Anda di halaman 1dari 12

BAB 2

SLEEP APNEA DAN KEBIASAAN MENDENGKUR

Setiap individu menghabiskan 30% dari hidupnya dengan tidur. Sejak tahun

1970, para ahli telah meneliti konsekuensi gangguan tidur yang disebabkan pola

pernafasan abnormal yang didefinisikan sebagai gangguan pernafasan saat tidur.

Gangguan pernafasan saat tidur merupakan gangguan pernafasan abnormal secara

luas yang memiliki karakteristik berupa berhentinya nafas secara berulang selama

tidur. Walaupun gangguan ini sering terjadi pada populasi masyarakat, namun

kebanyakan tidak terdiagnosa.1,7,8

2.1. Definisi

Sleep apnea didefinisikan sebagai suatu kelainan yang memiliki karakteristik

pernafasan abnormal berupa berhentinya nafas selama tidur serta memiliki

konsekuensi rasa kantuk di siang hari dan terganggunya fungsi kognitif, termasuk

terganggunya ingatan.9 Berhentinya nafas dapat dikategorikan sebagai apnea bila

terjadi sekurangnya 10 detik.4 Keparahan sleep apnea dapat dinilai dengan index

henti nafas atau apnea-hypopnea index (AHI); ringan bila AHI berkisar 515

kali/jam, sedang bila AHI berkisar 1529 kali/ jam, dan parah bila AHI lebih dari 30

kali/jam.10

Kebiasaan mendengkur menurut Random House Dictionary of English

Language adalah bernafas selama tidur dengan suara parau yang disebabkan vibrasi

atau getaran dari palatum lunak. The International Classification of Sleep Disorder:

Universitas Sumatera Utara


Diagnostic and Coding Manual mendefinisikan kebiasaan mendengkur sebagai suara

yang keras pada saluran pernafasan atas pada saat tidur tanpa adanya apnea atau

hipoventilasi.7 Pasien dengan kebiasaan mendengkur memiliki AHI index lebih kecil

dari 5 kali/jam dan tanpa disertai rasa kantuk yang berlebihan di siang hari.2

2.2. Tipe-tipe Sleep apnea

Sleep apnea dapat diklasifikasikan atas 3 tipe yaitu sentral sleep apnea,

obstuktif sleep apnea, dan campuran sleep apnea.4,5,8,11 Namun menurut International

Classification of Sleep Disorder-2nd edition (ICSD 2), 2 kategori utama sleep apnea

adalah sentral sleep apnea dan obstruktif sleep apnea.9

2.2.1. Sentral Sleep apnea

Sentral sleep apnea merupakan kelainan yang jarang terjadi dibanding

obstruktif sleep apnea. Sentral sleep apnea didefinisikan sebagai ketiadaan aliran

udara akibat kurangnya usaha ventilasi yang disebabkan oleh reduksi impuls dari

sistem saraf pusat ke otot pernafasan.1,9 Kelainan ini terjadi pada pasien dengan

insufisiensi sistem saraf pusat yang mempengaruhi aliran keluar dari pusat pernafasan

ke diafragma dan otot-otot pernafasan lainnya. Kelainan sistem saraf yang

dihubungkan dengan sentral sleep apnea meliputi neoplasma batang otak, infark

batang otak, bulbar encephalitis, bedah spinal, cervical cordotomy, dan primary

iodopitic hypoventilation.4

Universitas Sumatera Utara


2.2.2. Obstruktif Sleep apnea

Obstruktif sleep apnea merupakan gangguan pernafasan saat tidur yang paling

sering terjadi, yang didefinisikan sebagai ketiadaan aliran udara meskipun terdapat

usaha ventilasi yang ditandai dengan adanya kontraksi otot pernafasan (diafragma).1

Kelainan ini dapat disebabkan oleh penyempitan dan penutupan saluran nafas bagian

atas saat tidur.7 Obstruktif sleep apnea sering dikaitkan dengan peningkatan

morbiditas dan mortalitas kardiovaskular. Akibat psikomotor pada obstruktif sleep

apnea adalah rasa kantuk berlebihan dan lelah pada siang hari serta kualitas tidur

yang buruk karena pasien sering terbangun saat tidur.12

Gambar 1. Obstruktif sleep apnea13

2.2.3. Campuran Sleep apnea

Campuran sleep apnea merupakan kombinasi dari sentral sleep apnea dan

obstruktif sleep apnea. Pola ini dimulai dengan setral sleep apnea yang ditandai oleh

tidak adanya aliran udara yang terdeteksi pada mulut dan hidung serta tidak adanya

Universitas Sumatera Utara


aktivitas otot pernafasan. Pola diakhiri dengan obstruktif sleep apnea yang ditandai

dengan penghentian udara pada mulut dan hidung.1,4

2.3 Patofisiologi

Pada manusia, jalur udara di daerah orofaring dan hipofaring hampir tidak

memiliki dukungan tulang yang kaku sehingga jalur udara dipertahankan tetap ada

dengan adanya fungsi otot dilator faring. Otot-otot utama tersebut adalah otot

genioglosus dan tensor palatina.1,14

Pasien dengan obstruktif sleep apnea memiliki penyempitan jalur nafas

bagian atas. Dengan adanya penyempitan jalan nafas tersebut, terjadi percepatan

aliran udara (efek Venturi). Tekanan negatif ditimbulkan tepi arus aliran udara.

Semakin cepat aliran udara, semakin besar tekanan negatif (Prinsip Bernauli). Pada

saat terbangun, tekanan negatif pada pasien obstruktif sleep apnea diambil alih oleh

peningkatan aktivitas otot genioglosus dan tensor palatina yang menjaga jalan udara

tetap ada. Selama tidur, kompensasi muskular hilang dan aktivitas otot kembali ke

level yang sama pada individu tanpa obstruktif sleep apnea. Kehilangan tonus otot

paling nyata selama fase rapid eye movement. Kombinasi penyempitan anatomi dan

kehilangan kontrol neuromuskular menyebabkan kolapsnya jalan udara dan hambatan

aliran udara.1,15

Adanya obstruksi nasal merupakan patogenesis gangguan pernafasan saat

tidur termasuk obstruktif sleep apnea. Perubahan pola pernafasan hidung menjadi

pernafasan mulut mengubah dinamika saluran pernafasan atas yang merupakan

predisposisi kolapsnya saluran pernafasan tersebut. Efek stimulasi aliran udara dari

Universitas Sumatera Utara


hidung menjadi hilang. Selain itu, hambatan nasal juga meningkatkan tekanan negatif

saat inspirasi, serta menambah kolapsnya jalur udara secara anatomis.1

Kebiasaan mendengkur disebabkan oleh vibrasi jaringan lunak faring yang

terjadi akibat resistensi oleh adanya gumpalan udara yang bergerak cepat. Tekanan

udara yang ditarik ke dalam dan resistensi menyebabkan kerasnya suara dengkuran,

sedangkan titi nada dipengaruhi oleh kelebatan dan konsistensi jaringan yang

bergetar. Tepi posterior palatum lunak, uvula dan pilar tonsil merupakan area yang

paling sering menyebabkan suara dengkuran.1

Hambatan maupun pengurangan aliran udara selama apnea menyebabkan

hipoksia dan hiperkabnia. Untuk mengatasi resistensi jalan udara selama pernafasan,

diperlukan peningkatan usaha inspirasi. Kombinasi hipoksia, hiperkabnia dan

peningkatan usaha ventilasi menyebabkan fragmentasi tidur dan terbangun. Pada saat

pasien terbangun, otot faring menjadi aktif kembali dan jalur udara terbuka. Pasien

kemudian mengadakan hiperventilasi untuk memperbaiki kekacauan gas dalam darah

lalu kembali tertidur dan siklus tersebut berulang kembali.1

2.4 Manifestasi Klinis

Manifestasi utama obstruktif sleep apnea adalah gangguan selama tidur dan

gangguan setelah terbangun. Adapun gangguan selama tidur yaitu suara dengkuran

yang keras yang menyebabkan pasangan tidur terganggu. Suara dengkuran penderita

obstruktif sleep apnea memiliki variasi makin lama makin keras yang menunjukkan

keparahan penyempitan jalan udara. Adapun gejala di siang hari yaitu rasa kantuk

yang berlebihan, pasien mudah tertidur di setiap situasi. Pasien menyangkal bahwa

Universitas Sumatera Utara


mereka mengantuk dan berkata bahwa mereka tertidur hanya pada saat duduk atau

bosan. Oleh sebab itu, pasien obstruktif sleep apnea cenderung beresiko tinggi pada

kecelakaan.6 Pasien dengan obstruktif sleep apnea mengalami peningkatan insiden

kecelakaan lalu lintas, kecelakaan kerja, hasil kerja yang buruk, depresi, perselisihan

keluarga, dan penurunan kualitas hidup.1 Keluhan lain pasien adalah sakit kepala

pada pagi hari dan mual yang merupakan akibat dari hiperkabnia, sulit

berkonsentrasi, cepat lelah serta penurunan libido.4,7

Kategori utama yang kedua terjadinya morbiditas dari sleep apnea adalah

disfungsi kardiovaskular. Hipertensi sistemik telah dilaporkan pada lebih dari 50

persen penderita dengan sleep apnea. Rata-rata terjadi kenaikan tekanan darah di pagi

hari setara dengan meningkatnya aktivitas apnea baik pada penderita obesitas

maupun tidak. Kardiak aritmia juga diasosiasikan dengan sleep apnea tipe obstruktif.

Hipoksemia, aritmia dan peningkatan tekanan darah sistemik dapat memicu ishkemia

miokardial dan mungkin infarksi miokardial. Hipertensi pulmonari, polycithemia, dan

cor pulmonale dapat dipercepat oleh hiperkabnia dan hipoksemia pada kasus

obstruktif sleep apnea yang parah. Pasien dengan gangguan pernafasan saat tidur

meningkatkan resiko stroke walaupun tanpa adanya obstruktif sleep apnea. Hasil

akhir adalah meningkatnya mortalitas dan memperpendek harapan hidup bagi

penderita obstruktif sleep apnea, khususnya bagi mereka dengan AHI > 20 kali per

jam selama tidur.1

Universitas Sumatera Utara


2.5 Diagnosa

Pemeriksaan yang diperlukan untuk menegakkan diagnosa yaitu pemeriksaan

riwayat medis pasien, pemeriksaan radiografi, fiberoptic nasopharyngoscopy dan

polisomnografi. Informasi tambahan didapat dari tes darah di laboratorium. Alat

diagnostik tambahan untuk mendiagnostik pasien sleep apnea mencakup pemeriksaan

darah rutin, serum elektrolit dan tes fungsi tiroid.1,4,6

2.5.1 Riwayat Medis

Langkah utama untuk mengevaluasi individu yang menderita sleep apnea

adalah riwayat medis yang lengkap. Pasien ditanya mengenai kebiasaan tidur, rasa

kantuk yang berlebihan di siang hari dan fatique. Penting untuk membedakan antara

rasa kantuk, fatique atau rasa lelah, yang mana dapat mengacu pada masalah medis

lainnya seperti depresi, anemia maupun gagal jantung. Suara dengkuran yang keras

dan lama, khususnya jika disertai dengan terbangunnya pasien pada malam hari serta

termegap-megap menunjukkan sleep apnea. Informasi tambahan berupa faktor resiko

seperti kenaikan berat badan, konsumsi alkohol, merokok, penggunaan obat tidur dan

sedasi. Kondisi medis predisposisi dan riwayat keluarga juga harus diperoleh dari

pasien.1

Riwayat medis dapat diperoleh dari pasangan tidur pasien karena pasien

cenderung tidak menyadari apa yang terjadi di saat tidur. Pasangan tidur mungkin

melaporkan adanya dengkuran apnea dan tidur yang tidak lelap. Lebih lanjut, anggota

keluarga dapat memberikan informasi yang berharga mengenai rasa kantuk di siang

hari.7

Universitas Sumatera Utara


2.5.2 Pemeriksaan Fisik

Setelah diperoleh riwayat medis yang lengkap, diperlukan pemeriksaan

lengkap terhadap pasien.4 Pemeriksaan fisik dapat dibagi menjadi dua yaitu

pemeriksaan umum dan pemeriksaan spesifik terhadap saluran nafas bagian atas.

Pemeriksaan umum bertujuan untuk mendeteksi faktor predisposisi terhadap penyakit

obstruktif sleep apnea seperti obesitas, hipertensi, abnormal endokrin, dan kelainan

sistemik. Obesitas, terutama penumpukan lemak pada tubuh bagian atas sering

diasosiasikan dengan keberadaan dan keparahan penyakit obstruktif sleep apnea.

Berat badan, tinggi badan dan lingkar leher dicatat dan Body Mass Index

dikalkulasi.1,2,6,10

Pemeriksaan saluran nafas bagian atas bertujuan untuk menentukan penyebab

dan lokasi penyempitan saluran nafas serta mendeteksi abnormalitas anatomi.

Pemeriksaan hidung mencakup deviasi septum nasal dan pembesaran turbin. Adanya

mikrognatia, retrognatia dan makroglosia dapat ditemukan pada pemeriksaan rongga

mulut. Retrognatia dan mikrognatia menyebabkan penempatan lidah pada daerah

posterior sehingga terjadi penyempitan jalur nafas pada faring. Keberadaan massa

tumor pada nasofaring dan hipofaring juga harus diperiksa. Pada faring, hipertrofi

adenotonsilar, palatum lunak yang panjang, dasar lidah yang besar dan mukosa faring

yang berlebihan merupakan penyebab obstruksi yang potensial. Pemeriksaan laring

mencakup selaput pita suara dan paralisa pita suara.1,4,6

Fiberoptic nasopharyngoscopy memberikan informasi yang berharga pada

pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fiberoptic nasopharyngoscopy dilakukan dengan

memasukkan alat tersebut melewati hidung dan diposisikan tepat di atas segmen.

Universitas Sumatera Utara


Pasien disuruh menarik nafas kuat-kuat pada akhir ekspirasi. Lokasi dan derajat

kolapsnya saluran nafas diperiksa. Pemeriksaan ini dilakukan saat pasien dalam

posisi duduk maupun terlentang. Penampilan saluran nafas faring dan derajat

kolapsnya dinding faring dinilai dengan Mller Manuver.1,4,16 Teknik ini

diusulkan oleh Borowiecki dan Sassin. Teknik ini mencoba menghasilkan kolapsnya

saluran nafas atas pada level retroglosal dan retropalatal, yang mirip dengan kolaps

yang terjadi sewaktu tidur. Manuver ini dilakukan dengan meminta pasien

menghasilkan inspirasi yang kuat dengan mulut dan hidung tertutup.

Gambar 2. Progresif kolaps pada level velofaring selama Mller Manuver16

Gambar 3. Progresif kolaps pada level orofaring selama Mller Manuver16

Universitas Sumatera Utara


Gambar 4. Progresif kolaps pada level retroglosal selama Mller
Manuver16

2.5.3 Pemeriksaan Radiografi

Peranan radiografi dalam menegakkan diagnosa masih kontroversial. Tujuan

utama pemeriksaan radiografi adalah untuk mengidentifikasi lokasi dan keparahan

kolapsnya saluran nafas bagian atas khususnya hipofaring. Radiografi saluran nafas

bagian atas meliputi radiografi sefalometri lateral, komputer tomografi dan magnetic

resonance imaging.1,2

Sefalometri merupakan metode yang paling sering digunakan untuk

mengevaluasi jaringan lunak dan skeletal pada kepala dan leher. Gambaran dua

dimensi ini memberikan informasi mengenai deformintas skeletal seperti retrognatia.

Keuntungan penggunaan sefalometri adalah mudah dilakukan, tidak mahal dan

pemaparan radiografi yang minimal, sedangkan keterbatasan sefalometri yaitu tidak

dapat mengevaluasi secara tiga dimensi.1,4,6,12

Posisi maksila dan mandibula dapat dievaluasi dengan berbagai metode

termasuk sudut SNA dan SNB. Pasien dengan defisiensi skeletal kebanyakan

mengalami obstruksi pada dasar lidah atau pada level palatum lunak. Rilley dkk

Universitas Sumatera Utara


menyatakan bahwa pasien obstruktif sleep apnea memiliki posisi tulang hyoid yang

lebih inferior, palatum lunak yang lebih panjang dari normal dan penyempitan dasar

lidah. 1,4,12

Komputer tomografi merupakan metode alternatif selain sefalometri yang

digunakan untuk menilai saluran nafas bagian atas secara kuantitatif. Dengan

menggunakan rekonstruksi CT secara tiga dimensi, Lowe dkk melaporkan bahwa

penderita obstruktif sleep apnea memiliki permukaan lidah yang lebih besar dan

permukaan saluran nafas yang lebih kecil.1,4

Magnetic Resonance Imaging (MRI) memberikan resolusi jaringan lunak

yang lebih tinggi, radiografi multi bidang, rekonstruksi tiga dimensi, teknik radiografi

ultrafast dan pemaparan radiografi yang minimal. MRI juga digunakan untuk

mengevaluasi efikasi bedah jaringan lunak, namun bukan untuk memprediksi hasil

bedah pasien sleep apnea.1

2.5.4 Polisomnografi

Polisomnografi merupakan alat diagnosa yang penting untuk mendiagnosa

sleep apnea, melihat keparahan sleep apnea dan menentukan kesuksesan perawatan.

Polisomnografi dilakukan di laboratorium tidur dengan memonitor tidur pasien

sepanjang malam. Total waktu tidur yang dicatat paling sedikit 4 jam. Komponen

polisomnogram adalah electroencephalogram (EEG), electrooculogram (EOG),

electromyogram (EMG) dan electrocardiogram (ECG). Tahapan dan pola tidur

ditentukan oleh gambaran EEG, EOG, dan EMG. Kardiak disritmia yang berpotensi

mematikan dapat dideteksi dengan ECG. Penurunan 5% atau lebih saturasi oksigen

Universitas Sumatera Utara


arteri dari nilai normal adalah signifikan selama episode apnea ataupun hipopnea.

Usaha respirasi dan pola pernafasan diukur dengan respiratory inductive

plethysmography ataupun dengan pengukuran perubahan tekanan intrathoraks dengan

balon kateter esofagus. Perbedaan antara sentral sleep apnea dan obstruktif sleep

apnea adalah hubungan antara aliran udara hidung dan mulut dengan pergerakan otot

respirasi abdomen dan toraks. Sentral sleep apnea terjadi jika aliran udara dan

pergerakan otot respiratori berhenti secara simultan, sedangkan obstruktif sleep apnea

terjadi jika aliran udara pada mulut dan hidung terhambat namun otot respiratori pada

toraks dan abdomen tetap bergerak tanpa berfungsi.1,4,17

Gambar 5. Polisomnografi13

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai