Anda di halaman 1dari 4

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Gharib al-Hadits dan Kegunaannya


Ibnu Shalah mentarifkan ilmu Gharib al-Hadits, ialah:




Ilmu pengetahuan untuk mengetahui lafadz-lafadz dalam matan hadits yang
sulit lagi sukar dipahamkan, karena jarang sekali digunakannya.1
Ilmu Gharib al-Hadits dapat juga dikatakan:








Ilmu yang menerangkan makna kalimat yang terdapat dalam matan hadits
yang sukar diketahui maknanya dan yang kurang terpakai oleh umum.2
Dengan memperhatikan tarif tersebut, nyatalah kiranya bahwa yang
menjadi objek ilmu gharib al-hadits ialah kata-kata yang musykil dan susunan
kalimat yang sukar dipahamkanmaksudnya. Dan nyata pulalah kiranya tujuan
yang hendak dicapai oleh ilmu ini, ialah melarang seseorang menafsirkan
secara menduga-duga dan mentaqlidi pendapat seseorang yang bukan ahlinya.
Sebagaian besar ulama hadits sendiri, kalau dimintakan fatwa tentang
sesuatu matan hadits yang kebetulan beliau sendiri tidak sanggup
menerangkan, lalu menyerahkan fatwanya kepada orang yang lebih ahli dan
lebih mengetahuinya.

B. Cara-cara Menafsirkan ke-Gharib-an al-Hadits


Para Muhadditsin mengemukakan hal-hal yang dapat digunakan untuk
menafsirkan ke-gharib-an matan hadits. Di antara hal-hal yang dipandang baik
untuk menafsirkan ke-gharib-an hadits ialah:

1
Fatchur Rahman, Ikhtisar Musthalahul Hadits, (Yogyakarta: PT. Alm Press, 1968), h.
321
2
Endang Soetari, Ilmu Hadits, (Bandung: Amal Bakti Press, 1994), h. 209
1. Hadits yang sanadnya berlainan dengan hadits yang bermatan gharib
tersebut.
2. Penjelasan dari sahabat yang meriwayatkan hadits atau dari sahabat lain
yang tidak meriwayatkannya.
3. Penjelasan dari rawi selain sahabat.
Contoh matan hadits gharib yang ditafsirkan dengan hadits yang
bersanad lain, seperti sebuah hadits Muttafaqalaih yang diriwayatkan oleh
Ibnu Umar r.a. tentang Ibnu Shayyad, ujarnya:

:


:

...
" "... ! : !

Nabi Muhammad SAW. bersabda: saya menyimpan sesuatu untukmu, apa
itu? Sahut Ibnu Shayyad: yaitu asap. Salah! Kata Nabi Muhammad SAW.:
kamu tidak akan lepas secepat perkiraanmu.
Lafadzh ad-dukhkhu dalam hadits tersebut adalah lafadzh yang gharib.
Menurut uraian yang dikemukakan oleh Al-Jauhari, lafadzh dukhkhu tersebut
berarti asap (menurut pengertian bahasa), tetapi menurut pendapat lain berarti
tumbuh-tumbuhan, bahkan sebagian orang mengartikannya dengan jima.
Untuk mendapatkan penafsiran yang tepat, kita berusaha mencari
sanad selain sanad Bukhary-Muslim. Ternyata kita dapati di dalam pen-takhrij-
an Abu Dawud dan At-Turmudzy yang bersanadkan Az-Zuhri, Salim dan Ibnu
Umar r.a. memberikan penafsiran terhadap ke-gharib-annya. Kata Ibnu Umar
r.a. :

)
( ...





)(:

Suatu ketika Nabi SAW. menyembunyikan untuk Ibnu Shayyad, ayat:
Tunggulah sampai langit mengepulkan asapnya yang nyata. Lalu Ibnu
Shayyad mendapatkan suatu alat yang biasa dipakai ditukang-tukang tenung
untuk mencapai sesuatu dalam perantaraan setan-setan, dan tanpa berpikir
panjang lagi dia menjawab: itulah asap.3

3
Fatchur Rahman, Ikhtisar Musthalahul Hadits . . ., h. 323
4

Dengan bantuan dari hadits Abu Dawud dan At-Turmudzy tersebut,


maka lafadzh ad-dukhkhu itu dapat diketahui artinya, yaitu asap.
Lebih jelas lagi kalau kita mengambil hadits yang di-takhrij-kan Ibnu
Jarir dari sahabat Khudzaifah r.a. tentang alamat-alamat hari kiamat, yang
antara lain disebutkan ad-dukhkhu. Ibnu Khudzaifah menanyakan kepada Nabi,
apakah yang dimaksud dengan dukhan? Lantas Rasulullah SAW. membacakan
ayat 10 dan 11 surat Ad-Dukhan.

C. Perintis Ilmu Gharib al-Hadits dan Kitab-kitabnya


Kebanyakan Muhadditsin menganggap bahwa perintis Ilmu Gharib al-
Hadits itu adalah Abu Ubaidah Mamar bin Mutsanna at-Taimy, salah seorang
ulama hadits yang berasal dari kota Basrah. Beliau meninggal pada tahun 210
H.
Sebagian ulama hadits yang lain berpendapat bahwa promotor ilmu
tersebut adalah Abu al-Hasan an-Nadlr bin Syamil al-Maziny, seorang ulama
ilmu Nahwu, yang meninggal pada tahun 240 H. Ia adalah seorang guru dari
Imam Ishaq bin Rahawaih, guru Imam Bukhary.
Ilmu yang telah dirintis oleh kedua ulama tersebut disempurnakan dan
dikembangkan oleh ulama-ulama kemudian, hingga melahirkan beberapa kitab
gharib al-hadits yang sangat berguna dalam memahami al-Hadits. Kitab-kitab
itu antara lain:
1. Gharib al-Hadits
Oleh Abu Ubaid al-Qasim bin Salam (157-224 H). tidak sedikit para
ahli ilmu yang memuji kitab itu sebagai kitab yang kaya akan faedah dan
berharga.
2. Al-Faiqu Fii Gharib al-Hadits
Karya Abu al-Qasim Jarullah Mahmud bin Umar Az-Zumakhsyary
(468-538). Kitab yang mencakup seluruh Ilmu Gharib al-Hadits yang telah
ditulis oleh ulama-ulama yang mendahuluinya itu telah dicetak berulang
kali di Hayderabad dan Mesir.
3. An-Nihayah Fii Gharib al-Hadits wal-Atsar
Karya Imam Majdudin Abi as-Saadat Al-Mubarak bin Muhammad
(Ibnu al-Atsir) Al-Jazary (544-606 H). Buku ini merupakan buah daripada
hasil karya ulama-ulama sebelumnya yang diperbaiki susunannya menurut
alfabetis dari lafadzh-lafadzh yang gharib.
Hadits-hadits yang ada hubungan dengan hadits gharib itu
dikemukakan pula serta ditafsirkanlah kalimat demi kalimat hingga hilang
ke-gharib-annya. Kitab yang terdiri dari 4 jilid itu dicetak berulang kali di
Mesir. Pada cetakan yang terakhir ia dijadikan 5 jilid dengan diberi tahqiq
(interpretasi ringkas) oleh kedua ulama besar, Thahir Ahmad Az-Zawy dan
Mahmud Muhammad At-Thanahy dan dicetak oleh Daru Ihya al-Kutub al-
Arabiyah (Mesir) pada tahun 1383 H. = 1963 M.
Kemudian disusul oleh Abu Hafsh Umar bin Muhammad bin Rajai
Al-Ukbury (380-458 H). Ia adalah salah seorang guru Abu Yahya
Muhammad bin Al-Husain Al-Farra Al-Hanbaly dan salah seorang murid
dari Abdullah bin Ahmad bin Hanbal.4

4
Fatchur Rahman, Ikhtisar Musthalahul Hadits . . ., h. 324

Anda mungkin juga menyukai