Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PRAKTIKUM

NUTRISI RUMINANSIA

Oleh:

Mhd Riki Subagia


11481102645

PROGRAM STUDI PETERNAKAN


FAKULTAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
PEKANBARU
2017
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah yang telah melimpahkan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya,
sehingga pada kesempatan ini penulis dapat menyelesaikan laporan praktikum. Laporan
praktikum mata kuliah Nutrisi Ruminansia ini penulis susun dengan sebaik mungkin
sehingga diharapkan dapat memenuhi tugas dalam praktikum mata kuliah ini.

Dalam penyusunan laporan praktikum ini penulis tidak luput dari berbagai kelemahan
dan keterbatasan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan bimbingan dan saran-saran
yang membangun dari para pembaca sekalian agar laporan praktikum ini dapat dibuat lebih
baik lagi. Namun walaupun demikian, mudah-mudahan laporan praktikum ini dapat
memberikan kita informasi atau menyegarkan ingatan kita kembali mengenai reproduksi
ternak.

Akhir kata, semoga laporan praktikum ini dapat menambah khazanah keilmuan kita
dalam bidang ilmu peternakan, dan juga semoga dapat memberikan kita motivasi untuk
mengkaji dan membangun peternakan yang lebih aman dan baik. Amien.

Pekanbaru, Juni 2017


Penulis,

Mhd Riki Subagia

i
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ................................................................................ i
DAFTAR ISI............................................................................................... ii

I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang .......................................................................... 1
1.2. Tujuan Praktikum ...................................................................... 2
1.3. Manfaat Praktikum .................................................................... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Potensi by-product Industri Kelapa Sawit ................................ 4
2.2. Silase ......................................................................................... 5
2.3. Bakteri Asam Laktat ................................................................. 5

III. MATERI DAN METODE


3.1. Waktu dan Tempat .................................................................... 6
3.2. Pembuatan Silase Dari Limbah Perkebunan Kelapa Sawit
(Pelepah Sawit Dan Tandan Kosong Kelapa Sawit) Dengan
Sumber Inokulum Yang Berbeda ............................................. 6
3.3. Isolasi Bakteri Asam Laktat ...................................................... 6
3.4. Penentuan Jumlah Koloni Bakteri Asam Laktat ....................... 7
3.5. Pemurnian Bakteri Asam Laktat ............................................... 7
3.6. Pengukuran Diameter Zona Bening .......................................... 8
3.7.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Pembuatan Silase Dari Limbah Perkebunan Kelapa Sawit
(Pelepah Sawit Dan Tandan Kosong Kelapa Sawit) Dengan
Sumber Inokulum Yang Berbeda ............................................. 9
4.2. Isolasi Bakteri Asam Laktat ...................................................... 10
4.3. Penentuan Jumlah Koloni Bakteri Asam Laktat ....................... 11
4.4. Pemurnian Bakteri Asam Laktat ............................................... 11
4.5. Pengukuran Diameter Zona Bening .......................................... 12
ii
V. PENUTUP
5.1. Kesimpulan ............................................................................... 13
5.2. Saran ......................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 14


LAMPIRAN GAMBAR ............................................................................ 16

iii
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan produsen kelapa sawit terbesar di dunia, dengan luas tanam
tahun 2014 mencapai 10.956.231 Ha (Kememtrian Pertanian, 2014). Peningkatan luas areal
perkebunan kelapa sawit diikuti dengan peningkatan limbah baik limbah lapangan maupun
pengolahan. Limbah (by-product) utama industri kelapa sawit adalah Bungkil Inti Sawit
(BIS), lumpur sawit (sludge), sabut kelapa sawit, tandan kosong kelapa sawit dan pelepah
kelapa sawit.

Pemanfatan limbah kelapa sawit, seperti pelepah sawit sebagai pakan masih terbatas
karena tingginya kandungan lignin yaitu 30,18 % (Febrina et al., 2014) sehingga sulit
didegradasi baik secara kimia dan enzimatik (Ohkuma et al., 2011). Peningkatan kualitas
pelepah kelapa sawit melalui proses delignifikasi menggunakan kapang Phanerochaete
chrysosporium ditambah mineral Ca dan Mn dapat menurunkan kandungan lignin 25, 77%
(menurun dari 30,18% menjadi 22,4%). Dan dapat menggantikan 100% rumput gajah pada
kambing Kacang (Febrina, 2016). Ekstrak etanol pelepah kelapa sawit mengandung senyawa
tannin dan steroid yang berpotensi sebagai senyawa antimikroba (Febrinadan Handoko,
2016). Ekstrakmethanol daun kelapa sawit berpotensi sebagai antioksidan (Sasidhran et al.,
2009).

Tingginya kadar serat kasar tandan kosong sawit terutama sellulosa (64%) dan lignin
(23%) serta rendahnya kandunganprotein kasar (4,16%), menyebabkan penggunaanya
sebagai pakan sangat terbatas. Untuk itu penggunaannya dalam ransum ternak ruminansia
memerlukan pengolahan terlebih dahulu sehingga dapat merenggangkan ikatan lignoselulosa
agar lebih fermentabel dalam rumen (Jamarun et al., 2000). Tandan kosong sawit dapt
digunakan sebagai pengganti rumput lapangan dalam ransum ternak domba (Akbar, 2007).

Salah satu pengawetan pakan agar tidak cepat rusak dan dapat disimpan lama adalah
melalui proses insilase, yang dilakukan secara an aerob. Bahan untuk pembuatan silase dapat
berupa hijauan atau bagian-bagian lain dari tumbuhan yang disukai ternak ruminansia, seperti
rumput, legume, biji-bijian, tongkol jagung, pucuk tebu, batang nanas dan lain-lain. Kadar air
bahan yang optimal untuk dibuat silase adalah 65-75%. Kadar air tinggi menyebabkan
pembusukan dan kadar air terlalu rendah sering menyebabkan terbentuknya jamur. Kadar air

1
yang rendah juga meningkatkan suhu silo dan meningkatkan resiko kebakaran (Heinritz,
2011).

Proses pembuatan silase (ensilage) aka berjalan optimal apabila pada saat proses
ensilase diberi inokulum seperti Bakteri Asam Laktat, Karbohidrat mudah larut, feses
maupun cairan rumen. Inokulum berfungsi mempercepat proses ensilase, menghambat
pertumbuhan bakteri pembusuk dan jamur, merangsang produksi asam dan untuk
meningkatkan kandungan nutrien silase (Schroeder, 2004).

Penambahan cairan rumen pada pembuatan silase jerami padi dapat meningkatkan
kualitas nutrisi dan memperbaiki performans rumen (Thalib et a,. 2000). Penambahan feses
sapi pada fermentasi limbah kelapa sawit, ampas tahu dan dedak padi dengan pemeraman
yang berbeda menghasilkan kadar NDF, ADF, hemiselulosa dan ADL yang berfluktuatif
(Febrina ,. 2012). Fermentasi Serat Buah Kelapa Sawit menggunakan feses kerbau sampai
level 30% tidak mempengaruhi kandungan nutrisi (Juliantoni, 2013) dan fraksi serat
(Santoso, 2015).

Keberhasilan lain dalam pembuatan silase selain mempertahankan kandungan nutrisi


adalah perkembangan Bakteri Asam Laktat (BAL) yang meningkat selama proses fermentasi
sehingga menurunkan kandungan asam (pH) pada silase, dengan pH berkisar 4-6 (Khan et
al,.2004). bakteri Asam Laktat (BAL) sangat dibutuhkan untuk menghasilkan silase yang
berkualitas baik. Bila bakteri ini terlibat dalam proses ensilase, maka akan terjadi fermentasi
asam laktat. Jenis bakteri asam laktat yang bekerja dalam fermentasi termasuk genus
Lactobacillus, Streptococus, Leuconostoc, Pediococcus. Genus-genus ini dikelompokkan
menjadi dua golongan berdasarkan produk akhir fermentasinya yaitu bakteri hemofermentatif
dan heterofermentatif (Ross, 1984).

1.2. Tujuan Praktikum


1. Mahasiswa dapat mebuat silase dari limbah perkebunan kelapa sawit (pelepah dan
tandan kosong kelapa sawit) dari inokulum yang berbeda.
2. Mahasiswa dapat melakukan isolasi Bakteri Asam Laktat menggunakan spesifik
MRS Agar.
3. Mahasiswa dapat menghitung jumlah koloni Bakteri Asam Laktat menggunakan
media spesifik MRS Agar.

2
4. Mahasiswa dapat memurnikan Bakteri Asam Laktat yang diisolasi dari silase
limbah perkebunan kelapa sawit (pelepah dan tandan kosong kelapa sawit) dari
inokulum yang berbeda.
5. Mahasiswa dapat mengukur diameter zona bening Bakteri Asam Laktat yang
diisolasi dari silase limbah perkebunan kelapa sawit (pelepah dan tandan kosong
kelapa sawit) dari inokulum yang berbeda.

1.3. Manfaat Praktikum

Hasil praktikum ini dapat dijadikan sebagai pengembangan dan rujukan untuk
penelitian mahasiswa tentang pembuatan silase dan isolasi Bakteri Asam Laktat.

3
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Potensi by-product Industri Kelapa Sawit

Limbah (by-product) utama industri kelapa sawit adalah bungkil inti sawit (BIS),
lumpur sawit (sludge), pelepah sawit (oil palm frond), sabut kelapa sawit dan tandan buah
kelapa sawit. Salah satu limbah perkebunan kelapa sawit yang berpotensi untuk dioptimalkan
sebagai bahan pakan ternak khususnya ternak ruminansia adalah pelepah sawit. Pelepah dan
daun kelapa sawit merupakan bagian dari perkebunan kelapa sawit yang secara rutin harus
dibuang pada perkebunan kelapa sawit. Pada saat panen tandan buah segar, 1-2 helai pelepah
kelapa sawit dipotong dengan tujuan memperlancar penyerbukan dan mempermudah panen
berikutnya, bobot pelepah sebesar 4,5 kg berat kering per pelepah. Dalam satu hektar kelapa
sawit diperkirakan dapat menghasilkan 6400 7500 pelepah per tahun (Simanihuruk, dkk
2008). Setiap pelepah mempunyai lebih kurang 100 pasang helai daun, dan dari satu pelepah,
dapat dihasilkan 3,3 kg daun segar, dengan kandungan bahan kering mencapai 35% (Ishida
dan Hassan, 1992).

Pemberian langsung pelepah sawit tidak dianjurkan karena hasil penelitian Purba dkk.
(1997) melaporkan bahwa pemberian pelepah sawit secara langsung dapat terjadi penurunan
bobot badan 7,9% selama 30 hari. Menurut Shibata dan Osman (1987) hal ini diduga karena
terdapatnya faktor pembatas berupa lignin sebesar 17,4%. Murni dkk. (2008) menambahkan
bahwa faktor pembatas utama pemanfaatan pelepah sawit yaitu rendahnya protein kasar
berkisar 2.11 % dan tingginya kandungan serat kasar mencapai 46.75%. Efryantoni (2012)
menyatakan tingkat kecernaan bahan kering pelepah sawit hanya mencapai 45%.

Kawamoto et al. (2001) melaporkan, kandungan serat kasar pelepah sawit mencapai
70%, sedangkan kandungan karbohidrat terlarut dan protein kasar masing-masing hanya 20%
dan 7% (Dahlan, 2000). Kandungan lignin pelepah sawit mencapai 20% dari biomassa
kering, sehingga merupakan pembatas utama dalam penggunaan pelepah sawit sebagai pakan
ternak (Rahman et al., 2011).

Kum dan Zahari (2011) menyatakan bahwa pelepah kelapa sawit telah secara intensif
digunakan sebagai pakan ternak ruminansia. Hasil penelitian Shin et al. (1999) pada kambing
lokal Korea mendapatkan bahwa pelepah sawit mempunyai kecernaan nutrisi yang lebih
tinggi dari hay daun tebu. Penggunaan pelepah sawit sebagai pengganti hijauan dalam

4
ransum taraf 25% menghasilkan nilai kecernaan dan fermentabilitas yang terbaik (Suryadi et
al., 2009).

2.2. Silase

Silase adalah suatu hasil pengawetan dari suatu bahan dalam suasana asam dalam
kondisi anaerob (Ensminger, 1990). Silase merupakan bahan pakan yang diproduksi secara
fermentasi, yaitu dengan cara pencapaian kondisi anaerob (McDonald et al., 1991). Ensilase
adalah nama dari proses pembuatannya dan silo nama tempat terjadinya (Sapienza dan
Bolsen, 1993). Untuk meningkatkan kualitas silase, ditambahkan bahan aditif yang dibagi
dua yaitu sebagai stimulan fermentasi dan inhibitor fermentasi. Stimulan fermentasi bekerja
membantu pertumbuhan bakteri asam laktat sehingga kondisi asam segera tercapai, contoh
inokulan bakteri yaitu bakteri asam laktat yang berfungsi untuk meningkatkan populasi
bakteri asam laktat dalam bahan pakan, sedangkan inhibitor fermentasi digunakan untuk
menghambat pertumbuhan mikroorganisme pembusuk seperti Clostridia sehingga pakan bisa
awet, sebagai contoh yaitu asam-asam organik seperti asam format, propionate, laktat
(McDonald et al., 1991).

2.3. Bakteri Asam Laktat

Bakteri Asam Laktat (BAL) sangat dibutuhkan untuk menghasilkan silase yang
berkualitas baik. Bila bakteri ini terlibat dalam proses ensilase, maka akan terjadi fermentasi
asam laktat. Jenis bakteri asam laktat yang bekerja dalam fermentasi termasuk genus
Lactobacillus, Streptococcus, Leuconostoc, Pediococcus. Genus-genus ini dikelompokkan
menjadi dua golongan berdasarkan produk akhir fermentasinya yaitu bakteri homofermentatif
dan heterofermentatif (Ross, 1984).

Bakteri asam laktat (BAL) ini selalu ditemukan pada hijauan bagian luar tetapi
peranannya belum dapat diketahui dengan jelas. Diduga keberadaan BAL ini dalam tanaman
untuk melindungi tanaman dari serangan pathogenik mikroorganisme dengan memproduksi
antagonistik komponen seperti beberapa asam, bakteriosin dan agen anti-fungal. Hal ini
mungkin ada benarnya setelah ditemukan BAL dalam jumlah yang banyak pada bagian
tanaman yang rusak (Bolsen, 1985).

5
III. MATERI DAN METODE
3.1. Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilaksanakan pada tanggal 19 Mei 2017 s/d 2 Juni 2017 di
Laboratorium PEM Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif
Kasim Riau.

3.2. Pembuatan Silase Dari Limbah Perkebunan Kelapa Sawit ( Pelepah Sawit Dan
Tandan Kosong Kelapa Sawit ) Dengan Sumber Inokulum Yang Berbeda
1. Bahan dan Alat
a. Limbah perkebunan kelapa sawit ( tandan kosong kelapa sawit )
b. Sumber inokulum ( tanpa penambahan inokulum )
c. Plastik pembungkus , lakban , cutter dan timbangan
2. Prosedur Kerja
a. Bahan yang dibuat silase dikeringkan hingga kadar air 60-70%
b. Tandang kosong kelpa sawit ditimbang masing- masing 1 kg
c. Setelah ditimbang dibuat menjadi 5 ulangan
d. Bahan dimasukkan ke dalam kantong plastik, dipadatkan, kemudian diikat
dengan lakban dan dilapisi dengan plastic ke 2 selanjutnya dilapisi lagi dengan
plastik ke 3
e. Fermentasi dilakukan selama 7 hari
f. Setelah 7 hari, dibuka hasil fermentasi kemudian dilakukan pengamatan
meliputi bau, warna dan tekstur berdasarkan indicator penilaian silase.
3.3. Isolasi Bakteri Asam Laktat
1. Bahan dan Alat
a. Bahan yang digunakan adalah silase dari limbah perkebunan kelapa sawit
dengan sumber inoculum cairan rumen
b. Media Mann Rhogose Shape Broth ( MRSB) dan Media Mann Rhogos Shape
Agar ( MRSA)
c. Alat yang digunakan adalah tabung reaksi , ose, cawan petri, pembakar
Bunsen, rak, inkubator serta jarum ose.
2. Prosedur Kerja
a. Bahan pakan yang mengandung Bakteri Asam Laktat diinokulasi dalam
MRSB selama 48 jam pada suhu 370C.

6
b. Diambil satu mata ose kulter bakteri, kemudian dilakukan penggoresan
menggunakan metode kuadran pada media agar cawan dan diinkubai
selama48 jam pada suhu 370C.
c. Bakteri Asam Laktat yang tumbuh secara terpisah diamati diameter , warna,
tampak samping, tampak atas dan tampak elevasi kemudian lakukan
pengambila koloni dan ditumbuhkan selama 48 jam pada suhu 370C.
d. Dilakukan penumbuhan Bakteri Asam Laktat pada media MRSA kemudian
inkubasi dengan posisi terbalik selama 48 jam pada suhu 370C.
e. Kultur padat ini akan digunakan untuk uji selanjutnya.
3.4. Penentuan Jumlah Koloni Bakteri Asam Laktat (BAL)
1. Bahan dan Alat
a. Silase dari limbah perkebunan kelapa sawit (pelepah kelapa sawit) dengan
sumber inokulum cairan rumen
b. Media MRSB dan Media MRSA
c. Alat yang digunakan adalah tabung reaksi , ose, cawan petri, pembakar
Bunsen, rak, incubator serta jarum ose.
2. Prosedur Kerja
a. Masing- masing isolat cairan silase dari pelepah sawit diukur menggunakan
TPC
b. Sebanyak 1 ml isolat cairan silase dari limbah pelepah sawit dimasukkan
kedalam 9 ml NaCl fisiologis 0,85% , lalu diencerkan sampai pengenceran 7
kali secara serial.
c. Sebanyak 0,1 ml dari pengenceran 6 dan 7 kali ditanam pada cawan petri
berisi media MRS agar . media agar yang ditanam dengan sampel silase
diinkubasi pada suhu ruang selama 2 hari.
d. Koloni yang tumbuh berbentuk bulat miring berwarna agak kekuningan .
kemudian dihitung sebagai berikut :

Populasi BAL (cfu/g)= jumlah koloni x pengenceran.


3.5. Pemurnian Bakteri Asam Laktat (BAL)
1. Prosedur Kerja
a. Masing masing koloni BAL yang spesifik digores berkali-kali ke media
MRSA sehingga diperoleh koloni yang murni.

7
b. Untuk koloni yang sudah murni , dibuat kultur kerja dan kultur stock. Kultur (
isolat) stock dapat disimpan selama 3 bulan pada suhu 50C.
3.6. Pengukuran Diameter Zona Bening
1. Prosedur Kerja
a. Bakteri uji yang digunakan adalah E.coli. E.coli terlebih dahulu ditumbuhkan
menggunakan media Nutrient Agar (NA) dan diinkubasi selama 24 jam pada
suhu ruang.
b. Sebanyak 1 ml kultur E.coli ditanam pada cawan petri berisi media NA
kemudian dibuat lubang dengan diameter 1 cm. sebanyak 50 l larutan BAL
yang sudah tumbuh dari masing masing sel kemudian dimasukkan kedalam
lubang sumur (cawan petri), selanjutnya diinkubasi pada suhu 370C selama 24
jam.
c. Zona bening yang terbentuk kemudian diukur dengan menggunakan jangka
sorong (mm).

8
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Pembuatan Silase Dari Limbah Perkebunan Kelapa Sawit (Pelepah Sawit Dan
Tandan Kosong Kelapa Sawit) Dengan Sumber Inokulum Yang Berbeda.

Adapun hasil dan pembahasan dari pembuatan silase silase pelepah kelapa sawit,
tandan kosong dengan penambahan inokulum terlampir pada tabel 4.1 sebagai berikut :
Tabel 4.1. Hasil Pembuatan Silase
Indikator Standar Nilai Nilai
Bau / Wangi 25
20
10
0
Ket : wangi seperti buah-buahan dan
asam
Rasa 25
10
0
Ket : Sedikit asam

Warna 25
10
0
Ket : Hijau kekuning- kuningan

Tektur / Sentuhan 25
10
0

Ket : Kering tetapi apabila dipegang


terasa lembut dan empuk
Dari data yang diperoleh maka dapat dikatakan bahwa kondisi kualitas silase pelepah
sawit dengan penambahan inoculum cairan rumen berkualitas sangat baik dengan rata-rata
skor 25 untuk bau/warna , skor 10 untuk rasa, skor 25 untuk warna dan skor 25 untuk
tekstur.

9
Menurut Wiklis (1988) menyatakan kriteria silase yang sangat baik adalalah memiliki
warna Hijau Tua/Hijau kekuningan, tidak ada cendawan, bau asam, pH 3,2-4,2. Menurut
Kartadisastra (1997) silase yang baik kualitasnya adalah yang teksturnya tidak lembek,
berair, berjamur dan tidak menggumpal. Sedangkan menurut siregar (1996) silase berkualitas
baik berwarna hijau (untuk hijauan) atau kecoklatan.

5.2. Isolasi Bakteri Asam Laktat (BAL)

Adapun hasil dan pembahasan dari Isolasi Bakteri Asam Laktat terlampir pada tabel
4.2 sebagai berikut :

Tabel 4.2. Isolasi Bakteri Asam Laktat


No Pakan Yang Digunakan Hasil Pengamatan
1 Pelepah sawit +cairan rumen Setelah dilakukan inokulasi terdapat bakteri di
dalam cawan petri berbentuk lonjong
berwarna coklat dengan jumlah berbeda.

Setalah dilakukannya inokulasi pada silase yang terdiri dari pelepah sawit dengan
penambahan cairan rumen didapatkan bahwa pada cawan petri terdapat bakteri yang
berbentuk lonjong dan berwarna coklat dengan jumlah yang berbeda tiap ulangan. Hal ini
membuktikan bahwa pada silase pelepah sawit dengan penambahan cairan rumen terdapat
Bakteri Asam Laktat dan kualitas silase baik.

Kriteria agar suatu bakteri dapat digunakan sebagai inokulum silase antara lain
tumbuh dengan cepat dan mampu berkompetisi serta mendominasi mikroorganisme yang
lain, bersifat homofermentatif, toleran terhadap asam dan dapat menurunkan pH dengan cepat
(McCullough, 1978). Hasil penelitian Ohshima et al. (1997a; 1997b) yang menggunakan
hijauan dari daerah subtropika menunjukkan bahwa penggunaan BAL yang diperoleh dari
ekstrak rumput sejenis yang sudah difermentasi menghasilkan kualitas silase yang lebih baik
dibandingkan dengan inokulum yang berasal dari aditif BAL komersial.

Silase yang berkualitas baik akan dihasilkan ketika fermentasi didominasi oleh bakteri
yang menghasilkan asam laktat, sedangkan aktivitas bakteri clostridia rendah. Menurut Muck
(1989), jumlah bakteri asam laktat (BAL) pada awal fermentasi merupakan factor penting
yang menentukan kualitas silase yang dihasilkan.

10
5.3. Uji jumlah Koloni Bakteri Asam Laktat

Jumlah koloni BAL dari isolat silase pelepah sawit dengan inoculum cairan rumen
yang telah diinkubasi selasa 24 dan 48 jam yaitu P2U3(U6) = 0 P2U2 (U7)= 6, yang di
akumulasikan kerumus hingga diperoleh hasil sebagai berikut :

P6 = 0 x 106 =0 cfu/g

P7= 6 x 107 = 60.000.000 cfu/g

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian kimoto et,al(2004) bahwa jumlah koloni BAL
dari silase rumput gajah yaitu 106 vs 104 cfu/g. penambahan inoculum pada HMT
dimaksudkan untuk menjamin pertumbuhan BAL agar dapat mencapai 105-106 cfu/g hijauan
(Weinberg et al., 2003). Asam yang dihasilkan oleh BAL itu sendiri akan terakumulasi dan
menghambat pertumbuhan populasi bakteri selanjutnya (McDonald et al.,1991).

5.4. Pemurnian BAL

Adapun hasil dan pembahasan dari Pemurnian Bakteri Asam Laktat terlampir pada
tabel 4.4. sebagai berikut :

Tabel 4.4. Pemurnian Bakteri Asam Laktat


No Lama Inkubasi Bentuk Goresan Bentuk Fisik Goresan
Isolat
1. 24 Huruf Z Berbentuk huruf Z telihat garisan
bakteri yang jelas.

Tumbuhnya Bakteri Asam Laktat pada media MRSA dan sesuai dengan goresan yang
di buat oleh jarum Osse maka dapat di pastikan pemurnian Bakteri Asam Laktat berhasil dan
tidak terjadi kontaminasi dengan bakteri lain. Pemurnian pada bakteri dapat memberikan
kemudahan dalam penyimpanan Bakteri Asam Laktat yang dapat digunakan setiap waktu.

11
5.5. Pengukuran Diameter Zona Bening

Pada pengukuran zona bening atau zona hambatan Bakteri Asam Laktat terhadap E.
coli tidak terbentuk sehingga tidak dapat dilakukan pengukuran diameter. Kegagalan ini
mungkin disebabkan oleh media atau tempat yang digunakan untuk isolasi bakteri. Gambar
dibawah ini merupakan perbandingan antara zona bening terbentuk (hasil praktikum) dan
zona bening tak terbentuk (hasil penelitian).

Gambar 1. Zona bening tak terbentuk Gambar 2. Zona bening terbentuk

12
V. PENUTUP
5.1. Kesimpulan
1. Silase dari pelepah sawit dengan penambahan cairan rumen menunjukan kualitas
sangat baik karena memiliki rata-rata skor 25 untuk bau/warna , skor 10 untuk
rasa, skor 25 untuk warna dan skor 25 untuk tekstur
2. Setelah dilakukan Isolasi Bakteri Asam Laktat diketahui bahwa Bakteri Asam
Laktat berbentuk lonjong, berwarna coklat.
3. Jumlah koloni P7= 6 x 107 = 60.000.000 cfu/g.
4. Pemurnian BAL dengan lama inkubasi 24 jam berbentuk huruf Z telihat garisan
bakteri yang jelas.
5. Zona bening BAL terhadap E. coli tak terbentuk.
5.2. Saran

Sebaiknya dalam praktikum silase kemudian isolasi Bakteri Asam Laktat dilakukan
dengan ketelitian sehingga zona bening terhadap E. coli yang dihasilkan terbentuk.

13
DAFTAR PUSTAKA

Akbar. S. 2007. Pemanfaatan Tandan Kosong Kelapa Sawit Fermentasi yang


Dikombinasikan dengan Defaunasi dan Protein By Pass Rumen terhadap
Performans Ternak Domba. J. Indon. Trop. Anm. Agric. 32(2):80-85.

Febrina, Dewi dan Jepri Juliantoni. 2017 Penuntun Praktikum Nutrisi Ruminansia. Fakultas
Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.
Pekanbaru.

Hartadi, H., S. Reksohadiprodjo, A.D. Tillman. 1986. Tabel Komposisi Pakan Indonesia.
Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Jamarun, N. 1991. Penyediaan pemanfaatan dan nilai gizi limbah pertanian sebagai
makanan ternak di Sumatera Barat. Pusat Penelitian Universitas Andalas. Padang.

Januarsyah, T. 2007. Kajian aktivitas hambat bakteriosin dari bakteri asam laktat galur SCG
1223. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Kartadisastra, H.R.1997. Penyediaan dan Pengolahan Pakan Ternak Ruminansia


(sapi,kerbau,domba, kambing). Kanisius.Yogyakarta.

Lubis, D. A. 1992. Ilmu Makanan Ternak. PT. Pembangunan. Jakarta.

McCullough, M. E. 1978. Fermentage of Silage.A Review (National Feed Ingredient


Association).Grants-In-Aid Committee. West Des Moines. IOWA.

McCutcheon, J., and D. Samples. 2002. Grazing Corn Residues. Extension Fact Sheet Ohio
State University Extension. Us. Anr 10-02.

McDonald, P. Edwards R. A. and Greenhalg, J. P. D. 2002. Animal Nurtition, 6 th Ed.


Prentice Hall. Gosport. London. Pp. 42-153.

Muck, R.E. 1989. Initial bacterial numbers on lucerne prior to ensiling. Grass Forage Sci.
44: 19-25.

Nusio, L. G. 2005. Silage Production From Tropical Forages. In: Silage Production and
Utilizization. Park, R. S. and M. D. Stronge. Wageningen Academic Publ. The
Netherlands. Pp. 97-107.

14
Ohshima, M. & P. McDonald. 1978. A review of the changes in nitrogenous compounds of
herbage during ensilage. J. Sci. Food Agric. 29: 497-505.

Ridwan. R dan Y. Widyastuti, 2001. Membuat silase: upaya mengawetkan dan


mempertahankan nilai nutrisi hijauan pakan ternak. Warta Biotek-LIPI 15 (1):9-14.

Saun R. J. V, and Heinrichs A. J. 2008. Troubleshooting silage problems : How to identify


potential problem. Di dalam: Proceedings of the Mid-Atlantic Conference ;
Pensylvania, 26 May 2008. Penn States Collage. hlm 210.

15
LAMPIRAN GAMBAR

Proses Pembuatan Silase

Penimbangan limbah Kelapa Sawit Cairan Rumen

Masukkan ke dalam kantong plastik Silase jadi dan difermentasi 7 hari


Bungkus dan rapatkan

16
Sebelum Isolasi

Silase yang difermentasi 7 hari dibuka Sebelum diisolasi sampel silase di


Dan dilakukan uji kualitas fisik dihomogenkan

Hasil Isolasi

Tampak depan Tampak belakang (zona bening tak


terbentuk)

17

Anda mungkin juga menyukai