Anda di halaman 1dari 15

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hormon adenokortikal yang alami merupakan molekul steroid yang

diproduksi dan dilepaskan oleh kortek adrenal. Kortikosteroid digunakan untuk

mengobati kelainan adrenal. Hormon ini juga lebih sering digunakan dalam

berbaagai kelainan peradangan dan imunologik. Sekresi steroid adenokortikal

dikontrol oleh pelepasan kortikotropin hipofisis (ACTH). Sekresi hormon

aldosteron yang menahan garam terutama dipengaruhi oleh angiotensin.

Korteks adrenal melepaskan sejumlah besar steroid kedalam peredaran

darah. Steroid hormonal ini dapat digolongkan menjadi dua. Glukokortikoid,

glukokortikoid yang sangat berpengaruh terhadap metabolisme perantara dan

fungsi imun. Pada manusia glukokortikoid yang terpenting adalah kortisol.

Mineralkortikoid mempunyai aktivitas utama menahan garam. Mineralkortikoid

yang terpenting adalah aldosteron.

Secara kuantitatif, dehidroepiandosteron (DHEA) dalam bentuk

tersulfasinya (DHEAS) merupakan androgen adrenal yang utama karena

disekresikan 20mg setiap hari. Akan tetapi, DHEA dan dua androgen lain

(androstenediol dan androstenedion) adalah androgen atau estrogen yang lemah.

Androgen adrenal sebagai prekursor endogen utama untuk estrogen pada

perempuan pasca menopouse dan pada pasien muda yang mengalami gangguan

atau ketiadaan fungsi ovarium.

1
2

BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Kortikosteroid

Kelenjar adrenal mensekresi 2 hormon kortikosteroid yaitu

Glukokortikoid dan Mineralokortikoid. Kedua kortikosteroid ini lazim

disebut adrenokortikoid. Glukokortikoid utama pada manusia adalah

kortisol dan mineral kortikoid utama adalah aldosteron. Kedua

kortikosteroid ini disintesis dari kholesterol.

Perbedaan Mineralokortikoid Dengan Glukokortikoid


Perbedaan Mineralokortikoid Glukokortikoid
Senyawa Utama Aldosteron Kortisol
Efek Utama Metabolisme : Metabolisme :
Karbohidrat, Protein dan Mineral dengan
Lemak mengatur retensi Na dan
Mineral dengan mengatur Sekresi K, H
retensi Na dan K
Sekresi ACTH (Adreno Kadar mineral (Na+ &
Dipengaruhi Corticotropin Hormon) K+) volume plasma

Mekanisme Kerja kortikosteroid, seperti hormon steroid lain,

adrenokortikoid mengikat reseptor sitoplasmik intra seluler pada jaringan

target. Ikatan kompleks antara kortiko steroid dengan reseptor protein akan

masuk kedalam intisel dan diikat oleh kromatin. Ikatan reseptor protein-

kortikosteroid-kromatin mengadakan transkripsi DNA, membentuk mRNA

dan mRNA merangsang sintesis protein spesifik.


3

2.2 Mineralokortikoid

Mineralokortikoid yang terpenting pada manusia adalah aldosteron,

namun sejumlah kecil deoksikortison (DOC) juga dibentuk dan dilepaskan.

Walaupun jumlah ini tidak bermakna. DOC dahulu mempunyai beberapa

kepentingan terapeutik. Kerja efek dan metabolismenya secara kualitatif.

Efek mineralokortikoid mengatur metabolisme mineral dan air.

Mineralokortikoid membantu kontrol volume cairan tubuh dan konsentrasi

elektrolit (terutama Na dan K), dengan jalan meningkatkan reabsorbsi Na+,

meningkatkan ekskresi K+ dan H+. Efek ini diatur oleh aldosteron (pada

kelenjar adenal) yang bekerja pada tubulus ginjal, menyebabkan reabsorbsi

natrium, bikarbonat dan air. Sebaliknya, aldosteron menurunkan reabsorsi

kalium, yang kemudian hilang melalui urine. Peningkatan kadar aldosteron

karena pemberian dosis tinggi mineralokortikoid dapat menyebabkan

alkalosis (pH darah alkalis) dan hipokalemia, sedangkan retensi natrium dan

air menyebabkan peningkatan volume darah dan tekanan darah.

2.2.1 Aldosteron

Aldosteron terutama disintesis didalam zona glomerulosa kortek adrenal.

a. Farmakodinamik

Aldosteron dan steroid lain dengan sifat mineralokortikoid

meningkatkan reabsorbsi natrium dari pars distalis tubulus contortus

distalis dan dari tubulus kontigentes di korteks, yang dikoping secara

longgar dengan sekresi ion kalium dan hidrogen. Reabsorbsi natrium ke

kelenjar keringat, kelenjar liur, mukosa saluran cerna dan di sepanjang


4

membran sel semua meningkat. Kadar aldosteron yang berlebihan akibat

tumor atau overdosis mineralokortikoid menyebabkan hipokalemia,

alkalosis metabolik, peningkatan volume plasma dan hipertensi.

Mineralokortikoid bekerja dengan mengikat reseptor

mineralokortikoid pada sitoplasma sel target terutama sel prinsipal

tubulus contortus distalis dan tubulus koligentes. Reseptor ini

mempunyai afinitas yang sama untuk kortisol, yang terdapat pada

konsentrasi yang tinggi pada cairan ekstraseluler. Spesifitas

mineralokortikoid disebabkan oleh sebagian adanya hidroksisteroid

dehidrogenase tipe 2, yang mengubah kortisol menjadi kortison. Kortison

mempunya afinitas yang rendah untuk reseptor ini dan tidak aktif sebagi

mineralokortikoid atau glukokortikoid. Efek utama aktifitas reseptor

aldosteron adalah peningkatan ekskresi Na+ / K+ ATPase dan kanal

natrium epitel (ENaC)

b. Farmakokinetik

Aldosteron disekresikan pada kecepatan 100-200 mcg/hari pada

individu normal dengan diet asupan garam sedang. Kadar plasma pada

laki-laki (istirahat) 0,007 mcg/dL. Waktu paruh aldosteron 15-20 menit

dan tidak terikat kuat pada protein serum.

Metabolisme aldosteron serupa dengan kortisol sekitar 50 mcg/24

jam, dijumpai di urin sebagai tetrahidroaldosteron. Terkonjugasi sekitar

5-15 mcg/24 jam di ekskresikan dalam bentuk bebas.


5

2.2.2 Deoksikortison

a. Farmakodinamik

Deoksikortison berperan sebagai prekursor aldosteron.

Pengendalian sekresinya berbeda denga aldosteron, sekresi DOC

dikendalikan terutama oleh ACTH, meskipun respon terhadap ACTH

ditingkatkan oleh restriksi diet natrium. Diet rendah garam tidak

meningkatkan sekresi DOC. Sekresi DOC meningkat nyata pada kondii

abnormal seperti karsinoma adrenokortikal dan hiperplasia

adenokongenital.

b. Farmakodinamik

Normalnya DOC disekresikan dalam jumlah 200 mcg/hari, waktu

paruhnya dalam sirkulasi manusia sekitar 70 menit. Perkiraan awal

kadarnya 0,03 mcg/dL.

2.2.3 Fludrokortison

Fludrokortison merupakan steroid kuat dan mineralokortikoid yang

sering digunakan. Dosis 0,1 mg dua sampai tujuh hari dalam seminggu

mempunyai aktivitas retensi garam yang kuat dan digunakan sebagai terapi

insufisiensi adrenokorteks yang menyebabkan defisiensi mineralkortikoid.

2.2.4 Antagonis Mineralokortikoid

a. Spironolakton

Sprionolakton merupakan suatu 7-asetiltiospironolakton, efek

kerjanya lambat tapi awitan kerja berkelanjutan selama 2-3 hari setelah

obat dihentikan. Sprironolakton digunakan untuk terapi aldosteronisme


6

primer dengan dosis 50-100 mg/hari. Obat ini juga digunakan pada

penderita yang akan di operasi, hal ini berguna untuk mengurangi insiden

aritmia jantung dengan dosis 300-400mg/hari selama dua minggu.

Spironolakton juga merupakan antagonis androgen sehingga

digunakan untuk terapi hirsutisme pada kaum perempuan. Dosis 50-

200mg/hari dapat menyebabkan penurunan densitas, diameter dan laju

pertumbuhan rambut di muka pada penderita hirsutisme idiopatik atau

sekunder akibat kelebihan androgen. Efek ini mula terlihat dalam waktu

dua bulan dan maksimal dalam waktu enam bulan. Efek samping

spironolakton meliputi hiperkalemia, kelainan menstruasi, ginekomastia,

sedasi, nyeri kepala, gangguan saluran perncernaan.

b. Eplerenon

Eplerenon merupakan antagonis reseptor aldosteron yang lebih

selektif, dosis standar pada hipertensi 50-100 mg/hari dengan efek

samping hiperkalemia yang ringan.

c. Drospienon

Drospienon merupakan suatu progestin dalam kontrasepsi oral dan

mempunyai efek mengantagonis aldosteron.

2.3 Glukokortikoid

Cortisol merupakan glukokortikoid manusia yang utama . Normalnya

produksi berlangsung diurnal dengan puncak pada pagi dini hari yang

diikuti penurunan dan kemudian puncak sekunder yang lebih kecil pada

petang hari. Faktor faktor seperti stres dan kadar steroid sirkulasi,
7

mempengaruhi sekresi. Efek kortisol banyak dan beragam. Secara umum

semua glukokortikoid:

1. Memicu metabolisme perantara yang normal

Glukokortikoid membantu glukoneogenesis melalui peningkatan

ambilan asam amino oleh hepar dan ginjal, begitu pula melalui

peningkatan aktivitas enzim glukoneogenik. Hormon ini merangsang

katabolisme protein (kecuali dalam hepar) dan lipolisis sehingga

menciptakan bahan pembangunan dan energi yang diperlukan untuk

mensintesis glukosa.

2. Peningkatan resistensi terhadap stres

Dengan meningkatkan kadar glukosa plasma, glukokortikoid

menyediakan energi yang dibutuhkan tubuh melawan stres yang

disebabkan oleh trauma, infeksi, ketakutan, perdarahan, atau penyakit

yang melemahkan. Glukokortikoid dapat menyebabkan peningkatan

sedang tekanan darah melalui peningkatan kerja vasokonstriktor stimulus

adrenergik pada pembuluh darah kecil.

3. Mengubah kadar sel sel darah dalam plasma

Glukokortikoid menyebabkan penurunan eosinofil, basofil,

monosit, dan limfosit dengan cara mendistribusi ulang sel sel darah

tersebut dari sirkulasi menuju jaringan limfoid. Kebalikan dari efek ini

hormon ini meningkatkan kadar hemoglobin, eritrosit, trombosit, dan

leokosit polimorfonuklear darah.


8

4. Memiliki kerja antiperadangan

Sifat terapeutik terpenting glukokortikoid adalah kemampuan

hormon ini menurunkan respon peradangan secara dramatis dengan

menekan imunitas. Mekanisme pasti bersifat kompleks dan belum

sepenuhnya dipahami.Namun, penurunan dan penghambatan limfosit

perifer dan makrofag diketahui memiliki peran. Penghambatan tak

langsung fosfolipase A2 yang menghambat pelepasan arachidonic acid-

prekursor prostaglandin dan leukotrien-dari fosfolipid terkait-membran,

juga terlibat. Sintesis siklooksigenase-2 pada sel-sel peradangan

direduksi lebih lanjut, menurunkan availibilitas prostaglandin.Selain itu,

gangguan terhadap degranulasi sel mast mengakibatkan penurunan

histamin dan permeabilitas kapiler.

5. Mempengaruhi komponen lain sistem endokrin

Penghambatan umpan balik produksi carticotropin oleh

peningkatan glukokortikoid menyebabkan penghambatan sintesis

glukokortikoid lebih lanjut, begitu pula produksi thyroid stimulating

hormon lebih lanjut. Sebaliknya, produksi hormon pertumbuhan

meningkat.

6. Mempunyai efek pada sistem lain

Kadar kortisol yang adekuat penting untuk filtrasi glomerulus yang

normal. Namun, efek kortikosteroid pada sistem lain paling sering

diakibatkan oleh efek samping hormon tersebut. Glukokortikoid dosis

tinggi mengakibatkan peningkatan asam lambung dan produksi pepsin,


9

serta dapat mengekserbasi ulkus. Efek pada sistem saraf pusat yang

mempengaruhi status mental telah teridentifikasi. Terapi glukokortikoid

kronis dapat menyebabkan kehilangan massa tulang yang parah. Miopati

menyebabkan pasien mengeluhkan kelemahan.

2.3.1 Antagonis Glukokortikoid

a. Metirapon

Metirapon merupakan penghambat sintesis steroid yang relatif

selektif. Metirapon menghambat 11-hidroksilasi, sehingga mengganggu

sintesis kortisol dan kortikosteron. Pada kondisi dengan kelenjar hipofisis

yang normal, terdapat peningkatan kompensatorik dalam pelepasan

ACTH dari hipofisis dan sekresi 11-deoksikortisol. Respons ini menjadi

ukuran kapasitas hipofisis anterior untuk memproduksi ACTH dan telah

digunakan untuk penggunaan klinis sebagai suatu uji diagnostik. Obat ini

menimbulkan rasa pusing transien dan gangguan saluran cerna. Agen ini

tidak digunakan secara luas untuk terapi sindrom Cushing. Akan tetapi,

pada dosis 0,25 g dua kali sehari hingga 1 g empat kali sehari, metirapon

dapat menurunkan produksi kortisol hingga kadar normal pada beberapa

penderita dengan sindrom Cushing endogen.

Obat ini bermanfaat dalam tatalaksana manifestasi berat kelebihan

kortisol sembari penyebab kelainan ini dicari atau diberikan bersama

terapi radiasi atau bedah. Metirapon paling sering digunakan dalam

berbagai tes fungsi adrenal. Kadar 11-deoksikortisol dalam darah dan

ekskresi 17-hidroksikortikoid di urine diukur pra dan pasca pemberian


10

senyawa ini. Normalnya terjadi peningkatan ekskresi 17-

hidroksikortikoid di urine sebesar dua kali lipat atau lebih. Dosis 300-500

mg tiap 4 jam untuk enam dosis sering digunakan dan pengumpulan

urine dilakukan pada hari sebelum dan sehari sesudah pengobatan.

b. Aminoglutetimid

Aminoglutetimid menyekat konversi kolesterol menjadi

pregnenolon dan menyebabkan pengurangan dalam sintesis semua

steroid yang aktif secara hormonal. Obat ini telah digunakan bersama

dengan deksametason atau hidrokortison untuk mengurangi dan

mengeliminasi produksi estrogen pada penderita karsinoma payudara.

Pada dosis 1 g/hari, obat ini dapat ditoleransi dengan baik, akan tetapi

dengan dosis yang lebih besar, letargi dan ruam kulit merupakan efek

yang sering dijumpai.

Penggunaan aminoglutetimid pada penderita kanker payudara saat

ini telah digantikan oleh penggunaan tamoxifen atau golongan obat

lainnya, yaitu penghambat aromatase. Obat ini dapat digunakan bersama

dengan metirapon atau ketokonazol untuk mengurangi sekresi steroid

pada sindrom Cushing yang disebabkan oleh kanker adrenokortikal yang

tidak berespon terhadap mitotan. Aminoglutetimid juga meningkatkan

bersihan beberapa steroid. Obat ini terlah terbukti meningkatkan

metabolisme deksametason, mengurangi waktu paruhnya dari 4-5 jam

mencapai 2 jam.
11

c. Ketokonazol

Ketokonazol, suatu anti jamur turunan imidazol, adalah

penghambat sintetis steroid adrenal dan gonadal yang kuat dan

cenderung tidak selektif. Senyawa ini menghambat pemecahan rantai

sampai kolesterol, enzim P450c17, C17-20-liase, 3-hidroksisteroid

dehidrogenase dan P450c11 yang diperlukan untuk sintesis hormon

steroid. Sensitivitas enzim P450 terhadap senyawa ini pada jaringan

mamalia jauh lebih rendah daripada yang diperlukan untuk mengobati

infeksi jamur sehingga efek penghambatannya pada biosintesis steroid

hanya terlihat pada dosis tinggi. Ketokonazol telah digunakan untuk

terapi penderita sindrom Cushing karena berbagai sebab. Dosis 200-1200

mg/hari menyebabkan penurunan kadar hormon dan perbaikan klinis

yang mengesankan. Obat ini bersifat hepatotoksik dan sebaiknya dimulai

pada 200 mg/hari dan perlahan ditingkatkan sebesar 200 mg/hari tiap 2-3

hari hingga mencapai dosis harian total sebesar 1000 mg.

d. Mifepriston (RU 486)

Pada awal tahun 1980 dengan dikembangkannya 19-nonsteroid

yang disubstitusikan 11-aminofenilyang disebut RU 486, kemudian

disebut mifepriston. Senyawa ini memiliki aktivitas antiprogestin yang

kuat dan awalnya diajukan sebagai agen kontraseptif-kontragenstif.

Mifepriston dosis-tinggi menghasilkan aktivitas antiglukokortikoid

dengan menyekat reseptor glukokortikoid karena mifepriston terikat pada

reseptor tersebut dengan afinitas yang tinggi, menyebabkan stabilisasi


12

kompleks reseptor Hsp-glukokortikoid dan inhibisi disosiasi reseptor

glukokortikoid yang mengikat RU 486 dari protein capherone HSp dan

perubahan interaksi reseptor glukokortikoid dengan kolegulator,

mendukung pembentukan kompleks yang secara transkripsional tidak

aktif dalam inti sel. Hasilnya adalah inhibisi aktivasi reseptor

glukokortikoid.

Waktu paruh rerata mifepriston adalah 20 jam. Waktu ini lebih

lama daripada kebanyakan agonis glukokortikoid alamiah dan sintetik

(deksametason memiliki waktu paruh 4-5 jam). Kurang dari 1% dosis

harian obat ini diekskresi dalam urine, menandakan kecilnya peranan

ginjal dalam membersihkan senyawa ini. Pada manusia, mifepriston

menimbulkan resistensi glukokortikoid umum. Ketika diberikan per oral

pada beberapa penderita sindrom Cushing akibat produksi ACTH ektopik

atau karsinoma adrenal, mifepriston mampu memulihkan fenotip

cushingoid, menghilangkan intoleransi karbohidrat, menormalkan

tekanan darah dan mengoreksi supresi tiroid dan hormon gonad.

e. Mitotan

Mitotan bersifat adrenolitik pada anjing dan sedikit bersifat

demikian pada manusia. Obat ini diberikan per oral dalam dosis terbagi

hingga 12 mg per hari. Sekitar sepertiga penderita karsinoma adrenal

menunjukkan penururan massa tumor. Pada 80% penderita, efek

toksiknya cukup berat sehingga memerlukan pengurangan dosis. Efek

toksik ini meliputi diare, mual, muntah, depresi, somnolen, dan ruam
13

kulit. Obat ini telah ditarik dari peredaran di pasaran AS tapi tersedia

pada keadaan-keadaan tertentu.

f. Trilostan

Trilostan adalah penghambat 3-17hidroksisteroid dihidrogenase

yang mengganggu sintesis hormon adrenal dan gonad serta serupa

dengan aminoglutetimid. Efek sampingnya terutama terjadi di saluran

cerna, efek samping terjadi pada sekitar 50% penderita yang

menggunakan salah satu dari kedua obat ini. Tidak ada resistensi-silang

atau lintas-silang efek samping antara kedua senyawa ini.


14

BAB III
KESIMPULAN

Hormon adenokortikal yang alami merupakan molekul steroid yang

diproduksi dan dilepaskan oleh kortek adrenal. Kortikosteroid digunakan untuk

mengobati kelainan adrenal. Korteks adrenal melepaskan sejumlah besar steroid

kedalam peredaran darah. Steroid hormonal ini dapat digolongkan menjadi dua.

Glukokortikoid, glukokortikoid yang sangat berpengaruh terhadap metabolisme

perantara dan fungsi imun. Pada manusia glukokortikoid yang terpenting adalah

kortisol. Mineralkortikoid mempunyai aktivitas utama menahan garam.

Mineralkortikoid yang terpenting adalah aldosteron.


15

DAFTAR PUSTAKA

1. Katzung, Bertram G. Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi 10. Jakarta. EGC,

2010

2. Richard A, Harvey, Pamela C, Champe. Farmakologi Ulasan Bergambar.

Edisi 4. Jakarta. EGC, 2013

3. Kasan, Umar; Hormon Kortikosteroid; Penerbit Hipokrates; Jakarta; 1997

Anda mungkin juga menyukai