Anda di halaman 1dari 3

TUGAS BIOETIK NAMA:

Sabila T. R. (2121210042)
Wahyu T. (2121210043)

Skenario 8 :
Ny. B didatangi petugas asuransi yang menawarkan produk jaminan kesehatan dan
pendidikan. Ia mendengarkan dengan baik dan berencana memikirkan dulu sebelum
memutuskan.

Soal 1:
1. Bagaimana konsep islam tentang asuransi?

Para ulama merumuskan asuransi syariat yang didasarkan kepada akad tabarru'at
atau Akad yang dilakukan dengan tujuan kebajikan dan tolong-menolong, bukan semata
untuk tujuan mencari keuntungan (profit), yang dinamakan at-Ta'min at-Ta'awuni (asuransi
ta'awun) atau at-Ta'mien at-Tabaaduli.
PENGERTIAN ASURANSI TA'AWUN ATAU AT-TA'MIEN AT-TA'AWUNI
Para ulama kontemporer mendefinisikan at-Ta'mien at-Ta'awuni diantaranya sebagai
berikut, asuransi ta'awun ialah berkumpulnya sejumlah orang yang menanggung resiko
bahaya serupa, dan masing-masing memiliki bagian tertentu yang dikhususkan untuk
menunaikan ganti rugi yang pantas bagi yang terkena bahaya (resiko). Apabila bagian yang
terkumpul (secara syarikat) tersebut melebihi yang harus dikeluarkan sebagai ganti rugi
(pertanggungan), maka anggota memiliki hak untuk meminta kembali. Dan apabila terjadi
kekurangan, maka para anggota diminta untuk membayar iuran tambahan untuk menutupi
kekurangannya atau ganti rugi yang seharusnya dikurangi sesuai ketidakmampuan
tersebut. Anggota asuransi ta'awun ini tidak bertujuan untuk menggali keuntungan, namun
hanya berusaha mengurangi kerugian yang dihadapi sebagian anggotanya, sehingga mereka
melakukan akad transaksi untuk saling membantu menanggung musibah yang menimpa
sebagian anggotanya.
Dari sini dapat dijelaskan karekteristik asuransi ta'awun sebagai berikut:
1. Tujuan asuransi ta'awun, ialah murni takaful dan ta'awun (saling tolong-menolong) dalam
menutup kerugian yang timbul dari bahaya dan musibah.
2. Akad asuransi ta'awun adalah akad tabarru'. Sebagaimana nampak dalam hubungan
antara nasabah (anggotanya), jika dana yang tersedia kurang, maka mereka menambah.
Dan bila lebih, mereka pun memiliki hak untuk meminta kembali sisanya.
3. Landasan pemikiran asuransi ta'awun, ialah berdasarkan pada pembagian kerugian
bahaya tertentu atas sejumlah orang. Setiap orang memberikan saham dalam membantu
menutupi kerugian tersebut di antara mereka. Sehingga seseorang yang ikut serta dalam
asuransi ini saling bertukar dalam menanggung resiko bahaya di antara mereka.
4. Pada umumnya, asuransi ta'awun berkembang pada kelompok yang mempunyai ikatan
khusus dan telah lama, seperti kekerabatan atau satu pekerjaan (profesi).
5. Pemberian ganti rugi (pertanggungan) atas resiko bahaya yang diambil dari shunduq
(simpanan) asuransi yang ada, jika tidak mencukupi maka adakalanya meminta tambahan
dari anggota, atau mencukupkan dengan menutupi sebagian kerugian saja.

Soal no. 2:
2. Konsep asuransi yang ditawarkan selama ini, apakah sesuai dengan islam? Jelaskan

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata asuransi dijelaskan dengan


pertanggungan. Yaitu perjanjian antara dua pihak, pihak yang satu berkewajiban membayar
iuran dan pihak yang lain berkewajiban memberikan jaminan sepenuhnya kepada pembayar
iuran apabila terjadi sesuatu yang menimpa pihak pertama atau barang milikinya, sesuai
dengan perjanjian yang dibuat.
Penjelasan ini, sepadan juga dengan yang telah didefinisikan dalam Perundang-
Undangan Negara Indonesia, sebagai perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana
pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi,
untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau
kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum pihak ketiga yang
mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau
memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang
yang dipertanggungkan.
Demikian asuransi yang umumnya berlaku, dan dikenal dengan asuransi
konvensional (at-Ta'min at-Tijaari) yang dilarang mayoritas ulama dan peneliti masalah
kontemporer dewasa ini. Larangan ini juga menjadi ketetapan Majlis Hai`ah Kibar 'Ulama
(Majlis Ulama Besar, Saudi Arabia) no. 55, tanggal 4/4/1397 H, dan ketetapan no. 9 Majlis
Majma' al-Fiqh dibawah Munazhamah al-Mu'tamar al-Islami (OKI) [6]. Juga diharamkan
dalam keputusan al-Mu'tamar al-'Alami al-Awal lil-Iqtishad al-Islami di Makkah tahun 1396 H
[7]. Kemudian, para ulama memberikan solusi dalam masalah asuransi ini, yaitu dengan
asuransi ta'awun.
Namun ada beberapa pandangan atau pendapat lain mengenai asuransi ditinjau dari
fiqh Islam.
I. Asuransi itu haram dalam segala macam bentuknya, temasuk asuransi jiwa
Pendapat ini dikemukakan oleh Sayyid Sabiq, Abdullah al-Qalqii (mufti Yordania), Yusuf
Qardhawi dan Muhammad Bakhil al-Muthi (mufti Mesir). Alasan-alasan yang mereka
kemukakan ialah:
Asuransi sama dengan judi
Asuransi mengandung ungur-unsur tidak pasti.
Asuransi mengandung unsur riba/renten.
Asurnsi mengandung unsur pemerasan, karena pemegang polis, apabila tidak bisa
melanjutkan pembayaran preminya, akan hilang premi yang sudah dibayar atau di
kurangi.
Premi-premi yang sudah dibayar akan diputar dalam praktek-praktek riba.
Asuransi termasuk jual beli atau tukar menukar mata uang tidak tunai.
Hidup dan mati manusia dijadikan objek bisnis, dan sama halnya dengan mendahului
takdir Allah.
II. Asuransi konvensional diperbolehkan
Pendapat kedau ini dikemukakan oleh Abd. Wahab Khalaf, Mustafa Akhmad Zarqa (guru
besar Hukum Islam pada fakultas Syariah Universitas Syria), Muhammad Yusuf Musa
(guru besar Hukum Isalm pada Universitas Cairo Mesir), dan Abd. Rakhman Isa
(pengarang kitab al-Muamallha al-Haditsah wa Ahkamuha). Mereka beralasan:
Tidak ada nash (al-Quran dan Sunnah) yang melarang asuransi.
Ada kesepakatan dan kerelaan kedua belah pihak.
Saling menguntungkan kedua belah pihak.
Asuransi dapat menanggulangi kepentingan umum, sebab premi-premi yang
terkumpul dapat di investasikan untuk proyek-proyek yang produktif dan
pembangunan.
Asuransi termasuk akad mudhrabah (bagi hasil)
Asuransi termasuk koperasi (Syirkah Taawuniyah).
Asuransi di analogikan (qiyaskan) dengan sistem pensiun seperti taspen.
III. Asuransi yang bersifat sosial di perbolehkan dan yang bersifat komersial diharamkan
Pendapat ketiga ini dianut antara lain oleh Muhammad Abdu Zahrah (guru besar
Hukum Islam pada Universitas Cairo). Alasan kelompok ketiga ini sama dengan
kelompok pertama dalam asuransi yang bersifat komersial (haram) dan sama pula
dengan alasan kelompok kedua, dalam asuransi yang bersifat sosial (boleh). Alasan
golongan yang mengatakan asuransi syubhat adalah karena tidak ada dalil yang tegas
haram atau tidak haramnya asuransi itu.

Dalam keadaan begini, sebaiknya berpegang kepada sabda Nabi Muhammad SAW:
Tinggalkan hal-hal yang meragukan kamu (berpeganglah) kepada hal-hal yagn tidak
meragukan kamu. (HR. Ahmad). Wallahu alam bis showab.

Referensi:
Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2005. Departemen Pendidikan Nasional, Balai Pustaka. hlm.
73.
Undang-Undang No. 2, Tahun 1992, tentang usaha perasuransian.
Syaikh Muqbil bin Hadi Al Wadii. 2007. Hukum Asuransi Menurut Islam.
https://jacksite.wordpress.com/2007/07/11/hukum-asuransi-menurut-islam/ 26
Oktober 2016
Kholid Syamhudi. 2009. Perbedaan Antara Asuransi Ta'awun dan Asuransi
Konvensional. http://almanhaj.tohaboy.web.id/content/2590/slash/0/perbedaan-
antara-asuransi-taawun-dan-asuransi-konvensional/index.html 26 Oktober 2016

Anda mungkin juga menyukai