Anda di halaman 1dari 12

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian yang akan dilakukan menggunakan eksperimental untuk

mengetahui hubungan kausalitas dengan cara memberikan perlakuan pada

kelompok eksperimental dan dibandingkan dengan kelompok kontrol. Desain

penelitian ini yakni post test only control group design.

4.2 Kelompok Perlakuan :


1. Kelompok kontrol positif (mencit yang diberikan streptozotocin)
2. Kelompok perlakuan (mencit yang diberikan ekstrak daun mimba

dengan dosis minimum dan streptozotocin)


3. Kelompok perlakuan (mencit yang diberikan ekstrak daun mimba

dengan dosis maximum dan streptozotocin)


4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian
4.3.1 Lokasi penelitian : Laboratorium Biomedik Fakultas

Kedokteran Universitas Muhammadiyah Malang.


4.3.2 Waktu penelitian :

4.4 Populasi, Sampel, Besar Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel


4.4.1 Populasi
Populasi dan subjek penelitian adalah mencit putih jantan

dewasa (Mus musculus).


4.4.2 Sampel Penelitian
Sampel penelitian dalah mencit putih jantan dewasa (Mus

musculus). Besaran sampel ditentukan dengan rumus Federer (Prihanti,

2016) sebagai berikut :


(r-1)(t-1) 15
(r-1)(3-1) 15
r9
Keterangan :
r = jumlah replikasi
t = jumlah perlakuan

31
Jumlah sampel setiap kelompok percobaan minimal 10 ekor. Untuk

mengantisipasi terjadinya droup out karena hewan coba mati, sehingga

dibutuhkan cadangan dengan rumus sebagai berikut :


n1 = 9/1-0,1
= 9/0,9
= 10
Jumlah cadangan yang diperlukan untuk tiap kelompok perlakuan

adalah 10-9 = 1. Total sampel yang dibutuhkan 10 x 3 = 30 ekor.


4.4.3 Teknik Pengambilan Sampel
Menggunakan teknik random dari populasi mencit putih jantan

(Mus musculus), kemudian dikelompokkan sesuai dengan rancangan

kelompok perlakuan.
4.4.4 Krateristik Sampel Penelitian
1. Kriteria Inklusi
Mencit putih jantan (Mus musculus)
Umur 2-3 bulan
Berat badan 22-34 gram
Kondisi sehat dan tanpa kelainan antomis
2. Kriteria Eksklusi
Mencit yang sakit sebelum perlakuan
Mencit yang mati sebelum perlakuan
3. Kriteria Droup Out
Mencit yang mati saat perlakuan
4.5 Variabel Penelitian
4.5.1 Variabel bebas : ekstrak daun mimba (Azadirachta indica

A.Juss)
4.5.2 Variabel tergantung : gambaran histopatologi sel nefron ginjal

mencit putih jantan (Mus musculus).


4.5.3 Variabel kontrol : variabel kontrol negatif (tikus yang tidak

diberikan ekstrak daun mimba dan streptozotocin) dan variabel

kontrol positif (mencit yang hanya diinduksi streptozotocin).


4.6 Definisi Operasional
4.6.1 Ekstrak Daun Mimba
Daun mimba (Azadirachta indica A.Juss) diperoleh dari

Kabupaten Pamekasan Madura yang kemudian diperoses menjadi

ekstrak metanol dan diberikan secara per-oral.


4.6.2 Strepstozotocin

32
Streptozotocin dilarutkan dalam sodium sitrat (pH 4,8) yang

diberikan secara intraperitoneal. Streptozotocin sebagai penginduksi

diabetes pada mencit.


4.6.3 Gambaran histopatologi nefron ginjal

Gambaran awal dari perubahan struktur ginjal diabetik adalah hipertrofi

glomerular dan renal. Perubahan ini akan diikuti dengan peningkatan

ketebalan membrana basalis glomerular, eskpansi mesangial dengan

akumulasi protein matriks ekstraselular seperti kolagen, fibronektin dan

laminin disertai proliferasi sel mesangial intraglomerular (oshiro, 2005).

Nefropati diabetik tingkat lanjut ditandai dengan glomerulosklerosis dan

fibrosis interstitial (bloomgarden, 2005). Glomerulosclerosis pada ginjal dapat

terjadi secara noduler ataupun difus (badan Kiimestiel dan Wilson) yang

ditandai dengan gambaran eosinofilik. pada bagian perifer glomerulus.

Nodulus ini terjadi akibat ekspansi mesangial dan penebalan membrana

basalis pada kapiler sekelilingnya dengan oklusi progresif kapiler glomerulus.

Terjadinya glomerulosklerosis mengakibatkan ginjal tidak dapat bekerja

sesuai fungsinya, karena jaringan sklerosis ini akan menekan kapiler yang

pada keadaan normal kapiler ini berfungsi untuk filtrasi darah menjadi urin

sehingga dapat menyebabkan laju fitrasinya sangat menurun. (feldman, 2008)

4.7 Alat dan Bahan Penelitian


4.7.1 Alat
1. Alat pemelihara mencit
a. Sekam
b. Bak
c. Botol
d. Penutup kandang dari anyaman kawat
2. Penimbang berat badan mencit
3. Alat pembuatan dan penyimpanan ekstrak daun mimba
a. Blender
b. Timbangan
c. Botol
d. Vacuum pump
e. Modulyo-freeze drier

33
f. Lemari pendingin
g. Lemari pengering
4. Alat untuk memberikan perlakuan
a. Handscoon
b. Sonde
5. Alat untuk anastesi
a. Sungkup muka
b. Stopwatch
6. Alat untuk pengambilan organ
a. Alat bedah minor (gunting, pinset, scalpel, klem,

pemegang jaringan, dan kassa)


b. Tabung film untuk tempat pengawetan organ

sementara
c. Meja opreasi
7. Jarum
8. Glucometer
9. Mikroskop
10. Spuit
11. Oven
12. Label
13. Cover glass dan object glass
14. Kaset
15. Mikrotom
16. Histoplate
17. Hot plate
4.7.2 Bahan
1. Bahan pemeliharaan mencit
a. Aquades
b. Bahan pakan
2. Bahan pembuatan ekstrak daun mimba
a. Daun mimba
b. Aqueous
3. Bahan induksi
a. Streptozotocin (STZ)
b. Sodium sitrat (pH 4,8)
4. Bahan anastesi
a. Eter
5. Bahan untuk sediaan histologi pankreas mencit dengan

cara fixation, embedding, dan sectioning :


a. Air
b. Larutan bouin
c. Phosphotungstic acid
d. Victoria blue (pewarna)
e. Phloxine (pewarna)
f. Chrome alum

34
g. Alkohol 70%, 96%, 99%
h. 0,3% Aqueous potassium permanganate
i. Alkohol 70%, 80%, 90%, 95%, 99%, alkohol

absolut I, alkohol absolut II, alkohol absolut III,

xylol I, dan xylol II.


j. 0,3% Sulphric acid
k. Parafin
l. 1% Acetic acid
m. Glycerin
n. Natrium bisulfit 2-5%
4.8 Prosedur Penelitian
4.8.1 Aklimatisasi
Aklimatisasi bertujuan agar subjek penelitian dapat

beradaptasi terlebih dahulu sebelum perlakuan. Aklimatisasi hewan

coba selama 7 hari. Apabila ada mencit yang sakit, atau berat

badannya turun 10%, atau mati pada saat aklimatisasi akan

dikeluarkan dari penelitian (droup out).


4.8.2 Pembagian kelompok perlakuan
30 ekor mencit dilakukan randomisasi dibagi menjadi 3

kelomok (masing-masing kelompok sebanyak 10 ekor) yaitu tikus

yang diberikan streptozotocin, dan tikus yang diberikan ekstrak

daun mimba dan streptozotocin dengan 2 dosisyang berbeda.

Kemudian masing-masing kandang diberi label kelompok 1

(control positif), kelompok 2 (perlakuan dosis minimum), dan

kelompok 3 (perlakuan dosis maksimum).


Hari ke-8 dari pasca menjalani aklimatisasi, mencit

diperiksa kadar gula darah awal diambil dari ekor mencit. Hari ke-9

mencit diinduksi dengan streptozotocin. Setelah 48 jam pasca

induksi mencit dipuasakan terlebih dahulu selama 16 jam,

kemudian dilakukan pemeriksaan gula darah kembali. Apabila pada

hari ke-11 gula darah mencit belum naik secara signifikan, maka

35
diinduksi lagi dengan streptozotocin. Hari selanjutnya digunakan

untuk pemberian ekstrak daun mimba selama 28 hari.


4.8.3 Pembuatan Ekstrak Daun Mimba dan Penentuan Dosis
Pembuatan ekstrak daun mimba dilakukan di Laboratorium

Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah

Malang. Pertama daun ditimbang terlebih dahulu. Dalam Kasarkar

and Barge (2016) daun dicuci dengan air suling kemudian

dikeringkan. Setelah kering, daun mimba dihaluskan menggunakan

blender hingga berbentuk serbuk. Setelah berbentuk serbuk

dimasukkan ke dalam botol dan dilakukan pembuatan ekstrak

menggunakan 1 liter aqueous sebagai pelarut pada suhu 60 C

selama 6 jam. Kemudian dinginkan dan tuang ke dalam vacuum

pump untuk disaring. Hasil saringan dikeringkan menggunakan

Modulyo-freeze drier selama 72 jam. Granul yang terbentuk

dimasukkan ke dalam botol kedap udara, kemudian didinginkan

pada suhu -20 C. sampai ekstrak ini akan digunakan. (Arika et al,

2016).
Menggunakan dosis 500 mg/kgBB diberikan secara per-

oral menggunakan sonde lambung. (Hosseini, Nick, and Ghorbani,

2015).
4.8.4 Induksi Streptozotocin
Dosis 40 mg/kgBB telah menginduksi diabetes (Sharma, et

al, 2013).
4.8.5 Pengambilan Ginjal Mencit
Hewan coba dianastesi terlebih dahulu. Melakukan anastesi

satu persatu terhadap hewan coba dengan cara sungkup muka yang

sudah ada eternya dipakaikan ke mencit. Anastesi dilakukan

sampai tikusnya pingsan. Hewan coba dites terlebih dahulu

36
terhadap respon nyeri agar memastikan anastesi yang dilakukan

berhasil atau tidak. Hewan dibaringkan di atas meja operasi dan diikat

agar posisinya stabil. Jaringan tubuh yang diinginkan (ambil organ

ginjalnya), kemudian diisolasi, dipotong-potong dan dimasukkan

kedalam wadah yang berisi cairan fiksasi menggunakan formalin

10%. Selanjutnya pembuatan sediaan histopatologi. Hewan coba

yang sudah mati, dikubur menjadi satu. (Jusuf, 2009)


4.8.6 Pembuatan Sediaan Histopatologi

Pembuatan sediaan histopatologi pankreas menggunakan

langkah-langkah fiksasi, dehidrasi, perendaman (embedding) dan

pencetakan (blocking), dan pemotongan. Pertama yaitu fiksasi .

Fiksasi artinya melakukan perendaman jaringan ke dalam larutan

formalin 10%. Setelah jaringan direndam dilakukan pemotongan

dengan ketebalan 3 mm. Volume cairan fiksasi sekurang-

kurangnya harus 15-20x volume jaringan yang akan difiksasi .

Masukkan ke dalam kaset jaringan yang sudah dipotong. Kedua

melakukan dehidrasi jaringan menggunakan alkohol beberapa

tingkat konsentrasi. Tingkatan konsentrasinya yaitu alkohol 70% 1

hari, alkohol 80% 1 hari, alkohol 90% 1 hari, alkohol 95% 1 hari, alkohol

95% 1 hari, alkohol absolut I, alkohol absolut II dan alkohol absolut

III. Memasukkan sediaan ke dalam xylol I 1 jam, untuk

menyakinkan bahwa seluruh cairan alkohol telah keluar, jaringan

kemudian dipindahkan ke cairan xylol II, lamanya juga 1 jam. Hal

ini dilakukan untuk penjernihan (clearing). Jaringan kemudian

37
direndam dalam parafin cair di dalam oven (kira-kira 56-59 o C)

selama kira-kira jam. (Jusuf, 2009).

Ketiga tahap pembenaman (embedding) Jaringan

dibenamkan ke dalam parafin/paraplast I selama 2 jam. Jaringan

kemudian dipindahkan kedalam parafin/paraplast II selama 1 jam.

Akhirnya jaringan dimasukkan kedalam parafin/paraplast III

selama 2 jam. Setelah pembenaman proses dapat dilanjutkan

dengan pengecoran/bloking. Keempat pengecoran (Blocking)

adalah proses pembuatan blok preparat agar dapat dipotong

dengan mikrotom. menggunakan cetakan dari plastik dan piringan

logam. Dengan cara ini histoplate dari plastik diletakkan di atas

piringan logam (seperti cetakan membuat es batu). Tuangkan sedikit

cairan parafin ke dalam cetakan tersebut. Secepatnya masukkan

jaringan dengan menggunakan pinset yang telah dipanaskan (agar

parafin tidak beku) dan diatur posisinya di dalam cetakan. Parafin cair

kemudian dituangkan kembali hingga menutupi seluruh cetakan

tersebut. Selama tindakan ini cetakan (histoplate dari plastik) dan

piringan logam harus diletakkan diatas hot plate. (Jusuf, 2009).

Keluarkan hasil cetakan tersebut, kemudian blok yang

didapat segera simpan di dalam refrigerator. Setelah siap dipotong

menggunakan mikrotom, letak pisau mikrotom pada tempatnya dan

atur sudut kemiringannya. Biasanya sudut kemiringan berkisar 20-

30 derajat. Atur ketebalan potongan yang diinginkan, biasanya

dipakai ketebalan antara 5-7 mikrometer sampai terbentuk seperti

38
bentukan pita. (Jusuf, 2009). Letakkan potongan berbentuk pita di

atas permukaan air hangat agar bisa mencegah terjadinya lipatan

pada pita. Setelah itu letakkan sediaan di atas gelas objek dan

dikeringkan menggunakan suhu ruang. Sediaan sudah siap

diwarnai dengan Hematoksilin Eosin.

4.8.7 Pewarnaan Hematoksilin Eosin


Tahapan pewarnaan HE metode Harris adalah sebagai

berikut : preparat di atas gelas objek direndam dalam xylol I 5

menit, dilanjutkan xylol II, III masingmasing 5 menit. Kemudian

preparat direndam dalam alkohol 100% I dan II masing-masing 5

menit, selanjutnya ke dalam aquades dan kemudian direndam

dalam Harris Hematoxylin selama 15 menit. Celupkan ke dalam

aquades dengan cara mengangkat dan menurunkannya. Preparat

kemudian dicelupkan ke dalam acid alkohol 1% selama 7-10 celupan,

direndam dalam aquades 15 menit, dan dalam eosin selama 2

menit. Selanjutnya preparat direndam dalam alkohol 96% I dan II

masing- masing 3 menit, alkohol 100 % I dan II masing-masing 3

menit, dan dalam xylol IV dan V masing-masing 5 menit. Preparat

dikeringkan dan dilakukan mounting dengan menggunakan

entelan. Preparat diperiksa di bawah mikroskop untuk pemeriksaan

terhadap perubahan histopatologi (Swarayana, dkk. 2012).


4.8.8 Pengamatan Hasil
Preparat histopatologi diperiksa di bawah mikroskop

masing-masing pada 5 lapang pandang mikroskopik. Pemeriksaan

dengan mikroskop dilakukan dengan pembesaran 100x kemudian

dilanjutkan dengan pembesaran 400x. Perubahan histopatologi

39
yang diamati meliputi adanya degenerasi melemak (vakuolisasi)

dan nekrosis (Swarayana, dkk. 2012).


4.9 Analisis Data
4.9.1 Kelompok perlakuan > 2 kelompok, mutlak dilakukan

pengujian kesamaan varian menggunakan Levene. Jumlah sampel

50, sehingga dilakukan uji normalitas menggunakan Shapiro-

Wilk. Uji normalitas dapat dikatakan normal apabila nilai p > 0,05.
4.9.2 Dilakukan uji One Way Anova apabila variabel yang diuji

menunjukkan sebaran data normal. Dalam uji One Way Anova

digunakan untuk melihat ada kesamaan atau perbedaan untuk

sampel > 2 kelompok. Nilai p < 0,05 menunjukkan perbedaan.


4.9.3 Uji Post Hoc Tukey sebagai uji lanjutan One Way Anova

untuk menilai perbedaan bermakna antara masing-masing

kelompok perlakuan.

40
4.10 Alur Penelitian

Aklimatisasi 7 hari

Dibagi menjadi 3 kelompok secara random

Hari ke-8 cek gula darah awal

Hari ke-9

Kelompok 1 (kontrol Kelompok 2 (kontrol Kelompok 3


negatif) tidak diinduksi positif) diinduksi STZ (perlakuan) diinduksi
STZ 40 mg/kgBB STZ 40 mg/kgBB

48 jam kemudian cek gula darah kembali. Apabila Gula darah


belum naik secara signifikan, induksi lagi dengan STZ.

Kelompok 1 (kontrol Kelompok 2 (kontrol Kelompok 3


negatif) tidak diberi positif) tidak diberi (perlakuan) diberi
ekstrak daun mimba ekstrak daun mimba ekstrak daun mimba
500 mg/kgBB selama
28 hari

Pengambilan dan pembuatan preparat ginjal

Pengamatan mikroskop dan rata-rata sel nefron ginjal


yang normal

Hasil penelitian

Analsis data

Simpulan

41
42

Anda mungkin juga menyukai