Bab I Pendahuluan: Thrombocytopenic Purpura, Morbus Wirlhof, Atau Purpura Hemorrhagica
Bab I Pendahuluan: Thrombocytopenic Purpura, Morbus Wirlhof, Atau Purpura Hemorrhagica
PENDAHULUAN
1
BAB II
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : An. R
Agama : Islam
Pendidikan :-
No RM : 01.09.71.05
2
ORANG TUA/ WALI
Ayah Ibu
I. ANAMNESIS
3
kehitaman tanpa didahului adanya trauma. Pasien dan keluarganya tidak
pernah mengalami penyakit seperti ini sebelumnya
Selain itu pasien juga mengeluh demam sejak 2 hari sebelum masuk
rumah sakit. Namun sebelumnya sudah pernah demam 11 hari yang lalu.
Awalnya demam selama 2 hari yang berbarengan dengan keluhan gatal lalu
turun, kemudian naik lagi hingga 2 hari sebelum masuk rumah sakit.
Demam dirasakan tinggi mendadak, tidak disertai menggigil. Demam juga
diserta batuk dan pilek. Sudah diberikan obat penurun panas yang dibeli
dendiri oleh ibu pasien yaitu propris responnya menurun namun tinggi
kembali. BAK lancar seperti biasa, berwarna kuning jernih dengan frekuensi
4-5 kali/ harinya, BAB seperti biasa. Ibu pasien juga berkata apabila sedang
tidur air liur berwarna merah.Sebelum datang ke RS Budhi Asih pasien
berobat ke puskesmas, kemudian di lakukan pemeriksaan laboraturium
yaitu darah rutin dan didapatkan hasil trombosit yang rendah yaitu 28 rb,
oleh karena itu dokter merujuk ke rumah sakit dan disarankan untuk rawat
inap.
4
C. Riwayat Kehamilan/ Persalinan
Spontan
Cara persalinan
Penyulit : -
5
D. Riwayat Perkembangan gigi
V IV III II I I II III IV V
V IV III II I I II III IV V
- Psikomotor :
E. Riwayat Makanan
Umur
ASI/PASI Buah / Biskuit Bubur Susu Nasi Tim
(bulan)
02 ASI - - -
24 ASI - - -
46 ASI - - -
6
8 10 ASI Pisang, biskuit Bubur susu Nasi Tim
F. Riwayat Imunisasi
BCG 2 bulan - - - - -
Campak 9 bulan - - - - -
MMR 15 bulan - - - - -
7
G. Riwayat Keluarga
a. Corak Reproduksi
Tanggal
Jenis Lahir Mati Keterangan
No lahir Hidup Abortus
kelamin mati (sebab) kesehatan
/Usia
2 tahun
2. Perempuan Hidup - - - Pasien
11 bulan
b. Riwayat Pernikahan
Ayah Ibu
Perkawinan ke- 1 1
Kosanguinitas - -
8
Kesimpulan Riwayat Keluarga : Pada anggota keluarga pasien tidak ada yang
menderita gejala atau penyakit yang sama seperti yang dialami oleh pasien.
9
II. PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan di bangsal Emerald Barat ruang 267 pada tanggal 6 Juli 2017 pukul
20.00 WIB.
STATUS GENERALISATA
KEADAAN UMUM
Kesan Sakit : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Kesan Gizi : Gizi normal
DATA ANTROPOMETRI
Berat Badan sekarang : 12 kg
Tinggi Badan : 92 cm
STATUS GIZI
- BB//U : < -1 SD
WHO (usia < 5 tahun) : - 2 s/d + 1 SD
- TB/U : < -1 SD Gizi Normal
- BB//TB : 12/92 -1 SD
Kesimpulan status gizi : Dari ketiga parameter yang digunakan diatas
didapatkan kesan gizi baik
TANDA VITAL
Tekanan darah : 90/50 mmHg ( normotensi)
Nadi : 110 x/ menit ( kuat, isi cukup, ekual kanan dan
kiri, regular)
Pernapasan : 22x/ menit (Abdomiotorakal, dalam, inspirasi :
ekspirasi = 1: 3)
Suhu : 36,6o C (aksilar)
KEPALA : Normocephali (LK :52 cm), tidak terdapat lesi, terdapat
ruam maculopapular yang dimulai dari leher belakang
RAMBUT : Rambut hitam, distribusi merata dan tidak mudah dicabut.
WAJAH : Wajah simetris, tidak ada pembengkakan, luka atau
jaringan parut.
MATA : Didapatkan eritema pada palpebral, tidak ditemukan
sklera ikterik, konjungtiva anemis, cekung.
10
TELINGA : Normotia , tidak didapatkan nyeri tekan tragus, nyeri tarik
aurikula, keluar cairan. membran timpani intak.
HIDUNG : Bentuk simetris, didapatkan sekret pada kedua nares.
Tidak didaptkan napas cuping hidung, epistaksis, deviasi
septum.
BIBIR : Mukosa berwarna merah muda. Tidak didaptakan bibir
kering, sianosis, pucat.
MULUT : didapatkan hematoma pada dasar lidah, ptekie pada lidah,
palatum molle dan durum perdarahan spontan dari gusi.
Tidak didapatkan trismus, coated tongue.
TENGGOROKAN:dinding posterior faring tampak ptekie, tonsil
T1/T1,tidak ada hiperemis, kripta tidak melebar dan
detritus.
LEHER :Bentuk tidak tampak kelainan, tidak tampak pembesaran
tiroid maupun KGB, tidak tampak deviasi trakea. Tidak
teraba pembesaran kelenjar tiroid. Tidak teraba pembesaran
KGB submandibula, konsistensi kenyal, tidak nyeri tekan.
Trakea teraba di tengah.
THORAKS :
JANTUNG
Inspeksi : Ictus cordis terlihat di sela iga ke 4 mid clavicular kiri
Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS V linea midklavikularis
sinistra
Perkusi : Batas kiri jantung : ICS V linea midklavikularis sinistra
Batas kanan jantung : ICS III V linea sternalis dextra
Batas atas jantung : ICS III linea parasternalis sinistra
Auskultasi : BJ I-II regular, tidak ditemukan murmur dan gallop
11
PARU
Inspeksi
Bentuk thoraks simetris pada saat statis dan dinamis, tidak ada pernafasan
yang tertinggal, Retraksi substernal, subcostal, intercostal.
Palpasi
Gerak napas simetris kanan dan kiri, vocal fremitus teraba simetris pada
kedua hemithoraks, nyeri tekan (-), benjolan (-),
Perkusi
Redup dikedua lapang paru.
Batas paru-lambung : ICS VII linea axillaris anterior
Batas paru-hepar : ICS VI linea midklavikularis dextra
Auskultasi : Suara napas vesikuler , tidak didapatkan rhonki dan
wheezing, stridor.
ABDOMEN :
Inspeksi :
Warna kulit sawo matang, terdapat ptekie dan purpura, umbilikus normal,
gerak dinding perut saat pernapasan simetris, tidak didapatkan kulit keriput,
gerakan peristaltik.
Auskultasi :Bising usus (+) 4x/menit normal.
Perkusi : Timpani pada seluruh regio abdomen. Tidak didapatkan
shifting dullness.
Palpasi :
- Supel, tidak ada nyeri tekan epigastrium, turgor kulit baik.
- Hepar : Tidak teraba membesar.
- Lien : Tidak teraba membesar.
- Ginjal : tidak ada kesan ballotement.
GENITALIA:
Jenis kelamin perempuan
KGB :
Preaurikuler : Tidak teraba membesar
Postaurikuler : Tidak teraba membesar
12
Submandibula : Tidak teraba membesar
Supraclavicula : Tidak teraba membesar
Axilla : Tidak teraba membesar
Inguinal : Tidak teraba membesar
EKSTREMITAS :
Simetris, terdapat ruam berupa ptekie dan purpura , tidak terdapat kelainan
pada bentuk tulang, posisi tangan dan kaki, serta sikap badan, tidak terdapat
keterbatasan gerak sendi, akral hangat pada keempat ekstremitas, sianosis
(-), edema (-), capillary refill time <3 detik.
Kanan Kiri
Ekstremitas atas
Tonus otot Normotonus Normotonus
Trofi otot Eutrofi Eutrofi
Kekuatan otot 5 5
Ekstremitas bawah
Tonus otot Normotonus Normotonus
Trofi otot Eutrofi Eutrofi
Kekuatan otot 5 5
STATUS NEUROLOGIS
13
Gordon Tidak didapatkan Tidak didapatkan
Schaeffer Tidak didapatkan Tidak didapatkan
Rangsang meningeal
Kaku kuduk -
Kanan Kiri
Saraf Cranialis
- N. I (Olfaktorius)
Tidak dilakukan pemeriksaan
- N. II dan III (Opticus dan Occulomotorius)
Pupil bulat isokor 3mm / 3mm, didapatkan reflex cahaya langsung dan
tidak langsung.
- N. IV dan VI (Trochlearis dan Abducens)
Gerak bola mata : baik ke segala arah (nasal, temporal, superior,
inferior, nasal atas, nasal bawah, temporal atas, temporal bawah). Tidak
didapatkan exopthalmus, nystagmus
14
- N. V (Trigeminus)
Sensorik : didapatkan Refleks kornea
Motorik : sulit dinilai
- N. VII (Facialis)
Wajah simetris
Motorik: dapat menutup mata sempurna, dapat mengerutkan dahi, dan
dapat tersenyum dengan baik
Sensorik: sulit dinilai
- N. VIII (Vestibulo-kokhlearis)
Dapat mendengar bunyi tepukan tangan dan menoleh pada sumber suara.
- N. IX, X (Glosofaringeus, Vagus)
Tidak ada gangguan menelan
Arkus faring simetris, uvula ditengah
- N. XI (Aksesorius)
Mengangkat bahu : Sulit dinilai
Menoleh : Baik/baik
- N. XII (Hipoglosus)
Gerakan dan kekuatan lidah sulit dinilai.
J.PEMERIKSAAN PENUNJANG
15
1. Hasil Laboratorium UGD (I)
K. RESUME
Pasien An. R, perempuan, usia 2 tahun 11 bulan datang ke IGD RSUD Budhi
Asih diantar oleh ibunya dengan keluhan muncul bintik-bintik merah dan memar
kebiruan pada seluruh tubuh sejak 11 hari sebelum masuk rumah sakit. Awalnya
pasien mengeluh gatal pada seluruh bagian tubuh terutama tangan dan kaki tanpa
didahului oleh trauma. Setelah itu kulit pada bagian tangan dan kaki pasien berubah
menjadi bintik bintik merah menyebar ke badan, punggung wajah hingga mulut,
lidah, gusi, dan langit-langit mulut kemudian berubah warna menjadi kehitaman .
Selain itu pasien juga mengeluh demam sejak 2 hari sebelum masuk rumah
sakit. Namun sebelumnya sudah pernah demam 11 hari yang lalu. Awalnya demam
selama 2 hari yang berbarengan dengan keluhan gatal lalu turun, kemudian naik
lagi hingga 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam dirasakan tinggi mendadak,
tidak disertai menggigil., BAK lancar seperti biasa, berwarna kuning jernih dengan
frekuensi 4-5 kali/ harinya, namun BAB sempat ada darah + lendir, 1x , dengan
16
jumlah sedikit. Ibu pasien juga berkata apabila sedang tidur air liur berwarna merah.
Sebelum datang ke RS Budhi Asih pasien berobat ke puskesmas, kemudian di
lakukan pemeriksaan laboraturium yaitu darah rutin dan didapatkan hasil trombosit
yang rendah yaitu 28 rb, oleh karena itu dokter merujuk ke rumah sakit dan
disarankan untuk rawat inap.
Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik tampak beberapa ptekie dan purpura pada
wajah, badan, punggung, dan tungkai. Hepar dan lien tidak teraba membesar. status
gizi pasien kurang, tidak ada gangguan pertumbuhan dan perkembangan Tanda
vital tekanan darah : 90/50, nadi 110 x/menit, suhu : 36,6 0C, pernafasan :
22x/menit.
L. DIAGNOSIS BANDING
N. PEMERIKSAAN ANJURAN
O. TATALAKSANA
17
4. Jangan sembarangan mengkonsumsi obat tanpa persetujuan tenaga
medis terutama medikasi yang dapat memicu trombositopenia.
Medika Mentosa
- Rawat inap
- Terapi cairan : KAEN 1B 2 cc/kgBB/jam
- Metilprednisolon 3 x 8 mg
- Transfusi Trombosit perdarahan berat
IX. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
P.FOLLOW UP
Hari
Tanggal Keterangan
Perawatan
S. Demam (-), bercak kebiruan (+), mimisan (-), gusi berdarah (+)
1 6/07/2017 mual (-) muntah (-) BAB kecoklatan (-), BAK normal, nafsu makan
seperti biasanya.
O. KU: tampak sakit sedang, K: compos mentis, TTV: Suhu=
36,7C, Nafas= 22x/menit, Nadi = 100x/menit, TD: 91/64 mmHg.
18
Hasil laboratorium :
Hematologi Rutin
Hematokrit 28 35-43%
Hitung Jenis :
Basofil 1 0-1%
Eosinofil 1 1-5%
Limfosit 48 25-50%
Monosit 6 1-6%
Urine Lengkap :
19
Glukosa Negatif Negatif
pH 6.5 4.6-8
Darah 1+ Negatif
Sedimen Urine :
A. ITP Akut
P. - IVFD : KAEN 1B 2cc/kgBB/jam
- Diet : Nasi Tim
- Rencana TC 2 X 120 cc
- Oral : Metil Prednisolon 3 x 8 mg
Hari
Tanggal Keterangan
Perawatan
S. Demam (-), bercak kebiruan (+), mimisan (-), gusi berdarah (+)
2 7/07/2017 mual (-) muntah (-) BAB kecoklatan (-), BAK normal, nafsu makan
seperti biasanya.
20
O. KU: tampak sakit sedang, K: compos mentis, TTV: Suhu=
36.7C, Nafas= 22x/menit, Nadi = 112x/menit, TD: 92/59 mmHg.
Mata : tidak didapatkan konjungtiva anemis.
Hidung : tidak didapatkan napas cuping hidung, secret.
Mulut : tidak didapatkan kering,sianosis,pucat.
Thorax : simetris, suara nafas vesikuler pada kedua lapang paru, BJ
I & II regular, tidak didapatkan rhonki,wheezing, murmur, gallop.
Abdomen : supel, bising usus normal, timpani, tidak didapatkan
pembesaran hepar & lien, nyeri tekan.
Ekstremitas : akral hangat, CRT< 2
Kulit : purpura, ekimosis pada wajah, badan, keempat ekstremitas.
Hasil laboraturium :
Faeces Rutin
Makroskopik :
Warna Coklat Coklat
Mikorokopik :
Pencernaan :
21
Bakteri Negatif Negatif
A. ITP Akut
P. - IVFD : KAEN 1B 2cc/kgBB/jam
- Diet : Nasi Tim
- TC 2 X 120 cc ( diberikan dexametason untuk premedikasi) I
- Oral : Metil Prednisolon 3 x 8 mg
Hari
Tanggal Keterangan
Perawatan
S. Demam (-), bercak kebiruan (+), mimisan (-), gusi berdarah (+)
3 8/07/2017 mual (-) muntah (-) BAB kecoklatan (-), BAK normal, nafsu makan
seperti biasanya.
O. KU: tampak sakit sedang, K: compos mentis, TTV: Suhu=
37,1C, Nafas= 24x/menit, Nadi = 93x/menit, TD: 92/60 mmHg.
Mata : tidak didapatkan konjungtiva anemis.
Hidung : tidak didapatkan napas cuping hidung, secret.
Mulut : tidak didapatkan kering,sianosis,pucat.
Thorax : simetris, suara nafas vesikuler pada kedua lapang paru, BJ I
& II regular, tidak didapatkan rhonki,wheezing, murmur, gallop.
Abdomen : supel, bising usus normal, timpani, tidak didapatkan
pembesaran hepar & lien, nyeri tekan.
BB : 12 kg Ekstremitas : akral hangat, CRT< 2
Kulit : purpura, ekimosis pada wajah, badan, keempat ekstremitas.
Hasil Laboratorium :
Hematologi Rutin
Hematokrit 28 35-43%
22
Trombosit 11 229-553 ribu/ L
Hitung Jenis :
Basofil 0 0-1%
Eosinofil 0 1-5%
Netrofil 3 3-6%
Batang
Netrofil 51 25-60%
Segmen
Limfosit 43 25-50%
Monosit 3 1-6%
23
Thorax : simetris, suara nafas vesikuler pada kedua lapang paru, BJ I
& II regular, tidak didapatkan rhonki,wheezing, murmur, gallop.
Abdomen : supel, bising usus normal, timpani, tidak didapatkan
pembesaran hepar & lien, nyeri tekan.
Ekstremitas : akral hangat, CRT< 2
Kulit : purpura, ekimosis pada wajah, badan, keempat ekstremitas.
A. ITP Akut dengan perbaikan
P. - IVFD : KAEN 1B 2cc/kgBB/jam
- Diet : Nasi Tim
- TC 2 X 120 cc ( diberikan dexametason untuk premedikasi)III
- Oral : Metil Prednisolon 3 x 8 mg
24
Ekstremitas : akral hangat, CRT< 2
Kulit : purpura, ekimosis pada wajah, badan, keempat ekstremitas.
Hasil Laboratorium :
Hematologi Rutin
Hematokrit 33 35-43%
MCV 74 73-101 fL
25
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
4.1 Definisi
Purpura Trombositopenia Imun (PTI) adalah suatu penyakit perdarahan yang
didapat sebagai akibat dari destruksi trombosit yang berlebihan, yang ditandai
dengan trombositopenia (<100.000/l) dan tidak ditemukan penyebab
trombositopenia lainnya.(1,2)
4.2 Epidemiologi
Angka kejadian PTI pada anak terjadi 4,2 per 100.000 anak per tahun, PTI
akut umumnya terjadi pada anak anak usia antara 2 6 tahun, antara anak laki-
laki dan perempuan relatif sama.(3) Sebanyak 7 28% anak anak dengan PTI akut
berkembang menjadi kronik. Di Indonesia, angka kejadian PTI akut didapatkan 22
kasus baru per tahun di RSCM,(4) sedangkan dari Bagian Anak RSU Dr. Soetomo
didapatkan 22 kasus baru pada tahun 2000.(5) Purpura Trombositopenia Imun pada
anak berkembang menjadi bentuk PTI kronik pada beberapa kasus menyerupai PTI
dewasa yang khas. Kejadian PTI cenderung lebih tinggi pada kelompok usia yang
lebih muda.(3) Insidensi PTI kronis pada anak diperkirakan 0,46 per 100.000 anak
per tahun.(4)
4.3 Etiologi
Berdasarkan etiologi, ITP dibagi menjadi 2 yaitu primer dan sekunder. Primer
disebabkan karena abnomalitas autoimun (yang umumnya IgG) terhadap
glikoprotein membran trombosit. Sedangkan sekunder PTI didahului oleh infeksi
virus (seperti infeksi virus herpes, HIV, varicella zoster, hepatitis akut, tuberkulosis
Hodgkin), infeksi helicobacter pylori, penyakit SLE, gangguan limfoproliferatif
(seperti leukemia limfositik kronik), sindrom antifosfolipid, drug induced (seperti
heparin, quinine/quinidine, sulfonamide), efek samping vaksinasi, dan toksin
seperti etanol. Hal ini diyakini bahwa tubuh, ketika membuat antibody terhadap
infektan dan zat - zat diatas tersebut, tubuh juga sengaja membuat antibody
yang dapat menempel pada sel sel platelet.(5)
26
4.4 Patofisiologi
Dasar patofisiologi dari PTI adalah kesalahan target respons antibodi humoral
terhadap trombosit yang mengakibatkan pemendekan masa hidup trombosit dalam
sirkulasi dari yang normalnya dapat berumur 8-10 hari menjadi hanya beberapa jam
saja pada pasien dengan PTI karena trombosit yang diselimuti antibodi dapat
dengan cepat dimusnahkan.(6)
Kerusakan trombosit pada PTI melibatkan autoantibodi terhadap glikoprotein
yang terdapat pada membran eritrosit. Penghancuran terjadi terhadap trombosit
yang diselimuti antibodi (antibody-coated platelests) tersebut dilakukan oleh
makrofag yang terdapat pada limpa dan organ retikuloendotelial lainnya.
Megakariosit dalam sumsum tulang bisa normal atau meningkat pada PTI.
Sedangkan kadar trombopoetin dalam plasma, yang merupakan progenitor
proliferasi dan maturasi dari trombosit mengalami penurunan yang berarti, terutama
pada PTI kronis. Oleh karena itu, PTI merupakan kelainan campuran antara
produksi dan destruksi trombosit.(1,6)
Ketika produksi trombosit baru tidak dapat mengimbangi klirens di perifer,
jumlah trombosit yang bersirkulasi menurun dan gejala trombositopenia muncul.
Trombosit yang bersirkulasi pada pasien PTI, walaupun jumlahnya sedikit,
cenderung efektif pada hemostasis, kemungkinan karena sebagian besar trombosit
baru terbentuk di sumsum tulang masih berukuran besar dan bergranula. Sehingga,
pasien PTI kemungkinan jauh lebih kecil untuk perdarahan serius dibandingkan
pasien dengan trombositopenia yang disebabkan oleh proses lain seperti kegagalan
sumsum tulang.(6)
Adanya perbedaan secara klinis maupun epidemiologis antara PTI akut dan
kronis, menimbulkan dugaan adanya perbedaan mekanisme patofisiologi terjadinya
trombositopenia diantara keduanya. Pada PTI akut, telah dipercaya bahwa
penghancuran trombosit meningkat karena adanya antibodi yang dibentuk saat
terjadi respons imun terhadap infeksi bakteri/virus atau pada imunisasi, yang
bereaksi silang dengan antigen dari trombosit. Mediator-mediator lain yang
meningkat selama terjadinya respons imun terhadap infeksi, dapat berperan dalam
terjadinya penekanan terhadap produksi trombosit. Sedangkan pada PTI kronis
mungkin telah terjadi gangguan dalam regulasi sistem imun seperti pada penyyakit
27
autoimun lainnya, yang berakibat terbentuknya antibodi spesifik terhadap
trombosit.(1,6)
Genetik
PTI telah didiagnosis pada kembar monozigot dan pada beberapa keluarga,
dan telah diketahui adanya kecenderungan menghasilkan autoantibodi pada
anggota keluarga yang sama. Adanya peningkatan prevalensi HLA DRW2 dan
DRB*0410 pada beberapa populasi etnik telah diketahui. Alel HLA-DR4 dan
DRB*0410 telah dihubungkan dengan respon yang menguntukan terhadap
kortikosteroid, dan HLA DRB1*1501 telah dihubungkan dengan respon yang
tidak menguntungkan terhadap splenektomi. Meskipun demikian, banyak
penelitian telah gagal menunjukkan hubungan yang konsisten antara PTI dan
kompleks HLA yang spesifik.(7)
28
Gambar 1. Patogenesis penyebaran epitope pada
PTI
Saat ini telah diidentifikasi beberapa jenis glikoprotein (GP) permukaan
trombosit pada PTI, diantaranya GP IIb-Iia, GP Ib, dan GP V. Antibodi
antitrombosit berikatan pada permukaan trombosit melalui glikoprotein tersebut
untuk melakukan opsonisasi. Kemudian, trombosit tersebut dikenali oleh sel
penyaji-antigen dengan bantuan reseptor Fc pada makrofag di limpa, kemudian
selanjutnya akan difagosit oleh makrofag. Sel T dan sel B merupakan bagian
penting dari kaskade yang terlibat pada destruksi trombosit. Sel T, secara
bersamaan menstimulasi sel B untuk memproduksi lebih banyak antibodi
antitrombosit, dan penelitian terbaru menunjukkan bahwa beberapa epitop
tersembunyi dari antigen trombosit menstimulasi sel T yang spesifik terhadap
trombosit. Namun perbedaan secara pasti patofisiologi PTI akut dan kronis, serta
komponen yang terlibat dalam regulasinya masih belum diketahui.(6,8)
29
1.5 Klasifikasi
Berdasarkan onset penyakit PTI dibedakan menjadi tipe akut dan kronik(7,8) :
a. PTI akut
Kejadian kurang atau sama dengan 12 bulan. PTI akut sering dijumpai
pada anak, jarang pada dewasa. Onset penyakit biasanya mendadak, riwayat
infeksi mengawali terjadinya perdarahan berulang, sering dijumpai eksantema
pada anak anak (rubeola dan rubella) dan penyakit salurang nafas yang
disebabkan oleh virus. Virus yang paling banyak diidentifikasi adalah varicella
zoster dan ebstein barr. Manifestasi perdarahan PTI akut pada anak biasanya
ringan, perdarahan intrakranial terjadi kurang dari 1 % pasien. Pada PTI dewasa
bentuk akut jarang terjadi, namun dapat mengalami perdarahan dan perjalanan
penyakit fulminant. PTI akut pada anak biasanya self limiting, remisi spontan
terjadi pada 90% penderita, 60% sembuh dalam 4 -6 minggu dan lebih dari 90%
sembuh dalam 3 -6 bulan.
b. PTI kronis
Berlangsung lebih dari 12 bulan. Onset PTI kronik biasanya tidak
menentu, riwayat perdarahan sering ringan sampai sedang, infeksi dan
pembesaran lien jarang terjadi dan perjalanan klinis yang fluktuatif. Episode
perdarahan dapat berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu, mungkin
intermitten atau terus menerus. Manifestasi perdarahan PTI berupa ekimosis,
ptekie, purpura. Pada umumnya berat dan frekuensi perdarahan berkorelasi
dengan jumlah trombosit. Secara umum bila pasien dengan AT > 50.000/l
maka biasanya asimtomatik, AT 30.000 50.000/l terdapat luka memar/
hematom, AT 10.000 30.000/l terdapat perdarahan spontan, menoragi dan
perdarahan memanjang bila ada luka, AT <10.000/l terjadi perdarahan mukosa
(epistaksis, perdarahan gastrointestinal dan genitourinaria) dan resiko
perdarahan system saraf pusat.
30
dari gusi dan membran mukosa, terutama dengan profound trombositopenia (AT
<10.000/l. Terdapat riwayat infeksi virus 1-4 minggu sebelum onset
trombositopenia., limfadenopati, nyeri tulang, dan pucat jarang ditemukan.
Terdapat sistem klasifikasi yang mudah digunakan dari Inggris untuk menilai
keparahan perdarahan dari PTI berdasarkan tanda dan gejala, tetapi tidak termasuk
angka trombosit :
1. Tanpa gejala
2. Gejala ringan : memar dan ptekie, kadang epistaksis ringan, sangat kecil
mengganggu aktivitas sehari-hari
3. Gejala sedang : lesi mukosa dan kulit yang lebih berat, epistaksis yang lebih
berat dan menorrhagia
4. Gejala berat : episode perdarahan menorrhagia, epistaksis, melena,
memerlukan transfusi atau perawatan di RS, gejala sangat
mengganggu kualitas hidup.
Adanya penemuan abnormal seperti hepatosplenomegali, nyeri sendi atau
tulang, limfadenopati hebat, sitopenia lainnya, atau anomali kongenital yang
mengarah ke diagnosis lain (sindrom leukemia). Ketika onset tersembunyi,
khususnya pada remaja, PTI kronik atau kemungkinan penyakit sistemik, seperti
lupus eritematosus sistemik (LES), lebih mungkin terjadi.(8)
Perdarahan intrakranial merupakan komplikasi yang paling serius pada PTI.
Hal ini mengenai hampir 1-2% penderita dengan trombositopenia berat. Perdarahan
biasanya di subarachnoid sering multipel dan ukuran bervariasi dari ptekie sampai
ekstravasasi darah yang luas.(9)
31
2. Pemeriksaan darah tepi, akan didapatkan trombositopenia dengan eritrosit dan
leukosit dengan morfologi normal. Dijumpai trombosit muda dengan ukuran
yang lebih besar (megatrombosit).
32
4.8 Penegakan Diagnosis
Dalam penegakan diagnosis PTI perlu disingkirkan kemungkinan penyebab
trombositopenia lain. Anamnesis yang lengkap termasuk onset, faktor risiko,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, perlu dilakukan pada setiap pasien
saat kunjungan pertama kali ke sarana kesehatan. Hal ini dimaksudkan untuk
menegakkan diagnosis, diperolehnya data dasar mengenai pemeriksaan fisik dan
laboratorium, dan untuk menentukan tata laksana selanjutnya.(10)
Dari anamnesis, perlu digali riwayat tanda tanda perdarahan, lama
terjadinya perdarahan dan faktor risiko. Tanda perdarahan seperti munculnya
ptekie, purpura, perdarahan yang sulit berhenti, perdarahan pada gusi, mimisan
spontan, perdarahan konjungtiva, perdarahan saluran cerna seperti melena,
hematuria dan menstruasi yang berkepanjangan pada wanita. Lama terjadinya
perdarahan pada PTI dapat membantu membedakan antara PTI akut dan kronis.
Tidak didapatkannya gejala sistemik dapat membantu menyingkirkan
kemungkinan suatu bentuk sekunder dan diagnosis lainnya. Faktor risiko seperti
riwayat infeksi virus 1-4 minggu sebelumnya atau riwayat vaksinasi dengan
vaksin virus hidup. Perlu juga dicari riwayat tentang penggunaan obat atau bahan
lain yang dapat menyebabkan trombositopenia.(1,10)
Dari pemeriksaan fisik biasanya hanya didapatkan bukti adanya perdarahan
tipe trombosit, yaitu purpura, petekie, dan perdarahan mukokutan. Walaupun
terdapat perdarahan yang bermakna, pucat jarang terjadi. Ikterus, limfadenopati,
hepatosplenomegali dan pergerakan sendi yang nyeri tidak selalu muncul pada PTI.
Perlu dipikirkan kemungkinan suatu penyakit lain, jika ditemukan adanya
hepatomegali atau splenomegali, meskipun ujung limpa sedikit teraba pada lebih
kurang 10% anak dengan PTI.(1,10)
Pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium darah lengkap
dapat ditemukan adanya penurunan jumlah trombosit dengan leukosit dan eritrosit
dalam batas normal (tidak terjadi perdarahan masif). Pada lebih kurang 15% pasien
didapatkan anemia ringan karena perdarahan yang dialaminya. Pemeriksaan apusan
darah tepi diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan pseudotrombositopenia,
sindroma trombosit raksasa yang diturunkan (inherited giant platelet syndrome),
dan kelainan hematologi lainnya. Dapat ditemukan penurunan trombosit dengan
33
atau tanpa trombosit yang imatur (megatrombosit). Pada pemeriksaan dengan flow
cytometry terlihat trombosit pada PTI lebih aktif secara metabolik, yang
menjelaskan mengapa dengan jumlah trombosit yang sama, perdarahan lebih jarang
didapatkan pada PTI dibanding pada kegagalan sumsum tulang. Pemeriksaan
laboratorium sebaiknya dibatasi terutama pada saat terjadinya perdarahan dan jika
secara klinis ditemukan kelainan yang khas. Pemeriksaan sumsum tulang hanya
pada kasus-kasus yang meragukan dan tidak khas, akan didapatkan peningkatan
megakariosit. Pada pemeriksaan PT dan APTT dalam batas normal.(1,10)
Berdasarkan guideline American Society of Hematology 2011, diagnosis PTI
ditegakkan sebagai berikut(5) :
a) Pemeriksaan yang penting
Anamnesis : Gejala perdarahan terisolasi trombositopenia tanpa
disertai gejala tambahan (seperti kehilangan berat badan yang
signifikan, nyeri tulang dan keringat malam)
Pemeriksaan fisik : Gejala perdarahan tanpa disertai
hepatosplenomegali, limfadenopati dan stigmata kelainan
kongenital.
Hitung darah lengkap : trombositopenia terisolasi (AT < 100.000).
Keadaan anemia bila terjadi perdarahan yang signifikan. Jika tidak,
jumah leukosit dan eritosit dalam batas normal.
Sediaan apus darat tepi (SADT) : Ukuran trombosit lebih besar dari
ukuran normal, sementara ukuran eritrosit dan leukosit tetap normal.
b) Pemeriksaan sumsum tulang
Pemeriksaan sumsum tulang tidak diperlukan pada penderita yang
memiliki tanda tanda atipikal PTI seperti di atas, terlepas dari usia
penderita.
Pemeriksaan sumsum tulang dirasa tidak diperlukan pada penderita
PTI anak anak sebelum dilakukan terapi inisiasi kortikosteroid,
splenektomi dan immunoglobulin IV.
Pemeriksaan lebih lanjut bila terdapat abnormalitas dari anamnesis,
pemeriksaan fisik, hitung darah lengkap dan SADT.
34
c) Pemeriksaan tambahan
Penggunaan anti platelet, anti fosfolipid dan anti-nuclear antibody,
kadar trombopoetin, serta parameter trombosit.
35
Neuroblastoma -Massa di abdomen -Trombositopenia karena
-Ada sindrom paraneoplastik metastasis ke sumsum tulang
-Gejala neurologik dari korda spinalis
Defisiensi nutrisi -Riwayat nutrisi buruk atau diet khusus -Anemia megaloblastik
-Pucat, lemah, lelah -Hipersegmentasi neutrofil
-Defisit neurologik karena defisiensi -Retikulosit rendah
vit B12 -Kadar vit B12 dan asam folat
rendah
Obat-obatan -Riwayat penggunaan obat atau
perubahan dosis obat
Peningkatan Destruksi Trombosit
Imun
Neonatal alloimmune
trombositopenia -Ptekie menyeluruh beberapa jam -Hitung trombosit ibu normal
- Obat-obatan setelah lahir
-Riwayat penggunaan obat atau
- Infeksi HIV perubahan dosis obat
-Gejala dan tanda infeksi sistemik HIV -Kelainan sebagian atau seluruh
deret sel
-Konfirmasi diagnostik serologi
- Purpura pasca transfusi HIV
-Riwayat transfusi trombosit beberapa -Trombositopenia akut
Penyakit kolagen vaskuler jam sebelum trombositopenia
/autoimun
-Gejala sistemik, termasuk nyeri -Ada anemia karena penyakit
/pembengkakan sendi kronik
-Leukosit kadang abnormal
Non Imun
Sindrom uremik hemolitik
-Riwayat diare berdarah (Escherichia -Anemia mikrositik
coli O157;H7, Shigella sp) mikroangiopati
DIC (Disseminated Intrvascular -Gagal ginjal
Coagulation) -Tanda/gejala sepsis (demam, -PT dan APTT meningkat
takikardi, hipotensi) -Anemia mikrositik
mikroangiopati
-Kadar fibrinogen menurun
Penyakit jantung sianotik -D-dimer
-Sianosis -Polisitemia kompensasi
-Gagal jantung
Gangguan Kualitas Trombosit
Sindrom Wiskott-Aldrich -Menurun secara X-link -Trombosit 20.000-100.000/mcL
-Eksema -Trombosit sangat kecil
-Infeksi berulang karena defisiensi
imun
Sindrom Bernard-Soulier -Menurun secara dominan autosom -Ukuran trombosit besar, kadang
lebih besar dari limfosit
36
-Sering ada ekimosis, perdarahan gusi
Anomali May-Hegglin dan gastrointestinal -Ukuran trombosit raksasa
-Menurun secara dominan autosom (Giant platelet)
-Kebanyakan pasien asimptomatik -Ada Inclusion Bodies pada
leukosit (Dohle Bodies)
Sindrom Gray platelet -Trombosit kelihatan oval dan
-Perdarahan ringan pucat
Sekuestrasi
Sindrom Kasabach-Meritt -Peningkatan ukuran -Ada anemia dan hitung leukosit
hemangioendothalioma pada periode abnormal (tergantung penyakit)
neonatal -Dihubungkan dengan leukemia
Hipersplenisme -Riwayat penyakit hepar/hipertensi dan penyakit infiltratif lainnya
portal
-Splenomegali
4.10 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan PTI pada anak meliputi tindakan suportif dan terapi
farmakologis. Tindakan suportif merupakan hal yang penting dalam
penatalaksanaan PTI pada anak, diantaranya membatasi aktivitas fisik, mencegah
perdarahan akibat trauma, menghindari obat yang dapat menekan produksi
tombosit atau mengubah fungsinya, dan yang penting juga adalah memberi
pengertian pada pasien dan atau orang tua tentang penyakitnya.(1)
Obat-obat yang dapat menyebabkan trombositopenia dapat dibagi menjadi:
1. Obat yang berhubungan dengan penurunan produksi trombosit :
- Kemoterapi - Estrogen
- Diuretik thiazid - Kloramfenikol
- Alkohol - Radiasi terionisasi I
2. Obat-obatan yang berhubungan dengan destruksi trombosit :
- Sulfonamid
- Kuinidin
- Kinina
- Karbamazepin
- Asam Valproat
- Heparin
- Digoksin
37
3. Obat-obatan berhubungan dengan perubahan fungsi trombosit :
- Aspirin
- Dipiridamol
Sebagian besar pasien PTI pada anak tidak perlu dirawat di rumah sakit. Pasien dapat
kontrol di poliklinik 1-2 kali seminggu, dengan pemeriksaan darah lengkap dan jumlah trombosit.
Bila jumlah trombosit sudah mulai meningkat, biasanya dalam 1-2 minggu maka pemeriksaan
darah lengkap dan jumlah trombosit boleh dilakukan tiap 2-3 minggu sekali sampai kembali pada
nilai normalnya.(1)
Pendekatan awal dari manajemen PTI adalah sebagai berikut(5,6,8) :
1. Edukasi dan konseling terhadap pasien dan keluarganya pada pasien dengan gejala
minimal, ringan dan sedang.
2. Berdasarkan panduan American Society of Hematology : Dosis tunggal IgIV
(Imunoglobulin intravena) 0,8-1,0 g/kg atau pemberian kortikosteroid jangka pendek
sebaiknya diberikan pada pengobatan lini pertama. IgIV dengan dosis 0,8-1,0 g/kg/hari
selama 1-2 hari merangsang peningkatan cepat terhadap angka trombosit (biasanya >20
103/L) pada 95% pasien selama 48 jam. IgIV dapat menginduksi respons dengan
menurunkan regulasi fagositosis yang dimediasi Fc terhadap trombosit yang diliputi
antibodi. Terapi IgIV mahal dan pemberiannya memerlukan waktu yang lama. Selain itu,
setelah pemberian dapat menimbulkan sakit kepala dan muntah
3. Prednison. Terapi kortikosteroid telah digunakan bertahun-tahun untuk mengobati PTI
akut dan kronik pada pasien anak-anak dan dewasa. Dosis prednison 1-4 mg/kg/hari dapat
merangsang peningkatan angka trombosit yang lebih cepat daripada pasien PTI yang tidak
diobati. Terapi kortikosteroid biasanya berlanjut selama jangka pendek hingga
peningkatan angka trombosit >20 103/L telah tercapai untuk menghindari efek samping
jangka panjang dari terapi kortikosteroid, terutama gangguan pertumbuhan, diabetes
melitus, dan osteoporosis.
4. Terapi anti-D intravena. Untuk pasien Rh positif, dosis anti-D IV 50-75 g/kg
menyebabkan peningkatan angka trombosit >20 103/L pada 80-90% pasien dalam 48-
72 jam. Ketika diberikan pada individu dengan Rh positif, anti-D IV menginduksi anemia
hemolitik ringan. Kompleks eritrosit-antibodi terikat pada Fc reseptor makrofag dan
mengganggu destruksi trombosit, sehingga menyebabkan peningkatan angka trombosit.
38
Anti-D IV tidak efektif pada pasien dengan Rh negatif. Episode mengancam nyawa dari
hemolisis intravaskuler jarang terjadi pada pasien anak dan dewasa setelah pemberian anti-
D IV.
Peran splenektomi pada PTI harus dipertimbangkan pada 1 dari 2 keadaan, yaitu anak-anak
4 tahun dengan PTI berat yang telah berlangsung > 1 tahun (PTI kronik) dan pasien yang
gejalanya tidak mudah dikontrol dengan terapi farmakologi. Splenektomi juga harus
dipertimbangkan ketika terjadi komplikasi PTI akut berupa perdarahan yang mengancam nyawa
(perdarahan intrakranial), jika angka trombosit tidak dapat terkoreksi dengan cepat setelah
transfusi trombosit, pemberian IgIV dan kortikosteroid. Splenektomi dihubungkan dengan risiko
infeksi post-splenektomi seumur hidup yang disebabkan oleh organisme berkapsul, peningkatan
risiko trombosis, dan potensi hipertensi pulmoner ketika dewasa. Sebagai alternatif dari
splenektomi, rituksimab telah digunakan secara off-label pada anak-anak untuk mengobati PTI
kronik. Pada 30-40% anak-anak, rituksimab dapat merangsang remisi parsial atau komplit.(6,8)
39
BAB IV
PEMBAHASAN KASUS
Onset ITP akut, sering terjadi 1-4 minggu setelah infeksi saluran nafas atas dengan
gambaran ekimosis, petekie, epistaksis, atau gejala perdarahan lain. Biasanya secara klinis tidak
dijumpai kelainan lain. Timbul bercak petekie yang tersebar luas, kemudian berkembang menjadi
titik-titik purpura kecil. Terdapat perdarahan membran mukosa dan gusi Hal ini sesuai dengan
anamnesis, dimana pada kasus ini onset penyakit terjadi akut (< 6 bulan ) serta ada riwayat batuk
dan pilek sebelum timbul ruam di kulit berupa memar kebiruan. Awalnya kulit terasa gatal. Memar
semakin bertambah dan menyebar ke kaki , tangan, badan, dan punggung. Pasien juga sempat
timbul bintik-bintik merah yang menyebar rata pada kedua tungkai pasien, sebuah bintik merah
kehitaman di lapisan bagian dalam mulut,dan gusi pasien berdarah. Dari hasil anamnesis pada
kasus ini, ditemukan gejala yang mendukung diagnosis ITP akut, yaitu:
Terdapat purpura di seluruh tubuh, mukosa mulut, dan gusi.
Riwayat ISPA dalam 2 minggu terakhir.
40
mendukung diagnosis ITP berupa trombositopenia (7.000 ribu/ul) , jumlah trombosit terus turun
selama masa perawatan hingga pada hari ke- 3 jumlah trombosit 7.000/ul. .
Pada pasien tidak dilakukan aspirasi sumsum tulang karena umumnya pemeriksaan aspirasi
sumsum tulang ini dilakukan pada kasus-kasus yang meragukan, namun tidak pada kasus-kasus
dengan manifestasi klinis yang khas. Pemeriksaan sumsum tulang dianjurkan pada kasus-kasus
misalnya pada riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik yang tidak umum, misalnya demam,
penurunan berat badan, kelemahan, nyeri tulang, pembesaran hati dan atau limpa. Kelainan
eritrosit dan leukosit pada pemeriksaan darah tepi.
Bisa disingkirkan karena pola demam yang tidak khas dan tidak terdapat hematocrit yang
meningkat > 20%.
41
Kortikosteroid per oral merupakan pengobatan utama pada ITP karena dipercaya dapat
menghambat penghancuran trombosi dalam sistem retikuloendotelial dan mengurangi
pembentukan antibodi terhadap trombosit, serta mempunyai efek stabilisasi kapiler yang dapat
mengurangi perdarahan. Dosis kortikosteroid pada ITP yaitu prednison oral: 1 4 mg/kg/hari
selama 2 3 minggu atau hingga trombosit mencapai lebih dari 20.000/uL. Bila belum sembuh
selama 3-6 bulan, maka pengobatan prednison diberikanbersama azathiophrine (imuran) 1-2
mg/kgbb. Bilabelum sembuh juga , maka dipertimbangkan tindakan splenektomi. Pada pasien
dosis kortikosteroid yang diberikan adalah metilprednisolon dengan dosis 3x 8 mg.
Pada Pemeriksaan laboratorium ditemukan adanya kelainan yaitu hitung trombosit yang
terus menurun < 20.000 rb/uL. Dengan hasil pemeriksaan trombosit tersebut ditakutkan terjadinya
perdarahan dari pasien sehingga direncanakan untuk dilakukan transfusi TC apabila terdapat
manifestasi perdarahan berat. Namun menurut literatur transfusi dari komponen trombosit kurang
bermanfaat karena tetap akan dihancurkan oleh makrofag lien.
42
BAB V
KESIMPULAN
Purpura Trombositopenia Imun (PTI) adalah suatu penyakit perdarahan yang didapat
sebagai akibat dari destruksi trombosit yang berlebihan, yang ditandai dengan trombositopenia
(<100.000/l) dan tidak ditemukan penyebab trombositopenia lainnya. PTI dibagi menjadi 2 yaitu
primer dan sekunder. Primer disebabkan karena abnomalitas autoimun (yang umumnya IgG)
terhadap glikoprotein membran trombosit. Sedangkan sekunder PTI didahului oleh penyakit atau
penyebab lain.
Dalam penegakan diagnosis PTI perlu disingkirkan kemungkinan penyebab trombositopenia
lain. Anamnesis yang lengkap termasuk onset, faktor risiko, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
laboratorium, perlu dilakukan pada setiap pasien saat kunjungan pertama kali ke sarana kesehatan.
Pemeriksaan sumsum tulang biasanya tidak rutin dilakukan pada pasien anak.
Penatalaksaan PTI diperlukan edukasi yang baik terhadap pasien untuk mengurangi risiko
perdarahan dan terapi kortikosteroid jangka pendek bermanfaat pada pasien. Terapi IgIV memang
lebih cepat untuk meningkatkan trombosit pada anak, tetapi biaya pengobatan lebih mahal dan
waktu pemberiannya lebih lama. Sedangkan Anti-D intravena penggunaannya terbatas pada pasien
dengan Rh positif. Splenektomi hanya dipertimbangkan pada kasus yang berat dan PTI kronik.
Saat ini telah mulai diteliti manfaat penggunaan rituximab sebagai alternatif terapi PTI.
43
DAFTAR PUSTAKA
1. Ugrasena, IDG. Purpura Trombositopenia Imun. Dalam: Permono B, Sutaryo, Ugrasena IDG,
Windiastuti E, Abdulsalam M, penyunting. Buku ajar hematologi-onkologi anak. Cetakan
Keempat. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2012
4. Terrell DR, Beebe LA, Vesely SK, Neas BR, Segal JB, George JN. The incidence of immune
thrombocytopenic purpura in children and adults: a critical review of published reports. Am J
Hematol. 2010 Mar 1;85(3):174-80.
5. Neunert C, Lim W, Crowther M, Cohen A, Solberg L, Crowther MA. The American Society
of Hematology 2011 evidence-based practice guideline for immune thrombocytopenia. Blood.
2011 Apr 21;117(16):4190-207.
6. DOrazio JA, Neely J, Farhoudi N. ITP in children: pathophysiology and current treatment
approaches. J Ped Hematol/Onc. 2013 Jan 1;35(1):1-3.
8. Scott JP. Platelets and blood vessel disorders. Dalam: Kliegman RM, Stanton BF, St. Geme
SW, Schor NF, Behrman RE. Nelson: textbook of pediatrics International Edition. Edisi 20.
Philadelphia: Elsevier Saunders; 2016. h. 2402-4.
10. Geddis AE, Balduini CL. Diagnosis of immune thrombocytopenic purpura in children. Current
opinion in hematology. 2007 Sep 1;14(5):520-5.
44