Anda di halaman 1dari 8

Jurnal 1:

Abstrak

Presipitasi logam berat oleh mikroba khususnya Sulfate Reducing Bacteria (SRB) melalui
pengurangan sulfat sebagai sulfid terlihat sebagai teknik yang menjanjikan untuk mengolah air
limbah yang terkontaminasi logam. Bioproses berbasis SRB lebih menarik dibanding proses kimiawi
dikarenakan lebih hemat biaya, efisiensi penyisihan tinggi serta pemulihan logam kembali bahkan
pada konsentrasi rendah di air limbah. Baik pengolahan biologis secara aktif dan pasif dianggap
sebagai pengolahan paling menjanjikan untuk berbagai jenis air limbah yang mengandung logam.
Sistem bioreaktor ini menawarkan desain yang lebih praktis, performa yang lebih mudah untuk
memahami sistem pengolahan menggunakan SRB. Hal ini cukup penting untuk mengetahui
kemampuan lebih dari sistem. Maka, dalam artikel ini, menitikberatkan pada reaktor yang berbeda
(aktif dan pasif) yang digunakan untuk mengolah limbah cair yang mengandung sulfat dan logam
berat, faktor yang mempengaruhi parameter pada proses, efek dari perbedaan donor elektron,
kelebihan dan kekurangan pada tiap reaktor akan dijabarkan.

Pendahuluan

Logam berat yang terdapat pada air limbah dengan pH rendah pada beberapa proses industri seperti
elektroplating, operasi metalurgis, finishing logam, dan industri elektronik, dll dapat memicu polusi
lingkungan dan memberikan efek negatif bagi seluruh makhluk hidup (Kieu et all., 2011). Logam
berat tak dapat didegradasi dan tidak persisten, hanya dapat diubah menjadi tidak begitu berbahaya
dan bentuk tak terlarut (Beyenal dan Lewadowki, 2004; Kieu et all., 2011). Kebanyakan industri
memperlakukan air limbah yang mengandung logam seperti Acid Mine Drainage (AMD) dengan
presipitasi oleh hidroksida atau limestone karena proses yang simpel, murah, dan mudah dikontrol,
yang, walaupun demikian, menghasilkan masalah pembuangan lumpur (sludge). Proses yang lebih
canggih seperti reverse osmosis, pertukaran ion, dan elektrodialisis dapat juga mengolah AMD dan
air limbah yang mengandung logam, namun mahal dan jarang digunakan (Fu dan Wang, 2011).

Dikarenakan kekhawatiran mengenai hal teknis dan ekonomis yang berkaitan dengan penggunaan
metode yang telah ada, proses pengolahan biologis terlihat menarik untuk penghilangan logam
berat dari air limbah (Piers et al., 2011). Terutama, presipitasi logam dibantu oleh Sulfate Reducing
Bacteria (SRB) telah ditemukan sebagai alternatif yang menarik dan menjanjikan dibandingnkan
metode psikokimia dan lainnya (Kieu et al., 2011). Kemampuan SRB untuk menghasilkan sulfida dan
kemampuan tinggi sulfida untuk bereaksi dengan kation logam dianggap sebagai alternatif yang
sangat baik untuk mengolah air limbah yang mengandung logam dan sulfat.

Dalam kondisi anaerobik dan terdapat substrat organik, sulfat direduksi dengan SRB yang memediasi
penghilangan logam (terutama tembaga (Cu), timbal (Pb), seng (Zn), kadmium (Cd), nikel (Ni), dan
besi (Fe) dengan menghasilkan presipitasi logam (Sahinkaya et al., 2011). Presipitasi logam berat
dengan presipitasi biologis menawarkan beberapa keuntungan dibandingkan presipitasi kimiawi
yang termasuk produk akhir dengan solubilitas rendah walau dalam pH rendah, volume residu
sludge yang rendah, biaya yang lebih efektif dan penyisihan yang lebih efisien bahkan dalam
konsentrasi logam yang rendah (Tsukamoto et al., 2004; Gallegos-Garcia et al., 2009). Disamping
penghilangan toksisitas logam berat dari air limbah, hal itu juga memfasilitasi perolehan kembali
sebagai sulfida logam (Bijmans et al., 2011). Walaupun potensi mikroba untuk reduksi sulfat sebagai
pengolahan air limbah yang mengandung logam berat telah ditemukan sejak tahun 1969,
pengembangan berdasarkan sistem pengolahan aktif dan pasif masih baru dan belum
dilaporkan/dipublikasikan. Maka dari itu, paper ini bertujuan untuk meninjau potensi aplikasi SRB
menggunakan berbagai tipe bioreaktir untuk mengolah air yang mengandung baik sulfat maupun
logam berat. Tinjauan ini juga berlaku untuk berbagai faktor yang mempengaruhi performa
bioreaktor sulfidogenik dan rincian reaktor yang berbeda yang digunakan untuk mengolah air
dengan kandungan logam menggunakan SRB.

Pendekatan pada penghilangan logam berat seraca biologis

Biologis artinya mengolah air dengan kandungan logam berat, contohnya, AMD, diawali dengan
potensi berbagai mikroorganisme untuk memprodksi alkalinitas dan menghilangkan logam-logam,
dengan demikian, secara efektif memutarbalikkan reaksi yang bertanggung jawab dalam
pembentukan AMD (Johnson and Halberg, 2005). Beberapa alternatif juga tersedia untuk mengolah
air limbah yang mengandung logam yang dapat dibedakan dengan mekanisme dasar biologis atau
kimiawi untuk menghilangkan logam dari air limbah (Johnson and Halberg, 2005). Proses biologis
dan kimiawi dapat dikategorikan lebih lanjut sebagai aktif (menyertakan sumber input secara
konstan agar proses terus berlangsung) atau pasof (menyertakan sumber input yang relatif sedikit
selama proses) (Johnson and Halberg, 2005).

Sistem Reaktor Sulfidogenik yang menggunakan SRB

Bioreaktor diklasifikasikan berdasarkan kapasitasnya untuk menahan mikroorganisme yang dapat


melakukan konversi kimiawi yang diinginkan (Lens et al., 2002). Gambar 1 menunjukkan daftar
pengolahan aktif dan pasif dengan tipe reaktor yang berbeda yang digunakan untuk mengolah air
limbah dengan kandungan logam yang tinggi. Bagian ini mendeskripsikan tipe-tipe reaktor yang
menggunakan SRB untuk mengolah air limbah yang mengandung logam berat.

Sistem pengolahan biologis pasif

Sistem wetland. Penggunaan sistem bangunan wetland untuk pengolahan air yang layak
kemungkinan merupakan proses yang signifikan terhadap teknologi yang ramah lingkungan (Bailey,
1976). Selama beberapa tahun, wetland telah memberikan desain ekonomis untuk memperbaiki
kualitas karakteristik AMD yang telah diolah (Huntsman et al., 1978; Wieder and Lang, 1982). Selain
itu juga, desain-desain ini telah diuji pada skala laboratorium dan digunakan untuk penyisihan
logam, radionuklida, dan sulfat pada air limbah pertambangan pada skala yang lebih besar. Sistem
wetland diklasifikasikan menjadi anaerobik dan aerobik; sistem anaerobik menggunakan SRB untuk
menangani air limbah. Mekanisme yang dilalui air limbah yang mengandung logam berat yang diolah
di sistem wetland memiliki cakupan teknik yang luas, seperti adsorpsi, filtrasi, sedimentasi,
penyerapan oleh biomasa tanaman dan presipitasi logam oleh proses geokimia. Sistem penanganan
wetland memiliki pronlem tertentu seperti ketidakefektifan kondisi musim yang tandus dan semi
tandus serta perpecahan logam dikarenakan terpaparnya sulfida logam oleh oksigen pada periode
kekeringan

Pada studi mengenai sistem wetland, Sheoran and Sheoran melaporkan 75-99% penyisihan Cd, 76%
perak, 67% penyisihan seng, dan 26% penyisihan timbal. Romero et al., melaporkan hampir 100%
penyisihan logam berat menggunakan wetland. Dengan wetland yang terletak pada rawa yang tak
permanen (marsh), mendapatkan efisiensi penyisihan logam berat 17,6% untuk seng, 23,9% untuk
kadmium, dan 10,6% untuk kuprum. Penyisihan logam berkaitan dengan penumpukan pada cabang
akar, rizoma dengan akar dan batang dengan konten paling maksimal berada pada daun, dan batang
memiliki konten logam yang paling sedikit. Diantara perbedaan pengolahan sistem pasif, wetland
dan bioreaktor kompos sejauh ini digunakan untuk pengolahan air limbah skala penuh.

Kolam Anoksik. Kolam anoksik merupakan badan air yang ditambahkan substrat organik. AMD yang
telah diolah menggunakan SRB pada kawah terbuka sebagai kolam skala besar. Pupuk cair digunakan
sebagai sumber SRB dan dan cairan yang diperas dari pakan hewan yang dikompaksi dan disimpan
pada keadaan kedap udara di silo (silage) digunakan sebagai donor elektron. Riekkola-Vanhanen dan
Mustikkamaki (1997) melaporkan bahwa penambahan pH pada air sejalan dengan aktivitas
penyisihan sulfat, yang berujung pada penutunan konsentrasi sulfat, seng, besi dan mangan serta
potensi redoks. Kekurangan kolam anoksik:

a. membutuhkan area yang luas

b. membutuhkan penyisihan sludge yang cocok

c. tidak selalu cocok untuk kondisi cuaca dingin

Injeksi substrat pada subpermukaan. Metode ini telah diuji untuk menangani air tanah yang
tercemar oleh AMD melalui peningkatan kualitas aktivitas SRB untuk peyisihan sulfat dengan
menginjeksikan atau menempatkan substrat pada sub permukaan dengan lubang bor atau
menggunakan sistem penahan permeabel yang reaktif terhadap sumber dari aliran air tanah. Canty
(1999) pada studinya dengan air limbah penambangan yang mengalir pada substrat organik yang
ditempatkan pada shaft tambang, dilaporkan efisiensi penyisihan Al, Cd, dan Zn yang tinggi
bersamaan dengan meningkatnya nilai pH. Walaupun demikian, sebagai konsekuensi dari debit
aliran yang lebih tinggi pada musim semi dan air permukaan, penurunan pH dan redisolusi dari
presipitasi logam terjadi. Pada tipe sistem ini, segala cara harus dilakukan untuk mengurangi potensi
kebocoran, peluapan dan segala bentuk lain berupa keluarnya substrat ke permukaan tanah

Infiltration beds. Struktur infiltration bed digunakan untuk pengolahan air permukaan yang
terkontaminasi oleh AMD dengan cara yang sama dengan sistem penahan reaktif yang digunakan
untuk mengolah air tanah. Sistem infiltration bed dapat dibangun sebagai channel dari area zona
tambang, sebagai efek dimana air terkontaminasi mengalir diatas material bed. Bed yang
mengandung substrat organik mendukung pertumbuhan dan aktivitas SRB. Komponen organik juga
dapat ditambahkan nutrien dan SRB untuk menambah efektivitas infiltration bed. Dengan sistem
infiltration bed, Riekkola-Vanhanen (1999) melakukan studi dan melaporkan bahwa efisiensi
penyisihan logam pada air yang mengalir melalui bed adalah Cu (94-99%) > Zn (76-97%) > Fe (85-
96%) > Mn (76-96%) > Sulfat (72-94%). Vestola (2004) menguji air permukaan yang terkontaminasi
AMD dengan Cu, Zn, Fe, Mn menggunakan infiltration bed dan melaporkan hal yg sama spt
Vanhanen. Subsurface infiltration bed tidak direkomendasikan apabila terdapat resiko signifikan
terjadi kebocoran atau banjir. Infiltration bed harus dibangun sedemikian mungkin dengan
mencegah re-dissolution dari logam yang telah terpresipitasi sebelumnya

Sistem penahan reaktif yang permeable (permeable reactive barrier systems-PRB) memiliki bagian2
substansi yang reaktif yang diposisikan tegak lurus dengan arah aliran air tanah yang tercemar. Saat
air tanah tercemar AMD memasukki bagian ini, SRB menggunakan donor elektron yang ada di
penahan untuk mengurangi sulfate dan memproduksi sulfide. Sebagai hasilnya, logam terpresipitasi
sebagai sulfide. Pilihan campuran reaktif mempengaruhi permeabilitas dan kereaktifan penahan.
Permasalahan utama dari reactive barrier adalah terkadang tergantung oleh aliran air tanah alami
(kondisi hydro-geological) untuk memindahkan polutan ke wilayah pengolahan yang mengarah ke
periode pengolahan yang lebih lama. Sebagai hasilnya, penipisan substrat dan penghambatan
barrier untuk melakukan presipitasi logam, dan masa pakai sistem dapat terpengaruhi, merupakan
kelemahan RBS.

Sistem pengolahan pasif lainnya. Awal dari bioreaktor pasif menggunakan kotoran hewan dan jamur
dikompos sebagai substrat dan menyediakan alkalinitas yang signigikan. Selanjutnya, kombinasi
serbuk kayu, limestone dan alfalfa digunakan untuk menyediakan donor elektron, alkalinitas,
konduktifitas hidrolis tinggi; substansi ini juga menyediakan sumber energi yang baik bagi bakteria

Wood Cadillac biofilter dan Cadillac molybdenite passice bioreactor merupakan dua aplikasi skala
lapangan dari sistem pengolahan pasif dimana berhasil dipasang dan dioperasikan pada lokasi
penambangan di Northern Quebec, Canada. Cadillac biofilter (50x57 dan kedalaman 1 m) dibangun
1999-2000 dengan menggunakan kulit pohon birch kuning sebagai substrat dan dioperasikan dengan
HRT 25 jam. Reaktor tersebut menyisihkan 90-95% As dan sulfat dengan kadar dibawah 250 mg/l
dan dengan pH kisaran 5,5-6,5. Cadillac molybdenite passive bioreactor dioperasikan dengan HRT
selama 5 hari menggunakan potongan kayu, limestone, jerami, dan kotoran hewan sebagai substrat.
Reaktor menunjukkan penyisihan maksimum pada logam (Cu, Al, Ni, Fe, Zn) dan sulfat kurang dari
360 mg/L. Walaupun demikian penyisihan Mn lebih sedikit menggunakan reaktor ini.

Dua reaktor anaerobik (masing2 1930 m3) dibangun di USA dengan kombinasi kompos kotoran sapi,
serbuk kayu, limestone inert dan alfalfa sebagai substrat untuk mengolah AMD yang terkontaminasi
ringan dari area penambangan lead-zinc. Reaktor tersebut mampu mempresipitasisekitar 87% Pb
dab 75% Zn. Reaktor silinder skala pilot dibangun tahun 1997 untuk mengolah air limbah
pertambangna yang terkontaminasi tembaga dengan campuran serbuk kayu, kotoran hewan,
limestone dan alfalfa. Reaktor menunjukkan penyisihan cuprum sebesar 99% selama 2 tahun bahkan
saat suhu rendah

Sistem bioreaktor dengan pengolahan aktif

Bioreaktor sulfidogenik memiliki pendekatan berbeda dalam mengolah air limbah yang
terkontaminasi oleh logam berat. Pengolahan air limbah terkontaminasi logam berat menggunakan
reduksi sulfat anaerobik tergantung pada faktor-faktor dengan cakupan luas, seperti konsentrasi
sulfat, jenis logam berat dan konsentrasinya, pH, termperatur dan sumber karbon/substrat/donor
elektron. Potensi keuntungan pada pengolahan biologis aktif adalah pengambilan kembali logam
berat secara selektif pada air limbah yang mengandung logam berat, performa dapat diprediksi dan
dikontrol, serta secara signifikan menurunkan konsentrasi sulfat. Maka aplikasi dari pengolahan aktif
pada reaktor sulfidogenik lebih dipilih dibanding pengolahan pasif. Kelemahannya, biaya
pembangunan, operasi dan perawatan dari sistem ini substansual.

Desain berbeda dari reaktor sulfidogenik digunakan untuk penyisihan sulfat secara biologis dan
penyisihan logam telah secara rinci dijelaskan pada literatur yang dituangkan pada gambar 1. Tabel 1
merangkum variasi reaktor sulfidogenik yang dikembangkan untuk mengolah air limbah
mengandung sulfat dan logam, bersama dengan air limbah yang ditargetkan, inokulum yang
digunakan, sumber karbon, HRT, dan efisiensi penyisihan sulfat dan logam. Seluruh reaktor
sulfidogenik ini telah digunakan sebagai penyisih dan pengambilan kembali logam dari skala lab
sampai skala lapangan. Kelebihan dan kekurangan dari bioreaktor sulfidogenik yang berbeda2 ini
direpresentasikan pada tabel 2. Beberapa fitur paling menonjol dari beberapa bioreaktor ini dibahas
pada bagian dibawah

Anaerobic filter reactor (AFR)

AFR dioperasikan secara horizontal, mode upflow maupun downflow. Tabel 1 menyajikan variasi tipe
AFR yang digunakan untuk mengolah air limbah yang mengandung logam berat dengan kondisi
operasional yang berbeda. Pada AFR, biofilm terbentuk dan biomassa tertahan pada material
packing dan tak tersambung pada jarak antara material packing. AFR menawarkan kelebihan berupa
tenaga yg lebih rendah, waktu retensi sludge yang lebih lama, dan pemakaian gaya gravitasi untuk
downflow. Kelemahan utama AFR yaitu penyumbatan reaktor saat presipitasi terjadi

Upflow anaerobic sludge blamket (UASB) reactor

Untuk biomass retention rate, reaktor UASB menyediakan karakteristik pengendapan sludge
granular yang lebih baik. Reaktir UASB tidak memiliki channeling untuk alirannya, tidak ada
penyumbatan dan permasalahan sludge dan tidak membutuhkan dukungan biomassa. Atas
beberapa keuntungan ini, tingkat pengolahan yang tinggi dapat diperoleh dengan reaktor UASB.
Disamping itu, reaktor ini juga memiliki keuntungan: (i) kebutuhan lahan rendah, (ii) permasalahan
bau yang minimal, (iii) mekanisme yang sederhana, (iv) kualitas sludge yang baik, (v) operasi dan
kontrol yang mudah, (vi) biaya perbaikan dan perawatan serta investasi yang rendah. Namun,
kekurangan dari reaktor UASb: tidak dapat diaplikasikan di wilayah dingin, sensitif terhadap bahan
beracun, membutuhkan tenaga kerja dengan kemampuan tinggi, periode start up yang tertunda
untuk mendapat keadaan operasi yang konstan, terutama saat lumpur aktif yang dibutuhkan tak
terpenuhi. Berbagai tipe reaktor UASB dengan kondisi operasi dan air limbah yang diolah berbeda
dapat dilihat pada tabel 1

2.2.3 Fluidized Bed Reactior (FBR)

Fluidisasi dari pembawa biomassa inert dengan air yang di resirkulasi mencegah channeling dan
penyumbatan, dan material pembawa yang terfluidisasi menghasilkan area permukaan yang lebih
untuk pembentukan biofilm. Dibanding dengan AFR, FBR menawarkan laju penyisihan sulfat yang
lebih tinggi dan area permukaan carrier yang lebih tinggi. Pada FBR, arus resycle melarutkan
konsentrasi influen yang tinggi, dikarenakan hal tersebut FBR cocok untuk mengolah air limbah yang
bersigat asam, mengandung logam, dan sulfat. Pada Downflow Fluidized Bed Reactors (DFBR), yang
lebih dikenal dengan inverse fluidized bed reactor (IFBR), material pembawa yang beratnya ringan
difluidisasi kebawah dengan aliran cairan kebawah. Material plastik yang berbusa ditemukan sebagai
substansi pembawa uang paling umum untuk DFBR. Berkenaan dengan pengambilan kembali logam
sebagai sulfida logam, DFBR merupakan perkembangan yang menjanjikan pada FBR. Menggunakan
DFBR dengan ethanil sebagai sumber karbon, Gallegos-Garcia, meneliti pengolahan air limbah
sintetis yang mengandung asam dan logam Fe, Zn, Cd, dilaporkan lebih dari 99% penyisihan ligam.
Energi yang tinggi dibutuhkan untuk fluidisasi material pembawa dan kemungkinan terbuangnya
biomassa dikarenakan gaya shear merupakan kekurangan dari FBR. Sejauh ini, beberapa tipe FBR
telah digunakan secara luas pada skala besr untuk mengolah air limbah yang terkontaminasi, seperti
yang tertera pada tabel 1.

2.2.4 Anerobic Hybrid Reactor (AHR)

Secara umum, unifikasi dari UASB dan AFR direpresentasikan oleh AHR, yang dengan demikian
mengisi substansi berada pada segmen atas dan granular sludge bed berada pada bagian bawah dari
reaktor. Pada penelitian, Steed et al, mengevaluasi kemampuan AHR, AFR, dan UASB untuk eliminasi
logam dari AMD. AHR menunjukkan efisiensi penyisihan dan konsentrasi sludge yang lebih baik.
Walau demikian, laju penyusuhan logam yang tinggi didapatkan pada reaktor UASB, itu tidak
menyediakan perbaikan kemurnian dari efluen yang diolah, dan maka dari itu, level padatan
tersuspensi masih tinggi di efluen. Dibanding dengan AFR, penyisihan sludge lebih mudah dan
permasalahan akibat penyumbatan sangat kecil pada AHR. Steed at al, melaporkan lebih dari 95%
penyisihan Fe, Mn, Zn, dan Cu menggunakan AHR dengan recyle dan asetat sebagai sumber karbon
utama.

2.2.5 Anaerobic baffled reactor (ABR)

ABR mewakili reaktor UASb dengan modifikasi kecil yaitu kapasitas retaining biomassa yang
ditingkatkan dengan mengalirkan air pada bagian berbeda. AHR dan ABR telah digunakan untuk
mengolah sulfat dan logam berat yang terkandung pada air limbah. Walau demikian, kemampuan
mereka untuk mengeliminasi logam, sulfat dan keasaman secara bersamaan tidak diteliti secara
detail. Keuntungan ABR berupa a) sludge retention time yang lebih panjang, b) tidak dibutuhkan
carrier biomassa, c) penanganan laju shock hidrolik dan laju organic loading yang baik (Tabel 2).
Tabel 1 menuliskan variasi kondisi operasi yang digunakan untuk mengolah air limbah mengandung
logam berat menggunakan ABR

2.2.6 Contionously Stirred Tank Reactor (CSTR)

Secara umum pada reaktor yang alirannya kontinu, konfigurasi reaktor mempengaruhi
SRT/HRT.Preoses loading rate secara umum diatur oleh retensi dari biomassa pada reaktor apapun.
Kapasitas maksimal biomassa atau sludge yang mampu ditahan pada reaktor sangat menguntungkan
untuk stabilitas sistem dan produksi sludge yang minimum. Maka, HRT kecil membantu mengurangi
kebutuhan volume reaktor, dan akibatnya mengurangi biaya kapital. Pada proses umumnya,
penyucian dan pembuangan biomassa aktif merupakan permasalahan utama CSTR.

2.2.7 Anaerobic contact process (ACP)

Retensi biomassa dapat ditingkatkan dengan menyediakan tempat insitu pada sistem sedimentasi
atau dengan agen flokulasi. Sistem ACP dapat melakukan separasi biomassa dari efluen dan
resirkulasi ke reaktor yang meningkatkan HRT/RT. Beberapa teknik telah diaplikasikan untuk
pengambilan kembali biomassa, seperti flokulasi, sentrifugasi, sedimentasi dan separasi
mikoorganisme secara magnetik. ACP menghasilkan retensi biomassa yang lebih baik dibandingkan
dengan CSTR, walau demikian, ACP memiliki breakdown flok dan sludge

2.2.8 Anaerobic fixed-film reactor


Fixed Film Reactor menggunakan medium untuk mendukung pertumbuhan biomassa seperti batu,
plastik, kayu, dan material padat alami atau sintetis pada permukaannya dan pada struktur
porousnya. Tipe lain dari AFR adalah reaktor down flow stationary fixed film (DSFF) dimana memiliki
rate reaktor anaeribik dengan retensi biomassa aktif. Tidak seperto sistem fixed film lainnnya, fitur
unik dari reaktor DSFF adalah desain struktur dari material packing (untuk mendukung biofilm),
mode downflow dari proses dan tak ada biomassa tersuspensi. Pendekatan downflow mengurangi
kemungkinan penyumbatan pada kolom dengan melewatkan partikel yang dapat mengendap yang
bisa saja terakumulasi dalam sistem. Gelembung udara yang mengapung pada sistem menandakan
percampuran sempurna efluen yang mencegah adanya unit agitasi ekstennal. Sistem ini
menunjukkan properti percampuran yang lebih baik dan mengurangi akumulasi inhibitor atau asam
volatil oleh counter current two phase flow . Reaktor-reaktor AFR yang ada pada literatur untuk
menangani air limbah yang mengandung logam berat ada di tabel 1.

2.2.9 Anaerobic packed bed reactor and column bioreactors

Beberapa reaktor biomassa yang tak dapat digerakkan telah dikembangkan untuk menangani air
limbah dalam skala besar berdasarkan tingkat pertumbuhan SRB. Anaerobic fixed bed atau paced
bed bioreactors telah terbukti untuk berfungsi dan efisien dalam remediasi air limbah. Walau
demikian, performa jangka panjangnya terpengaruh oleh masalah penyumbatan dan channeling.
Tabel 1 menunjukkan fitur dari reaktor untuk menangani air limbah yang berbeda

2.2.10 Gas lift reactor (GLR)

Sistem GLR melakukan pencampuran yang baik dan meningkatkan mass transfer rates. It comprises
of a riser column, a down comer column and gas is flushed from the bottom end of the riser. Variasi
kepadatan yang terbentuk akibat perbedaan tekanan pada riser dan down comer karena gas holdup
dianggap sebagai governing factor untuk laju cairan pada reaktor. GLR dapat digunakan dengan atau
tanpa substansi pembawa dan kemungkinan terjadi penurunan tekanan selama penggunaan
substrat gas. Bijmans et al menggunakan GLR untuk menangani air limbah sintetik yang mengandung
Zn dengan menggunakan karbon dioksida sebagai sumber karbon dan mendapatkan 99% penyisihan
Zn dan 90% penyisihan sulfat dari air limbah. Salah satu bioreaktor penyisih sulfat yang paling besar
untuk menyisihkan zinc adalah reaktor GLR 500 m3 dengan laju konversi 350 kg SO4/jam

2.2.11 Membrane Bioreactor (MBR)

Integrasi dari membran dalam reaktor merupakan langkah besar dalam pengembangan bioreaktor
baru. Bioreaktor dengan unit membran untuk pemisahan biomassa digunakan secara luas dengan
MBR. MBR membentuk satuan sistem suspended growth dan unit membrane filtration. Unit
membran dapat dimasukkan dalam bioreaktor (immersed MBR) atau diletakan pada aliran samping
(side stream MBR). Kebalikan dari SMBR, IMBR tidak memiliki unit recycle dan pemisahan biomassa
terjadi dalam reaktor. Secara umum, dibandingkan dengan SMBR, IMBR memiliki area membran per
unit volume yang besar secara signifikan. IMBR juga memiliki keuntungan dengan berfungsi pada
tekanan trans-membrane yang rendah dan kecepatan fluid cross flow yang rendah, akibatnya,
membutuhkan input energi yang lebih rendah dan biaya operasi yang lebih rendah. Tipe bioreaktor
membran lainnya adalah extractive membrane bioreactor (EMBR) yang digunakan untuk
menghindari kontak antara SRB dan air limbah.
Pada EMBR, air limbah yang mengandung ion logam dilewatkan diatas selektif dimana inokulum
ditumbuhkan pada sisi lain reaktor. Membran ini melewatkan h2s dari bagian kultur mikroba ke
ruang metalik air limbah dabn mempresipitasi (membentuk padatan dari cair) logam. Dikarenakan
kondisi impermeabel dari membran untuk memasukkan molekul pada aliran air limbah, mencegah
SRB untuk kontak agar tak terjadi perubahan pH, logam beracun, atau salinitasi tinggi. EMBR
digunakan untuk meneliti penyisihan Zn dari air limbah. Zink sulfida terpresipitasi pada sisi efluen
dari membran yang menghasilkan kekebalan reansfer massa h2s. Dikarenakan keadaan
impermeabel dari membran untuk mengisi molekul, sulfat tidak dapat melewati membran, dan
sebagai hasilnya, akseptor elektron harus disuplai dari sumber eksternal

2.3 Sistem pengolahan aktif dan pasif

Tabel 3 membandingkan fitur utama dari sistem pasif dan aktif untung mengolah air limbah yang
terkontaminasi logam dengan cara biologis. Pada literatur tertera jelas bahwa pengolahan pasif
menawarkan tenaga yang lebih sedikit, biaya rendah, operasional lebih mudah dan biaya perawatan
yang lebih rendah. Walau demikian, sistem pengolahan pasif memiliki kelemahan seperti kebutuhan
area yang lebih luas untuk pengolahan, kesulitan dalam pemulihan kembali logam, masalah dalam
kontrol preses dan performa yang tidak dapat diprediksi. Sebaliknya, sistem pengolahan aktif
menawarkan beberapa keuntungan yang termasuk area yang lebih sedikit untuk pengolahan,
kemudahan dalam pengambilan kembali logam, kontrol proses yang bagus dan performa yang dapat
diprediksi. Walaupun demikian, pada waktu yang lebih lama akan membutuhkan dana yang lebih
besar dan tenaga kerja untuk operasi dan perawatan.

3. Faktor yang mempengaruhi seleksi bioreaktor untuk penyisihan logam berat

Gambar 2 menandakan faktor berbeda yang mempengaruhi seleksi dan desain bioreaktor yang
sesuai yang mempengaruhi performa reaktor. Apabila tujuan utama dari bioreaktor sulfidogenik
untuk presipitasi logam sebagai sulfida logam, makanan

Anda mungkin juga menyukai