Anda di halaman 1dari 15

7

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Demam Berdarah Dengue

2.1.1 Definisi

Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang disebabkan

oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri

sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfodenopati, trombositopenia dan

diathesis hemoragik (PAPDI, 2009)

2.1.2 Etiologi

Penyebab penyakit Demam Berdarah Dengue adalah virus dengue yang

termasuk kelompok Arthropod Bone Virus (Arbovirus) yang sekarang dikenal

sebagai genus Flavivirus, family Flavaviridae dan mempunyai 4 jenis serotipe,

yaitu: DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Infeksi salah satu serotipe akan

menimbulkan antibody terhadap serotipe yang bersangkutan, sedangkan antibody

yang terbentuk terhadap serotipe lain sangat kurang. Sehingga tidak dapat

memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain tersebut. Keempat

serotipe tersebut dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Serotipe DEN-

3 merupakan serotipe yang dominan dan diasumsikan banyak menunjukkan gejala

klinis (Depkes RI, 2004).

2.1.3 Vektor

Berdasarkan Permenkes Nomor 374/Menkes/Per/III/2011 tentang

pengendalian vektor bahwa pengertian vektor adalah arthropoda yang dapat

menularkan, memindahkan dan atau menjadi sumber penular penyakit terhadap

manusia.
8

Vektor DBD adalah nyamuk yang dapat menularkan, memindahkan dan

atau menjadi sumber penular DBD. Di Indonesia ada 3 jenis nyamuk yang bisa

menularkan virus dengue yaitu : Aedes aegypti, Aedes albopictus dan Aedes

scutellaris. Seseorang yang di dalam darahnya mengandung virus Dengue

merupakan sumber penular Demam Berdarah Dengue (DBD). Virus Dengue

berada dalam darah selama 4-7 hari mulai 1-2 hari sebelum demam.Berikut ini

uraian tentang morfologi, siklus hidup, dan siklus hidup lingkungan hidup, tempat

perkembangbiakan, perilaku, penyebaran, variasi musiman, ukuran kepadatan dan

cara melakukan survei jentik.

Morfologi tahapan Aedes aegypti sebagai berikut:

a. Telur

Telur berwarna hitam dengan ukuran 0,80 mm, berbentuk oval

yang mengapung satu persatu pada permukaan air yang jernih, atau

menempel pada dinding tempat penampung air. Telur dapat bertahan

sampai 6 bulan di tempat kering.

b. Jentik (larva)

Ada 4 tingkat (instar) jentik/larva sesuai dengan pertumbuhan

larva tersebut, yaitu:

1) Instar I : berukuran paling kecil, yaitu 1-2 mm

2) Instar II : 2,5-3,8 mm

3) Instar III : lebih besar sedikit dari larva instar II

4) Instar IV : berukuran paling besar 5 mm


9

c. Pupa

Pupa berbentuk seperti koma. Bentuknya lebih besar namun

lebih ramping dibanding larva (jentik)nya. Pupa Aedes aegypti

berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan rata-rata pupa nyamuk

lain.

d. Nyamuk dewasa

Nyamuk dewasa berukuran lebih kecil jika dibandingkan

dengan rata-rata nyamuk lain dan mempunyai warna dasar hitam

dengan bintik-bintik putih pada bagian badan dan kaki.

Sebenarnya yang dimaksud Vektor DBD adalah nyamuk Aedes

aegypti betina. Perbedaan morfologi antara nyamuk aedes aegypti yang

betina dengan yang jantan terletak pada perbedaan morfologi

antenanya, Aedes aegypti jantan memiliki antena berbulu lebat

sedangkan yang betina berbulu agak jarang/ tidak lebat (Kemenkes RI,

2011)

2.1.4 Cara Penularan

Terdapat tiga faktor yang memegang perana pada penularan infeksi virus

dengue, yaitu manusia, virus dan vektor perantara. Virus dengue ditularkan

kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk Aedes

albopictus, Aedes polynesiensis dan beberapa spesies yang lain juga dapat

menularkan virus ini, namun merupakan vektor yang kurang berperan.

Nyamuk Aedes mengandung virus dengue pada saat menggigit manusia

yang sedang mengalami viremia. Kemudian virus yang berada di kelanjar liur

berkembang biak dalam waktu 8-10 hari (extrinsic incubation period) sebelum
10

dapat ditularkan kembali kepada manusia pada saat gigitan berikutnya. Virus

dalam tubuh nyamuk betina dapat ditularkan kepada telurnya (transovarian

transmission), namun perannya dalam penularan virus tidak penting. Sekali virus

dapat masuk dan berkembangbiak di dalam tubuh nyamuk, maka nyamuk tersebut

akan dapat menularkan virus selama hidupnya (infektif). Di tubuh manusia, virus

memerlukan waktu tunas 4-7 hari (intrinsic incubation period) sebelum

menimbulkan penyakit. Penularan dari manusia yang sedang mengalami viremia,

yaitu dua hari sebelum demam sampai lima hari setelah demam timbul. (Depkes

RI, 2004).

2.1.5 Upaya Pengendalian Vektor dalam Pencegahan Penyakit DBD

Pengendalian vektor adalah upaya menurunkan faktor risiko penularan

oleh vektor dengan meminimalkan habitat perkembangbiakan vektor, menurunkan

kepadatan dan umur vektor mengurangi kontak antara vektor dengan manusia

serta memutus rantai penularan penyakit .

Metode pengendalian vektor DBD bersifat spesifik lokal, dengan

mempertimbangkan faktorfaktor lingkungan fisik (cuaca/iklim, permukiman,

habitat perkembangbiakan); lingkungan sosial-budaya (Pengetahuan Sikap dan

Perilaku) dan aspek vektor.

Pada dasarnya metode pengendalian vektor DBD yang paling efektif

adalah dengan melibatkan peran serta masyarakat (PSM). Sehingga berbagai

metode pengendalian vektor cara lain merupakan upaya pelengkap untuk secara

cepat memutus rantai penularan.


11

Berbagai metode PengendalianVektor (PV) DBD, yaitu:

a. Kimiawi

Pengendalian vektor cara kimiawi dengan menggunakan

insektisida merupakan salah satu metode pengendalian yang lebih

populer di masyarakat dibanding dengan cara pengendalian lain.

Sasaran insektisida adalah stadium dewasa dan pra-dewasa. Karena

insektisida adalah racun, maka penggunaannya harus

mempertimbangkan dampak terhadap lingkungan dan organisme bukan

sasaran termasuk mamalia. Disamping itu penentuan jenis insektisida,

dosis, dan metode aplikasi merupakan syarat yang penting untuk

dipahami dalam kebijakan pengendalian vektor. Aplikasi insektisida

yang berulang di satuan ekosistem akan menimbulkan terjadinya

resistensi serangga sasaran.

Golongan insektisida kimiawi untuk pengendalian DBD adalah :

1) Sasaran dewasa (nyamuk) adalah : Organophospat (Malathion,

methyl pirimiphos), Pyrethroid (Cypermethrine, lamda-cyhalotrine,

cyflutrine, Permethrine & S-Bioalethrine). Yang ditujukan untuk

stadium dewasa yang diaplikasikan dengan cara pengabutan

panas/Fogging dan pengabutan dingin/ULV

2) Sasaran pra dewasa (jentik) : Organophospat (Temephos).

b. Biologi

Pengendalian vektor biologi menggunakan agent biologi seperti

predator/pemangsa, parasit, bakteri, sebagai musuh alami stadium pra

dewasa vektor DBD. Jenis predator yang digunakan adalah Ikan


12

pemakan jentik (cupang, tampalo, gabus, guppy, dll), sedangkan larva

Capung, Toxorrhyncites, Mesocyclops dapat juga berperan sebagai

predator walau bukan sebagai metode yang lazim untuk pengendalian

vektor DBD.

Jenis pengendalian vektor biologi :

1) Parasit : Romanomermes iyengeri

2) Bakteri : Baccilus thuringiensis israelensis

Golongan insektisida biologi untuk pengendalian DBD (Insect

Growth Regulator/IGR dan Bacillus Thuringiensis Israelensis/BTi),

ditujukan untuk stadium pra dewasa yang diaplikasikan kedalam habitat

perkembangbiakan vektor.

Insect Growth Regulators (IGRs) mampu menghalangi

pertumbuhan nyamuk di masa pra dewasa dengan cara

merintangi/menghambat proses chitin synthesis selama masa jentik

berganti kulit atau mengacaukan proses perubahan pupae dan nyamuk

dewasa. IGRs memiliki tingkat racun yang sangat rendah terhadap

mamalia (nilai LD50 untuk keracunan akut pada methoprene adalah

34.600 mg/kg).

Bacillus thruringiensis (BTi) sebagai pembunuh jentik

nyamuk/larvasida yang tidak menggangu lingkungan. BTi terbukti

aman bagi manusia bila digunakan dalam air minum pada dosis normal.

Keunggulan BTi adalah menghancurkan jentik nyamuk tanpa

menyerang predator entomophagus dan spesies lain. Formula BTi

cenderung secara cepat mengendap di dasar wadah, karena itu


13

dianjurkan pemakaian yang berulang kali. Racunnya tidak tahan sinar

dan rusak oleh sinar matahari.

c. Manajemen lingkungan

Lingkungan fisik seperti tipe pemukiman, sarana-prasarana

penyediaan air, vegetasi dan musim sangat berpengaruh terhadap

tersedianya habitat perkembangbiakan dan pertumbuhan vektor DBD.

Nyamuk Aedes aegypti sebagai nyamuk pemukiman mempunyai habitat

utama di kontainer buatan yang berada di daerah pemukiman.

Manajemen lingkungan adalah upaya pengelolaan lingkungan sehingga

tidak kondusif sebagai habitat perkembangbiakan atau dikenal sebagai

source reduction seperti 3M plus (menguras, menutup dan

memanfaatkan barang bekas, dan plus: menyemprot, memelihara ikan

predator, menabur larvasida dll); dan menghambat pertumbuhan vektor

(menjaga kebersihan lingkungan rumah, mengurangi tempat-tempat

yang gelap dan lembab di lingkungan rumah dll).

d. Pemberantasan Sarang Nyamuk / PSN-DBD

Pengendalian Vektor DBD yang paling efisien dan efektif adalah

dengan memutus rantai penularan melalui pemberantasan jentik.

Pelaksanaannya di masyarakat dilakukan melalui upaya Pemberantasan

Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN-DBD) dalam bentuk

kegiatan 3 M plus. Untuk mendapatkan hasil yang diharapkan, kegiatan

3 M Plus ini harus dilakukan secara luas/serempak dan terus

menerus/berkesinambungan. Tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku

yang sangat beragam sering menghambat suksesnya gerakan ini. Untuk


14

itu sosialisasi kepada masyarakat/ individu untuk melakukan kegiatan

ini secara rutin serta penguatan peran tokoh masyarakat untuk mau

secara terus menerus menggerakkan masyarakat harus dilakukan

melalui kegiatan promosi kesehatan, penyuluhan di media masa, serta

reward bagi yang berhasil melaksanakannya.

PSN DBD dilakukan dengan cara 3M-Plus, 3M yang dimaksud

yaitu:

1) Menguras dan menyikat tempat-tempat penampungan air, seperti

bak mandi/wc, drum, dan lain-lain seminggu sekali (M1)

2) Menutup rapat-rapat tempat penampungan air, seperti gentong

air/tempayan, dan lain-lain (M2)

3) Memanfaatkan atau mendaur ulang barang-barang bekas yang dapat

menampung air hujan (M3).

Selain itu ditambah (plus) dengan cara lainnya, seperti:

1) Mengganti air vas bunga, tempat minum burung atau tempat-tempat

lainnya yang sejenis seminggu sekali.

2) Memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar/rusak

3) Menutup lubang-lubang pada potongan bambu/pohon, dan lain-lain

(dengan tanah, dan lain-lain)

4) Menaburkan bubuk larvasida, misalnya di tempat-tempat yang sulit

dikuras atau di daerah yang sulit air

5) Memelihara ikan pemakan jentik di kolam/bak penampungan air

6) Memasang kawat kasa

7) Menghindari kebiasaan menggantung pakaian dalam kamar


15

8) Mengupayakan pencahayaan dan ventilasi ruang yang memadai

9) Menggunakan kelambu

10) Memakai obat yang dapat mencegah gigitan nyamuk

11) Cara-cara spesifik lainnya di masing-masing daerah (Kemenkes RI,

2011).

2.2 Pengetahuan

Pengetahuan dapat diperoleh seseorang secara alami atau diintervensi baik

langsung maupun tidak langsung. Perkembangan teori pengetahuan telah

berkembang sejak lama. Filsuf pengetahuan yaitu Plato menyatakan pengetahuan

sebagai kepercayaan sejati yang dibenarkan (valid) (justified true belief).

Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini

terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Dalam

Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005), pengetahuan adalah sesuatu yang

diketahui berkaitan dengan proses pembelajaran. Proses belajar ini dipengaruhi

berbagai faktor dari dalam, seperti motivasi dan faktor luar berupa sarana

informasi yang tersedia, serta keadaan sosial budaya.

Tahapan pengetahuan menurut Benjamin S. Bloom (1956) ada 6 tahapan,

yaitu sebagai berikut.

1. Tahu (know).

Berisikan kemampuan untuk mengenali dan mengingat

peristilahan, defi nisi, fakta-fakta, gagasan, pola, urutan, metodologi,

prinsip dasar, dan sebagainya. Misalnya ketika seorang perawat diminta

untuk menjelaskan tentang imunisasi campak, orang yang berada di

tahapan ini dapat menguraikan dengan baik dari defi nisi campak,
16

manfaat imunisasi campak, waktu yang tepat pemberian campak, dan

sebagainya.

2. Memahami (comprehension).

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk

menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat

menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

3. Aplikasi (application).

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan

materi tersebut secara benar.

4. Analisis (analysis).

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi

atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam

satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

5. Sintesis (synthesis).

Sintesis merujuk pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang

baru.

6. Evaluasi (evaluation).

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan

justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.

2.3 Sikap

Sikap adalah pernyataan evaluatif terhadap objek, orang, atau peristiwa

(Stepan, 2007). Hal ini mencerminkan perasaan seseorang terhadap sesuatu.

Misalnya ketika seseorang mengetahui bahwa merokok di dalam rumah


17

membahayakan kesehatan pada anggota yang berada di sekitarnya lalu orang

tersebut tidak merokok. Sikap orang tersebut merespons pada peristiwa.

Pernyataan evaluatif merupakan reaksi respons terhadap objek, orang, dan

peristiwa yang merupakan stimulus. Pengertian lain dari sikap menurut

Notoatmodjo (2007) adalah reaksi atau respons yang masih tertutup terhadap

stimulus atau objek.

Sikap yang ada dalam seseorang memerlukan unsur respons dan stimulus.

Misalnya sikap yang berhubungan dengan kepuasan pelayanan kesehatan.

Seseorang akan merasa puas jika pelayanan kesehatan yang diterima berkualitas.

Kepuasan merupakan respons dari stimulus yang diterima yaitu pelayanan

kesehatan. Ouput sikap pada seseorang dapat berbeda, jika suka maka seseorang

akan mendekat, mencari tahu, dan bergabung, sebaliknya jika tidak suka maka

seseorang akan menghindar atau menjauhi.

Dalam taksonomi Bloom (1956) tahapan domain sikap adalah sebagai

berikut.

1. Menerima.

Tahap sikap menerima adalah kepekaan seseorang dalam

menerima rangsangan (stimulus) dari luar yang datang kepada dirinya

dalam bentuk masalah, situasi, gejala, dan lain-lain. Termasuk dalam

jenjang ini, misalnya adalah kesadaran dan keinginan untuk menerima

stimulus, mengontrol dan menyeleksi gejala-gejala atau rangsangan yang

datang dari luar.

Receiving atau attenting juga sering diberi pengertian sebagai

kemauan untuk memperhatikan suatu kegiatan atau suatu objek. Pada


18

tahap ini, seseorang dibina agar mereka bersedia menerima nilai-nilai

yang diajarkan kepada mereka, dan mau menggabungkan diri ke dalam

nilai tersebut atau mengidentifi kasikan diri dengan nilai tersebut.

Sebagai contoh, seorang ibu menerima bahwa bayi harus secara rutin

dibawa ke posyandu untuk ditimbang agar dapat menilai pertumbuhan

dan perkembangannya.

2. Menanggapi.

Tahap sikap menanggapi adalah kemampuan yang dimiliki oleh

seseorang untuk mengikutsertakan dirinya secara aktif dalam fenomena

tertentu dan membuat reaksi terhadapnya salah satu cara. Tahap ini lebih

tinggi daripada tahap menerima. Sebagai contoh, seorang ibu melihat

catatan pertumbuhan dan perkembangan anak dalam Kartu Menuju

Sehat (KMS).

3. Menilai.

Tahap sikap menilai adalah memberikan nilai atau memberikan

penghargaan terhadap suatu kegiatan atau objek, sehingga apabila

kegiatan itu tidak dikerjakan, dirasakan akan membawa kerugian atau

penyesalan. Menilai merupakan tingkat afektif yang lebih tinggi lagi

daripada menerima dan menanggapi.

Dalam kaitan dalam perubahan perilaku, seseorang di sini tidak

hanya mau menerima nilai yang diajarkan, tetapi mereka telah

berkemampuan untuk menilai konsep atau fenomena, yaitu baik atau

buruk. Bila suatu ajaran yang telah mampu mereka nilai dan mampu

untuk mengatakan itu adalah baik, maka hal ini berarti bahwa
19

seseorang telah menjalani proses penilaian. Nilai tersebut mulai

dicamkan (internalized) dalam dirinya. Dengan demikian nilai tersebut

telah stabil dalam dirinya. Sebagai contohtumbuhnya kemampuan yang

kuat pada diri ibu yang memiliki bayi untuk berlaku disiplin datang

secara rutin dalam kegiatan pelayanan posyandu

4. Mengelola.

Tahap sikap mengelola adalah mempertemukan perbedaan nilai

sehingga terbentuk nilai baru yang universal, yang membawa pada

perbaikanumum. Mengatur atau mengorganisasikan merupakan

pengembangan dari nilai ke dalam satu sistem organisasi, termasuk di

dalamnya hubungansatu nilai dengan nilai lainnya., pemantapan dan

perioritas nilai yantelah dimilikinya. Sebagai contoh, seorang ibu

mendukung aktif adanya program revitalisasi posyandu guna

meningkatkan efektivitas fungsiposyandu.

5. Menghayati.

Tahap sikap menghayati adalah keterpaduan semua sistem nilai

yang telah dimiliki oleh seseorang, yang memengaruhi pola kepribadian

dan tingkah lakunya. Di sini proses internalisasi nilai telah menempati

tempatertinggi dalam suatu hirarki nilai. Nilai tersebut telah tertanam

secara konsisten pada sistemnya dan telah memengaruhi emosinya.

Menghayati merupakan tingkat efektif tertinggi, karena tahap sikap ini

telah benarbenar bijaksana. Menghayati telah masuk pada pemaknaan

yang telah memiliki philosophy of life yang mapan. Jadi, pada tahap ini

peserta didik telah memiliki sistem nilai yang telah mengontrol tingkah
20

lakunya untuk suatu waktu yang lama, sehingga membentuk

karekteristik pola hidup tingkah lakunya menetap, konsisten, dan dapat

diamalkan.

2.4 Tindakan

Suatu sikap tidak secara otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt

behavior). Untuk mewujudkan sikap menjadi perbuatan nyata, diperlukan faktor

pendukung atau kondisi yang memungkinkan.

Tingkatan praktik atau tindakan meliputi persepsi, respon terpimpin,

mekanisme dan adopsi.

1. Persepsi (perception)

Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan

tindakan yang akan diambil merupakan praktik tingkat pertama.

2. Respon terpimpin (guided response)

Hal ini berarti dapat melakukan sesuatu sesuai urutan yang

benar dan sesuai dengan contoh.

3. Mekanisme (mechanism)

Mekanisme berarti dapat melakukan sesuatu dengan benar

secara otomatis, atau telah merupakan kebiasaan.

4. Adopsi (adoption)

Adopsi adalah suatu praktik atau tindakan yang telah

berkembang dengan baik. Hal ini berarti tindakan tersebut telah

dimodifikasi tanpa mengurang kebenaran tindakan tersebut. (Maulana,

2009)
21

2.5 Kerangka Teori

Gambar 2.1 Skema kerangka teori penelitian

Anda mungkin juga menyukai