Anda di halaman 1dari 15

A.

KONSEP MEDIS

1. Defenisi

Gagal napas (respiratory failure) timbul ketika pertukaran oksigen

dengan karbondioksida pada paru-paru tidak dapat mengimbangi laju

konsumsi oksigen dan produksi karbondioksida pada tubuh. Akibatnya

adalah tekanan oksigen arterial menjadi kurang dari 50 mmHg

(hipoksemia) dan tekanan karbondioksida arterial menjadi lebih dari 45

mmHg (hiperkapnia). (Somantri, 2007)

Gagal nafas merupakan kondisi ketidakmampuan sistem respirasi

untuk memasuk oksigen yang cukup dan membuang karbodioksida, yang

disebakan oleh kelainan sistem pernafasan dan sistem lainnya, termasuk

gangguan sistem saraf. (Bakhtiar, 2013)

Gagal napas merupakan kegagalan system respirasi dalam pertukaran

gas O2 dan CO2 serta masih menjadi masalah dalam penatalaksanaan

medis. Secara praktis, gagal napas didefinisikan sebagai PaO2 < 60 mmHg

atau PaCO > 50 mmHg. (Anna, 2013)

Gagal napas merupakan kegagalan sistem respirasi dalam pertukaran

gas O2 dan CO2 serta masih menjadi masalah dalam penatalaksanaan

medis. Secara praktis, gagal napas didefinisikan sebagai PaO2 < 60 mmHg

atau PaCO2 > 50 mmHg. (Suradi, 2009)

2. Etiologi

Pada umumnya, gagal nafas disebabkan oleh gangguan paru primer,

termasuk pneumonia, bronkiolitis, asma serangan akut, sumbatan benda


asing, dan sindrom croup. Penyebab di luar paru dapat berupa gangguan

ventilasi akibat kelainan sistem saraf, misalnya Sindrom Guillain Barre,

Miastenia Gravis. (Bakhtiar, 2013)

Sedangkan menurut Anna (2013), Gagal napas akut dapat digolongkan

menjadi dua yaitu gagal napas akut hipoksemia (gagal napas tipe I) dan

gagal napas akut hiperkapnia (gagal napas tipe II). Gagal napas tipe I

dihubungkan dengan defek primer pada oksigenasi sedangkan gagal napas

tipe II dihubungkan dengan defek primer ventilasi. Penyebab gagal napas

tipe I secara umum dapat disebabkan oleh penyakit paru obstruktif kronik

(PPOK), pneumonia, edema paru, fibrosis paru, asma, pneumotoraks,

bronkiektasis, ARDS dan emboli paru. Penyebab gagal napas tipe II

diantaranya adalah PPOK, asma berat, edema paru dan ARDS.

Menurut Somantri (2007), penyakit dan kondisi yang dapat menyebabkan

gagal ventilasi antara lain :

1. Kelainan yang merusak otot respiratori

a. Gangguan neuromuscular, seperti : multiple sclerosis, myasthenia

gravis, dan Sindrom Guillain-Barre atau poliomyelitis.

b. Cedera tulang belakang (spinal cord injury) memengaruhi saraf

yang mempersarafi otot interkostal.

2. Lesi system saraf pusat atau infeksi yang dapat merusak pusat

mekanisme respirasi di otak, seperti : cerebral vascular accident

(CVA, stroke), cerebral edema, peningkatan tekanan intracranial, dan

meningitis.
3. Overdosis obat, seperti : analgesic opioid dan sedative, yang dapat

menimbulkan hiperventilasi.

4. Lain-lain : seperti :

a. Obesitas berat

b. Sleep apnea

c. Obstruksi jalan napas atas, termasuk obstruksi pada endotracheal

tube.

Penyakit dan kelainan paru-paru yang dapat menyebabkan kegagalan

oksigenasi antara lain :

1. Hambatan aliran darah, area paru-paru sedang melakukan perfusi,

tetapi pertukaran gas tidak dapat terjadi (yang mana akan

menimbulkan hipoksemia), seperti : pneumonia, atelektasis, dan tumor

paru-paru.

2. Pasien yang tinggal pada ketinggian atau menghirup bahan toksik, gas

atau rokok, karbonmonoksida. Lokasi dimana pasien bernapas, tetapi

dengan kadar oksigen yang rendah.

3. Adult respiratory distress syndrome (ARDS), aspirasi dari bahan cair.

3. Klasifikasi

Menurut Somantri (2007), Gagal napas diklasifikasikan menjadi dua,

yaitu:

1. Gagal napas akut (acute respiratory failure) yaitu kegagalan

pernapasan/napas terhenti yang ditunjukkan pada pasien di mana


struktur dan fungsi paru-paru pada awalnya bisa saja dalam keadaan

normal sebelum timbulnya penyakit

2. Gagal napas kronis (chronic respiratory failure) yaitu kegagalan

pernapasan yang terlihat pada pasien dengan penyakit paru-paru kronis

seperti bronchitis kronis, emfisema, dan black lung diseases (Coal

miners diseases).

4. Patofisiologi

Menurut Bakhtiar (2013), mekanisme gagal napas menggambarkan

ketidak mampuan tubuh untuk melakukan oksigenasi dan/atau ventilasi

dengan adekuat yang ditandai oleh ketidakmampuan sistem respirasi untuk

memasok oksigen yang cukup atau membuang karbon dioksida. Pada

gagal napas terjadi peningkatan tekanan parsial karbon dioksida arteri

(PaCO2) lebih besar dari 50 mmHg, tekanan parsial oksigen arteri (PaO2)

kurang dari 60 mmHg, atau kedua-duanya. Hiperkarbia dan hipoksia

mempunyai konsekuensi yang berbeda. Peningkatan PaCO2 tidak

mempengaruhi metabolisme normal kecuali bila sudah mencapai kadar

ekstrim (>90 mm Hg). Diatas kadar tersebut, hiperkapnia dapat

menyebabkan depresi susunan saraf pusat dan henti napas. Untuk pasien

dengan kadar PaCO2 rendah, konsekuensi yang lebih berbahaya adalah

gagal napas baik akut maupun kronis. Hipoksemia akut, terutama bila

disertai curah jantung yang rendah, sering berhubungan dengan hipoksia

jaringan dan risiko henti jantung.


Hipoventilasi ditandai oleh laju pernapasan yang rendah dan napas

yang dangkal. Bila PaCO2 normal atau 40 mmHg, penurunan ventilasi

sampai 50% akan meningkatkan PaCO2 sampai 80 mmHg. Dengan

hipoventilasi, PaO2 akan turun kira-kira dengan jumlah yang sama dengan

peningkatan PaCO2. Kadang, pasien yang menunjukkan petanda retensi

CO2 dapat mempunyai saturasi oksigen mendekati normal.

Disfungsi paru menyebabkan gagal napas bila pasien yang mempunyai

penyakit paru tidak dapat menunjang pertukaran gas normal melalui

peningkatan ventilasi. Anak yang mengalami gangguan padanan ventilasi

atau pirau biasanya dapat mempertahankan PaCO2 normal pada saat

penyakit paru memburuk hanya melalui penambahan laju pernapasan saja.

Retensi CO2 terjadi pada penyakit paru hanya bila pasien sudah tidak bisa

lagi mempertahankan laju pernapasan yang diperlukan, biasanya karena

kelelahan otot.

5. Manifestasi Klinis

a. Tanda

1. Gagal nafas total

a) Aliran udara di mulut, hidung tidak dapat didengar/dirasakan.

b) Pada gerakan nafas spontan terlihat retraksi supra klavikuladan

sela iga serta tidak ada pengembangan dada pada inspirasi

c) Adanya kesulitasn inflasi parudalam usaha memberikan ventilasi

buatan

2. Gagal nafas parsial


a) Terdenganr suara nafas tambahan gargling, snoring, Growing dan

whizing.

b) Ada retraksi dada

b. Gejala

1. Hiperkapnia yaitu penurunan kesadaran (PCO2)

2. Hipoksemia yaitu takikardia, gelisah, berkeringat atau sianosis (PO2

menurun)

6. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemerikasan gas-gas darah arteri

Hipoksemia

Ringan : PaO2 < 80 mmHg

Sedang : PaO2 < 60 mmHg

Berat : PaO2 < 40 mmHg

b. Pemeriksaan rontgen dada

Melihat keadaan patologik dan atau kemajuan proses penyakit yang

tidak diketahui

c. Hemodinamik

Tipe I : peningkatan PCWP

d. EKG

Mungkin memperlihatkan bukti-bukti regangan jantung di sisi kanan

Disritmia

7. Penatalaksanaan medis

Tujuan terapi gagal napas adalah memaksimalkan pengangkutan oksigen


dan membuang CO2. Hal ini dilakukan dengan meningkatkan kandungan
oksigen arteri dan menyokong curah jantung serta ventilasi. Karena itu,
dalam tatalaksana terhadap gagal nafas, yang perlu segera dilakukan
adalah: perbaikan ventilasi dan pemberian oksigen, terapi terhadap
penyakit primer penyebab gagal nafas, tatalaksana terhadap komplikasi
yang terjadi, dan terapi supportif. (Bakhtiar, 2013)
Menurut Bakhtiar (2013), Dalam tatalaksana gagal nafas, maka terapi
terhadap penyebab (penyakit primer) harus dilakukan, misalnya:
pemberian antibiotika, bronkhodilator dan mukolitik.

B. KONSEP KEPERAWATAN

1. Pengkajian Primer

a. Airway

1) Peningkatan sekresi pernapasan

2) Bunyi napas krekels, ronki dan mengi

b. Breathing

1) Distress pernapasan : pernapasan cuping hidung,

takipneu/bradipneu, retraksi

2) Menggunakan otot aksesoris pernapasan

3) Kesulitan bernapas :diaphoresis, sianosis

c. Circulation

1) Penurunan curah jantung :gelisah, letargi, takikardi

2) Sakit kepala

3) Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah, kacau mental,

mengantuk

4) Papil edema

5) Penurunan haluaran urin


6) Kapiler refill

7) Sianosis

2. Pengkajian sekunder

a. Pemeriksaan fisik head to toe

b. Pemeriksaan kesadaran umum dan kesadaran

c. Eliminasi

Kaji haluaran urin, diare/konstipasi

d. Makanan/cairan

Penambahan berat badan yang signifikan, pembengkakan ekstremitas,

edema pada bagian tubuh

e. Nyeri/kenyamanan

Nyeri pada satu sisi, ekspresi meringis

f. Neurosensori

Kelemahan : perubahan kesadaran

3. Diagnosa Keperawatan

1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan

peningkatan produksi secret

2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan sekresi tertahan

dipermukaan alveoli, alveolar hipoventilasi

3. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan PPOM, distensi

dinding dada, kelelahan, kerja pernapasan


4. Intervensi/Rencana Keperawatan

1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan

peningkatan produksi secret

Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam

diharapakan ketidakefektifan bersihan jalan napas dapat teratasi.

Kriteria hasil :

a. Menunjukkan pembersihan jalan napas yang efektif

b. Mengeluarkan sekresi secara efektif

c. Mempunyai irama dan frekuensi pernapasan dalam rentang normal

(16-24x/menit)

Intervensi :

Intervensi Rasional

1. Airway : suction

a. Pastikan kebutuhan a. Untuk mengeluarkan

oral/tracheal suctioning secret dijalan napas

b. Auskultasi suara napas klien

sebelum dan sesudah b. Untuk mengetahui

suctioning keefektifan dari suction

c. Monitor status oksigen c. Untuk mengetahui

klien kebutuhan O2 klien

d. Informasikan kepada d. Agar klien dan keluarga

klien dan keluarga tahu tentang tindakan

tentang suctioning yang dilakukan perawat


e. Kolaborasi : e. Untuk memenuhi

Berikan O2 dengan kebutuhan O2 klien dan

menggunakan nasal memfasilitasikan

untuk memfasilitasikan suction nasotrakheal

suction nasotrakheal

2. Airway management a. Agar pernapasan klien

a. Buka jalan napas paten

b. Posisikan pasien untuk b. Untuk memaksimalkan

memaksimalkan ventilasi ventilasi

c. Identifikasi klien c. Untuk mengetahui

perlunya pemasangan apakah klien perlu untuk

alat jalan napas buatan pemasangan alat jalan

d. Monitor respirasi dan napas buatan

status O2 klien d. Untuk mengetahui

pernapasan klien

2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan sekresi tertahan

dipermukaan alveoli, alveolar hipoventilasi

Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam

diharapakan gangguan pertukaran gas dapat teratasi.

Kriteria hasil :

a. Dapat mempertahankan pertukaran CO2 atau O2 dialveolar dalam

keadaan normal

b. Tidak terdapat sianosis pada klien


c. Klien tidak mengalami napas dangkan atau ortopnea

Intervensi :

Intervensi Rasional

1. Airway management

a. Monitor konsentrasi dan a. Unruk mengetahui

status O2 tingkat kebutuhan O2

b. Auskultasi suara napas, klien

catat bila adanya suara b. Untuk mengetahui bila

tambahan ada suara tambahan

c. Buka jalan napas klien c. Agar jalan napas klien

d. Posisikan klien untuk menjadi efektif/paten

mengoptimalkan d. Untuk mengoptimalkan

ventilasi ventilasi

e. Informasikan kepada e. Agar klien/keluarga

klien/keluarga tentang mengetahui tentang

tindakan yang dilakukan fungsi tindakan yang

f. Kolaborasi : dilakukan

Berikan terapi O2 f. Untuk memenuhi

kebutuhan O2 klien

2. Respiratory monitoring

a. Kaji kedalaman, a. Untuk mengetahui

frekuensi, irama dan frekuensi respirasi

usaha respirasi b. Untuk mengetahui


b. Catat pergerakan dada, adakah penggunaan otot

amati kesimetrisan, pernapasan atau

penggunaan otot asimetris

tambahan, retraksi otot c. Untuk mengetahui

supra klavikular dan abnormalitas suara

interkostatis napas

c. Monitor suara napas,

seperti dengkur

3. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan PPOM, distensi dinding

dada, kelelahan, kerja pernapasan

Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam

diharapkan ketidakefektifan pola napas dapat teratasi.

Kriteria hasil :

a. Pertukaran gas dan ventilasi pada klien tidak bermasalah

b. Tidak menggunakan pernapsan mulut

Intervensi :

Intervensi Rasional

1. Kaji frekuensi, kedalaman, 1. Untuk mengetahui frekuensi

irama pernapasan klien respirasi

2. Auskultasi suara napas, catat 2. Untuk mengetahui frekuensi

adanya suara tambahan dan suara napas tambahan

3. Buka jalan napas klien 3. Agar jalan napas klien

4. Posisikan klien untuk menjadi efektif/paten


memaksimalkan ventilasi 4. Untuk memaksimalkan

5. Kolaborasi : ventilasi

Berikan terapi O2 5. Untuk memenuhi kebutuhan

O2 klien

5. Implementasi

Implementasi disesuaikan dengan intervensi yang ada

6. Evaluasi

1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan

peningkatan produksi secret

a. Menunjukkan pembersihan jalan napas yang efektif

b. Mengeluarkan sekresi secara efektif

c. Mempunyai irama dan frekuensi pernapasan dalam rentang normal

(16-24x/menit)

2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan sekresi tertahan

dipermukaan alveoli, alveolar hipoventilasi

a. Dapat mempertahankan pertukaran CO2 atau O2 dialveolar dalam

keadaan normal

b. Tidak terdapat sianosis pada klien

c. Klien tidak mengalami napas dangkan atau ortopnea

3. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan PPOM, distensi

dinding dada, kelelahan, kerja pernapasan

a. Pertukaran gas dan ventilasi pada klien tidak bermasalah


b. Tidak menggunakan pernapsan mulut
DAFTAR PUSTAKA

Herdman, T. Heather. (2016). Nanda International : Diagnosis

Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2015-2017 Edisi 10. Jakarta :

EGC

Bakhtiar, B. (2013). Aspek Klinis dan Tatalaksana Gagal Nafas Akut pada

Anak

Anna, D. (2013). Indikasi Perawatan Pasien dengan Masalah Respirasi di

Instalasi Perawatan Intensif

Suradi. (2009). The Relationship Between Underlying Disease Of

Respiratory Failure With The Treatments Outcame On Hospitalized

Patients In Dr. Moewardi Hospital Surakarta 2009

Somantri, I. (2007). Keperawatan Medikal Bedah : Asuhan Keperawatan

pada Pasien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta : Salemba

Medika

Anda mungkin juga menyukai