Anda di halaman 1dari 24

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Suhu Tubuh dan Pengaturan Suhu


2.1.1 Suhu tubuh normal
Normalnya, suhu yang mengatur bagian dalam tubuh (suhu inti),

berada pada suhu konstan yaitu sekitar 0,60C dari hari ke hari, namun
terdapat pengecualian yaitu apabila seseorang sedang mengalami demam.
Menurut Guyton, Arthur C., Hall, John E (2006), tidak ada ketetapan
mengenai suhu inti normal karena pengukuran suhu tubuh pada orang
dalam keadaan sehat menunjukkan rentang suhu yang berkisar dari

dibawah 360C sampai lebih dari 370C melalui pengukuran per oral, dan

lebih tinggi kira-kira 0,60C bila diukur per rektal.

2.1.2 Pembentukan panas


Pembentukan panas merupakan hasil utama dari proses
metabolisme. Faktor- faktor yang memengaruhi laju pembentukan panas
atau yang disebut dengan laju metabolisme antara lain: (1) laju
metabolisme basal sel tubuh, (2) laju metabolisme tambahan yang
disebabkan oleh aktivitas otot, (3) metabolisme tambahan yang disebabkan
oleh pengaruh tiroksin terhadap sel, (4) metabolisme tambahan yang
disebabkan oleh pengaruh epinefrin, norepinefrin, dan perangsangan
simpatis terhadap sel, (5) metabolisme tambahan yang disebabkan oleh
meningkatnya aktivitas kimiawi di dalam sel sendiri (terutama bila suhu di
dalam sel meningkat), (6) metabolisme tambahan yang diperlukan
untuk pencernaan, absorpsi, dan penyimpanan makanan (Guyton, Arthur
C., Hall, John.E; 2006).

2.1.3 Kehilangan panas


Laju hilangnya panas hampir seluruhnya ditentukan oleh dua
faktor, yaitu kecepatan panas yang dapat dikonduksi dari tempat asal
panas dihasilkan, yakni dari dalam inti tubuh ke kulit, dan seberapa
cepat panas kemudian dapat dihantarkan dari kulit ke lingkungan
(Guyton, Arthur C., Hall, John E; 2006). Seperti halnya arus listrik yang
memiliki insulator sebagai material yang menghambat konduksi listrik,
tubuhpun memiliki insulator (penyekat) terhadap aliran panas sehingga
suhu internal tubuh dapat dipertahankan. Dalam hal ini kulit, jaringan
subkutan, dan terutama lemak di jaringan subkutan bekerja secara
bersama-sama sebagai insulator panas tubuh. Daya penyekatan yang
terletak dibawah kulit merupakan alat yang efektif untuk mempertahankan
suhu inti tetap normal, meskipun dapat juga memungkinkan agar suhu
kulit dapat mendekati suhu lingkungan.
Penyalur panas yang efektif dalam tubuh adalah darah, dalam hal ini
aliran darah yang diatur oleh pembuluh darah. Bagian penting dalam
penyaluran panas ini adalah pleksus venosus yang mendapatkan suplai
dari aliran darah kapiler kulit. Kecepatan aliran darah ke dalam pleksus
venosus bervariasi dari beberapa persen di atas nol sampai dengan 30%
dari total curah jantung (cardiac output). Efisiensi dari konduksi panas
berbanding lurus dengan kecepatan aliran darah pada kulit. Dengan kata
lain, semakin cepat aliran darah, maka akan semakin efisien pula
konduksi panas dari inti tubuh. Namun hal inipun tetap memiliki batas.
Dapat dikatakan bahwa kulit merupakan pengatur radiator panas, dan
aliran darah ke kulit adalah mekanisme penyaluran panas dari inti
tubuh yang efektif, sebagaimana dituliskan oleh Guyton, Arthur C., Hall,
John E (2006). Aliran darah ini kemudian diatur lagi oleh vasokonstriksi
yang hampir seluruhnya diatur oleh saraf simpatis.
Panas yang sudah disalurkan ke kulit kemudian dialirkan lagi ke
lingkungan. Mekanisme pengaliran panas ini dijelaskan melalui mekanisme
fisika dasar yaitu radiasi, konduksi, konveksi, dan evaporasi. Radiasi adalah
transfer panas dari permukaan suatu objek ke permukaan objek lainnya
tanpa kontak langsung antara keduanya. Panas pada 85% area luas
permukaan tubuh diradiasikan ke lingkungan. Panas dapat dihilangkan
melalui radiasi dengan membuka baju atau selimut. Konduksi adalah
transfer panas dari dan melalui kontak langsung antara dua objek. Benda
padat, cair, dan gas mengonduksi panas melalui kontak. Penggunaan
bungkusan es atau memandikan klien dengan kain dingin akan
meningkatkan kehilangan panas konduktif. Konveksi adalah transfer
panas melalui gerakan udara, contohnya adalah penggunaan kipas angin.
Kehilangan panas konvektif meningkat jika kulit yang lembab terpapar
dengan udara yang bergerak. Evaporasi adalah transfer energi panas saat
cairan berubah menjadi gas (Potter, Patricia A., Perry, Anne G; 2010

2.1.4 Pengaturan suhu tubuh


Suhu tubuh diatur hampir seluruhnya oleh mekanisme persarafan
umpan balik, dan hampir semua mekanisme ini terjadi melalui pusat pengaturan
suhu yang terletak di hipotalamus. Agar mekanisme umpan balik ini dapat
berlangsung, harus juga tersedia pendetektor suhu untuk menentukan kapan
suhu tubuh menjadi sangat panas atau sangat dingin (Guyton, Arthur C., Hall,
John E; 2006).
Jenis Pengukuran Suhu Tubuh
Dalam pengukuran suhu tubuh, terdapat empat (4) macam cara, yaitu :
1. Peroral (sublingual), yaitu mengukur suhu melalui oral(mulut)
keuntungan:
o Mudah dijangkau dan tidak membutuhkan perubahan posisi.
o Nyaman bagi klien.
o Memberi pembacaan suhu permukaan yang akurat.
kerugian:
Tidak boleh dilakukan pada klien yang bernapas lewat mulut.
Tidak boleh dilakukan pada klien yang mengalami bedah oral, trauma
oral, riwayat epilepsi, atau gemetar akibat kedinginan.
Tidak boleh dilakukan pada bayi, anak kecil, anak yang sedang menangis
atau klien konfusi, tidak sadar atau tidak kooperatif.
Risiko terpapar cairan tubuh
2. Peraxila, yaitu mengukur suhu melalui axila(ketiak).
keuntungan:
o Aman dan non-invasif
o Cara yang lebih disukai pada bayi baru lahir dank lien yang tidak
kooperati
kerugian:
o Waktu pengukuran lama
o Memerlukan bantuan perawat untuk mempertahankan posisi klien
3. Perrektal, yaitu mengukur suhu melalui rektum(dubur).
keuntungan:
o Terbukti lebih dapat diandalkan bila suhu oral tidak dapat diperoleh
o Menunjukkan suhu inti
o kerugian:
o Tidak boleh dilakukan pada klien yang mengalami bedah rektal, kelainan
rektal, nyeri pada area rektal, atau cenderung perdarahan.
o Memerlukan perubahan posisi dan dapat merupakan sumber rasa malu
dan ansietas klien.
o Risiko terpajan cairan tubuh
o Memerlukan lubrikasi
o Dikontradiksikan pada bayi baru lahir.
4. Peroftal, yaitu mengukur suhu melalui telinga(jarang dipakai).
keuntungan:
o tempat mudah dicapai.
o perubahan posisi yang dibutuhkan minimal.
o memberi pembacaan inti yang akurat.
o waktu pengukuran sangat cepat (2-5 detik).
o Dapat dilakukan tanpa membangunkan atau mengganggu klien.
kerugian:
o Alat bantu dengar harus dikeluarkan sebelum pengukuran.
o Tidak boleh dilakukan pada klien yang mengalami bedah telinga atau
membran timpani.
o Membutuhkan pembungkus probe sekali pakai.
o Impaksi serumen dan otitis media dapat mengganggu pengukuran suhu.
o Keakuratan pengukuran pada bayi baru lahir dan anak-anak dibawah 3
tahun masih diragukan.

Ke empat macam cara ini dapat digunakan salah satunya saja. Karena
pada dasarnya memiliki tujuan yang sama. Namun, itu tergantung jenis bagian
suhu mana yang ingin kita ketahui. Ada dua macam jenis suhu tubuh yang kita
perlukan untuk tujuan pemeriksaan, yaitu :
1. Suhu inti:
(core temperatur), yaitu suhu yang terdapat pada jaringan dalam, seperti
kranial, toraks, rongga abdomen, dan rongga pelvis. Suhu ini biasanya
dipertahankan relatif konstan (sekitar 37C). Tempat pengukuran suhu inti
yang paling efektif : rectum, membrane timpani, esophagus, arteri
pulmonel, kandung kemih, rektal. Dalam hal ini, kita harus menggunakan
cara pengukuran suhu melalui rectum
2. Suhu permukaan:
(surface temperatur), yaitu suhu yang terdapat pada kulit, jaringan
subkutan, dan lemak. Suhu ini biasanya dapat berfluktuasi sebesar 20C
sampai 40C. Tempat pengukuran suhu permukaan yang paling efektif :
kulit, aksila oral. Sehingga, kita bias menggunakan cara pengukuran
melalui oral, aksila, dan telinga.

Alat Pengukuran Suhu Tubuh


Alat pengukur suhu, tentu saja adalah termometer. Namun dalam
dunia kesehatan, termometer yang digunakan adalah termometer suhu
badan atau klinis, baik yang terbuat dari merkuri (kaca) maupun digital.
Hanya saja American Academy of Pediatrics tidak merekomendasikan
penggunaan termometer merkuri (kaca) untuk mencegah paparan
disengaja oleh toksin. Selain itu juga terdapat termometer telinga yang
menggunakan sistem inframerah untuk mengukur suhu di dalam saluran
telinga.

Cara Mengukur Suhu Tubuh


A. Mengukur Suhu Oral
Yaitu mengukur suhu badan dengan menggunakan termometer yang
ditempatkan di mulut.
a. Tujuan
Mengetahui suhu klien untuk menentukan tindakan dan diagnosa
b. Persiapan alat
1) Termometer air raksa/termometer elektrik siap pakai
2) Larutan sabun, desinfektan, air bersih dalam tempatnya
3 ) Sarung tangan
4) Tissue
5) Bengkok
6) Buku catatan dan alat tulis
c. Prosedur
1) Menjelaskan pada klien tentang tindakan yang akan dilakukan
2) Mendekatkan alat kesamping klien
3) Mencuci tangan dan memakai sarung tangan
4) Menempatkan termometer di bawah lidah klien dalam kantung
sub lingual lateral ketengah rahang bawah

5) Meminta klien menahan termometer dengan bibir terkatup dan


hindari penggigitan. Bila klien tidak mampu menahan termometer
dalam mulut maka pegangi termometer
6) Biarkan termometer di tempat tersebut :
a) Termometer air raksa : 2-3 menit
b) Termemoter Digital : sampai sinyal terdengar
7) Keluarkan termometer dengan hati-hati
8) Lap termometer memakai tissue dengan gerakan memutar dari
atas ke arah reservoir, kemudian buang tissue di bengkok
9) Baca air raksa atau digitnya
10) Menurunkan tingkat air raksa/mengembalikan termometer digital
ke skala awal
11) Mengembalikan termometer pada tempatnya
12) Melepas sarung tangan dan mencuci tangan
13) Mendokumentasikan hasil tindakan

B. Mengukur Suhu Aksila


Yaitu mengukur suhu badan dengan menggunakan termometer yang di
tempatkan di ketiak (aksila). Suhu aksila tidak seakurat pengukuran rektal
atau oral, dan ini umumnya mengukur 1 derajat lebih rendah dari suhu oral
jika diukur secara bersamaan.
a. Tujuan
Mengetahui suhu badan klien untuk menentukan tindakan dan
membantu menentukan diagnosa
b. Persiapan alat
1) Termometer air raksa/termometer elektrik siap pakai
2) Larutan sabun, desinfektan, air bersih dalam tempatnya
3) Sarung tangan
4) Tissue

5) Bengkok
6) Buku catatan dan alat tulis
c. Prosedur
1) Menjelaskan pada klien tentang tidakan yang akan dilakukan
2) Mendekatkan alat ke samping klien
3) Mencuci tangan dan memakai sarung tangan
4) Memasang tirai atau menutup gorden/ pintu ruangan
5) Membantu klien untuk duduk atau posisi berbaring terlentang.
Buka pakaian pada lengan klien
6) Menempatkan termometer di tengah ketiak, turunkan
lengan dan silangkan lengan di bawah klien
7) Biarkan termometer di tempat tersebut
(a) Termometer air raksa : 5-10 Menit
(b) Termometer digital : sampai sinyal terdengar
8) Keluarkan termometer dengan hati-hati
9) Lap termometer memakai tissue dengan gerakan memutar dari
atas ke arah reservoir, kemudian tissue di bengkok
10) Baca air raksa atau digitnya
11) Membantu klien merapikan bajunya
12) Menurunkan tingkat air raksa/mengembalikan termometer digital
ke skala awal
13) Mengembalikan termometer pada tempatnya
14) Melepas sarung tangan dan mencuci tangan
15) Mendokumentasikan hasil tindakan
C. Mengukur Suhu Rektal
Yaitu mengukur suhu badan dengan menggunakan termometer yang
ditempatkan di rektal. American Academy of Pediatric merekomendasikan
pengukuran suhu rectal untuk anak di bawah usia 3 tahun, karena hal ini
memberikan bacaan yang paling akurat dari suhu utama tubuh. Pengukuran
suhu rectal akan membaca sekitar 1 derajat lebih tinggi dari suhu oral jika
dilakukan pengukuran secar bersamaan.
a. Tujuan
Mengetahui suhu badan klien untuk menentukan tindakan dan membantu
menegakkan diagnosa
b. Persiapan alat
1) Termometer air raksa/termometer elektrik siap pakai
2) Larutan sabun, desinfektan, air bersih dalam tempatnya
3) Vaseline/pelumas larut air
4) Sarung tangan
5) Tissue
6) Bengkok
7) Buku catatan dan alat tulis
c. Prosedur
1) Menjelaskan pada klien tentang tindakan yang akan dilakukan
2) Mendekatkan alat ke samping klien
3) Mencuci tangan dan memakai sarung tangan
4) Memasang tirai atau menutup gorden/pintu ruangan
5) Membuka pakaian bagian bawah
6) Mengatur posisi klien
(a) Dewasa : Sim atau miring dan kaki sebelah atas tekuk ke arah
perut
(b) Bayi/anak : Tengkurap/terlentang
7) Melumasi ujung termometer dengan vaseline sekitar 2,5-3,5 cm
untuk orang dewasa dan 1,5- 2,5 cm untuk bayi/anak
8) Membuka anus dengan menaikkan bokong atas dengan tangan kiri
(untuk orang dewasa). Bila bayi tengkurap di tempat tidur, renggangkan
kedua bokong dengan jari-jari.
9) Minta klien menarik nafas dalam dan masukkan termometer secara
perlahan kedalam anus sekitar 3,5 cm pada orang dewasa dan pada bayi
1,5-2,5 cm

10)Pegang termometer ditempatnya selama 2-3 menit (orang dewasa) dan 5


menit (untuk anak-anak)
11)Keluarkan termometer dengan hati-hati
12)Lap termometer memakai tissue dengan gerakan memutar dari atas ke
arah reservoir, kemudian buang tissue di bengkok
13)Baca air raksa atau digitnya
14)Melap area anal untuk membersihakan pelumas atau feaces dan
merapikan klien
15)Membersihkan termometer air raksa
16) Menurunkan tingkat air raksa/mengembalikan termometer digital ke skala
awal
17)Mengembalikan termometer pada tempatnya
18)Melepas sarung tangan dan mencuci tangan
19)Mendokumentasikan hasil tindakan

D. Mengukur Suhu Tymphanic


Yaitu, mengukur suhu badan dengan menggunakan termometer yang
ditempatkan di telinga. Pengukuran suhu gendang telinga tidak akurat pada
anak-anak kecil dan tidak boleh digunakan pada anak di bawah 3 tahun (36
bulan). Hal ini terutama berlaku pada bayi dibawah 3 bulan dimana
pengukuran suhu yang akurat adalah sangat penting.
a. Tujuan
Mengetahui suhu klien untuk menentukan tindakan dan diagnosa
b. Persiapan alat
1) Termometer air raksa/termometer elektrik siap pakai
2) Larutan sabun, desinfektan, air bersih dalam tempatnya
3 ) Sarung tangan

4) Tissue
5) Bengkok
6) Buku catatan dan alat tulis
c. Prosedur
1) Menjelaskan pada klien tentang tindakan yang akan dilakukan
2) Mendekatkan alat kesamping klien
3) Mencuci tangan dan memakai sarung tangan
4) Masukkan termometer ke dalam telinga pasien
5) Setelah dirasa cukup, keluarkan dengan hati-hati
6) Lap termometer memakai tissue dengan gerakan memutar dari
atas ke arah reservoir, kemudian buang tissue di bengkok
7) Baca air raksa atau digitnya
8) Menurunkan tingkat air raksa/mengembalikan termometer digital
ke skala awal
9) Mengembalikan termometer pada tempatnya
10) Melepas sarung tangan dan mencuci tangan
11) Mendokumentsikan hasil tindakan

E. Mengukur Suhu Arteri Temporal


Termometer arteri temporal menggunakan pemindai inframerah untuk
mengukur suhu dari arteri temporal di dahi. Termometer ini merekam
temperatur waktu sekitar enam detik.
Cara penggunaannya dengan menempelkan termometer pada dahi. Nanti
termometer akan menyala atau berubah warna pada angka yang sesuai
dengan suhu tubuh.

2.1.5 Konsep Set-Point untuk pengaturan suhu


Berdasarkan studi yang ada, ditemukan bahwa pada suhu tertentu, akan
terjadi perubahan kecepatan dan perbandingan antara pembentukan dan

kehilangan panas. Contohnya, pada suhu di atas 37,10C, panas akan lebih

cepat menghilang dari pada terbentuk. Pada kasus ini 37,10C disebut suhu
kritis, atau pada topik kali ini disebut set-point pada mekanisme pengaturan
suhu. Mekanisme di sini adalah segala segala bentuk mekanisme pengaturan
suhu tubuh agar kembali mendekati set-point.
Jika dihubungkan dengan fisiologis tubuh,mekanisme ini terkait dengan
umpan balik negatif. Dalam hal pengaturan suhu tubuh, suhu inti tubuh dijaga
agar perubahan suhu inti seminimal mungkin walaupun suhu lingkungan

berubah. Studi menemukan bahwa suhu tubuh manusia berubah 10C

untuk setiap perubahan 250C sampai 300C suhu lingkungan (Guyton, Arthur
C., Hall, John E;2006).
Set-point ini bukanlah sesuatu yang tidak dapat diubah. Ia juga
ditentukan oleh derajat aktivitas reseptor suhu panas pada area preoptik-
hipotalamus anterior. Bila suhu kulit tinggi, maka pengeluaran keringat akan
dimulai pada set-point yang lebih rendah. Karena itulah, saat suhu kulit tinggi,
maka set-point akan turun dan sebaliknya.

2.1.6 Suhu Tubuh Abnormal


Suhu tubuh memiliki tingkat abnormalitasnya sendiri, baik terlalu tinggi
ataupun terlalu rendah. Demam adalah kondisi di mana suhu tubuh menjadi
lebih tinggi, dan disebabkan baik oleh kesalahan pengaturan di otak, ataupun
adanya infiltrasi toksik yang mempengaruhi suhu tubuh. Demam dapat
disebabkan oleh bakteri, tumor otak, dan heatstroke sebagai puncaknya
karena adanya pajanan dari lingkungan, di mana suhu tubuh mencapai
1050F-1080F. Gejala yang paling sering adalah pusing, mual muntah,
delirium, dan bahkan kehilangan kesadaran.

Efek lanjut dari peningkatan suhu tubuh adalah kerusakan


parenkimatosa sel, terutama di otak. Jika hal ini terjadi, sel tersebut sulit bahkan
tidak bisa digantikan. Sementara pada kondisi di mana tubuh terpapar pada
suhu dingin, dapat terjadi henti jantung atau fibrilasi. Pengaturan suhu
juga dapat terganggu apabila kecepatan pembentukan panas turun sampai
dua kali lipat atau lebih. Apabila suhu tubuh sudah terlalu rendah atau
terpajan suhu yang terlalu rendah, maka akan tercipta kristal es di
dalam dan menyebabkan frostbite. Hal ini dapat menyebabkan
kerusakan sirkulasi permanen (Guyton, Arthur C., Hall, John E;2006

Kelebihan Dan Kekurangan Lokasi Pengukuran Suhu Tubuh


No Lokasi Keuntungan Kekurangan
1 Oral Mudah dijangkau dan Thermometer kaca dapat
tidak membutuhkan pecah bila tergigit
Nilai tidak akurat apabila
perubahan posisi.
Nyaman bagi klien. kilen barusajan
Memberi pembacaan suhu mengkomsumsi cairan
permukaan yang akurat. atau makanan yang
dingin, panas, dan
merokok
Dapat melukai mulut
setelah pembedahan oral
Tidak boleh dilakukan
pada klien yang bernapas
lewat mulut.
Tidak boleh dilakukan
pada klien yang
mengalami bedah oral,
trauma oral, riwayat
epilepsi, atau gemetar
akibat kedinginan.
Tidak boleh dilakukan
pada bayi, anak kecil,
anak yang sedang
menangis atau klien
konfusi, tidak sadar atau
tidak kooperatif.

Risiko terpapar cairan


tubuh
2 Axila Aman dan non-invasif Waktu pengukuran lama
Cara yang lebih disukai Memerlukan bantuan
pada bayi baru lahir dank perawat untuk
lien yang tidak kooperatif. mempertahankan posisi

klien
3 Rektal Terbukti lebih dapat Tidak boleh dilakukan
diandalkan bila suhu oral pada klien yang
tidak dapat diperoleh mengalami bedah rektal,
Menunjukkan suhu inti kelainan rektal, nyeri
pada area rektal, atau
cenderung perdarahan.
Memerlukan perubahan
posisi dan dapat
merupakan sumber rasa
malu dan ansietas klien.
Risiko terpajan cairan
tubuh.
Memerlukan lubrikasi.
Dikontradiksikan pada
bayi baru lahir.
4 Tympanic Tempat mudah dicapai. Alat bantu dengar harus
Perubahan posisi yang dikeluarkan sebelum
dibutuhkan minimal. pengukuran.
Memberi pembacaan inti Tidak boleh dilakukan
yang akurat. pada klien yang
Waktu pengukuran sangat
mengalami bedah telinga
cepat (2-5 detik).
Dapat dilakukan tanpa atau membran timpani.
Membutuhkan
membangunkan atau
pembungkus probe sekali
mengganggu klien.
pakai.
Impaksi serumen dan
otitis media dapat
mengganggu pengukuran
suhu.

Keakuratan pengukuran
pada bayi baru lahir dan
anak-anak dibawah 3
tahun masih diragukan.
5 Arteri Lebih akurat untuk Harganya jauh lebih
Temporal mengukur suhu tubuh mahal dari termometer
bayi. Namun termometer yang lain
Perbedaan temperatur
ini dianjurkan untuk
digunakan pada bayi yang ekstrim pada tiap
ruangan dapat
diatas umur 3 bulan
Cepat dan mudah mempengaruhi
digunakan keakuratan termometer
temporal arteri, seperti
ruangan yang sangat
dingin dan ruangan
bersuhu normal.
2.2 Konsep Demam
2.2.1 Definisi demam
Demam atau yang disebut juga hipertermia adalah gejala medis yang
umum ditemukan yang ditandai dengan kenaikan suhu tubuh diatas batas

normal (suhu normal adalah 36,50C-37,50C) yang berhubungan dengan


peningkatan set point pusat pengaturan regulasi temperatur. Peningkatan set
point akan memicu kenaikan tonus otot dan menggigil. Kenaikan suhu tubuh
umumnya akan diikuti dengan perasaan dingin, dan akan merasa hangat saat
suhu tubuh yang baru tercapai. Demam merupakan salah satu respon imun
tubuh yang berusaha menetralkan infeksi bakteri maupun virus. Demam
dapat disebabkan oleh berbagai kondisi, dan demam pada anak umumnya
disebabkan oleh mikroba yang dapat dikenali dan demam dapat menghilang
sesudah masa yang singkat (Avner JR, 2009).

2.2.2 Epidemiologi demam


Demam merupakan salah satu keluhan utama yang disampaikan oleh
orang tua saat membawa anaknya ke tenaga kesehatan. Terlepas dari penyakit
utamanya, demam biasanya muncul sebagai manifestasi awal suatu penyakit,
terutama penyakit infeksi (Rahayuningsih I, Sodikin, Yulistiani M; 2013). Salah
satu studi menyebutkan bahwa angka kejadian demam bervariasi dari 19%
hingga 30%. (Alves J, Camara N, Camara C; 2008). Di Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo (RSCM) sendiri ditemukan bahwa angka kejadian demam
adalah sekitar 2% (Bakry B, Tumbelaka A, Chair I; 2008
Studi terkait epidemiologi demam memang masih sangat bervariasi
karena demam dianggap sebagai temuan biasa, dan bukanlah sebuah temuan
spesifik. Namun studi lebih dalam mengenai angka kejadian demam dilakukan
oleh Limper M et. al (2011) selama setahun pada Instalasi Gawat Darurat (IGD)
slama satu tahun di Slotervaart Hospital. Dibahas bahwa demam adalah
kejadian ketiga paling banyak saat pasien memasuki IGD. Pada bagian non-
bedah, angka konsultasi karena demam mencapai angka 30%. Studi yang
mereka lakukan adalah menggunakan seluruh pasien yang datang dengan
keluhan demam. Pada studi mereka, ditemukan bahwa terdapat 213 pasien
yang datang dengan keluhan demam dalam setahun. 87,8% di antaranya
dirawat di RS, 4,2% meninggal setelah 30 hari follow-up, dan 8,5% pasien
diadmisikan ke Intensive Care Unit (ICU) (Limper M et. al, 2011).
Untuk di Indonesia sendiri, belum ditemukan angka pasti mengenai
kejadian demam, namun dapat dilihat berdasarkan penyakit-penyakit yang
memberikan investasi klinis berupa demam. Misalnya saja pada demam
dengue, angka demam yang dapat terjadi karenanya mencapai angka 112.511
pasien dalam setahun (Kemenkes, 2014)

2.2.3 Etiologi demam


Demam merupakan gejala yang muncul karena adanya berbagai macam
reaksi yang timbul pada tubuh, dan menandakan bahwa tubuh melakukan
perlawanan terhadap suatu penyakit. Namun berbagai penelitian setuju bahwa
penyebab terbesar adalah infeksi. Penelitian di RSCM menemukan bahwa
angka kejadian demam yang diakibatkan oleh infeksi mencapai angka 80%,
sedangkan sisanya adalah karena kolagen-vaskular sebanyak 6%, dan
penyakit keganasan sebanyak 5%. Untuk penyakit infeksi karena bakteri
mencakup tuberkulosis, bakteremia, demam tifoid, dan infeksi saluran kemih
(ISK) sebagai penyebab tertinggi (Bakry B, Tumberlaka A, Chair I; 2008).
Dalam studi yang dilakukan oleh Limper M et. al (2011), mereka
mendapatkan temuan yang sama seperti studi yang dilakukan di RSCM.
Ditemukan bahwa infeksi merupakan penyebab demam terbanyak. Hal ini
sudah dipastikan melalui kultur darah. Ditemukan bahwa bakteri yang
ditemukan paling banyak adalah bakteri gram positif dengan infeksi saluran
pernafasan atas dan bawah sebagai diagnosis terbanyak. Untuk bakteri gram-
negatif sendiri lebih cenderung menyebabkan bakteremia, atau dengan kata lain
memberikan infeksi sistemik. Hanya satu dari dua puluh pasien yang ditemukan
dengan demam selain karena infeksi (Limper M et. al, 2011). Penyebab demam
paling non-infeksi yang dapat ditemukan adalah demam karena kanker melalui
jalur tumor, alergi, dan transfusi darah (Dalal S, Donna S, Zhukovsky; 2006).

2.2.4 Mekanisme terjadinya demam


Terdapat banyak hal yang dapat menyebabkan demam. Pemecahan
protein dan beberapa substansi lainnya seperti toksin liposakarida yang
dilepaskan dari sel membran bakteri. Perubahan yang terjadi adalah
peningkatan set-point meningkat. Segala sesuatu yang menyebabkan
kenaikan set-point ini kemudian dikenal dengan sebutan pyrogen.
Saat set-point jadi lebih tinggi dari normal, tubuh akan mengeluarkan
mekanisme untuk meningkatkan suhu tubuh, termasuk konservasi panas dan
produksi panas. Dalam hitungan jam, suhu tubuh akan mendekati set- point.
Awal mula pyrogen dilepaskan adalah saat terjadi pemecahan bekateri di
jaringan atau di darah melalui mekanisme pagositosis oleh leukosit, makrofag,
dan large granular killer lymphocytes. Ketiga sel tersebut akan melepaskan
sitokin setelah melakukan pencernaan. Sitokin adalah sekelompok peptide
signalling molecule. Sitokin yang paling berperan dalam menyebabkan
demam adalah interleukin-1 (IL-1) atau disebut juga endogenous pyrogen. IL-1
dilepaskan oleh makrofag, dan sesaat setelah mencapai hyphothalamus,
mereka akan mengaktivasi proses yang menyebabkan demam (Guyton, Arthur
C., Hall, John E; 2006).
Cyclooxigenase-2 (COX-2) adalah enzim yang membantu mekanisme
kerja pirogen endogen untuk membentuk prostaglandin E2 (Guyton, Arthur C.,
Hall, John E; 2006). COX-2 dianggap sebagai sitokin proinflamatori.
Prostaglandin bekerja dengan mengaktivasi termoregulasi neuron hypothalamic
anterior dan menaikkan suhu tubuh. Rute utama dari sitokin untuk
mempengaruhi hyphothalamus adalah melalui rute vagal. Saat set-point
meningkat, maka akan terjadi dua hal yang menginduksi demam. Yang pertama
adalah konservasi panas yang terjadi melalui vasokonstriksi, dan yang
kedua adalah produksi panas melalui kontraksi otot secara involunter (Dalal S,
Donna S, Zhukovsky; 2006).

2.2.5 Klasifikasi demam


Demam dapat diklasifikasikan melalui dua hal. Pertama adalah
demam berdasarkan penyebabnya, dan kedua adalah demam berdasarkan
polanya. Kedua cara pengklasifikasian ini tidak hanya terbatas pada demam
anak, namun juga demam pada umumnya. Berdasarkan penyebabnya, demam
dapat diklasifikasikan sebagai demam karena infeksi bakteri, demam karena
virus, dan karena adanya parasit (Jupiter Infomedia, 2014). Sementara demam
berdasarkan polanya dapat dibagi menjadi demam demam remiten, demam
intermiten, demam rekuren, demam undulan, demam septik, demam pel
ebstein, dan demam tingkat rendah (Singh A, 2008).
Ciri dari demam karena infeksi bakteri adalah suhu yang tinggi kemudian
diikuti oleh adanya sputum. Pada infeksi saluran pernapasan, dapat terlihat pula
adanya kesulitan bernafas, sedangkan infeksi pada saluran perkemihan
dapat menyebabkan demam tinggi dan menggigil. Demam yang disebabkan
oleh virus memiliki penyebab yang bermacam tergantung penyebabnya seperti
dengue, chikunguniya, dan typhoid (Jupiter Infomedia, 2014).
Demam yang diklasifikasikan berdasarkan polanya lebih berfokus pada
waktu awitan, fluktuasi suhu, dan durasi demam. Pada demam remiten, suhu

tubuh berfluktuasi lebih dari 10C selama 24 jam setiap harinya, sementara
demam berkepenjangan adalah lawan dari remiten di mana demam

berfluktuasi tidak lebih dari 10C selama 24 jam setiap harinya. Jika suhu tubuh
turun dan kembali menjadi normal maka dia disebut demam intermiten (Singh A,
2008).
Ada kalanya di mana demam datang dan pergi, atau ada pola
bergantian antara demam dan tidak demam. Demam seperti ini disebut demam
rekuren. Kombinasi dari demam berkepanjangan dan rekurensi disebut demam
undulan. Pada demam ini, akan terdapat periode di mana pasien mengalami
demam, kemudian hilang, kemudian demam muncul kembali (Singh A, 2008).

2.2.6 Penanganan demam


Demam adalah suatu gejala yang dapat menyebabkan rasa tidak
nyaman pada pasien. Karena itulah penanganan demam diperlukan.
Penanganan demam dapat dilakukan dengan jalan medikamentosa, maupun
melalui cara fisik, di mana pengobatan dapat pula mengarah ke arah
kausatif ataupun simtomatis. Obat- obatan yang dipilih untuk menurunkan
demam adalah obat yang memiliki efek antipiretik (menurunkan panas) dan
biasanya disertai efek analgesic (menurunkan nyeri) (Susanti N, 2012).

2.3 Konsep Anak


2.3.1 Definisi anak
Pengertian anak telah ditegaskan pada UU RI Nomer 23 tahun 2002,
bab I pasal I, dimana dijelaskan bahwa anak adalah seseorang yang belum
berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.
Hal ini senada dengan yang tertulis pada artikel nomer satu Convention on The
Rights of Child (CRC) yang diadakan oleh United Nation Childrens Fund
(UNICEF) pada tahun 1989 yang mendefinisikan anak sebagai seseorang
di bawah 18 tahun kecuali diatur berbeda pada masing-masing negara
(UNICEF, 1989).

2.3.2 Ciri-ciri anak


Anak-anak memiliki perbedaan dari orang dewasa dari fungsi fisiologis,
anatomi, dan kebutuhan-kebutuhannya. Pada dasarnya anak memiliki
kebutuhan yang lebih spesifik dan kompleks untuk memenuhi kebutuhan
fisiknya. Selain itu mereka memiliki anatomi dan fungsi fisiologis yang belum
berkembang sepenuhnya. Berkaitan dengan penelitian penulis, hal yang
perlu digaris bawahi dan dikaji lebih jauh adalah kebutuhan anak yaitu
kebutuhan untuk mengatur suhu tubuh dengan tepat. Individu yang tinggal di
daerah dengan suhu rendah tanpa dilindungi oleh pakaian hangat tidak akan
tumbuh dengan baik dikarenakan energi yang mereka peroleh dari makanan
dikonversikan menjadi panas, sehingga hanya menyisakan sedikit kalori untuk
pertumbuhan jaringan.
Nilai set point normal pada anak merefleksikan basal metabollic rate
(BMR) yang berkurang seiring dengan pertumbuhan anak. Suhu tubuh anak

lebih tinggi saat dia berusia tiga bulan (37,50C) dibandingkan ketika mereka

sudah berusia 13 tahun (36,60C). Anak juga memiliki mudah mengalami


fluktuasi temperatur karena tingginya produksi panas per kilogram BB (berat
badan) mereka. Dibandingkan orang dewasa, paparan infeksi pada anak
menyebabkan peningkatan panas yang lebih tinggi dan cepat. Semakin kecil
seorang anak, semakin besar luas permukan untuk kehilangan panas
sehubungan dengan panas tubuh. Mereka akan lebih mudah kedinginan
dibandingkan anak seusianya yang lebih memiliki lemak sebagai insulasi di
lapisan bawah kulit mereka (MacGregor J, 2008).

2.3.3 Penyakit yang sering dialami anak


Walaupun banyak penyakit anak yang besifat genetik ataupun kongeital,
penyakit yang paling sering dialami anak adalah communicable disease. Masa
anak-anak disebut sebagai masa bermain.
Ketika anak bermain dalam grup inilah, terdapat kemungkinan untuk
perpindahan penyakit dari satu anak ke yang lainnya. Secara jumlah,
sebenarnya ada hampir 30 penyakit yang sering dialami anak. Namun jika
digolongkan dalam kelompok besar, penyakit yang sering dialami anak
dapat dibagi menjadi: a) disebarkan dari kontak orang ke orang, b)
infeksi gastrointestinal (GI), dan c) kelainan kulit.
Penyakit yang umum ditemukan pada anak karena adanya kontak dari
orang ke orang adalah cacar air, yang juga menunjukkan demam pada
prosesnya. Penyakit menular dari orang ke orang lainnya yang sering dialami
anak adalah influenza. Dari bagian infeksi GI, yang paling sering menyerang
adalah diare yang disebabkan oleh escherichia coli (e. coli) di mana anak
juga menunjukkan demam. Anak yang juga sering jajan sembarangan juga
memiliki resiko untuk terserang bakteri salmonella. Untuk kelainan kulit, jarang
ada yang menunjukan manifestasi demam (British Columbia Ministry of Health,
2001).

2.3.4 Efek dari demam pada anak


Kecilnya permukaan tubuh pada anak dibandingkan orang dewasa
menyebabkan peningkatan suhu tubuh dapat berpengaruh pada fisiologis organ
tubuhnya. Selain itu karena belum matangnya mekanisme pengaturan suhu
tubuh anak sehingga perubahan suhu dapat terjadi dengan drastis. Peningkatan
suhu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan kegawatdaruratan berupa
dehidrasi, letargi, penurunan nafsu makan, asupan nutrisi berkurang, dan
kejang yang dapat mengacam kelangsungan hidup anak (Bardu TY, 2014).

Ketika suhu tubuh mencapai lebih dari 390C meningkatkan produksi


sel darah putih sehingga akan menambah sistem imunitas. Peningkatan suhu
tubuh pada akhirnya juga dapat menekan pertumbuhan bakteri. Meskipun
demam adalah pertanda baik dari tubuh, namun orang tua juga sering kali takut
ketika anak mengalami demam (Nelson WE, 2011).
2.4 Tepid Sponging
2.4.1 Definisi
Tepid sponge adalah teknik kompres hangat yang menggabungkan
teknik kompres blok pada pembuluh darah besarsuperficial dengan
teknik seka. Pemilihan tepid sponge sebagai terapi selain dapat menurunan
suhu tubuh, tetapi juga mampu mengurangi ansietas yang diakibatkan oleh
penyakit (Wong DL & Wilson D, 1995).

2.4.2 Tujuan dan Manfaat


Tujuan utama dari tepid sponge adalah menurunkan suhu tubuh pada
anak yang sedang mengalami demam. Menurut Wong DL & Wilson D (1995)
manfaat dari pemberian tepid sponge adalah menurunkan suhu tubuh yang
sedang mengalami demam, memberikan rasa nyaman, mengurangi nyeri
dan ansietas yang diakibatkan oleh penyakit yang mendasari demam.

2.4.3 Teknik tepid sponging


Teknik yang digunakan dalam tepid sponging dibagi menjadi dua yaitu
persiapan dan pelaksanaan. Tahap persiapan adalah tahap dimana peneliti
mempersiapkan alat dan bahan yang diperlukan dalam tahap pelaksanaan. Alat
dan bahan yang dibutuhkan meliputi handuk/sapu tangan, selimut, baju mandi
(jika ada), perlak, handschoen, termometer aksila, termometer rektal, dan
mangkuk yang berisi air hangat.
Tahap pelaksanaan dimulai dengan mengkaji kembali kondisi klien,
menjelaskan prosedur yang akan dilaksanakan kepada klien, membawa
peralatan ke dekat klien, mencuci tangan, menjaga privacy klien,
mengatur posisi klien, menempatkan perlak dibawah klien, memakai sarung
tangan, membuka pakaian atas klien dengan hati-hati, mengisi baskom dengan

air hangat (suhu 280C-320C), memasukkan handuk atau sapu tangan ke dalam
bak yang berisi air hangat, memeras handuk atau sapu tangan dan
menempatkannya di leher, ketiak, dan selangkangan. Langkah selanjutnya
adalah mengusap bagian ekstremitas klien selama lima menit dan
kemudian bagian punggung klien selama 5-10 menit.
Lakukan monitor respon klien selama tindakan. Setelah selesai,
ganti pakaian klien dengan pakaian yang tipis dan menyerap keringat, ganti
sprai (bila diperlukan), dan rapikan alat dan bahan yang digunakan selama
proses (Hamid MA, 2011).

2.4.4 Mekanisme kerja


Pada dasarnya, mekanisme kerja dari tepid sponging sama dengan
kompres hangat pada umumnya, namun dengan teknik yang sedikit
dimodifikasi. Ketika pasien diberikan kompres hangat, maka akan ada
penyaluran sinyal ke hypothalamus yang memulai keringat dan vasodilatasi
perifer. Karena itulah blocking dilakukan pada titik-titik yang secara anatomis
dekat dengan pembuluh besar. Vasodilatasi inilah yang menyebabkan
peningkatan pembuangan panas dari kulit (Potter, Patricia A., Perry, Anne G;
2010).

2.4.5 Prosedur kerja


1. Pakai sarung tangan
2. Bantu klien untuk membuka pakaian

3. Mengisi baskom dengan air hangat (suhu air 280C-320C)


4. Masukkan handuk kecil atau saputangan ke dalam baskom,
kemudian peras.
5. Letakkan handuk atau saputangan pada leher, ketiak, dan
selangkangan klien, tunggu selama maksimal 10 menit (atau sampai suhu
pada handuk atau saputangan menurun), lakukan selama tiga periode.
6. Usap bagian ekstrimitas klien selama lima menit dan dilanjutkan dengan
mengusap bagian punggung klien selama 5-10 menit. Pengusapan
dilakukan dari bagian atas menuju bawah (ekstrimitas dan punggung)
7. Monitor respon klien selama dilakukan tindakan
8. Pakaikan klien pakaian yang tipis (yang telah disiapkan) dan mudah
menyerap keringat.
9. Ganti sprei (bila diperlukan)
10. Ambil perlak dan rapikan alat-alat yang digunakan (Hamid MA, 2011)
2.5 Plester Kompres
2.5.1 Definisi
Alternatif lain dalam melakukan metode fisik untuk menurunkan demam
adalah dengan menggunakan kompres plester yang banyak dijual di minimarket
dan apotek. Kompres plester adalah kompres demam dengan hydrogel
on polyacrylate-base yang memberikan efek pendinginan alami. Untuk
mempercepat proses pemindahan panas dari tubuh ke plester, pleter juga
memiliki kandungan paraben dan mentol (Djuwariyah, Sodikin, Yulistiani M;
2013).

2.5.2 Mekanisme kerja


Pada dasarnya, mekanisme kerja kompres plester tidaklah terlalu
berbeda dengan kompres hangat atau tepid sponging. Titik-titik penempelan
kompres plester dengan tepid sponging adalah sama yaitu titik di mana dapat
ditemukan pembuluh darah besar seperti dahi, ketiak, dan lipatan paha.
Kompres plester juga dapat membantu untuk vasodilatasi pembuluh darah
perifer dan membuka pori-pori sehingga panas dapat ditransmisikan
(Djuwariyah, Sodikin, Yulistiani M; 2013).

2.5.3 Prosedur kerja


1. Memakai sarung tangan
2. Bersihkan bagian tubuh klien yang akan ditempelkan plester kompres
3. Buka kemasan plester kompres
4. Potong plester kompres dengan gunting sesuai ukuran yang diperlukan
5. Lepaskan lapisan transparan
6. Tempelkan plester kompres (daerah yang melekat) pada bagian
tubuh klien (dahi)
7. Rapikan alat-alat yang digunakan (Hisamitsu Pharmaceutical Co., Inc.
Japan Saga Tosu)
DAFTAR PUSTAKA

Peters, W. and Gilles, H.M. (1995). Colour Atlas of Tropical Medicine and Parasitology.
Mosby-Wolfe.
Roberts, S.O.B., Hay, R.J. and Mackenzie, D.W.R. (1984). A Clinician's Guide to Fungal
Disease. (Infectious Diseases and Antimicrobial agents: 5). Marcel Dekker, Inc.
New York.

Anda mungkin juga menyukai