Pendamping :
Objektif Presentasi
Deskripsi Pasien Laki-laki, usia 47 tahun, dirujuk dengan PPOK dari PKM ke RS LS.
Tujuan Mengetahui jenis pelanggaran etik dan disiplin kedokteran beserta sanksinya
Bahan Tinjauan
Riset Kasus Audit
Bahasan Pustaka
Cara
Diskusi Presentasi dan Diskusi E-mail Pos
Membahas
Terdaftar sejak : 1
Nama RS : RSUD LS Telp :
September 2017
Data Utama untuk Bahan Diskusi : Pasien laki-laki usia 47 tahun datang diantar keluarga dengan
kendaraan pribadi dan membawa rujukan dari HC didiagnosis PPOK. Pasien tiba di IGD dalam
keadaan kesadaran apatis, nafas cepat dan dangkal, akral dingin, nadi teraba cepat dan halus, dan
tekanan darah 80/pulse. Belum terpasang IV line.
Hasil Pembelajaran :
2. Mengetahui dan memahami hal-hal yang harus diperhatikan dalam merujuk pasien kritis.
Daftar Pustaka:
1. Manurung,Daulat.2006.Gagal Jantung Akut, Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta:
Pusat Penerbita Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.
Ilustrasi Kasus
Pasien datang dengan keluhan sesak napas sejak 4 Jam SMRS. Pasien telah dibawa ke
PKM 1 Jam SMRS, pasien didagnosis dengan PPOK dan mendapatkan terapi Salbutamol
4 mg, Aminofilin 1 tablet, dan Ambroxol 1 tablet. Kemudian pasien dianjurkan untuk
dirujuk ke RSUD Lubuk Sikaping. Berdasarkan keterangan keluarga mereka telah
menunggu untuk dirujuk dengan menggunakan ambulan, akhirnya pasien berangkat
dengan mobil pribadi tanpa terpasang IV line dan oksigen dan tidak didampingi oleh
tenaga kesehatan.
Anamnesis :
Tampak semakin sesak sejak 4 jam SMRS.
Sesak berhubungan dengan aktivitas, riwayat pasien sesak saat beraktivitas
berat ada, sejak 1 bulan ini pasien sesak dengan aktivitas ringan seperti berjalan
di rumah, pasien tidur dengan bantal yang tinggi.
Pasien bertambah sesak sejak 4 jam SMRS. Pasien tampak gelisah dan
berkeringat dingin sejak 1 jam SMRS.
Keluhan sesak yang berhubungan dengan cuaca,makanan, dan debu disangkal.
Batuk berdahak sejak 1 minggu SMRS.
Demam + sejak 1 minggu yang lalu.
BAB dalam batas normal terakhir 24 jam yll.
BAK tidak ada sejak 2 jam yang lalu.
Riwayak batuk-batuk lama +, pasien telah mendapat obat OAT selama 6 bulan,
dan dinyatakan sembuh oleh BP4 Lubuk Alung pada 1 tahun yang lalu.
Merokok + sebanyak 20 batang sehari sejak 30 tahun yang lalu.
Riwayat TD tinggi disangkal.
Riwayat kontrol dengan keluhan gangguan jantung sebelumnya disangkal.
Riwayat keluarga : ayah pasien menderita hipertensi.
Objektif :
a. Vital sign
KU : sakit berat
Kesadaran : apatis
Tekanan Darah : 80/pulse
Frekuensi nadi : teraba halus dan cepat
Frekuensi nafas : 48 x /menit cepat, dangkal, dan tidak teratur.
Suhu : 35,5 0C
Berat badan : estimasi 50 kg.
Tinggi badan : estimasi 160 cm
sianosis(-), pucat(-), ikterik(-)
b. Pemeriksaan sistemik
Kulit : Teraba dingin, pucat, tidak ikterik, tidak sianosis.
Kepala : Bentuk normal, rambut hitam, tidak mudah dicabut.
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor, diameter
4 mm, refleks cahaya +/+ Normal.
THT : Tidak ada kelainan.
Mulut : Mukosa mulut dan bibir basah.
Leher : JVP 5+4 mmH20
KGB : Tidak teraba pembesaran KGB pada leher, axilla, dan inguinal.
Thoraks :
Jantung : Ictus teraba 2 jari lateral LMCS RIC 6. Tidak kuat angkat ,
Irama Reguler, bising HR 115 x/menit.
Perkusi tidak dilakukan.
Abdomen
Inspeksi : tidak membuncit.
Palpasi : distensi (-), hepar dan lien tidak teraba.
Perkusi : timpani.
Auskultasi : bising usus (+) Normal.
Punggung : Tidak ada kelainan.
Alat kelamin : Tidak ada kelainan.
Ekstremitas :
Edema +/+, akral dingin, CRT > 2
c. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium :
Hb : 13,3 gr/dl
Leukosit : 15.300/mm3
Trombosit : 180.000/mm3
Ht : 38,9 %
GDR : 113 mg/dl
Kesan : Leukositosis
Diagnosis
Syok Kardiogenik ec CHF fungsional class III dan IV + susp Bronkopneumoni DD/TB
Relaps
Assessment (Penalaran Klinis )
Telah dirawat pasien laki-laki usia 47 tahun dengan diagnosis syok kardiogenik.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pasien datang dengan
keadaan kesadaran apatis, nafas sesak 48 kali/permenit irama nafas tidak teratur, nadi teraba
halus, TD 80/pulse, JVP 5+4 mmH2O, ictus jantung teraba di 2 jari lateral LMCS RIC 6,
rhonki di basal paru, ettermitas edema, akral dingin perfusi lambat.
Kondisi syok kardiogenik merupakan kondisi yang kritis. Pasien perlu diberikan penangan
yang cepat dan tepat. Apabila tidak tertangani dengan cepat makan proses syok akan berlanjut
dan menimbulkan kondisi yang irrevesibel dan mengancam nyawa pasien.
Penatalaksanaan Syok Kardiogenik.
Pada HC yang tidak mempunyai layanan yang memadai perlu dipertimbangkan untuk
melakukan rujukan. Undang Undang Republik Indonesia, Nomor 29 tahun 2004 pasal 51
huruf b menyatakan: Dokter dan dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran
mempunyai kewajiban merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai
keahlian atau kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu
pemeriksaan atau pengobatan. Sementara itu pada kode etik kedokteran Indonesia
disebutkan Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan
keterampilannya untuk kepentingan pasien. Dalam hal ini jika ia tidak mampu melakukan
suatu pemeriksaan dan pengobatan, maka atas persetujuan pasien, ia wajib merujuk pasien
kepada dokter yang mempunyai keahlian dalam penyakit tersebut.
Prinsip rujuk transpor pasien kritis antar layanan kesehatan adalah pemindahan pasien
bila keuntungan jauh lebih banyak dibandingkan resiko selama transpor. Stabilisasi pasien
selama proses transport sangat bergantung pada keterampilan tim medis dan peralatan
penunjang. Dokter yang merujuk bertanggung jawab terhadap stabilisasi pasien sebelum
rujukan sampai di Sarana Kesehatan yang dituju.
Tatalaksana rujukan pasien kritis antar sarana kesehatan memiliki beberapa peraturan,
tata cara dan hukum yang mengatur sistem rujukan antar sarana kesehatan. Secara umum
merujuk pasien harus berdasarkan alasan logis, keterbatasan sarana penunjang atau perlu tim
medis dengan keahlian tinggi, bukan karena masalah finansial. Inform-consent tentang
keuntungan rujuk transport serta resiko selama transpor harus disampaikan. Bila tidak
mungkin melakukan inform-consent maka semua kondisi klinis yang menjadi alasan untuk
merujuk harus tertera dengan jelas pada rekam medis pasien.
1. Beneficence
Dalam arti prinsip bahwa seorang dokter berbuat baik, menghormati martabat
manusia, dokter tersebut juga harus mengusahakan agar pasiennya dirawat dalam
keadaan kesehatan. Dalam suatu prinsip ini dikatakan bahwa perlunya perlakuan
yang terbaik bagi pasien. Beneficence membawa arti menyediakan kemudahan
dan kesenangan kepada pasien mengambil langkah positif untuk
memaksimalisasi akibat baik daripada hal yang buruk. Ciri-ciri prinsip ini, yaitu:
Mengutamakan Alturisme
Memandang pasien atau keluarga bukanlah suatu tindakan tidak hanya
menguntungkan seorang dokter
Mengusahakan agar kebaikan atau manfaatnya lebih banyak dibandingkan
dengan suatu keburukannya
Menjamin kehidupan baik-minimal manusia
Memaksimalisasi hak-hak pasien secara keseluruhan
Meenerapkan Golden Rule Principle, yaitu melakukan hal yang baik seperti yang
orang lain inginkan
Memberi suatu resep
2. Non-maleficence
3. Justice
Keadilan (Justice) adalah suatu prinsip dimana seorang dokter memperlakukan
sama rata dan adil terhadap untuk kebahagiaan dan kenyamanan pasien tersebut.
Perbedaan tingkat ekonomi, pandangan politik, agama, kebangsaan, perbedaan
kedudukan sosial, kebangsaan, dan kewarganegaraan tidak dapat mengubah sikap
dokter terhadap pasiennya. Justice mempunyai ciri-ciri :
4. Autonomy
Dalam prinsip ini seorang dokter menghormati martabat manusia. Setiap individu
harus diperlakukan sebagai manusia yang mempunyai hak menentukan nasib diri
sendiri. Dalam hal ini pasien diberi hak untuk berfikir secara logis dan membuat
keputusan sendiri. Autonomy bermaksud menghendaki, menyetujui,
membenarkan, membela, dan membiarkan pasien demi dirinya sendiri.
Autonomy mempunyai ciri-ciri:
Keempat prinsip ini bersifat prima facie, berarti: Suatu prinsip yang mengikat,
kecuali apabila prinsip tersebut mempunyai konflik dengan prinsip lain. Apabila
terdapat konflik, kita harus memilih di antara keduanya.
Di Indonesia, kode etik kedokteran berlandaskan pada etik dan norma-norma yang
mengatur hubungan antar manusia, yang asas-asasnya terdapat dalam falsafah Pancasila sebagai
landasan idiil dan UUD 1945 sebagai landasan strukturil. Untuk itu, perhimpunan profesi Ikatan
Dokter Indonesia (IDI), maupun secara fungsional terikat dalam organisasi pelayanan, pendidikan,
dan penelitian telah menerima Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI), yang dirumuskan dalam
pasal-pasal sebagai berikut :
Plan
Diagnosis Klinis :
Syok Kardiogenik ec CHF fungsional class III-IV + susp Bronkopnuemoni DD/ TB Relaps
Tatalaksana :
- IV line 2 Jalur.
Mulai dari 5 tetes, naikkan tiap 15 menit bila TD < 100 mmHg, maximal
20 tetes permenit. Jika TD 100 mmHg pertahankan tetesan.
- Ranitidin 2x25 mg IV
- Spironolacton 1x25 mg
- Apabila setelah dua line terapi dobujek dan dopamin TD 100 mmHg
tidak tercapai, aff Dobujek dan Dopamin.
Mulai terapi dengan 1 Amp Raivas dilarutkan dalam 50 cc NaCL
menggunakan syring pump. Mulai dengan kecepatan 0,4 ml/jam, naikkan
tiap 15 menit jika TD < 100 mmHG sampai kecepatan maximal 4 ml/Jam.
Pendidikan :
Mengetahui tanda-tanda pasien dalam keadaan gawat ( dalam hal ini Syok
Kardiogenik).
Hendaknya tenaga kesehatan mengetahui tatacara indikasi dan persiapan dalam rujuk-
transpor pasien kritis antar sarana kesehatan.
Konsultasi : penatalaksanaan pasien telah sesuai berdasarkan konsul dengan dokter spesialis
penyakit dalam.