gambaran yang biasa terlihat dari CXR adalah :
1. Nodule (daerah buram yang khas pada paru)
Biasanya disebabkan oleh neoplasma benign/malignan, granuloma (tuberculosis),
infeksi (pneumoniae), vascular infarct, varix, wegeners granulomatosis, rheumatoid arthritis.
Kecepatan pertumbuhan, kalsifikasi, bentuk dan tempat nodul bisa membantu dalam diagnosis.
Nodul juga dapat multiple.
2. Kavitas
Yaitu struktur lubang berdinding di dalam paru. Biasanya disebabkan oleh kanker,
emboli paru, infeksi Staphyllococcus. aureus, tuberculosis, Klebsiella pneumoniae, bakteri
anaerob dan jamur, dan wegeners granulomatosis.
3. Abnormalitas pleura.
Pleural adalah cairan yang berada diantara paru dan dinding thorax. Efusi pleura dapat
terjadi pada kanker, sarcoid, connective tissue diseases dan lymphangioleiomyomatosis.
Walaupun CXR ini merupakan metode yang murah dan relatif aman namun ada beberapa
kondisi thorax yang serius yang mungkin memberikan hasil CXR normal misalnya pada pasien
infark miokard akut yang dapat memberikan gambaran CXR yang normal.
v Kateterisasi jantung
Kateterisasi jantung adalah suatu pemeriksaan jantung dengan memasukan kateter ke dalam
system kardiovaskular untuk memeriksa keadaan anatomi dan fungsi jantung. Pemeriksaan ini
dilakukan apabila diduga terdapat penyakit jantung tertentu. Tergantung pada lokasi lesi yang
dicurigai dan derajat disfungsi miokardium maka dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan selektif,
antara lain :
Pengukuran besarnya tekanan dalam ruang-ruang jantung dan pembuluh darah
Analisis bentuk gelombang tekanan yang dicatat
Pengambian sample kandungan oksigen pada daerah-daerah tertentu
Opasifikasi ruang-ruang jantung atau arteria koronaria dengan bahan kontras
Sekarang ini digunakan dua cara pendekatan umum untuk memeriksa jantung, kateterisasi
jantung kanan dan kateterisasi jantung kiri. Pada kateterisasi jantung kanan dimasukan sebuah
kateterisasi ke dalam system vena, biasanya melalui vena antekubiti di lengan kanan atau melalui
vena femularis. Kateter dimasukan melalui system vena perifer ke dalam vena kava, atrium
kanan, ventrikel kanan dan arteria pulmonalis.

a. Kateterisasi pada penyakit aterosklerotik arteria koronaria


Angiografi koroner, atau penyuntikan bahan kontras ke dalam arteria koronaria merupakan
tindakan yang paling sering digunakan untuk menilai kelayakan dan waktu yang tepat untuk
melakukan operasi pencangkokan pintas arteria koronaria pada pasien tertentu. Indikasi lain
untuk melakukan angiografi arteria koronaria adalah untuk evaluasi angina atipik serta hasil
revaskularisasi arteria koronaria.
Angiografi koroner dapat memberikan informasi sebagai berikut :
Lokasi dari satu lesi
Derajat obstruksi
Adanya sirkulasi kolateral
Luasnya gangguan pada jaringan arterial

Pemantauan hemodinamik
Pemantauan tekanan intravascular dan intrakardia yang dilakukian dari sisi tempat tidur
memungkinkan evaluasi status kardiovaskular secara terus-menerus. Parameter hemodinamik
berikut ini dapat dipantau dalam unit perawatan gawat darurat :
Tekanan vena sentral atau tekanan atrium kanan
Tekanan ventrikel kanan dan secara tak langsung juga tekanan akhir diastolic pada ventrikel kiri
Tekanan arteria pulmonalis dan tekanan baji kapiler paru
Tekanan aerteria
Curah jantung
Komponen-komponen dasar dari system pemantauan tekanan mencakup :
Kateter intravascular
Slang dan klep pengatur cairan
Alat pembilas kontinu
Tranduser tekanan
Cairan pembilas yang dapat di atur tekanannya

b. Kateterisasi pada penyakit katup jantung

Kateterisasi berguna untuk memastikan adanya stenosis atau insufiensi katup,


memperkirakan berat lesi, dan untuk memastikan atau menyingkirkan adanya gangguan tersebut.
Cara pendekatan pada kedua lesi stenosis aliran balik melalui katup.
Insufiensi katup dapat diketahui dengan menyuntikan bahan kontras ke dalam ruang
jantung yang terletak sesudah katup yang terserang. Bila memang terjadi regurtisasi, maka
opasifikassi timbul pada ruang jantung proksimal dari katup, bila katup tidak dapat menutup
dengan rapat. Stenosis katup diperlihatkan dengan menyuntikan bahan kontras ke dalam ruang
proksimal dari katup yang rusak. Pengukuran tekanan ini dikenal denga nama tekanan baji
kapiler paru PCWP (pulmonary capillary wedge pressure)

v Pemeriksaan Enzim Jantung

Otot miokard yang mengalami kerusakan akan melepaskan beberapa enzim spesifik
sehingga kadarnyadalam serum meningkat. Peningkatan kadar ensim ini juga akan ditemukan
pada penderita setelahoperasi jantung, kardioversi elektrikal, trauma jantung atau perikarditis.

a. Kreatinin fosfokinase (Creatine phosphokinase-CK)

Pada IMA konsentrasi CK dalam serum meningkat dalam waktu 6-8 jam setelah onset
infark,mencapai puncaknya setelah 24 jam dan turun kembali ke normal dalam 3-4 hari.
Pemeriksaanini tidak terlalu spesifik untuk kerusakan otot miokard karena enzim ini juga
terdapat dalamparu-paru, otot skelet, otak, uterus, salauran pencernaan dan kelenjar tiroid
sehingga kerusakanpada organ-organ tersebut juga akan meningkatkan kadar CK dalam darah.

b. Isoensim CK-MB

Ada 3 isoensim dari CK yang terlihat pada elektroforesis, yaitu MM, BB, dan MB. Isoensim
BBumumnya terdapat pada otak, MM pada otot skelet, dan MB pada otot jantung, usus, lidah,
danotot diafragma tetapi dalam jumlah yang kecil. Pemeriksaan isoenzim CK-MB dalam
serummerupakan tes paling spesifik pada nekrosis otot jantung. CK-MB meningkat dalam 2-3
jamsetelah onset infark, puncaknya pada 10-12 jam dan umumnya menjadi normal dalam 24
jam.

c. Troponin T

Troponin T jantung adalah protein myofibril dari serat otot lintang yang bersifat
kardiospesifik.Pada saat terjadi kerusakan miokard akibat iskemia, Troponin T dari sitoplasma
dilepas ke dalamdarah. Masa penglepasan troponin T berlangsung 30-90 jam dan setelah itu
menurun. Diagnosistroponin T lebih superior dibandingkan CK-MB dan terjadinya positif palsu
sangat jarang.Peningkatan kadar Troponin-T dapat menjadi penanda kejadian koroner akut pada
anginapectoris tidak stabil.
d. Serum glutamic-oxaloacetic transaminase (SGOT)

Enzim ini dilepaskan oleh sel otot miokard yang rusak atau mati. Konsentrasi dalam
serummeningkat dalam 8-12 jam setelah onset infark, mencapai puncaknya pada 18-36 jam dan
mulaiturun kembali setelah 3-4 hari. Enzim ini juga terdapat pada hati dan otot skelet,
sehinggapeningkatan kadar enzim ini merupakan indikator yang lemah dalam menegakkan
diagnosa.Penyebab lain meningkatnya kadar SGOT adalah gagal jantung dengan bendungan
pada hati.

e. Lactic dehydrogenase (LDH)

LDh hampir terdapat di semua jaringan tubuh dan kadarnya dalam serum akan meningkat
padaberbagai keadaan. Pada IMA, konsentrasi akan meningkat dalam 24-48 jam,
mencapaipuncaknya dalam 3-6 hari setelah onset dan kembali normal setelah 8-14 hari. LDH
mempunya 5isoenzim. Isoenzim LDH1 lebih spesifik untuk kerusakan otot jantung sedangkan
LDH4 dan LDH5untuk kerusakan hati dan otot skelet.

f. Alpha hydroxybutyric dehydrogenase (alpha-HBDH)

Ini sebenarnya bukan enzim yang spesifik untuk infark miokard. Isoenzim LDH1 dan LDH2
akanbereaksi lebih besar dengan substrat alpha-hydoxy-butyrate daripada LDH4 dan LDH5,
sehingga pemeriksaan aktifitas alpha-HBDH akan dapat membedakan antara LDH1 dan LDH2
denganLDH3dan LDH4. Pada IMA, aktifitas alpha-HBDH ini akan meningkat dan
mencerminkan aktifitasLDH yang meningkat.

g. C-reactive protein (CRP)

CRP tidak ditemukan darah orang normal, sehingga tidak ada nilai normalnya. CRP
akanditemukan pada penderita dengan demam reumatik akut dengan atau tanpa gagal
jantung.Pemeriksaan ini penting untuk mengikuti perjalanan aktivitas demam reumatik. CRP
juga kadangditemukan pada serum penderita dengan infark miokard transmural.

h. Anti Streptolisin-O(ASTO)

Streptolisin-O adalah antigen yang diproduksi oleh kuman streptokokus. Titer ASTO
yang tinggilenih dari 333 Todd unit akan ditemukan pada 4-6 minggu setelah infeksi kuman
streptokokusbeta hemolitikus, dan akan kembali normal setelah 4 bulan. Pemeriksaan ini penting
padapenderita dengan demam reumatik akut untuk mengetahui ada tidaknya infeksi
kumanstreptokokus.

v Treadmill Tes (TM)


Prinsip melakukan TM :
a. Perekam EKG bersama dengan aktifitas (exercise EKG)
b. Merupakan pemeriksaan non invasive tetapi termasuk pemeriksaan pro vocative.
c. Termasuk seleksi kedua untuk deteksi penderita coroner sesudah EKG istirahat (resting EKG).

Perekaman EKG sebelum, saat exercise dan sesudah recovery


Ada dua peralatan :
1. Ergocycle
2. Treadmill
Merupakan pemeriksaan yang luas dipakai untuk deteksi dan sekaligus estimasi prognose
PJK. Protokol pelaksanaan biasanya pakai protokol Bruce yang sudah dimodifikasi. Selama
Treadmill, EKG, tekanan darah dan keluhan pasien harus dimonitor. Dilakukan sampai
simptom- limited.
Test dihentikan apabila :
- timbul nyeri dada berat
- sesak nafas berat
- dizziness
- rasa capek yang berat
- ST depresi 2 mm
- Tekanan sistol turun lebih dari 10 mHg
- Timbul aritmia ventrikuler
- Treadmill test dianggap positif PJK apabila ST depresi sama atau lebih dari 1mm

Disamping mendeteksi PJK, TMT juga dapat :

a. Mengetahui status fungsional dari si terperiksa yang implikasinya, untuk dapat merekomendasi
dari aktvitas / kerja sehari-hari, apa saja yang dapat dilakukan.
b. Deteksi aritmia : hilang saat TMT kausa extra cardial. Bertambah berat saat TMT, biasanya
karena ada kelainan organik. Seyogianya individu yang bekerja berhubungan dengan
keselamatan orang banyak (supir bus, pilot) perlu pemeriksaan TMT secara berkala
c. Echocardiografi (Trans Thoracal Echocardiografi = TTE) Prinsip pemeriksaan dengan
Ultrasound (USG) Echocardiografi (2D; two dimensional) Dapat mem-visualisasikan pergerakan
jantung secara akurat sesuai dengan real time, meliputi :
a. Myocardium
b. rongga jantung
c. katup-katup jantung
d. pericardium
pembuluh darah besar

Log In

Sign Up

Management of Acute Coronary


Syndrome (ACS): Nursing
Perspective

Uploaded by
Hendra Firmansyah

top 1%

662

Info

Download PDF
Klasifikasi ACS
ACS diklasifiksikan b
erdasarkan penyebab
, onset dan gejala yan
g terjadi
pada pasien, yang me
liputi: Unstable Angin
a, NSTEMI, STEMI. Det
ail penjelasan menge
nai
klasifikasi ACSdapat
dilihat pada tabel berikut
(Overbaugh, 2009):

Manajemen
ACS:
Penatalaksana
an Medis
Tatalaksana pada
kasus ACS
disesuaikan
dengan
klasifikasinya.
Namun secara
umum
Penatalaksanaan
ACSmeliputi-

MedikamentosaP
emberian obat
obatan pada
kasus ACS dapat
dibagi menjadi
obat obatan
inisial dan
lanjutan (Tabel 2
dan3)
(Overbaugh,
2009)
-

Terapi
Reperfusi
Terapi reperfusi
sangat
direkomendaska
n untuk pasien
ACS dengan
STEMI. Strategi
reperfusi
dapatdilakukan
melalui terapi
fibrinolisi atau
PCI (
Percutaneous
Coronary
Intervention
). Apabila
tersedia fasilitas
cathlab
maka PCI
merupakan
pilihan utama
untuk kasus
STEMI.
o
Terapi
Fibrinolisis:
Terapi fibrinolosis
adalah teknik
reperfusi dengan
memberikan
obat
penghancur
bekuan darah.
Obatini
menguraikan
trombus dengan
mengkonversi
plasminogen
menjadi plasmin
dan
mendegradasibe
kuan bekuan
fibrin. Obat yang
sering digunakan
diantaranya
adalah alteplase
(recombinant
tissuetype
plasminogen
activator [rt-PA];
Activase),
reteplase
(Retavase), and
tenecteplase
(TNKase) (lihat
Tabel 4)
(Overbaugh,
2009). Obat
harus segera
diberikan dalam
30 menit sejak
pasien masuk
RS.Terapi ini
sangat efektif
diberikan 3 jam
dari onset gejala
ACS. Walaupun
begitu,
pemberian
setelah
12 jam onset
masih
memberikan
keuntungan
untuk
reperfusi
koroner.
Sedangkan
pemberian
setelah
24 jam dari on
set dapat berb
ahaya. Bebera
pa kontraindik
asi untuk tera
pi ini adalah p
asien denganp
erdarahan,
pasien baru
menjalani operasi
atau prosedur
invasif,
trauma
,
active peptic
ulcer disease
,penggunaan
obat
anticoagulants
,
recent
ischemic stroke
,
cerebrovascula
r disease
, hipertensi
tidakterkontrol,
dan tumor otak.
Komplikasi
utama dari terapi
ini adalah
perdarahan.
o

PCI
PCI adalah
tindakan invasif
dengan
memasukan
kateter melalui
pembuluh darah
arteri femoral
(atauradial)
menuju arteri
koroner yang
mengalami
sumbatan untuk
membuka
sumbatan
tersebut
danmengembali
kan perfus ke
miokard. Indikasi
PCI meliputi;
onset < 3jam;
pasien dengan
kontraindikasiter
api fibrinolisis;
pasien dengan
risiko terjadinya
gagal jantung;
atau pasien
dengan
diagnosis
tersangka(susp)
STEMI. PCI harus
dilakukan 90
menit sejak
pasien masuk
RS. Komplikasi
yang dapat
terjadipada
pasien meliputi
perdarahan,
hematoma di
area insersi
kateter,
penurunan
perfusi perifer,
retroperitoneal
bleeding
,
cardiac
arrhythmias
,
coronary
spasm
,
acute renal
failure
,
stroke
, dan
cardiacarrest
. Perawatan
pasca tindakan
meliputi
monitoring tanda
tanda vital,
irama jantung
pulsasi
perifer,area
insersi kateter,
keluhan nyeri
dan intake
output secara
rutin.
Manajemen
ACS: Asuhan
Keperawatan
ACS
Peran perawat
dalam
manajemen ACS
sangat penting.
Kondisi ACS
dapat terjadi di
berbagai setting
perawatanpasien
meliputi UGD,
rawat inap dan
bahkan di rawat
jalan. Oleh
karena itu
kompetensi
manajemen ACS
harusdikuasai
bukan hanya
oleh perawat
UGD saja tetapi
oleh seluruh
perawat RS yang
kemungkinan
kontak
denganpasien
ACS atau berisiko
mengalami ACS.
Peran perawat
dalam
manajemen ACS
diantaranya
deteksi tanda
dangejala ACS,
monitoring tanda
vital, deteksi dan
pencegahan per
burukan,
pencegahan
dan deteksi
komplikasi
pascatindakan,
edukasi klien dan
keluarga, serta
rehabilitasi pasca
tindakan.Pendek
atan yang
digunakan
tentunya
menggunakan
pendekatan
proses
keperawatan
yaitu pengkajian,
penegakkandiag
nosis
keperawatan,
penentuan
tujuan dan
outcomes,
pemilihan
rencana
tindakan,
implementasi
dan evaluasi.
Pengkajian
Keluhan nyeri
dada: intensitas,
lokasi, radiasi,
durasi, faktor
presipitasi dan
predisposisi)Riwa
yat kesehatan:
Riwayat penyakit
jantung, riwayat
penyakit lainnya,
riwayat operasi
atau tindakan
invasif,
faktorrisiko
penyakit
jantung.Pemerik
saan fisik dan
penunjang:
Kesadaran, Tanda
tanda vital
(Tekanan darah,
frekuensi nadi,
suhu,
lajupernapasan,
saturasi), EKG 12
lead, area insersi
kateter (PCI),
pulsasi nadi
perifer, akral,
urine output,
pemeriksaancar
diac marker
(CK/CKMB/
troponin T).
Diagnosis Kep
erawatan
yang mungkin
muncul (Aktua
l, Risiko,
Masalah
Kolaboratif)
Nyeri
AkutPenurunan
Curah
JantungRisiko
Gangguan
Perfusi Miokard
Intoleransi Aktivi
tasImobilisasi
(pasca
tindakan) Aritmi
a (pasca tinda
kan)Risiko
Gangguan
Perfusi Jaringan
Perifer (pasca
tindakan)Hemato
ma (pasca
tindakan)Perdara
han (pasca
tindakan)
Tujuan dan
Identifikasi
Outcome
Berikut adalah
beberapa tujuan
dan
outcomes
berdasarkan
Nursing
Outcomes
Classification
(NOC)
(Moorhead,Johns
on, Maas, &
Swanson,
2013):Perfusi
Miokard Adekuat
(NOC: 0405)
dengan kriteria:-

Hasil angiogram
menunjukkan
aliran koroner
adekuat-
Perbaikan EKG
(ST elevasi
berkurang atau
normal)-
TTV dalam batas
normal-

Nyeri
BerkurangPompa
Jantung Efektif
(NOC: 0400)
dengan kriteria:-

Tekanan darah
dalam batas
normal-
Nadi teraba kuat-

Akral hangat-

Fraksi Ejeksi
meningkat
(>40%)-
Urine output
dalam batas
normal-

Perbaikan
kesadaran pasien
(compos
mentis)-

Intake output
seimbang (
balance
)
Rencana
Tindakan
Berikut adalah
beberapa
intervensi dan
aktivitas
berdasarkan
Nursing
Intervention
Classification
(NIC)
(Bulechek,Butch
er, Dochterman,
& Wagner, 2013):
Cardiac Care:
Acute
(NIC: 4044)
-

Berikan
terapi oksigen-
Evaluasi nyeri
dada intensitas,
lokasi, radiasi,
durasi, faktor
presipitasi dan
predisposisi-
Monitor EKG,
khususnya
perubahan
segmen ST dan
perubahan irama
jantung-
Monitor tanda
tanda vital-

Evaluasi
kesadaran
pasien,
khususnya
kondisi frustasi
atau ketakutan-

Motivasi pasien
untuk tenang
dan bekerja
sama dengan
tenaga
kesehatan-

Pasang IV line
sesuai indikasi-
Kolaborasi
pemberian
nitrat (ISDN) da
n analgetik
(morphine)
sesuai skala
nyeri pasien.-
Kolaborasi
pemeriksaan
darah (CK/CKMB,
darah lengkap,
profil koagulasi,
Ureum Kreatinin,
SGOT/SGPT, AG
D dan elektroli
t)-

Kolaborasi foto
thorax-
Berikan intake
cairan dan nutrisi
sesuai
kemampuan
pasien-
Kolaborasi
tatalaksana
lanjutan sesuai
indikasi STEMI
atau NSTEMI-
STEMI: Lakukan
persiapan terapi
reperfusi (PCI
atau terapi
fibrinolisis). PCI:
Siapkan transfer
ke Cathlab-
NSTEMI:
kolaborasi
pemberian
antiplatelet,
antikoagulan dan
beta blocker.
Evaluasi faktor
penyulit
danperburukan
kondisi. Siapkan
pasien untuk
transfer ke
ruangan intensif
(ICCU atau
CVCU).
Evaluasi
Evaluasi
perawatan
secara umum
meliputi evaluasi
keluhan nyeri
dada, perubahan
EKG (khususnya
irama
dansegmen ST),
efektivitas terapi,
tanda tanda
perburukan dan
komplikasi
tindakan dan
penyakit.
Job Board

About

Press

Blog

Stories

Terms

Privacy

Copyright

We're Hiring!

Help Center

Academia 2015

Anda mungkin juga menyukai