Parasitologi Kel 2
Parasitologi Kel 2
Dosen Pengampu :
Solikhah Anna Estikomah, S.Si, M.Si
Kelompok 2
Resta Amanda 362015711130
Sintia Ayu 362015711125
Salamatul Maimanah 362015711143
Sri Fatiyah 362015711135
Diah Masrifah 362015711123
1.2 Tujuan
1. Untuk Mempelajari Trematoda Usus
2. Untuk Mempelajari Fasciolopsis Buski
3. Untuk Mempelajari Heteropydae
4. Untuk Mempelajari Echinostoma
BAB 2
PEMBAHASAN
E. Diagnosis
Sering gejala klinis seperti di atas di dapatkan di suatu daerah pada
ademi, cukup untuk menunjukan adanya penderita fasiolopsiasis namun
diagnosa pasti dengan menemukan telur dalam tinja.
F. Pengobatan
Obat yang efektif untuk penyakit ini adalah diklorofen, niklosamid dan
prazikuantel.
G. Prognosis
Penyakit dapat menyebabkan kematian, akan tetapi bila di lakukan
pengobatan sedini mungkin masih dapat memberi harapan untuk sembuh,
masalah yang penting adalah reinfeksi yang sering terjadi pada penderita.
H. Epidemiologi
Infeksi pada manusia tergantung pada kebiasaan makan tumbuh-
tumbuhan air yang mentah dan tidak di masak sampai matang.
Membudidayakan tumbuh-tumbuhan air di daerah yang tercemar dengan
kotoran manusia maupun babi dapat menyebarluaskan penyakit tersebut.
Kebiasaan mengenai defekasi, pembuangan kotoran ternak dan cara
membudidayakan tumbuh-tumbuhan air untuk konsumsi harus di ubah atau
di perbaiki untuk mencegah meluasnya penyakit fasiolopsiasis.
2.3 Heterpyhidae
A. Pengertian Dan Morfologi
Cacing keluarga Heterophyidae adalah cacing trematoda kerdil,
berukuran sangat kecil, hanya kurang lebih beberapa milimeter. Cacing ini
pertama kali ditemukan oleh Biliharz (1851) pada autopsi seorang Mesir di
Kairo.
Cacing ini sangat banyak, umumnya makhluk pemakan ikan seperti
manusia, kucing, anjing, rebah, dan jenis burung-burung tertentu. Nama
penyakitnya adalah heterofiasis. Cacing ini ditemukan di Mesir, Turki,
Jepang, Korea, RRC, Taiwan, filipina, dan Indonesia.
Cacing dari keluarga Heterophyidae berukuran panjang antara 1-1,7
mm dan lebar antara 0,3-0,75 mm, kecuali genus Haplorchis yang jauh lebih
kecil, yaitu panjang 0,41-0,51 mm dan lebar 0,24-0,3 mm. Disamping batil
isap perut, ciri khas yang lain adalah batil isap kelamin yang terdapat di
sebelah kiri belakang.
B. Daur Hidup
Cacing ini mempunyai 2 buah testis yang lonjong, ovarium kecil yang
agak bulat dan 14 buah folikel fitelin yang letaknya samping lateral,
letaknya diantara dua sekum, telur agak berwarna coklat muda, mempunyai
overkulum, berukuran 26,5-30 x 15-17 mikron, berisi mirasidium.
Mirasidium yang keluar dari telur menghinggapi keong air tawar/payau,
seperti genus viranella, ceritidia, semisulcuspira, seperi hospes perantara
satu dan ikan dari genus mugil, tilapia, aphanius, acantiogobius, clareas dan
lain-lain sebagai perantara dua. Dalam keong mirasidium tumbuh menjadi
proskista kemudian menjadi banyak redia induk, berlanjut banyak menjadi
redia anak. Untuk pada gilirannya membentuk serkaria. Serkaria
menghinggapi ikan-ikan tersebut dan masuk ke otot-ototnya untuk tumbuh
menjadi metaserkaria.
Manusia mendapatkan infeksi karena makan daging ikan mentah, atau
yang dimasak kurang matang. Pada ikan genus pelectoglosus dan
sejenisnya, metaserkaria tidak masuk ke dalam otot akan tetapi hinggap di
sisik dan siripnya. Metaserkaria yang turut dimakan dengan daging mentah,
tumbuh menjadi cacing dewasa dalam 14 hari dan bertelur.
D. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan menemukan telur pada tinja.
E. Pengobotan
Obat yang tepat untuk penyakit cacing ini adalah praziquantel.
F. Prognosis
Penyakit heterofiasis biasanya ringan dan tidak membahayakan, dapat
diobati sampai sembuh.
2.4 Echinostomatidae
A. Sejarah
Cacing genus Echinostoma yang ditemukan pada manusia kira-kira 11
spesies atau lebih. Garisson (1907) adalah sarjana yang pertama kali
menemukan telur Echinostoma ilocanum pada narapidana pribumi di
Filipina. Tubangui (1931) berhasil menemukan bahwa Ratus rattus
norvegicus merupakan hospes resevoar cacing tersebut. Chen (1934)
melaporkan bahwa anjing-anjing setempat di canton RRC, dihinggapi
cacing tersebut. Brug dan Tesch (1973) melaporkan spesies Echinostoma
lindoense pada manusia di palu, Sulawesi Tengah. Bonne Bras dan lie kian
joe (1948) menemukan Echinodestomata ilocanum pada penderita sakit
jiwa di jawa.
Brug dan Tesch melaporkan bahwa di Indonesia ditemukan 5 spesies
cacing Echinostoma, yaitu : Echinodestomata ilocanum, Echinodestomata
malayanum, Echinostoma lindoense, Echinostoma recurvatum dan
Echinostoma revolatum.
C. Distribusi geografik
Cacing tersebut kecuali ditemukan di Filipina, Cina dan Indonesia juga
dilaporkan dari India.
F. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan menemukan telur dalam tinja.
G. Pengobatan
Tetraklorotilenn adalah obat yang dianjurkan akan tetapi penggunaan obat-
obat baru yang lebih aman, seperti prazikuantel dapat dipertimbangkan.
H. Prognosis
Penderita biasanya tidak menunjukkan gejala yang berat, dapat sembuh
setelah pengobatan.
I. Epidemiologi
Keong sawah yang digunakan untuk konsumsi sebaiknya dimasaki sampai
matang, sebab bila tidak, metaserkaria dapat hidup dan tumbuh menjadi
cacing dewasa.
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Cacing merupakan penyebab dari banyak penyakit, terutama cacing
usus. Cacing usus terdiri dari 3 macam, diantaranya Fasciolopsis Buski,
Echinostomatidae dan Heterophydae. Hospesnya merupakan manusia dan
hewan. Penyakit yang ditimbulkan, diantaranya fasciolopsiasis,
ekinostomiasis dan heteropidiasis. Jika segera ditangani dan diobati,
penyakit tersebut dapat teratasi.
3.2 Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata
kesempurnaan. Oleh karena itu, semoga kritik dan saran dari para pembaca
dapat memberi kesempurnaan dikemudian harinya. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi pembaca umumnya dan penulis khususnya.
DAFTAR PUSTAKA